Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MAKALAH GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM DI ARAB, MESIR, DAN INDIA

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Modernisasi mengandung pengertian pemikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, intuisi-intuisi lama dan sebagainya. Agar semua itu dapat disesuaikan dengan pendapat dan keadan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Karena terpuruknya nilai-nilai pendidikan dilatar belakangi oleh kondisi internal Islam yang tidak lagi menganggap ilmu pengetahuan umum sebagai satu kesatuan ilmu yang harus diperhatikan.

Secara garis besar ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya proses pembaharuan Islam. Pertama, faktor internal yaitu faktor kebutuhan pragmatis umat Islam yang sangat memerlukan satu system yang benar-benar bisa dijadikan rujukan dalam rangka mencetak manusia-manusia muslim yang berkualitas, bertaqwa, dan beriman kepada Allah. Kedua, faktor eksternal adanya kontak Islam dengan kaum barat juga merupakan faktor terpenting yang bisa kita lihat. Adanya kontak ini paling tidak telah menggugah dan membawa perubahan pragmatis umat Islam untuk belajar secara terus menerus kepada kaum barat, sehingga ketertinggalan yang selama ini dirasakan akan bisa terminimalisir. Namun bukan berarti pembaharuan Islam mengubah isi Al-Quran dan Hadits.

B.       Rumusan Masalah
1.    Apakah pengertian pembaharuan Islam?
2.    Bagaiman gambaran tentang gerakan pembaharuan Islam di Arab, India, dan Mesir ?
3.    Siapakah tokoh – tokoh gerakan pembaharuan Islam?


BAB II
PEMBAHASAN

Pembaharuan Islam adalah upaya-upaya untuk menyesuaikan paham keagamaan Islam dengan dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi madern.Dalam bahasa Arab, gerakan pembaharuan Islam disebut tajdîd. Secara harfiah tajdîd berarti pembaharuan dan pelakunya disebut mujaddid. Dalam pengertian tersebut, sejak awal sejarahnya, Islam sebenarnya telah memiliki tradisi pembaharuan. Sebab ketika menemukan masalah baru, kaum muslim segera memberikan jawaban yang didasarkan atas doktrin-doktrin dasar Al-Qur’an dan sunnah.
Rasulullah pernah mengisyaratkan bahwa “sesungguhnya Allah akan mengutus kepada umat ini (Islam) pada permulaan setiap abad orang-orang yang akan memperbaiki-memperbaharui agamanya” (HR. Abu Daud). Meskipun demikian, istilah ini baru terkenal dan populer pada awal abad ke-18. tepatnya setelah munculnya gaung pemikiran dan gerakan pembaharuan Islam, menyusul kontak politik dan intelektual dengan Barat
Dari kata tajdid selanjutnya muncul istilah-istilah lain yang pada dasarnya lebih merupakan bentuk tajdid. Diantaranya adalah reformasi, purifikasi, modernisme dan sebagainya. Istilah yang bergam itu mengindikasikan bahwa hal itu terdapat variasi entah pada aspek metodologi, doktrin maupun solusi, dalam gerakan tajdid yang muncul di dunia Islam.
Tahapan pembaharuan Islam
1.    Tahap gerakan yang disebut dengan revalisme pramodernis (premodernism revivalish) atau disebut juga revivalis awal (early revivalish). Model gerakan ini timbul sebagai reaksi atas merosotnya moralitas kakum muslim.
2.    Modernisme klasik di sini pembaharuan Islam termanifestasikan dalam pembaharuan lembaga-lembaga pendidikan. Pilihan ini tampaknya didasari argumentasi bahwa lembaga pendidikan merupakan media yang paling efektif untuk mensosialisasikan gagasan baru. Pendidikan juga merupakan media untuk “mencetak” generasi baru yang berwawasan luas dan rasional dalam memahami agama sehingga mampu menghadapi tantangan zaman. Model gerakan ini muncul bersamaan dengan penyebaran kolonialisme dan imperialisme Barat yang melanda hampir seluruh dunia Islam.
3.    Gerakan pembaharuan Islam disebut revivalisme pascamodernis (posmodernist revivalist), atau disebut juga neorevivalist (new revivalist).Sekolah dan universitas yang dianggap sebagai lembaga pendidikan modern untuk dibedakan dengan madrasah yang tradisional- juga dikembangkan.
4.    Neomodernisme. Tahap ini sebenarnya masih dalam proses pencarian bentuknyagerakan ini dilancarkan berdasarkan krtik terhadap gerakan-gerakan terdahulu. Karena mengambil begitu saja istilah Barat dan kemudian mengemasnya dengan simbol-simbol Islam tanpa disertai sikap kritis terhadap Barat dan warisan Islam.

A.      Gerakan Pembaharuan Islam di Arab
Di tanah Hejaz muncul gerkan pembaruan islam yang sangat tekenal, yaitu gerakan wahabi. Pendirinya adalah Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1791 M/1115-1206 H). Gerakan ini muncul di Arab Saudi pada abad ke-18 dan dipelopori oleh marga Saud. Gerakan ini berhasil menaklukkan Mekkah dan Madinah pada tahun 1803-1804. Namun pasukan Kekhalifahan Utsmaniyah berhasil memukul mundur Wahabi dari Madinah pada 1812 dan Mekah pada 1813.
Inti dari ajaran Wahabi ini terutama adalah membenarkan penggunaan sarana kekerasan atau pemaksaan dalam dakwah, terutama dengan menafsir-ulang dan mengekstensifkan penggunaan terminologi ”jihad”. Meski dalam ajaran dakwahnya mereka senantiasa mengkhotbahkan diri sebagai jalan termurni Islam dengan ideologi salafiyahnya.
wahabi mulai berkembang dan maju pada abad ke-19. Dalam dakwahnya gerakan Wahabi selalu mengklaim sebagai yang paling murni menjalankan ajaran agama dan mengkaitkannya dengan kaum salafi pertama yang hidup di masa Nabi s.a.w. Tujuan didirikannya Gerakan Wahabi antara lain untuk:
1. Menyingkirkan segala macam bid’ah, khurafat, dan berbagai tindakan kesyirikan lainnya.
2. Secara politik untuk melepaskan bangsa Arab dari pengaruh bangsa Turki yang telah menjadi dinasti dalam waktu yang sangat panjang.
