Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

KETERJALINAN TEKS DAN KONTEKS DALAM SASTRA BANDINGAN

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Berbagai motif yang berkaitan dengan kutukan , kebijaksaan, dan kesaktian mewarnai cerita rakyat di Jawa, Sunda dan Bali. Barangkali itu pula sebabnya sastra bandingan yang membicarakan cerita rakyat Jawa, Sunda dan Bali lebih banyak membandingkan motif ceritanya. Sungguh unik , beberapa etnis yang memiliki bahasa berbeda, tetapi memiliki keterjalinan teks. Mungkin sekali kemiripan terjadi akibat adanya ide yang sama, mungkin pula ada kontak antarpencerita yang menguasai bahasa etnis lain, bahkan bisa terjadi melalui perantara bahasa Indonesia yang dikisahkan kembali dalam bahasa daerah. Apapun prosesnya, keterjalinan teks dapat dilacak oleh sastra bandingan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dibicarakan dalam teks dan jalinan komunitas sastra?
2.      Apa yang dibicarakan dalam Intertekstualitas sebagai konsep relasional sastra?
3.      Apa penjelasan dari sastra bandingan dalam lintasan Culture Studies?
4.      Apa Keterjalinan teks dan kredibilitas pengarang?
C.     Tujuan Makalah
1.      Untuk memberikan pemahaman tentang teks dan jalinan komunitas sastra.
2.      Untuk Memberikan pemahaman tentang intertekstualitas sebagai konsep relasional sastra.
3.      Untuk memberikan informasi/pemahaman tentang sastra bandingan dalam lintasan Culture Studies.
4.      Untuk memberikan pemahaman tentang keterjalinan teks dan kredibilitas pengarang.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Keterjalinan Teks dan Konteks dalam Sastra Perbandingan
1.      Teks dan Jalinan Komunitas Sastra
Komunitas sastra merupakan wahana pembangun komunikasi sastra. Melalui komunitas-komunitas, seperti kantong-kantong, sanggar, kedai, dan sebagainya akan terrjadi komunikasi sastra yang intensif. Giffrod (1993) berpendapat bahwa sastra perbandingan tidak lain merupakan bandingan teks dalam konteks across cultures. Hal ini merupakan studi interdisipliner sastra, yang memperhatikan pola-pola hubungan teks antar waktu dan tempat yang berbeda. Studi interdisipliner akan semakin intensif manakala dikelola oleh sebuah komunitas sastra.
            Pengertian komunitas ini, mirip gagasan Victor Turner, yang di dalamnya ada kesamaan pandang antar anggota komunitas. Biarpun masing-masing pihak memiliki perbedaan kepentingan, muaranya tetap terkait dengan upaya pengembangan sastra. Ketika komunitas itu belum akrab dengan sastra, biasanya sering ada keraguan. Mereka masih meraba-raba, apakah karya sastra memiliki keterjalinan antar teks dan bidang lain. Terlebih lagi kalau makna “teks” itu diartikan longgar, seperti pemikiran Geertz, bahwa seluruh ujaran atau ciptaan itu sebuah teks. Pada tataran ini berarti teks dapat saling terkait satu sama lain, hingga mewujudkan keterjalinan erat.
           
Harus disadari bahwa sejarah sastra kita sebagian besar merupakan sebuah interprestasi teks, tetapi jarang yang membaca sampai ke arah keterjalinan sastra. Padahal kalau belajar sejarah sastra telah dibiasakan kritis, memahami hubungan antar teks, dibina melalui sebuah komunitas sastra, cepat atau lambat akan segera paham terhadap sastra bandingan. Kita harus mengetahui, linguistik pada prinsipnya, gaya, prosodi, dan struktural juga akan bermanfaat bagi interprestasi sastra. Namun dalam sastra bandingan harus dilatih dalam aplikasi tertata untuk memahami arti dari istilah penting dan bentuk dan tema teks.
            Selain itu, kita harus menyadari apa yang terkandung dalam berbagai periode sastra. Periodisasi sastra akan amat berguna apabila dibahas melalui komunitas sastra. Hubungan sastra dapat muncul melalui dialog komunitas, resensi, diskusi intensif , dan timbangan sastra yang lain. Hal ini sangat dimengerti bahwa, selama periode awal belajar sastra, kita cenderung menghubungkan pengertian sastra lain. Misalnya, sebagai mahasiswa bahasa inggris dan sastra, dapat membaca ayat-ayat lain dalam kata, misalnya, tentang aspirasi Wordsworth untuk menggunakan bahasa colloquial dan untuk menggunakan perangkat prosodi sederhana dalam penulisan puisi berjudul “Nya balada liris” dan Coleridge juga tahu bahwa karya itu telah terinspirasi oleh lagu daerah. Shellcy, disisi lain, percaya pada asal-usul supernatural inspirasi penyair itu. Dia yang paling tekun mempelajari tingkat imajinasi sampai terbatas mempertimbangkan menjadi sejuk utama penciptaan puitis.
            Penyair yang sama sering merujuk tentang puisi fungsi Agustus “pemberi hukum” untuk kemanusiaan.
            Ada beberapa keuntungan memasuki komunitas sastra dalam konteks sastra bandingan, yaitu:
1.      Memperoleh masukan antar teman tentang keterkaitan sastra satu dengan yang lain
2.      Semakin kritis dalam meninjau karya sastra dengan mensejajarkan dengan karya sastra atau bidang lain
3.      Pengkaji akan semakin hati-hati dan proporsional dalam membandingkan karya antar anggota komunitas
4.      Hasil sastra bandingan akan segera menyentuh sasaran komunitas sastra, sehingga dampaknya segera dapat dirasakan.

