MAKALAH GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM DI ARAB, MESIR, DAN INDIA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Modernisasi mengandung pengertian
pemikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat
istiadat, intuisi-intuisi lama dan sebagainya. Agar semua itu dapat disesuaikan
dengan pendapat dan keadan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi modern. Karena terpuruknya nilai-nilai pendidikan dilatar
belakangi oleh kondisi internal Islam yang tidak lagi menganggap ilmu
pengetahuan umum sebagai satu kesatuan ilmu yang harus diperhatikan.
Secara garis besar ada beberapa faktor
yang mendorong terjadinya proses pembaharuan Islam. Pertama, faktor internal
yaitu faktor kebutuhan pragmatis umat Islam yang sangat memerlukan satu system
yang benar-benar bisa dijadikan rujukan dalam rangka mencetak manusia-manusia
muslim yang berkualitas, bertaqwa, dan beriman kepada Allah. Kedua, faktor
eksternal adanya kontak Islam dengan kaum barat juga merupakan faktor
terpenting yang bisa kita lihat. Adanya kontak ini paling tidak telah menggugah
dan membawa perubahan pragmatis umat Islam untuk belajar secara terus menerus
kepada kaum barat, sehingga ketertinggalan yang selama ini dirasakan akan bisa
terminimalisir. Namun bukan berarti pembaharuan Islam mengubah isi Al-Quran dan
Hadits.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian pembaharuan Islam?
2.
Bagaiman gambaran tentang gerakan pembaharuan Islam di Arab,
India, dan Mesir ?
3.
Siapakah tokoh – tokoh gerakan pembaharuan Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
Pembaharuan Islam adalah upaya-upaya
untuk menyesuaikan paham keagamaan Islam dengan dengan perkembangan baru yang
ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi madern.Dalam bahasa Arab,
gerakan pembaharuan Islam disebut tajdîd. Secara harfiah tajdîd
berarti pembaharuan dan pelakunya disebut mujaddid. Dalam pengertian
tersebut, sejak awal sejarahnya, Islam sebenarnya telah memiliki tradisi
pembaharuan. Sebab ketika menemukan masalah baru, kaum muslim segera memberikan
jawaban yang didasarkan atas doktrin-doktrin dasar Al-Qur’an dan sunnah.
Rasulullah pernah mengisyaratkan
bahwa “sesungguhnya Allah akan mengutus kepada umat ini (Islam) pada
permulaan setiap abad orang-orang yang akan memperbaiki-memperbaharui agamanya”
(HR. Abu Daud). Meskipun demikian, istilah ini baru terkenal dan populer pada
awal abad ke-18. tepatnya setelah munculnya gaung pemikiran dan gerakan
pembaharuan Islam, menyusul kontak politik dan intelektual dengan Barat
Dari kata tajdid selanjutnya
muncul istilah-istilah lain yang pada dasarnya lebih merupakan bentuk tajdid.
Diantaranya adalah reformasi, purifikasi, modernisme dan sebagainya.
Istilah yang bergam itu mengindikasikan bahwa hal itu terdapat variasi entah
pada aspek metodologi, doktrin maupun solusi, dalam gerakan tajdid yang
muncul di dunia Islam.
Tahapan pembaharuan
Islam
1. Tahap gerakan yang
disebut dengan revalisme pramodernis (premodernism revivalish) atau
disebut juga revivalis awal (early revivalish). Model gerakan ini timbul
sebagai reaksi atas merosotnya moralitas kakum muslim.
2. Modernisme klasik di
sini pembaharuan Islam termanifestasikan dalam pembaharuan lembaga-lembaga
pendidikan. Pilihan ini tampaknya didasari argumentasi bahwa lembaga pendidikan
merupakan media yang paling efektif untuk mensosialisasikan gagasan baru.
Pendidikan juga merupakan media untuk “mencetak” generasi baru yang berwawasan
luas dan rasional dalam memahami agama sehingga mampu menghadapi tantangan
zaman. Model gerakan ini muncul bersamaan dengan penyebaran kolonialisme dan
imperialisme Barat yang melanda hampir seluruh dunia Islam.