3. Ingin membangun Negara Islam.
Gerakan Pembaharuan Islam oleh Muhammad Ibnu Abdul Wahab (1703-1791).
1.    Muhammad Ibnu Abdul Wahab (1703-1778)
Lahir di uyainah, nejd, Arab Saudi, mempunyai gerakan yang disebut gerakan Wahabi, gerakan pemurni Islam. Pokok ajaranya adalah menentang semua bentuk bid’ah dan khurafat dan kembali kepada ajaran pokok alquran dan hadis. Aliran ini muncul bukan sebagai reaksi politik yang terjadi pada masa kerajaan Usmani dan Mughal, tetapi sebagai reaksi terhadap faham tauhid yang terdapat di kalangan umat Islam pada waktu itu. Bisa dikatakan aliran ini muncul dengan  tujuan untuk menegakan kembali syari’at Islam yang dibawa oleh baginda Rasulullah Muhammad SAW yang pada waktu itu dianggap Wahabi telah banyak menyimpang dan banyaknya sekte-sekte serta madzhab-madzhab dalam Islam yang dinilai menimbulkan perbedaan atau bahkan sampai perpecahan.
Diantara tindakan-tindakan Wahabi yang sangat brutal adalah menodai makan Husein bin Ali, membunuh penduduk tak berdosa di sepanjang jazirah Arab, menyerang dan menodai Masjid Nabawi, membongkar makam Nabi dan membubarkan para peziarah di Madinah. Kekerasan demi kekerasan yang dilakukan oleh gerakan Wahabi ini dianggap oleh sebagian orang berjasa besar melahirkan terorisme.
2.      Lahirnya Da’wah Muhammad bin Abdul Wahab
Ketika Muhammad bin Abdul Wahab berusaha bangkit dengan membawa da'wah tauhid dansunnah Nabi. Peristiwa monumental tersebut terjadi pada pertengahan abad ke-20 Hijriyah, ketika ayah ia masih hidup. Muhammad Bin Abdul Wahab mulai berani terang-terangan menyingkap kebenaran, memantapkan tauhid, mengibarkan sunnah Nabi saw, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang mungkar. Ia mengingkari berbagai macam bid'ah atau sesuatu yang diada-adakan dalam urusan akidah, ibadah dan istiada. Ia jugamenyebarluaskan ilmu, menegakkan hukum, menyingkap kejelekan keadaan orang-orang yang jahil, serta menentang orang-orang yang suka berbuat bid'ah dan menuruti keinginan-keinginan hawa nafsu.
3.    Keistimewaan Da’wah Muhammad bin Abdul Wahab 
a.       Perilaku yang Jernih
Sesungguhnya perilaku Muhammad bin Abdul Wahab telah tercermin di dalam pribadi, ilmu, sikap agama, akhlak, dan pergaulannya terhadap orang-orang yang mendukung maupun yang menentangnya.
b.      Sumber yang Bersih
Sumber ilmu, adab, dan akhlak yang diterima oleh Muhammad bin Abdul Wahab adalah sumber-sumber yang syar'i, fitrah, kuat, dan murni. Hal ini merupakan cerminan dari Al-Qur'an, sunnah Nabi, dan jejak peninggalan para salaf al-shalih yang lepas dari falsafah dan tasawuf, kesenangan nafsu, dan kerancuan–kerancuandalam lingkungan keluarga.
c.       Manhaj yang Baik
Dalam menjabarkan ketetapan agama kepada para pengikut dan orang-orang menentangnya adalah manhaj Syar'i yang salaf, murni, bersih dari kotoran-kotoran, asli, kokoh, terang, realistis, yang berpedoman pada al-Qur'an dan sunnah, serta patut untuk mendirikan sebuah masyarakat Islami.
d.      Berorientasi pada Manhâj Salaf al-Shâlih
Da'wah Islam Muhammad bin Abdul Wahab dalam segala sesuatu menggunakan manhâj salaf al-shalih. Itulah yang membuat manhâj-nya memiliki ciri khas tersendiri, yakni murni, realiatis, mantap dan meyakinkan. Hasilnya ia sanggup menegakkan syi'ar dan dasar-dasar agama sangat sempurna, yang meliputi masalah tauhid, shalat, jihad, amar ma'ruf nahi mungkar, penegak hukum, keadilan, keamanan, tampilnya keutamaan-keutamaan dan tersembunyinya kerendahan-kerendahan. Agama dan ilmu menjadi sangat marak di setiap negara yang terjangkau oleh seruan da'wahnya yang ada di Kerajaan Arab Saudi.
e.       Penuh Semangat dan Berwawasan Luas
Hal lain yang membuat manhâj Muhammad bin Abdul Wahab menjadi istimewa ialah semangat dan keyakinannya yang sangat tinggi dalam menegakkan kalimat Allah, membela agama, menyebarkan Sunnah Nabi dan mengobati penyakit-penyakit yang diderita oleh ummat berupa berbagai macam bid'ah, kemungkaran, kebodohan, perpecahan, kedzaliman dan keterbelakangan.
f.       Kemampuan dan Kesuksesan
Berkat Muhammad bin Abdul Wahab, Allah berkenan menolong agama dan memuliakan sunnah Nabi. Ia baru meningal dunia setelah sempat menyaksikan buah da'wahnya yang ia rintis dengan susah payah, yakni dengan berkibarnya bendera sunnah dan berdirinya negeri tauhid pada zaman pemerintahan Imam Abdul Aziz bin Muhamad dan Putranya, Sa'ud. Bendera tersebut terus berkibar melambangkan kejayaan, kemenangan, kewibawaan, kekuasaan, dan kedamaian.Hal itu dilihat sebagai dominasi agama dan tenggelamnya berbagai macam bid'ah.Dan, kebanyakan gerakan-gerakan Islam sekarang ini merupakan kelanjutan yang alami dari gerakan Salafiyah di jazirah Arab.
