Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Nilai-nilai Pada Novel Sang Pemimpi

 A.    Sinopsis Novel Sang Pemimpi
Novel Sang Pemimpi adalah novel kedua dari tetralogi Laskar pelangi karya Andrea Hirata. Dalam novel Sang Pemimpi, Andrea Hirata bercerita tentang kehidupannya di Belitong pada masa SMA. Dua tokoh utama dalam karya ini adalah Ikal dan Arai. Ikal tidak lain adalah Andrea Hirata sendiri, sedangkan Arai adalah saudara jauhnya yang menjadi yatim piatu ketika masih kecil. Arai disebut simpai keramat karena dalam keluarganya ia adalah orang terakhir yang masih hidup dan ia pun diangkat menjadi anak oleh ayah Ikal. Mereka bersekolah di SMA Negeri Manggar, SMA pertama yang berdiri di Belitung bagian timur.
Demi memenuhi kebutuhan hidup, Ikal dan Arai harus bekerja sebagai kuli di pelabuhan ikan pada dini hari dan pergi ke sekolah setelahnya. Namun begitu, mereka tetap gigih belajar sehingga selalu berada dalam peringkat lima teratas dari 160 murid di sekolahnya. Sekolah mereka merupakan SMA negeri pertama yang bergengsi di Belitong, sebelumnya satu-satunya SMA yang terdekat berada di Tanjung Pandan. Sekolah tersebut berada 30 kilometer dari rumah Ikal dan Arai sehingga mereka harus menyewa kamar dan hidup jauh dari orang tua.
Selama masa SMA, banyak kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh Arai dan Ikal. Mereka pernah mengejek Pak Mustar saat upacara bendera di pagi hari sehingga Pak Mustar marah dan mengejar mereka. Mereka juga pernah menyusup ke bioskop yang tidak mengizinkan anak sekolah masuk untuk menonton film dewasa. Pak Mustar mengetahui hal tersebut sehingga Arai dan Ikal diberi hukuman keesokan harinya.
Pada akhirnya, Jimbron harus berpisah dengan Ikal dan Arai yang akan meneruskan kuliah di Jakarta. Selama di Jakarta, mereka luntang-lantung mencari pekerjaan namun akhirnya Ikal menjadi pegawai pos dan Arai pergi ke Kalimantan untuk bekerja sambil kuliah. Ikal berhasil membiayai kuliahnya di Universitas Indonesia hingga menjadi Sarjana Ekonomi, sedangkan Arai belajar biologi di Kalimantan. Hidup mandiri terpisah dari orang tua dengan latar belakang kondisi ekonomi yang sangat terbatas namun punya cita-cita besar, sebuah cita-cita yang bila dilihat dari latar belakang kehidupan mereka, hanyalah sebuah mimpi.
B.     Nilai-nilai Pendidikan Karakter pada Novel Sang Pemimpi
1.      Nilai Pendidikan Religius
Nilai religius merupakan sudut pandang yang mengikat manusia dengan Tuhan pencipta alam dan seisinya. Berbicara tentang hubungan manusia dan Tuhan tidak terlepas dari pembahasan agama. Agama merupakan pegangan hidup bagi manusia. Agama dapat pula bertindak sebagai pemacu faktor kreatif, kedinamisan hidup, dan perangsang atau pemberi makna kehidupan. Melalui agama, manusia pun dapat mempertahankan keutuhan masyarakat agar hidup dalam pola kemasyarakatan yang telah tetap sekaligus menuntun untuk meraih masa depan yang lebih baik. Seperti dalam kutipan di bawah ini.