3. Gerakan pembaharuan
Islam disebut revivalisme pascamodernis (posmodernist revivalist), atau
disebut juga neorevivalist (new revivalist).Sekolah dan universitas yang
dianggap sebagai lembaga pendidikan modern untuk dibedakan dengan madrasah yang
tradisional- juga dikembangkan.
4.
Neomodernisme. Tahap ini sebenarnya masih dalam proses pencarian
bentuknyagerakan ini dilancarkan berdasarkan krtik terhadap gerakan-gerakan
terdahulu. Karena mengambil begitu saja istilah Barat dan kemudian mengemasnya
dengan simbol-simbol Islam tanpa disertai sikap kritis terhadap Barat dan
warisan Islam.
A. Gerakan Pembaharuan Islam di Arab
Di tanah Hejaz muncul gerkan pembaruan islam yang sangat tekenal, yaitu
gerakan wahabi. Pendirinya adalah Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1791
M/1115-1206 H). Gerakan ini muncul di Arab Saudi pada abad ke-18 dan dipelopori
oleh marga Saud. Gerakan ini berhasil menaklukkan Mekkah dan Madinah pada tahun
1803-1804. Namun pasukan Kekhalifahan Utsmaniyah berhasil memukul mundur Wahabi
dari Madinah pada 1812
dan Mekah pada 1813.
Inti dari ajaran Wahabi ini terutama adalah membenarkan penggunaan sarana
kekerasan atau pemaksaan dalam dakwah, terutama dengan menafsir-ulang dan
mengekstensifkan penggunaan terminologi ”jihad”. Meski dalam ajaran dakwahnya
mereka senantiasa mengkhotbahkan diri sebagai jalan termurni Islam dengan
ideologi salafiyahnya.
wahabi mulai berkembang dan maju pada abad ke-19. Dalam dakwahnya gerakan
Wahabi selalu mengklaim sebagai yang paling murni menjalankan ajaran agama dan
mengkaitkannya dengan kaum salafi pertama yang hidup di masa Nabi s.a.w. Tujuan
didirikannya Gerakan Wahabi antara lain untuk:
1. Menyingkirkan segala
macam bid’ah, khurafat, dan berbagai tindakan kesyirikan lainnya.
2. Secara politik untuk
melepaskan bangsa Arab dari pengaruh bangsa Turki yang telah menjadi dinasti dalam waktu yang sangat panjang.
3. Ingin membangun
Negara Islam.
Gerakan Pembaharuan
Islam oleh Muhammad Ibnu Abdul Wahab (1703-1791).
1. Muhammad Ibnu Abdul Wahab (1703-1778)
Lahir di uyainah, nejd, Arab Saudi, mempunyai
gerakan yang disebut gerakan Wahabi, gerakan pemurni Islam. Pokok ajaranya
adalah menentang semua bentuk bid’ah dan khurafat dan kembali kepada ajaran
pokok alquran dan hadis. Aliran ini muncul bukan sebagai reaksi politik yang
terjadi pada masa kerajaan Usmani dan Mughal, tetapi sebagai reaksi terhadap
faham tauhid yang terdapat di kalangan umat Islam pada waktu itu. Bisa
dikatakan aliran ini muncul dengan
tujuan untuk menegakan kembali syari’at Islam yang dibawa oleh baginda
Rasulullah Muhammad SAW yang pada waktu itu dianggap Wahabi telah banyak
menyimpang dan banyaknya sekte-sekte serta madzhab-madzhab dalam Islam yang
dinilai menimbulkan perbedaan atau bahkan sampai perpecahan.
Diantara tindakan-tindakan Wahabi yang sangat
brutal adalah menodai makan Husein bin Ali, membunuh penduduk tak berdosa di
sepanjang jazirah Arab, menyerang dan menodai Masjid Nabawi, membongkar makam
Nabi dan membubarkan para peziarah di Madinah. Kekerasan demi kekerasan yang
dilakukan oleh gerakan Wahabi ini dianggap oleh sebagian orang berjasa besar
melahirkan terorisme.