4.        Metode Da’wah Muhammad bin Abdul Wahab
a.    Da'wah bi al-Lisan
Salah satu metode da'wah Muhammad Bin Abdul Wahab adalah dengan menyampaikan da'wahnya secara lemah lembut, walaupun pada hakikatnya tidak ada kompromi terhadap kemusyrikan.
b.    Da'wah bî al-Kitâb
Muhammad bin Abdul Wahab memusatkan perhatian untuk menekuni kitab-kitab yang bermafaat dan dikajinya. Sebelumnya Muhammad bin Abdul Wahab memusatkan perhatiannya untuk menekuni Kitabullah. Ia memiliki buah kajian yang sangat berharga dalam menafsirkan al-Qur'an dan menggali hukum atau nilai darinya. Ia juga memusatkan perhatiannya untuk menekuni sirah rasul dan para sahabat.
c.    Da'wah bi al-Murasalah
Da'wah bi al-Murasalah atau yang lazim disebut dengan surat menyurat merupakan salah satu metode yang dipraktekkan oleh Muhamad bin Abdul Wahab dalam menebarkan da'wahnya.
d.   Da'wah dengan Tangan
Besar kemungkinan istilah da'wah melalui tangan ini diambil dari istilah tangan sebagaiman disebutkan dalam haditsNabi,
"Barang siapa diantara kalian melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah dia mencegah dengan tangannya, jika dia tidak sangup demikian, maka dengan lisannya, dan jika tidak sanggup demikian maka dengan hatinya, dan yang ini adalah selemah-lemah iman". (H.R. Muslim)
. Hadits di atas kiranya menjadi petunjuk dan pendorong bagi Muhammad bin Abdul Wahab untuk menghancurkan tempat-tempat yang dianggapnya berbau syirik.
e.    Koalisi Dengan Penguasa
Pada awalnya Muhammad bin Abdul Wahab berkoalisi dengan ‘amir 'Usamah bin Ma'mar di Uyainah. Ia berencana untuk membangun Islam dengan sistem ibadahnya yang betul dan kehidupan sosial yang sehat, jauh dari segala angkara murka dan maksiat. Dengan dukungan ‘amir 'Utsman bin Ma'mar, ia memerangi segala bentuk takhâyul, khurafat dan maksiat yang terdapat di sekitarnya.
5.        Tantangan Terhadap Dakwah Salafiyyah
Tentangan maupun permusuhan yang menghalang dakwahnya, muncul dalam dua bentuk:
a.    Permusuhan atau tentangan atas nama ilmiyah dan agama
b.    Atas nama politik yang berselubung agama.
Pada hakikatnya ada tiga golongan musuh-musuh dakwah beliau:
a.    Golongan ulama khurafat, yang mana mereka melihat yang haq (benar) itu batil dan yang batil itu haq. Mereka menganggap bahwa mendirikan bangunan di atas kuburan lalu dijadikan sebagai masjid untuk bersembahyang dan berdoa di sana dan mempersekutukan Allah dengan penghuni kubur, meminta bantuan dan meminta syafaat padanya, semua itu adalah agama dan ibadah.
b.    Golongan ulama taksub, yang mana mereka tidak banyak tahu tentang hakikat Tuan Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab dan hakikat ajarannya. Mereka hanya taqlid belaka dan percaya saja terhadap berita-berita negatif mengenai Tuan Syeikh yang disampaikan oleh kumpulan pertama di atas sehingga mereka terjebak dalam perangkap asabiyah yang sempit tanpa mendapat kesempatan untuk melepaskan diri dari belitan ketaksubannya.
c.    Golongan yang takut kehilangan pangkat dan jabatan, pengaruh dan kedudukan. Maka golongan ini memusuhi beliau supaya dakwah Islamiyah yang dilancarkan oleh Tuan Syeikh yang berpandukan kepada aqidah Salafiyah murni gagal kerana ditelan oleh suasana hingar-bingarnya penentang beliau.

B.       Gerakan Pembaharuan Islam Di India
Gerakan pembaharuan Islam di India dilatar belakang oleh: ajaran Islam sudah bercampur baur dengan paham dan praktek keagamaan dari Persia, Hindu atau Animisme dan lain – lain, pintu ijtihad tertutup, kemajuan kebudayaan dan peradaban Barat telah dapat dirasakan oleh orang-orang India, baik orang Hindu maupun kaum Muslimin, namun orang Hindu-lah yang banyak menyerap peradaban Barat, sehingga orang Hindu lebih maju dari orang Islam dan lebih banyak dapat bekerja di Kantor Inggris. Terjadi kesenjangan antara islam dan hindu di India memunculkan gerakan pembaharuan dari umat islam diantaranya gerakan mujahidin dan lahirlah tokoh-tokoh pembaharuan di India seperti: Abdul Azis (1746-1823), Sayid Ahmad Syahid (1786-1831), Sayid Ahmad Khan (1817-1898).
1.    Landasan Pembaharuan Islam di India
a.    Landasan Teologis
Keyakinan bahwa Islam adalah agama universal (universalisme Islam). Universalitas Islam ini dipahami sebagai ajaran yang mencakup semua aspek kehidupan, mengatur seluruh ranah kehidupan umat manusia. Konsep universalisme Islam itu meniscayakan bahwa ajaran Islam berlaku pada setiap waktu, tempat, dan semua jenis manusia, baik bagi bangsa Arab, maupun non Arab dalam tingkat yang sama, dengan tidak membatasi diri pada suatu bahasa, tempat, masa, atau kelompok tertentu. Universalisme Islam juga memiliki makna bahwa Islam telah memberikan dasar-dasar yang sesuai dengan perkembangan umat manusia. Oleh karenanya, diperlukan upaya untuk menginterpretasikannya agar sesuai dengan segala tuntutan perkembangan sehingga konsep universalitas Islam yang mencakup semua bidang kehidupan dan semua jaman dapat diwujudkan, atau diperlukan upaya rasionalisasi ajaran Islam
Keyakinan bahwa Islam adalah agama terakhir yang diturunkan Allah Swt, atau finalitas fungsi kenabian Muhammad Saw sebagai seorang rasul Allah. Dalam keyakinan umat Islam, terpatri suatu doktrin bahwa Islam adalah agama akhir jaman yang diturunkan Tuhan bagi umat manusia, yang berarti pasca Islam sudah tidak ada lagi agama yang diturunkan Tuhan dan diyakini pula bahwa sebagai agama terakhir, apa yang dibawa.