“Jimbron adalah seorang yang membuat kami takjub dengan tiga macam keheranan. Pertama, kami heran karena kalau mengaji, ia selalu diantar seorang pendeta. Sebetulnya beliau adalah seorang pastor karena beliau seorang Katolik, tapi kami memanggilnya Pendeta Geovany. Rupanya setelah sebatang kara seperti Arai ia menjadi anak asuh sang pendeta. Namun, pendeta berdarah Itali itu tak sedikit pun bermaksud mengonversi keyakinan Jimbron. Beliau malah tak pernah telat jika mengantarkan Jimbron mengaji ke masjid” (SP, 61)
Di lihat dari kutipan di atas, Tokoh Jimbron dalam novel Sang Pemimpi mencerminkan tokoh yang taat beragama dengan mengaji setiap harinya, walaupun dia hidup di lingkungan agama yang berbeda, yaitu agama Katolik. Penamaan nilai religius yang tinggi mampu menumbuhkan sikap sabar, tidak sombong dan tidak angkuh pada sesama. Manusia menjadi saling mencintai dan menghormati, dengan demikian manusia bisa hidup harmonis dalam hubungannnya dengan Tuhan, sesama manusia maupun makhluk lain. Pendeta Geovany dalam kutipan di atas adalah sosok yang penyayang dan menghormati manusia lain yang beda agama, ternukti bahwa Jimbron sebagai anak angkatnya justru malah setiap harinya diantar mengaji dan tidak sedikit pun bermaksud mengonversi keyakinan Jimbron. Beliau malah tak pernah telat jika mengantarkan Jimbron mengaji ke masjid.
Nilai religius akan menanamkan sikap manusia untuk tunduk dan taat kepada Tuhan atau dalam keseharian kita kenal dengan takwa. Seperti yang tergambar dalam tokoh Arai di bawah ini.
“Setiap habis maghrib, Arai melantunkan ayat-ayat suci Al Quran di bawah temaram lampu minyak dan saat itu seisi rumah kami terdiam.”(SP, 33)
Kutipan di atas mempunyai kandungan nilai pendidikan religius karena menggunakan kata tertentu untuk menerangkan sesuata, namun kata tersebut tidak tepat bagi kata yang diterangkan. Hal tersebut dapat dilihat pada kalimat “seisi rumah kami terdiam”, yang dimaksud dalam kalimat kalimat tersebut adalah anggota keluarga Arai. Perilaku Arai dalam kesehariannya mencerminkan seorang muslim. Orang yang taat pada perintah agama, hal itu terbukti bahwa setiap habis maghrib dia selalu membacakan ayat-ayat suci Al Quran dengan kesadarannya sendiri, tanpa diperintah siapapun.
2.      Nilai Pendidikan Moral
Nilai moral sering disamakan dengan nilai etika, yaitu suatu nilai yang menjadi ukuran patut tidaknya manusia bergaul dalam kehidupan bermasyarakat. Moral merupakan tingkah laku atau perbuatan manusia yang dipandang dari nilai individu itu berada. Pengembangan nilai moral sangat penting supaya manusia memahami dan menghayati etika ketika berinteraksi dan berkomunikasi dengan masyarakat. Pemahaman dan penghayatan nilai-nilai etika mampu menempatkan manusia sesuai kapasitasnya, dengan demikian akan terwujud perasaan saling hormat, saling sayang, dan tercipta suasana yang harmonis. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut ini:
“ LAIN KALI MENCALONKAN DIRINYA JADI BUPATI!! PASANG HURUF H BESAR DI DEPAN NAMANYA, MENGAKU DIRINYA HAJI???!! PADAHAL AKU TAHU KELAKUANNYA!! WAKTU JADI MAHASISWA, WESEL DARI IBUNYA DIPAKAINYA UNTUK MAIN JUDI BUNTUT!!!”(SP, 168)
“ITULAH KALAU KAU MAU TAHU TABIAT PEMIMPIN ZAMAN SEKARANG, BOI!! BARU MENCALONKAN DIRI SUDAH JADI PENIPU, BAGAIMANA KALAU BAJINGAN SEPERTI ITU JADI KETUA!!??”(SP, 168)
Kutipan di atas terlihat jelas mengandung nilai pendidikan moral melalui penggunakan gaya bahasa sindiran yang mempergunakan kata-kata yang bermakna kebalikannya dan bernada ironis. Hal itu dapat dilihat dari kalimat “bagaimana kalau bajingan itu jadi ketua!!??”. Kalimat tersebut mempunyai arti menyindir seseorang yang mempunyai kelakuan tidak baik seandainya menyalonkan menjadi ketua, maka tidak bisa dibayangkan anak buahnya akan seperti apa.