2. Lahirnya Da’wah Muhammad bin Abdul Wahab
Ketika Muhammad bin Abdul Wahab berusaha bangkit
dengan membawa da'wah tauhid dansunnah Nabi. Peristiwa monumental tersebut
terjadi pada pertengahan abad ke-20 Hijriyah, ketika ayah ia masih hidup. Muhammad Bin Abdul Wahab mulai berani
terang-terangan menyingkap kebenaran, memantapkan tauhid, mengibarkan sunnah
Nabi saw, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang mungkar. Ia mengingkari
berbagai macam bid'ah atau sesuatu yang diada-adakan dalam urusan akidah,
ibadah dan istiada. Ia jugamenyebarluaskan ilmu, menegakkan hukum, menyingkap
kejelekan keadaan orang-orang yang jahil, serta menentang orang-orang yang suka
berbuat bid'ah dan menuruti keinginan-keinginan hawa nafsu.
3. Keistimewaan Da’wah Muhammad bin Abdul Wahab
a.
Perilaku yang Jernih
Sesungguhnya perilaku Muhammad bin Abdul Wahab
telah tercermin di dalam pribadi, ilmu, sikap agama, akhlak, dan pergaulannya
terhadap orang-orang yang mendukung maupun yang menentangnya.
b.
Sumber yang Bersih
Sumber ilmu, adab, dan akhlak yang diterima oleh
Muhammad bin Abdul Wahab adalah sumber-sumber yang syar'i, fitrah, kuat, dan murni. Hal ini merupakan cerminan
dari Al-Qur'an, sunnah Nabi, dan jejak peninggalan
para salaf al-shalih yang lepas dari
falsafah dan tasawuf, kesenangan nafsu, dan kerancuan–kerancuandalam lingkungan
keluarga.
c.
Manhaj yang Baik
Dalam menjabarkan ketetapan agama kepada para
pengikut dan orang-orang menentangnya adalah manhaj Syar'i yang salaf, murni,
bersih dari kotoran-kotoran, asli, kokoh, terang, realistis, yang berpedoman
pada al-Qur'an dan sunnah, serta patut untuk mendirikan sebuah masyarakat
Islami.
d.
Berorientasi pada Manhâj Salaf al-Shâlih
Da'wah Islam Muhammad bin Abdul Wahab dalam
segala sesuatu menggunakan manhâj salaf al-shalih. Itulah yang membuat manhâj-nya memiliki ciri khas tersendiri, yakni
murni, realiatis, mantap dan meyakinkan. Hasilnya ia sanggup menegakkan syi'ar
dan dasar-dasar agama sangat sempurna, yang meliputi masalah tauhid, shalat,
jihad, amar ma'ruf nahi mungkar, penegak hukum, keadilan, keamanan, tampilnya
keutamaan-keutamaan dan tersembunyinya kerendahan-kerendahan. Agama dan ilmu
menjadi sangat marak di setiap negara yang terjangkau oleh seruan da'wahnya
yang ada di Kerajaan Arab Saudi.
e.
Penuh Semangat dan Berwawasan Luas
Hal lain yang membuat manhâj Muhammad bin Abdul
Wahab menjadi istimewa ialah semangat dan keyakinannya yang sangat tinggi dalam
menegakkan kalimat Allah, membela agama, menyebarkan Sunnah Nabi dan mengobati
penyakit-penyakit yang diderita oleh ummat berupa berbagai macam bid'ah,
kemungkaran, kebodohan, perpecahan, kedzaliman dan keterbelakangan.
f.
Kemampuan dan Kesuksesan
Berkat Muhammad bin Abdul Wahab, Allah berkenan
menolong agama dan memuliakan sunnah Nabi. Ia baru meningal dunia setelah
sempat menyaksikan buah da'wahnya yang ia rintis dengan susah payah, yakni
dengan berkibarnya bendera sunnah dan berdirinya negeri tauhid pada zaman
pemerintahan Imam Abdul Aziz bin Muhamad dan Putranya, Sa'ud. Bendera tersebut
terus berkibar melambangkan kejayaan, kemenangan, kewibawaan, kekuasaan, dan
kedamaian.Hal itu dilihat sebagai dominasi agama dan tenggelamnya berbagai
macam bid'ah.Dan, kebanyakan gerakan-gerakan Islam sekarang ini merupakan
kelanjutan yang alami dari gerakan Salafiyah di jazirah Arab.