Islam sebagai suatu yang paling sempurna dan lengkap yang melingkupi segalanya dan mencakup sekalian agama yang diturunkan sebelumnya. Al-Qur’an adalah kitab yang lengkap, sempurna, dan mencakup segala – galanya, tidak ada satupun persoalan yang terlupakan dalam Al-Qur’an. Keyakinan yang sama juga terhadap keberadaan Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi akhir jaman (khatam al-anbiya’), yang tidak akan lahir (diutus) lagi seorang pun Nabi setelah Nabi Muhammad SAW, dan risalah yang dibawa Muhammad diyakini sebagai risalah yang lengkap dan sempurna
b.        Landasan Normatif
Landasan normatif yang dimaksud dalam kajian ini adalah landasan yang diperoleh dari teks-teks nash, baik al-Qur’an maupun al-Hadis. Banyak ayat al-Qur’an yang dapat dijadikan pijakan bagi pelak-sanaan tajdid dalam Islam karena secara jelas mengandung muatan bagi keharusan melakukan pembaruan. Di antaranya surat al-Dluha: 4. “Sesungguhnya yang kemudian itu lebih baik bagimu dari yang dahulu”, Ayat lainnya adalah surat ar-Ra’d: 11, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang ada pada suatu kaum sehingga mengubah apa yang ada dalam diri mereka sendiri….”Dari ayat tersebut, nampak jelas bahwa untuk mengubah status umat dari situasi rendah menjadi mulia dan terhormat, umat Islam sendiri harus berinisiatif dan berikhtiar mengubah sikap mereka, baik pola pikirnya maupun perilakunya.
Sementara itu, dalam hadis Nabi dapat kita temukan adanya teks hadis yang menyatakan bahwa “Allah akan mengutus kepada umat ini pada setiap awal abad seseorang yang akan memperbarui (pema-haman) agamanya”. Menurut Achmad Jainuri, dikalangan para pakar terdapat perbedaan interpretasi mengenai kata ‘ala ra’si kulli mi’ati sanah (setiap awal abad) ini berkaitan dengan saat munculnya sang mujaddid. Sebagian lain mengkaitkan dengan tanggal kematian. Hal ini sesuai dengan tradisi penulisan biografi dalam Islam yang biasanya hanya menunjuk tanggal kematian seseorang. Jika arti kata tersebut dikaitkan dengan tanggal kelahiran, maka sulit dipahami karena sebagian mereka yang disebutkan dalam daftar literatur sejarah Islam telah meninggal dunia pada awal abad, yang berarti bahwa mereka belum melakukan pembaruan. Atas dasar ini, maka sebagian lagi memahami dalam pengertian yang lebih longgar dan menyatakan bahwa yang penting mujaddid yang bersangkutan hidup dalam abad yang dimaksud. Terlepas dari adanya perdebatan sebagaimana di atas (dalam memaknai awal abad), yang jelas bahwa ide tajdid dalam Islam memiliki landasan normatif dalam teks hadis Nabi.

2.    Tokoh – Tokoh Pembaharuan Islam di India
a.    Gerakan mujahidindengan tokohnya sayyid Ahmad Syahid dengan pemikirannya : bahwa umat Islam India mundur karena agama yang mereka anut tidak lagi murni, tetapi bercampur dengan faham dari Persia dan India, Animisme dan adat istiadat Hindu. Yang boleh disembah hanya Tuhan tanpa perantara dan tanpa upacara yang berlebihan, tidak boleh memberikan sifat yang berlebihan pada makhluk, sunnah yang diterima hanyalah sunnah Nabi dan sunnah Khalifah yang empat, dan larangan bid’ah, menentang taklid.
b.    Sayyid Ahmad Khan dengan pandangan bahwa umat Islam India mundur karena mereka tidak mengikuti perkembangan zaman, harus menghargai kekuatan akal, menentang paham fatalisme, menolak taklid, pendidikan merupakan satu-satunya jalan bagi umat Islam India untuk mencapai kemajuan.
c.    Gerakan Aligarh, Sayyid Amir Ali. Muhammad Iqbal, Muhammad Ali Jinnah, Abul Kalam Azad, dll.
1.    Sejarah Lahirnya Gerakan Mujahidin di India
Sejak awal abad XVIII kekuasaan Islam Mongol yang berpusat di Delhi semakin merosot. Lemahnya kemampuan serta kewibawaan sultan tidak dapat mengahalangi kehendak para amir akan melepaskan diri dan berkuasa penuh di wilayah mereka. Selain itu kaum Brahmana mulai bergerak ingin membangun kembali kerajaan Hindu. Rakyat Maratha yang sebelumnya telah berulangkali memberontak dan bergerilya, akhirnya berhasil membebaskan diri dan mendirikan kerajaan Hindu yang merdeka di India Barat.
Bangsa Inggris semenjak permulaan abad XVII telah tiba di India sebagai pedagang dengan angkatannya yang bernama “The East India Company”. Dengan politik adu domba yang lihai, mereka berhasil. Madras dikuasai pada tahun 1639. Kota Bombay tahun 1660 jatuh pula ke tangan mereka. Demikianlah selanjutnya dengan kekuatan bedil, politik adu-domba dan senjata uang, dilumpuhkannya kekuasaan hakiki kesultanan Islam Mongol.
Sayyid Ahmad dengan golongan Mujahidinnya mencoba memulai peperangan terhadap golongan sikh di India Utara. Peperangan ini berbuah kemenangan pada kelompok Mujahidin, mereka dapat menguasai Akora yang merupakan pusat kekuatan golongan Sikh. Ide yang dimunculkan oleh Sayyid Ahmad ialah merubah sistem pemerintahan dari monarki kepada sistem imamah, yaitu negara dipimpin oleh seorang imam.