2.      Intertekstualitas Sebagai Konsep Relasional Sastra
Interteks adalah studi yang berbicara tentang sumber pengaruh, misalnya pengaruh Hemingway pada Camus. Kunci pokok interteks adalah terjadinya relasi antar karya sastra. Istilah relasional yang konsisten dengan pendekatan yang berorientasi pada pembaca dan menghindari mengkhianati afiliasi sadar dengan orientasi penulis. Satu cara yang sangat produktif  untuk mendefiniskan hubungan intertekstual adalah metafora sebagai bentuk kutipan di mana fragmen wacana adalah diakomodasi atau diasimilasikan oleh teks terfokus. Menggambarkan dengan cara ini memungkinkan kita untuk melihat interteks yang memiliki dua identitas terpisah: (a) sebagai teks independen berfungsi dalam dirinya sendiri, yang mungkin tidak diketahui, terlupakan atau bahkan hilang; (b) sebagai asimilasi atau versi diakomodasi tertanam dalam beberapa cara dalam teks terfokus.
Salah satu upaya yang paling kuat untuk mengembangkan gagasan tentang intertekstualitas bertentangan dengan studi sumber-pengaruh. Gagasan Barthian yang melihat teks terfokus (memang semua teks) sebagai suatu mosaik yang terdiri sepenuhnya fragmen materi linguistik dikutip dari sumber-sumber anonim, kolase dari potongan-potongan bahasa dibawa ke kedekatan spasial dan mengundang pembaca untuk membuat semacam energi interrelational mereka. Seperti pandangan radikal memandang teks dari setiap kalimat dari mosaik tidak hanya sebagai menciptakan pola intratekstual tetapi juga menunjuk ke koneksi ektratekstualnya. Di sinilah fitur dapat disimpulkan dari prasangka menjadi sangat relevan. Karena sumber ektratekstual koneksi ini mungkin tidak diketahui (memang salah satu asumsi ini pengertian teks adalah bahwa mereka sebenarnya tidak hanya diketahui, tetapi tidak dapat diketahui), mereka hanya bisa disimpulkan secara umum, tidak terletak positif dalam khusus, menandatangani wacana. Mereka berfungsi sebagai anggapan-anggapan demikian, karena justru apa yang mendefinisikan perkiraan adalah bahwa hal itu dapat 'terputus' dari tuturan dalam yang tertanam melalui proses penalaran inferensial.
Aspek yang paling diperdebatkan dari pengertian Culler tentang intertekstualitas adalah perintah bahwa itu adalah kurang berhubungan dengan teks sebelumnya. Tidak jelas bagi saya apa keberatan teoritis bisa dinaikkan dengan menghubungkan teks yang sebenarnya. Ini adalah satu hal untuk mempertahankan bahwa suatu interteks mungkin tidak diketahui dan hal lain yang cukup untuk menegaskan bahwa hal itu tidak dapat diketahui Culler tentu saja.
Barthes dan lain-lain menunjukkan bahwa sebuah asumsi seperti dalam pikirannya yang mencoba memperluas konsep dari hubungan intertekstual. Saya menduga bahwa sikap hati-hati Culler berakar dalam bagian dari kepedulian untuk mengembangkan sebuah teori identitas intertekstual yang konsisten dengan kritik ideologis tentang sumber dan asal-usul dan sebagian dari rasa takut terjerumus ke asumsi ideologis dan metodologis strategi yang terlibat dalam studi sumber-pengaruh.


BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Karya sastra tidak hanya dikaji berdasakan teks, melainkan perlu memerhatikan konteks sastra itu diciptakan. Keterjalinan teks dan konteks sastra tidak mungkin terhindarkan, dengan adanya komunikasi serba canggih, persitiwa teks yang satu dapat memboceng teks lain hampir selalu ada di mana-mana. Komunitas sastra merupakan wahana pebangun komunikasi sastra yang memberikan arah estetika kreatif dalam  perkembangan sastra bandingan sehingga sastra bandingan tidak lain merupakan bandingan teks dalam konteks across cultures.
B.     Saran
Mengenai materi yang menjadi bahasan dalam makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena terbatasnya pengetahuan kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh hubungannya dengan makalah ini Penulis banyak berharap kepada para pembaca yang budiman memberikan kritik saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini.
























Post a Comment for "KETERJALINAN TEKS DAN KONTEKS DALAM SASTRA BANDINGAN"