4.
Metode Da’wah Muhammad
bin Abdul Wahab
a.
Da'wah bi al-Lisan
Salah satu metode da'wah Muhammad Bin Abdul
Wahab adalah dengan menyampaikan da'wahnya secara lemah lembut, walaupun pada
hakikatnya tidak ada kompromi terhadap kemusyrikan.
b.
Da'wah bî al-Kitâb
Muhammad bin Abdul Wahab memusatkan perhatian
untuk menekuni kitab-kitab yang bermafaat dan dikajinya. Sebelumnya Muhammad
bin Abdul Wahab memusatkan perhatiannya untuk menekuni Kitabullah. Ia memiliki
buah kajian yang sangat berharga dalam menafsirkan al-Qur'an dan menggali hukum
atau nilai darinya. Ia juga memusatkan perhatiannya untuk menekuni sirah rasul
dan para sahabat.
c.
Da'wah bi al-Murasalah
Da'wah bi al-Murasalah atau yang lazim disebut dengan surat menyurat merupakan salah satu
metode yang dipraktekkan oleh Muhamad bin Abdul Wahab dalam menebarkan
da'wahnya.
d.
Da'wah dengan Tangan
Besar kemungkinan istilah da'wah melalui tangan
ini diambil dari istilah tangan sebagaiman disebutkan dalam haditsNabi,
"Barang siapa diantara kalian melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah dia mencegah dengan tangannya, jika dia tidak sangup demikian, maka dengan lisannya, dan jika tidak sanggup demikian maka dengan hatinya, dan yang ini adalah selemah-lemah iman". (H.R. Muslim). Hadits di atas kiranya menjadi petunjuk dan pendorong bagi Muhammad bin Abdul Wahab untuk menghancurkan tempat-tempat yang dianggapnya berbau syirik.
"Barang siapa diantara kalian melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah dia mencegah dengan tangannya, jika dia tidak sangup demikian, maka dengan lisannya, dan jika tidak sanggup demikian maka dengan hatinya, dan yang ini adalah selemah-lemah iman". (H.R. Muslim). Hadits di atas kiranya menjadi petunjuk dan pendorong bagi Muhammad bin Abdul Wahab untuk menghancurkan tempat-tempat yang dianggapnya berbau syirik.
e.
Koalisi Dengan Penguasa
Pada awalnya Muhammad bin Abdul Wahab berkoalisi
dengan ‘amir 'Usamah bin Ma'mar di Uyainah. Ia berencana untuk membangun Islam
dengan sistem ibadahnya yang betul dan kehidupan sosial yang sehat, jauh dari
segala angkara murka dan maksiat. Dengan dukungan ‘amir 'Utsman bin Ma'mar, ia
memerangi segala bentuk takhâyul, khurafat dan maksiat yang terdapat di
sekitarnya.
5.
Tantangan Terhadap
Dakwah Salafiyyah
Tentangan maupun
permusuhan yang menghalang dakwahnya, muncul dalam dua bentuk:
a. Permusuhan atau
tentangan atas nama ilmiyah dan agama
b. Atas nama politik
yang berselubung agama.
Pada hakikatnya ada tiga golongan musuh-musuh dakwah beliau:
a. Golongan ulama
khurafat, yang mana mereka melihat yang haq (benar) itu batil dan yang batil
itu haq. Mereka menganggap bahwa mendirikan bangunan di atas kuburan lalu
dijadikan sebagai masjid untuk bersembahyang dan berdoa di sana dan
mempersekutukan Allah dengan penghuni kubur, meminta bantuan dan meminta
syafaat padanya, semua itu adalah agama dan ibadah.
b. Golongan ulama
taksub, yang mana mereka tidak banyak tahu tentang hakikat Tuan Syeikh Muhammad
bin 'Abdul Wahab dan hakikat ajarannya. Mereka hanya taqlid belaka dan percaya
saja terhadap berita-berita negatif mengenai Tuan Syeikh yang disampaikan oleh
kumpulan pertama di atas sehingga mereka terjebak dalam perangkap asabiyah yang
sempit tanpa mendapat kesempatan untuk melepaskan diri dari belitan
ketaksubannya.
c.