Sistem pemerintahan imamah dibentuk pada tahun 1827, dalam menjalankan tugasnya, imam mengangkat seorang khalifah sebagai wakilnya di kota-kota penting. Diantara tugas mereka yaitu mengumpulkan zakat utnuk pemerintahan imam dan mencari mujahidin untuk meneruskan jihad. Namun, sistem imamah yang didirikan oleh Sayyid Ahmad tidak bertahan lama, golongan Sikh menganggap gerakan Mujahidin mengancam kekuasaan mereka. Golongan Sikh di bantu oleh golongan-golongan non muslim seperti golongan Barakzai melangsungkan pertempuran di Balekot dan pada pertempuran inilah Sayyid Ahmad mati terbunuh.
2.    Gerakan Aligarh
a.    Sayid Ahmad Khan (1817-1898)
Sayid Ahmad Khan lahir pada tahun 1817 Masehi keturunan dari Rasulullah Muhammad SAW, dari pihak Husein. Neneknya adalah seorang pembesar istana di zaman Alamghir II (1754-1759). Pendidikan yang ia tempuh melalui pendidikan tradisional dalam pengetahuan agama dan disamping bahasa Arab ia juga belajar bahasa Inggris.
Islam lebih dapat diterima oleh golongan terpelajar (Islam) dibandi dari hasil penafsiran yang lama atau sebelumnya.
Pemikirannya dalam keagamaan itu antara lain :
1)   Perkawinan menganut asas monogami, poligami bertentangan dengan semangat
2)   Islam dan hal ini tidak akan diizinkan kecuali dalam keadaan memaksa.
Islam dengan tegas melarang perbudakan, termasuk perbudakan dari tawanan perang, meskipun syariat memperkanankannya.
3)   Bank Modern, transaksi perdagangan, pinjaman serta perdagangan internasional yang meliputi ekonomi modern, meskipun semua itu mencakup pembayaran bunga, tidaklah dianggap riba, karena hal itu tidak bertentangan dengan hukum Al-Qur’an.
4)   Hukum potong tangan yang didasarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah bagi pencuri, lemparan batu serta cambukan 100 kali bagi pezina hanya sesuai dengan masyarakat primitif yang kekurangan tempat penjara atau tidak mempunyai penjara.
5)   Jihad itu dilarang kecuali dalam keadaan memaksa untuk mempertahankan diri.
Setelah Sayyid Ahmad Khan wafat pada tanggal 24 Maret tahun 1898, ide ide pembaharuan yang dicetuskan Sayyid Ahmad Khan dianut dan disebarkan selanjutnya oleh pengikut dan pada akhirnya lahirlah sebuah gerakan yang disebut Gerakan Aligarh Ada beberapa tokoh Aligarh yang berpengaruh dan melanjutkan ide-ide pembaharuan yang dicetuskan Sayyid Ahmad Khan, di antaranya:
b.    Nawab Muhsin Al-Mulk
Muhsin al-Mulk tidak hanya membawa para ulama dekat dengan Aligarh, lebih jauh ia mampu menarik beberapa lawan politik pendiri Perguruan Tinggi tersebut. Ia adalah orang yang paling cinta damai, namun ia dihadapkan juga kepada kontraversi Hindu-Urdu yang telah ada sejak akhir-akhir kehidupan Sayyid Ahmad Khan. Inilah yang pada akhirnya menyebabkan ia mengundurkan dari Perguruan Tinggi tersebut. Ia wafat 16 Oktober 1907, dan dikuburkan di samping kuburan Sayyid Ahmad Khan di Aligarh.
Dari bidang politik Nawab Muhsin Al-Mulk jelas terlihat. Nawab Muhsin Al-Mulk tidak ragu-ragu memasuki bidang politik. Ini terlihat dari usahanya dalam membentuk Delegasi Umat Islam India karena pada waktu itu pemimpin –pemimpin Islam India yang duduk di dalam Dewan-Dewan Perwakilan Daerah melihat bahwa. sebagai minoritas umat Islam tidak dapat menandingi golongan mayoritas Hindu, dalam pemilihan yang akan diadakan. Oleh karena itu, kepada umat Islam harus diberikan daerah-daerah pemilihan terpisah. Delegasi umat Islam India diterima oleh Lord Minto dan tuntutan diterima. Peristiwa itulah yang membawa kepada terbentuknya Liga Muslimin India di tahun itu juga 1906.
c.    Viqar Al-Mulk
Viqar Al-Mulk populer di kalangan ulama’ India, ia mendapat simpati dari kalangan ulama’ India dengan menerapkan dengan kuat hidup keagamaan di M.A.O.C. pelaksanaan ibadat misalnya : shalat dan puasa dan memperketat pengawasannya. Lulus dalam ujian agama menjadi syarat untuk dapat naik tingkat.
Viqar Al-Mulk lebih populer dan disenangi ulama’ India dari pada Sayyid Ahmad Khan pada waktu itu. Sedangkan Sayyid Ahmad Khan lebih populer di kalangan pelajar. Dalam pandangan politik ia tidak sama dengan Sayyid Ahmad Khan meskipun dahulunya ia sependapat bahwa Inggris lah yang dapat menciptakan kelanjutan wujud umat Islam India akan dapat terjamin hanya dengan berlanjutnya kekuasaan Inggris. Tetapi ia pada akhirnya merubah pandangan bahwa Inggris bukan tempat orang Islam menggantungkan nasib dalam kelanjutan wujud umat Islam India. Karena ia berpendapat Inggris tidak akan pernah peduli terhadap penderitaan dari umat Islam di India, bisa kami gambarkan melalui pepatah habis manis sepah dibuang
3.    Gerakan Sayyid Amir Ali
Amir Ali juga berpendapat dan berkeyakinan bahwa Islam bukanlah agama yang membawa kepada kemunduran sebaliknya Islam adalah agama yang membawa kepada kemajuan dan untuk membuktikannya ia mengajak meninjau kembali sejarah masa lampau bahwa agama bukanlah yang menyebabkan kemunduran dan menghambat kemajuan. Ia tidak menutup pintu ijtihad melainkan membuka pintu ijtihad. Pada pendapat lain juga memberikan pendapat bahwa menggunakan akal bukan suatu dosa dan kejahatan. Bahkan ia memberikan ayat-atat dan hadits-hadits untuk menunjang argumen –argumen untuk menyatakan bahwa ajaran – ajaran itu tidak bertentangan dengan pemikiran akal.