Kutipan di atas mengandung makna tersirat nilai moral, karena tercantum jelas bahwa bupati yaitu pemimpin sekarang kelakuannya sudah tidak jujur dan menghalalkan segala cara hanya demi merebut kursi kepemimpinannya. Hal tersebut perlu diubah, supaya moral manusia yang lain tidak ikut tercemar. Adapun nilai yang dimaksud dalam konteks tersebut menyangkut baik dan buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, dan kewajiban. Moral juga dapat dikatakan sebagai ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu rangkaian cerita karena karya sastra itu menyajikan, mendukung, dan menghargai nilai-nilai kehidupan yang berlaku.
3.      Nilai Pendidikan Sosial
Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Nilai sosial mencakup kebutuhan hidup bersama, seperti kasih sayang, kepercayaan, pengakuan, dan penghargaan. Nilai sosial yang dimaksud adalah kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Kepedulian tersebut dapat berupa perhatian maupun berupa kritik. Kritik tersebut dilatar belakangi oleh dorongan untuk memprotes ketidakadilan yang dilihat, didengar maupun yang dialaminya, seperti yang terdapat dalam kutipan berikut.

“Aku ingin menyelamatkan Jimbron walaupun benci setengah mati pada Arai. Aku dan Arai menopang Jimbron dan beruntung kami berada dalam labirin gang yang membingungkan.”(SP, 15)
Kutipan di atas dapat di jelaskan bahwa walaupun Ikal sangat benci kepada Arai tapi jiwa penolongnya kepada Jimbron masih tetap ada dalam dirinya, karena dia merasa bagaimanapun mereka adalah bersaudara. Kutipan di atas secara jelas megandung nilai pendidikan sosial melalui penggunakan gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, misalnya membesar-besarkan suatu hal dari yang sesungguhnya. Hal itu dapat dilihat dari ungkapan “benci setengah mati” yang mempunyai arti sangat membenci.
4.      Nilai Pendidikan Budaya
Nilai pendidikan budaya adalah tingkat yang palig tinggi dan yang paling abstrak dari adat istiadat. Hali itu disebabkan karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga sesuatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai., berharga dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang member arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakatnya.
Unsur-unsur dan nilai kebudayaan juga dapat dilestarikan dengan menggunakan benda atau barang kebudayaan daerah setempat. Hal tersebut juga diterapkan oleh masyarakat Melayu, yaitu dapat dilihat dari kutipan berikut ini.
“Padi dalam peregasan sebenarnya sudah tak bisa lagi dimakan karena sudah disimpan puluhan tahun. Saat ini peregasan tak lebih dari surga dunia bagi bermacam-macam kutu dan keluarga tikus berbulu kelabu yang turun- temurun beranak pinak disitu.” (SP, 36)
Kutipan di atas terdapat kata “peregasan” yang artinya adalah peti papan besar tempat menyimpan padi. Sebagian besar orang Melayu di setiap rumahnya pasti terdapat peregasan yang berfungsi untuk menyimpan beras. Bagi orang Melayu juga menganggap peregasan adalah sebuah metafora, budaya, dan perlambang yang mewakili periode gelap selama tiga setengah tahun Jepang menindas mereka. Ajaibnya sang waktu, masa lalu yang menyakitkan lambat laun bisa menjelma menjadi nostalgia romantik.
Kutipan di atas secara jelas mempunyai kandungan nilai pendidikan budaya melalui penggunakan gaya bahasa hiperbola. Hal itu terlihat pada kalimat “keluarga tikus berbulu kelabu yang turun-temurun beranak pinak di situ”. Kalimat tersebut mempunyai arti bahwa hewan tikus yang berkembang biak sangat banyak.