Golongan yang takut kehilangan pangkat dan
jabatan, pengaruh dan kedudukan. Maka golongan ini memusuhi beliau supaya
dakwah Islamiyah yang dilancarkan oleh Tuan Syeikh yang berpandukan kepada
aqidah Salafiyah murni gagal kerana ditelan oleh suasana hingar-bingarnya
penentang beliau.
B. Gerakan Pembaharuan Islam Di India
Gerakan pembaharuan Islam di India dilatar belakang oleh: ajaran Islam
sudah bercampur baur dengan paham dan praktek keagamaan dari Persia, Hindu atau
Animisme dan lain – lain, pintu ijtihad tertutup, kemajuan kebudayaan dan
peradaban Barat telah dapat dirasakan oleh orang-orang India, baik orang Hindu
maupun kaum Muslimin, namun orang Hindu-lah yang banyak menyerap peradaban
Barat, sehingga orang Hindu lebih maju dari orang Islam dan lebih banyak dapat
bekerja di Kantor Inggris. Terjadi kesenjangan antara islam dan hindu di India
memunculkan gerakan pembaharuan dari umat islam diantaranya gerakan mujahidin
dan lahirlah tokoh-tokoh pembaharuan di India seperti: Abdul Azis (1746-1823),
Sayid Ahmad Syahid (1786-1831), Sayid Ahmad Khan (1817-1898).
1.
Landasan
Pembaharuan Islam di India
a.
Landasan
Teologis
Keyakinan bahwa Islam
adalah agama universal (universalisme Islam). Universalitas Islam ini dipahami sebagai
ajaran yang mencakup semua aspek kehidupan, mengatur seluruh ranah kehidupan
umat manusia. Konsep universalisme Islam itu meniscayakan bahwa ajaran Islam
berlaku pada setiap waktu, tempat, dan semua jenis manusia, baik bagi bangsa
Arab, maupun non Arab dalam tingkat yang sama, dengan tidak membatasi diri pada
suatu bahasa, tempat, masa, atau kelompok tertentu. Universalisme Islam juga
memiliki makna bahwa Islam telah memberikan dasar-dasar yang sesuai dengan
perkembangan umat manusia. Oleh karenanya, diperlukan upaya untuk
menginterpretasikannya agar sesuai dengan segala tuntutan perkembangan sehingga
konsep universalitas Islam yang mencakup semua bidang kehidupan dan semua jaman
dapat diwujudkan, atau diperlukan upaya rasionalisasi ajaran Islam
Keyakinan bahwa Islam
adalah agama terakhir yang diturunkan Allah Swt, atau finalitas fungsi kenabian
Muhammad Saw sebagai seorang rasul Allah. Dalam keyakinan umat Islam, terpatri
suatu doktrin bahwa Islam adalah agama akhir jaman yang diturunkan Tuhan bagi umat
manusia, yang berarti pasca Islam sudah tidak ada lagi agama yang diturunkan
Tuhan dan diyakini pula bahwa sebagai agama terakhir, apa yang dibawa.
Islam sebagai suatu yang
paling sempurna dan lengkap yang melingkupi segalanya dan mencakup sekalian agama
yang diturunkan sebelumnya. Al-Qur’an adalah kitab yang lengkap, sempurna, dan
mencakup segala – galanya, tidak ada satupun persoalan yang terlupakan dalam Al-Qur’an.
Keyakinan yang sama juga terhadap keberadaan Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi
akhir jaman (khatam al-anbiya’), yang tidak akan lahir (diutus) lagi seorang
pun Nabi setelah Nabi Muhammad SAW, dan risalah yang dibawa Muhammad diyakini
sebagai risalah yang lengkap dan sempurna
b.