Sayyid Amir Ali untuk memajukan umat Islam ia berpendirian tidak ingin bergantung atau berkiblat kepada ketinggian dan kekuatan Barat seperti halnya dengan Sayyid Ahmad Khan. Sayyid Amir Ali dalam memajukan umat Islam ia berpatokan dan berkiblat pada ilmu pengetahuan yang dicapai oleh umat Islam di zaman itu, karena mereka kuat berpegang pada ajaran Nabi Muhammad Saw. dan berusaha keras untuk melaksanakannya.
4.    Gerakan Muhammad Iqbal dan Jinnah
Muhammad Iqbal berpendapat kemunduran umat Islam selama lima ratus tahun terakhir disebabkan oleh kebekuan dalam pemikiran. Hukum dalam Islam telah sampai kepada statis. Penyebab lain ialah terletak pengaruh zuhd yang terdapat pada ajaran tasawuf. Zuhd, perhatian harus dipusatkan kepada tuhan. Hal itu akhirnya membawa kepada keadaan umat kurang mementingkan soal kemasyarakatan dalam Islam. Kemudian menjadi penyebab juga katanya ialah hancurnya Baghdad, sebagai pusat kemujaun pemikiran umat Idlam dipertengahan amat ketiga belas. Pada saat itu pintu ijtihad mereka tertutup.
Menurut Muhammad Iqbal hukum dalam Islam sebenarnya tidak bersifat statis, tetapi dapat berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Pintu ijtihad tidak pernah tertutup. Islam, menurut Iqbal pada hakekatnya mengajarkan dinamisme.
Di India terdapat dua umat besar, demikian menurut Iqbal. India pada hakekatnya tersusun dari dua bangsa, bangsa Islam dan bangsa Hindu. Umat Islam India harus menuju pada pembentukan Negara tersendiri terpisah dari Negara Hindu di India.
Tetapi yang patut diingat bahwa bibit ide untuk membentuk Negara tersendiri sebelumnya sudah dalam ide politik yang ditimbulkan oleh Sayyid Ahmad Khan, tetapi ide dan tujuan membentuk Negara tersendiri diumumkan secara resmi dan kemudian menjadi tujuan perjuangan nasional umat Islam India ialah oleh Muhammad Iqbal Dan Jinnah-lah memperjuangkannya sehingga Pakistan mempunyai wujud.

C.  Gerakan Pembaharuan Islam di Mesir
Mesir  menjadi wilayah Islam pada zaman khalifah Umar bin Khattab pada 640 M,  Mesir ditaklukkan oleh pasukan Amr Ibn al-Ash yang kemudian ia dijadikan gubernur  di sana. Kemudian diganti oleh Abdullah Ibn Abi Syarh pada masa Usman dan berbuntut konflik yang menjadi salah satu sebab terbunuhnya Usman ra.  Mesir menjadi salah satu pusat peradaban Islam dan pernah dikuasai dinasti-dinasti kecil pada zaman Bani Abbas, seperti Fatimiah.
Segera setelah Mesir menjadi salah satu bagian Islam, Mesir tumbuh dengan mengambil peranan yang sangat sentral sebagaimana peran-peran sejarah kemanusiaan yang dilakoninya pada masa yang lalu, misalnya :
a.    Menjadi sentral pengembangan Islam di wilayah Afrika, bahkan menjadi batu loncatan pengembangan Islam di Eropa lewat selat Gibraltar (Aljajair dan Tunisia).
b.    Menjadi kekuatan Islam di Afrika, kakuatan militer dan ekonomi.
c.    Pengembangan Islam di Mesir merupakan napak tilas terhadap sejarah Islam pada masa Nabi Musa yang mempunyai peranan penting dalam sejarah kenabian.
d.   Menjadi wilayah penentu dalam pergulatan perpolitikan umat Islam, termasuk di dalamnya adalah peralihan kekuasaan dari Khulafaur Rasyidin kepada Daulat Bani Umaiyah dengan tergusurnya Ali Bin Abi Thalib dalam peristiwa “Majlis Tahkim”.
Ekspedisi Napoleon mendarat  di Alexandria     ( Mesir) dan berhasil mengalahkan Mamluk dan berhasil menguasai Kairo. Walaupun Napoleon menguasai Mesir hanya dalam waktu sekitar tiga tahun, namun pengaruh yang ditinggalkannya sangat besar dalam kehidupan bangsa Mesir. Napoleon Bonaparte menguasai Mesir sejak tahun 1798 M. Ini merupakan momentum baru bagi sejarah umat Islam, khususnya di Mesir yang menyebabkan bangkitnya kesadaran akan kelemahan dan keterbelakangan mereka. Kehadiran Napoleon Bonaparte di samping membawa pasukan yang kuat, juga membawa para ilmuwan dengan seperangkat peralatan ilmiah untuk mengadakan penelitian.
Hal inilah yang membuka mata para pemikir-pemikir Islam untuk melakukan perubahan meninggalkan keterbelakangan menuju modernisasi di berbagai bidang khususnya bidang pendidikan. Upaya pembaharuan dipelopori oleh Muhammad Ali Pasya, kemudian diikuti oleh pemikir-pemikir lainnya.