Pendidikan karakter pada tokoh
1.      Ikal
Mempunyai karakter: baik hati, optimistis, pantang menyerah, penyuka Bang Rhoma
2.      Arai
Mempunyai karakter : pintar, penuh inspirasi/ide baru, gigih, rajin, pantang menyerah
3.      Jimbron
Mempunyai karakter : polos, gagap bicara, baik, sangat antusias padakuda
4.      Pak Balia
Mempunyai karakter : baik, bijaksana, pintar
5.      Pak Mustar
Mempunyai karakter: galak, pemarah, berjiwa keras
6.      Ibu Ikal
Mempunyai karakter : baik, penuh kasih sayang
7.      Ayah Ikal
Mempunyai karakter : pendiam, sabar, penuh kasih sayang, bijaksana Dan tokoh lain

8.      Mahader, A Kiun, Pak Cik Basman, Taikong
Hanim, Capo, Bang Zaitun, Pendeta Geovanny, Mak cik dan
Laksmi adalah tokoh pendukung dalam novel ini.

Secara tidak langsung setelah membaca Novel Sang Pemimpi maka pembaca akan mengetahui sifat yang baik dan sifat yang buruk yang tidak patut di contoh.
C.    Relevansi Novel Sang Pemimpi dalam Pembelajaran di Kelas
Kompetensi dasar dalam pembelajaran sastra Ini adalah  Mengidentifikasi karakteristik dan struktur unsur intrinsik pada Novel. Jadi, dengan kompetensi dasar sesuai untuk pembelajaran sastra di kelas X SMA. Dibawah ini contoh RPP dalam pembelajaran di kelas.
Nama Sekolah                   :
Mata Pelajaran                  : Bahasa dan Sastra Indonesia
Kelas/ Program                  : X/Inti
Semester                            :  1
Pertemuan Ke                   : 1 dan 2
Alokasi Waktu                  : 4 x 45’
Standar Kompetensi         : Membaca
 15. Memahami Novel
Kompetensi Dasar             : 15.1 Mengidentifikasi karakteristik dan struktur unsur
     intrinsik Novel
Indikator                           : 1. Mengidentifikasi karakteristik karya sastra Novel
  2. Menentukan struktur (unsur) karya sastra Novel
  3. Menuliskan secara singkat isi karya sastra Novel dengan bahasa sendiri ke dalam beberapa paragraf
I. Materi                            :  Novel Sang Pemimpi
II. Alat/Bahan/Sumber      :  Buku/ Novel Sang Pemimpi
III. Metode Pembelajaran :
      a. Pendekatan              : Kontekstual
      a. Model Pembelajaran:
      b. Teknik                     : penugasan, tanya jawab, diskusi
IV. Langkah-langkah Pembelajaran
A. Kegiatan Awal             :  1. Memotivasi dengan memberikan beberapa penjelasan
B. Kegiatan Inti                :  1. Siswa membaca naskah Novel Sang Pemimpi
                                             2. Siswa mengidentifikasi karakteristik Novel Sang Pemimpi
                                             3. Siswa mendiskusikan struktur Novel Sang Pemimpi
   4. Siswa menuliskan secara ringkas isi Novel Sang Pemimpi dengan bahasa sendiri ke dalam paragraf                                                  
C. Kegiatan Akhir             :  1. Guru atau siswa menyimpulkan hasil yang ditemukan
  dari pembacaan Novel Sang Pemimpi
V. Penilaian                       :  1. Tes tertulis
2.  Laporan
Contoh
a. Jelaskan struktur karya sastra Novel Sang Pemimpi
b. Buatlah ringkasan Novel Sang Pemimpi yang pernah Anda baca!

Post a Comment for "Nilai-nilai Pada Novel Sang Pemimpi"