Landasan Normatif
Landasan normatif yang dimaksud dalam kajian ini
adalah landasan yang diperoleh dari teks-teks nash, baik al-Qur’an maupun
al-Hadis. Banyak ayat al-Qur’an yang dapat dijadikan pijakan bagi pelak-sanaan
tajdid dalam Islam karena secara jelas mengandung muatan bagi keharusan
melakukan pembaruan. Di antaranya surat al-Dluha: 4. “Sesungguhnya yang kemudian itu lebih baik bagimu dari yang dahulu”,
Ayat lainnya adalah surat ar-Ra’d: 11, “Sesungguhnya
Allah tidak akan mengubah apa yang ada pada suatu kaum sehingga mengubah apa
yang ada dalam diri mereka sendiri….”Dari ayat tersebut, nampak jelas
bahwa untuk mengubah status umat dari situasi rendah menjadi mulia dan
terhormat, umat Islam sendiri harus berinisiatif dan berikhtiar mengubah sikap
mereka, baik pola pikirnya maupun perilakunya.
Sementara itu, dalam hadis Nabi dapat kita temukan
adanya teks hadis yang menyatakan bahwa “Allah
akan mengutus kepada umat ini pada setiap awal abad seseorang yang akan
memperbarui (pema-haman) agamanya”. Menurut Achmad Jainuri, dikalangan
para pakar terdapat perbedaan interpretasi mengenai kata ‘ala ra’si kulli mi’ati sanah (setiap
awal abad) ini berkaitan dengan saat munculnya sang mujaddid. Sebagian lain
mengkaitkan dengan tanggal kematian. Hal ini sesuai dengan tradisi penulisan
biografi dalam Islam yang biasanya hanya menunjuk tanggal kematian seseorang.
Jika arti kata tersebut dikaitkan dengan tanggal kelahiran, maka sulit dipahami
karena sebagian mereka yang disebutkan
dalam daftar literatur sejarah Islam telah meninggal dunia pada awal
abad, yang berarti bahwa mereka belum melakukan pembaruan. Atas dasar ini, maka
sebagian lagi memahami dalam pengertian yang lebih longgar dan menyatakan bahwa
yang penting mujaddid yang bersangkutan hidup dalam abad yang dimaksud.
Terlepas dari adanya perdebatan sebagaimana di atas (dalam memaknai awal abad),
yang jelas bahwa ide tajdid dalam Islam memiliki landasan normatif dalam teks
hadis Nabi.
2.
Tokoh – Tokoh Pembaharuan Islam di India
a.
Gerakan mujahidindengan
tokohnya sayyid Ahmad Syahid dengan pemikirannya : bahwa umat Islam India
mundur karena agama yang mereka anut tidak lagi murni, tetapi bercampur dengan
faham dari Persia dan India, Animisme dan adat istiadat Hindu. Yang boleh
disembah hanya Tuhan tanpa perantara dan tanpa upacara yang berlebihan, tidak
boleh memberikan sifat yang berlebihan pada makhluk, sunnah yang diterima
hanyalah sunnah Nabi dan sunnah Khalifah yang empat, dan larangan bid’ah,
menentang taklid.
b.
Sayyid Ahmad Khan dengan
pandangan bahwa umat Islam India mundur karena mereka tidak mengikuti
perkembangan zaman, harus menghargai kekuatan akal, menentang paham fatalisme,
menolak taklid, pendidikan merupakan satu-satunya jalan bagi umat Islam India
untuk mencapai kemajuan.
c.
Gerakan Aligarh, Sayyid Amir
Ali. Muhammad Iqbal, Muhammad Ali Jinnah, Abul Kalam Azad, dll.
1.
Sejarah Lahirnya Gerakan Mujahidin di India
Sejak awal abad XVIII kekuasaan
Islam Mongol yang berpusat di Delhi semakin merosot. Lemahnya kemampuan serta
kewibawaan sultan tidak dapat mengahalangi kehendak para amir akan melepaskan
diri dan berkuasa penuh di wilayah mereka. Selain itu kaum Brahmana mulai
bergerak ingin membangun kembali kerajaan Hindu. Rakyat Maratha yang sebelumnya
telah berulangkali memberontak dan bergerilya, akhirnya berhasil membebaskan
diri dan mendirikan kerajaan Hindu yang merdeka di India Barat.
Bangsa Inggris semenjak permulaan
abad XVII telah tiba di India sebagai pedagang dengan angkatannya yang bernama
“The East India Company”. Dengan politik adu domba yang lihai, mereka berhasil.