Sementara yang sedang terjadi dan berkembang di Mesir pada saat itu antara lain dalam bidang pendidikan sangat doktrinal, metode penguasaan  ilmu menghafal di luar kepala tanpa ada pengkajian dan telaah pemahaman, membuat ajaran-ajaran Islam seperti dituangkan sedemikian rupa ke kepala  murid dan mahasiswa. Para murid dan mahasiswa tinggal menerima apa  adanya. Diskusi dan dialog menjadi barang langka dalam pengkajian keislaman. Selain itu  filsafat dan logika dianggap tabu sebagai mata kuliah di perguruan tinggi dan madrasah. Sebagaimana dikatakan Muhammad Abduh, ia merasa jenuh dengan cara menerima ilmu dengan metode menghafal luar kepala.
Pembaharuan  Islam di Mesir menurut John L. Esposito dilatarbelakangi oleh  ortodoksi sunni yang mengalami proses kristalisasi setelah bergulat dengan aliran muktazilah, aliran syiah dan kelompok  khawarij yang kemudian disusul dengan sufisme yang pada tahapan selanjutnya mengalami degenerasi.
Jauh Muhamamd Abduh menggambarkan bahwa metode pendidikan yang otoriter juga merupakan  salah satu pendorong mandegnya kebebasan intelektual, sehingga ia sendiri merasa tidak begitu tertarik mendalami agama pada masa kecil lantaran kesalahan metode itu, yakni berupa cara menghafal pelajaran di luar kepala.
Al-Azhar yang selama ini berkembang menjadi simbol kajian keilmuan, juga terjangkit penyakit kejumudan dengan hanya mengajarkan ilmu agama dan melarang segala bentuk kajian keilmuan yang berangkat dari sisi rasionalitas, sistematik dan ilmiyah. Keterbukaan dalam melakukan pemikiran keislaman dan pendidikan dengan orientasi pada sikap rasionalitas merupakan barang baru, yang sama sekali tidak berkembang di kalangan umat Islam Mesir, dan tawaran-tawaran semacam itu akan menimbulkan reaksi yang keras, yang berkembang dari mereka yang tidak mau menggunakan rasionalitas dan pembahasan sistematis terhadap ajaran Islam. Hal tersebut sangat wajar karena umat Islam telah jatuh pada sikap kehangatan sufisme dan mistisisme.
Kehadiran Napoleon ini sangat berarti bagi timbulnya pola pendidikan dan pengajaran Barat,  yang sedikit demi sedikit akan mengubah persepsi dan pola pemikiran umat Islam, dan ini sudah barang tentu akan melahirkan semangat pengkajian dan pembaharuan dalam Islam.
Maka pada tahap perkembangannya pola pembaharuan Islam Kontemporer di Mesir lebih mengarah kepada hal-hal berikut: Pertama, pembaharuan sistem berfikir artinya tata cara berfikir umat Islam yang harus meninggalkan pola pikir tradisional yang dogmatik.Kedua, upaya membangun semangat kolegial umat, agar memperoleh kesempatan melakukan aktualiasai ajaran terutama partisipasi aktif dalam percaturan politik, ekonomi dan hukum di dunia, sebab selama ini, umat Islam secara aktif tidak mampu memberikan partisipasinya dalam percaturan dunia.
1.    Tokoh-Tokoh Pembaharuan di Mesir dan pemikirannya
a.    Muhammad Ali Pasya
Muhammad Ali Pasya berpendapat bahwa kekuasaan dapat dipertahankan hanya dengan dukungan militer yang kuat yang dibentuk melalui ekonomi dan pendidikan. Maka pembangunan pendidikan, ekonomi dan militer segera dilakukan demi kelanggengan kekuasaannya di Mesir. Modernisasi yang dilakukannya antara lain: mengirim mahasiswa ke Prancis, mendatangkan dosen dari Prancis, mendirikan lembaga-lembaga pendidikan yang mempelajari ilmu militer, kesehatan, ekonomi dan penerjemahan.
Keberhasilan di bidang militer telah merubah Mesir menjadi negara modern yang kekuatannya mampu menandingi kekuatan militer Kerajaan Usmani, serta bermunculanlah para tokoh intelektual di Mesir yang kelak melanjutkan gagasan-gagasan beliau khususnya dalam bidang pendidikan.
Sepintas pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Ali hanya bersifat keduniaan saja, namun dengan terangkatnya kehidupan dunia umat Islam sekaligus terangkat pula derajat keagamaannya. Pembaharuan yang dilaksanakan oleh Muhammad Ali merupakan landasan pemikiran dan pembaharuan selanjutnya.
b.        Al-Tahtawi
Thahthawi bertekad untuk memajukan di Mesir itu adalah salah satu tekadnya untuk mengEropakan – Mesir. Beliau sangat berjasa dalam meningkatkan ilmu pengetahuan di Mesir karena menguasai berbagai bahasa asing dan berhasil mendirikan sekolah penerjemahan dan menjadikan bahasa asing tertentu sebagai pelajaran wajib di sekolah. Bagi al-Tahtawi, pendidikan itu sebaiknya dibagi dalam tiga tahapan. Tahap I adalah pendidikan dasar, diberikan secara umum kepada anak-anak dengan materi pelajaran dasar tulis baca, berhitung, al-Qur’an, agama, dan matematika. Tahap II, pendidikan menengah, materinya berkisar pada ilmu sastra, ilmu alam, biologi, bahasa asing, dan ilmu-ilmu keterampilan. Tahap III, adalah pendidikan tinggi yang tugas utamanya adalah menyiapkan tenaga ahli dalam berbagai disiplin ilmu.
c.    Jamaluddin al-Afgani
Dalam silsilah keturunannya al-Afghani adalah keturunan Nabi melalui Sayyidina Ali ra.  Pada umur 18 tahun ia telah menguasai berbagai cabang ilmu pengetahuan, filsafat, politik, ekonomi, hukum dan agama.
Jamaludin Al-Afgani adalah seorang pemimpin pembaharuan dalam Islam yang tempat tinggal dan aktivitasnya berpindah dari satu negara ke negara Islam lainnya. Pengaruh terbesar ditinggalkan di Mesir. Ketika zaman Al Tahtawi buku-buku diterjemahkan  sudah menyebar dan di dalamnya terdapat salah satunya  ide trias politika  dan patriotisme, maka pada tahun 1879  Al-Afgani membentuk partai al-Hizb al-Wathan (Partai Nasionalis) dengan slogan Mesir untuki orang Mesir mulai kedengaran dengan memperjuangkan  universal, kemerdekaan pers dan pemasukan unsur-unsur Mesir ke dalam bidang militer.