Madras dikuasai pada tahun 1639. Kota Bombay tahun 1660 jatuh pula ke tangan
mereka. Demikianlah selanjutnya dengan kekuatan bedil, politik adu-domba dan
senjata uang, dilumpuhkannya kekuasaan hakiki kesultanan Islam Mongol.
Sayyid Ahmad dengan golongan
Mujahidinnya mencoba memulai peperangan terhadap golongan sikh di India Utara.
Peperangan ini berbuah kemenangan pada kelompok Mujahidin, mereka dapat
menguasai Akora yang merupakan pusat kekuatan golongan Sikh. Ide yang
dimunculkan oleh Sayyid Ahmad ialah merubah sistem pemerintahan dari monarki
kepada sistem imamah, yaitu negara dipimpin oleh seorang imam.
Sistem pemerintahan imamah dibentuk
pada tahun 1827, dalam menjalankan tugasnya, imam mengangkat seorang khalifah
sebagai wakilnya di kota-kota penting. Diantara tugas mereka yaitu mengumpulkan
zakat utnuk pemerintahan imam dan mencari mujahidin untuk meneruskan jihad.
Namun, sistem imamah yang didirikan oleh Sayyid Ahmad tidak bertahan lama,
golongan Sikh menganggap gerakan Mujahidin mengancam kekuasaan mereka. Golongan
Sikh di bantu oleh golongan-golongan non muslim seperti golongan Barakzai
melangsungkan pertempuran di Balekot dan pada pertempuran inilah Sayyid Ahmad
mati terbunuh.
2.
Gerakan Aligarh
a.
Sayid Ahmad Khan (1817-1898)
Sayid Ahmad
Khan lahir pada tahun 1817 Masehi keturunan dari Rasulullah Muhammad SAW, dari
pihak Husein. Neneknya adalah seorang pembesar istana di zaman Alamghir II
(1754-1759). Pendidikan yang ia tempuh melalui pendidikan tradisional dalam
pengetahuan agama dan disamping bahasa Arab ia juga belajar bahasa Inggris.
Islam lebih
dapat diterima oleh golongan terpelajar (Islam) dibandi dari hasil penafsiran
yang lama atau sebelumnya.
Pemikirannya dalam keagamaan itu antara lain :
Pemikirannya dalam keagamaan itu antara lain :
1)
Perkawinan menganut asas monogami, poligami
bertentangan dengan semangat
2)
Islam dan hal ini tidak akan diizinkan kecuali dalam
keadaan memaksa.
Islam dengan tegas melarang perbudakan, termasuk perbudakan dari tawanan perang, meskipun syariat memperkanankannya.
Islam dengan tegas melarang perbudakan, termasuk perbudakan dari tawanan perang, meskipun syariat memperkanankannya.
3)
Bank Modern, transaksi perdagangan, pinjaman serta
perdagangan internasional yang meliputi ekonomi modern, meskipun semua itu
mencakup pembayaran bunga, tidaklah dianggap riba, karena hal itu tidak
bertentangan dengan hukum Al-Qur’an.
4)
Hukum potong tangan yang didasarkan pada Al-Qur’an dan
Sunnah bagi pencuri, lemparan batu serta cambukan 100 kali bagi pezina hanya
sesuai dengan masyarakat primitif yang kekurangan tempat penjara atau tidak
mempunyai penjara.
5)
Jihad itu dilarang kecuali dalam keadaan memaksa untuk
mempertahankan diri.
Setelah Sayyid Ahmad Khan wafat pada tanggal 24 Maret tahun 1898, ide ide
pembaharuan yang dicetuskan Sayyid Ahmad Khan dianut dan disebarkan selanjutnya
oleh pengikut dan pada akhirnya lahirlah sebuah gerakan yang disebut Gerakan
Aligarh Ada beberapa tokoh Aligarh yang berpengaruh dan melanjutkan ide-ide
pembaharuan yang dicetuskan Sayyid Ahmad Khan, di antaranya:
b.