Melihat hal tersebut, maka orientasi pembaharuan Islam Mesir terutama yang dilakukan oleh Jamaluddin al-Afghanilebih mengarah kepada pembaharuan cara berpolitik di kalangan umat Islam. Oleh sebab itu gerakan pembaharuan Mesir Jamaluddin Al-Afghaniadalah gerakan Politik. Untuk mengetahui lebih jelas pemikiran pembaharaun Jamaluddin Al Afghani, berikut ini adalah pokok-pokok pikirannya :
1.    Islam mengalami kemunduran dan kejumudan berfikir bukan disebabkan oleh karena Islam tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman, situasi dan keadaan masa kini, melainkan karena umat Islam tidak mampu menginterpretasikannya dengan kemampuan ijtihad dan kebanyakan umat Islam telah meninggalkan ajarannya dengan mengikuti ajaran baru yang dimanipulisir untuk kepentingan asing.
2.    Bahwa kemunduran Islam dilapangan politik disebabkan oleh: Desintegrasi politik atau perpecahan dikalangan umat Islam,  corak pemerintahan yang bersifat absolut (otoriter), pemimpin negara yang tidak disukai oleh rakyat (tidak kredible), mengabaikan masalah pertahanan atau militerisasi, administrasi dipegang oleh mereka yang tidak berkompenten, adanya intervensi oleh negara asing. Untuk itu diperlukan pola pemerintahan yang dapat menarik partisipasi masyarakat secara aktif dalam bentuk demokratisasi dan terbentuknya majlis syuro yang menjamin adanya partisipasi masyarakat secara komunal dan individual.
3.    Bahwa untuk pembaharuan dan pengembangan semangat keIslaman perlu digalakan solidaritas Islam dalam bentuk program aksi “Pan Islamisme”. Gerakan Pan Islamisme tersebut berusaha melakukan pembaharuan di bidang perpolitikan Islam dengan tujuan menyadarkan umat Islam dari bahaya dominasi bangsa asing. Oleh sebab itu perlu diadakan kegiatan – kegiatan: agitasi dan propaganda untuk menggerakkan kaum muslimin agar melakukan pergerakan pemikiran dan pergolakan kebangsaan, melakukan gerakan anti Eropa mulai tahun 1882 sebagai reaksi masuknya Inggris pada tahun 1880.
Pembaharuan Pendidikan yang dilakukan Al-Afghani adalah didasari pada pendapatnya bahwa Islam adalah relevan pada setiap zaman, kondisi, dan bangsa.
Ini membuktikan bahwa pendidikan bagi beliau mendapat prioritas utama agar umat Islam bisa bangkit dari keterpurukan menuju kemajuan. Dalam hal menuntut ilmu tidak dibatasi kepada laki-laki saja melainkan perempuan pun harus ikut andil dalam bidang pendidikan tersebut.
d.   Muhammad Abduh
MuhammadAbduh adalah tokoh pembaharuan yang banyak perhatiannya dalam bidang pendidikan dengan cara berusaha keras  melakukan penyadaran intelektual karena  menurutnya pendidikan merupakan lembaga strategis untuk mengadakan perubaha-perubahan sosial secara sistematik.  Politik hanyalah jalan untuk mendayagunakan ide-ide pembaharuannya yang pada saat itu masih bersifat otokratis  dan harus berhadapan dengan kekuatan kolonialisme asing.
Diantara gagasan dalam bidang pendidikan, Muhammad Abduh sangat menentang sistem pendidikan dualisme, sekolah-sekolah umum harus diajarkan agama, dan sekolah-sekolah agama harus diajarkan ilmu pengetahuan modern.
Muhammad Abduh  menilai bahwa Islam adalah agama rasional, Islam sungguhpun datang dengan hal-hal yang sulit untuk difahami, tidak mungkin membawa hal-hal yang bertentangan dengan akal. Jika ada teks ayat yang pada zahirnya kelihatan bertentangan dengan akal, maka akal wajib berkeyakinan bahwa bukanlah arti lahir dimaksud dan selanjutnya akal boleh memilih antara memakai takwil atau menyerah diri kepada Tuhan. Akal juga mulai dipakai kembali untuk memberi interpretasi baru kepada ayat-ayat yang bersifat zanni sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.

           



BAB III
PENUTUP

Simpulan
Dalam bahasa Arab, gerakan pembaharuan Islam disebut tajdîd, secara harfiah tajdîd berarti pembaharuan. Kemunculan gerakan pembaharuan Islam tidak bisa dipisahkan dari kondisi obyektif kaum muslim di satu sisi dan tantangan Barat yang muncul di hadapan Islam di sisi lain.
Pembaharuan Islam juga mngindikasikan ketidakpuasan atas kondisi Islam historis yang berkembang sejak abad ke-18. oleh karena itu, kaum pembaru ingin membangun cita ideal Islam yang maju dan modern.
Periode modern (1800 M dan seterusnya) adalah zaman kebangkitan bagi umat islam. Ketika mesir jatuh ketangan barat (Perancis) serentak mengagetkan sekaligus mengingatkan umat islam bahwa ada peradaban yang maju di barat sana (eropa) dan merupakan ancaman bagi islam. Sehingga menimbulkan keharusan bagi raja-raja islam dan pemuka-pemuka islam itu untuk melakukan usaha pembaharuan dalam islam.
Dalam kenyataanya (ironis memang) selain radiasi modernisasi  yang kuat dari luar, kekeroposan di dalam islam sendiri juga terjadi. Mengakibatkan gerakan-gerakan perlunya pembaharuan dalam islam. Namun, dalam perjalanannya di dalam islam terjadi perbedaan pandangan tentang bagaimana menyikapi dan menindaklanjuti usaha pembaharuan dan atau modernisasi dalam islam.


Post a Comment for "MAKALAH GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM DI ARAB, MESIR, DAN INDIA"