Nawab Muhsin Al-Mulk
Muhsin
al-Mulk tidak hanya membawa para ulama dekat dengan Aligarh, lebih jauh ia
mampu menarik beberapa lawan politik pendiri Perguruan Tinggi tersebut. Ia
adalah orang yang paling cinta damai, namun ia dihadapkan juga kepada
kontraversi Hindu-Urdu yang telah ada sejak akhir-akhir kehidupan Sayyid Ahmad
Khan. Inilah yang pada akhirnya menyebabkan ia mengundurkan dari Perguruan
Tinggi tersebut. Ia wafat 16 Oktober 1907, dan dikuburkan di samping kuburan
Sayyid Ahmad Khan di Aligarh.
Dari bidang
politik Nawab Muhsin Al-Mulk jelas terlihat. Nawab Muhsin Al-Mulk tidak
ragu-ragu memasuki bidang politik. Ini terlihat dari usahanya dalam membentuk
Delegasi Umat Islam India karena pada waktu itu pemimpin –pemimpin Islam India
yang duduk di dalam Dewan-Dewan Perwakilan Daerah melihat bahwa. sebagai
minoritas umat Islam tidak dapat menandingi golongan mayoritas Hindu, dalam
pemilihan yang akan diadakan. Oleh karena itu, kepada umat Islam harus
diberikan daerah-daerah pemilihan terpisah. Delegasi umat Islam India diterima
oleh Lord Minto dan tuntutan diterima. Peristiwa itulah yang membawa kepada
terbentuknya Liga Muslimin India di tahun itu juga 1906.
c.
Viqar Al-Mulk
Viqar
Al-Mulk populer di kalangan ulama’ India, ia mendapat simpati dari kalangan
ulama’ India dengan menerapkan dengan kuat hidup keagamaan di M.A.O.C.
pelaksanaan ibadat misalnya : shalat dan puasa dan memperketat pengawasannya.
Lulus dalam ujian agama menjadi syarat untuk dapat naik tingkat.
Viqar
Al-Mulk lebih populer dan disenangi ulama’ India dari pada Sayyid Ahmad Khan
pada waktu itu. Sedangkan Sayyid Ahmad Khan lebih populer di kalangan pelajar.
Dalam pandangan politik ia tidak sama dengan Sayyid Ahmad Khan meskipun
dahulunya ia sependapat bahwa Inggris lah yang dapat menciptakan kelanjutan
wujud umat Islam India akan dapat terjamin hanya dengan berlanjutnya kekuasaan
Inggris. Tetapi ia pada akhirnya merubah pandangan bahwa Inggris bukan tempat
orang Islam menggantungkan nasib dalam kelanjutan wujud umat Islam India.
Karena ia berpendapat Inggris tidak akan pernah peduli terhadap penderitaan
dari umat Islam di India, bisa kami gambarkan melalui pepatah habis manis sepah
dibuang
3.
Gerakan Sayyid Amir Ali
Amir Ali
juga berpendapat dan berkeyakinan bahwa Islam bukanlah agama yang membawa
kepada kemunduran sebaliknya Islam adalah agama yang membawa kepada kemajuan
dan untuk membuktikannya ia mengajak meninjau kembali sejarah masa lampau bahwa
agama bukanlah yang menyebabkan kemunduran dan menghambat kemajuan. Ia tidak
menutup pintu ijtihad melainkan membuka pintu ijtihad. Pada pendapat lain juga
memberikan pendapat bahwa menggunakan akal bukan suatu dosa dan kejahatan.
Bahkan ia memberikan ayat-atat dan hadits-hadits untuk menunjang argumen
–argumen untuk menyatakan bahwa ajaran – ajaran itu tidak bertentangan dengan
pemikiran akal.
Sayyid Amir
Ali untuk memajukan umat Islam ia berpendirian tidak ingin bergantung atau
berkiblat kepada ketinggian dan kekuatan Barat seperti halnya dengan Sayyid
Ahmad Khan. Sayyid Amir Ali dalam memajukan umat Islam ia berpatokan dan
berkiblat pada ilmu pengetahuan yang dicapai oleh umat Islam di zaman itu,
karena mereka kuat berpegang pada ajaran Nabi Muhammad Saw. dan berusaha keras
untuk melaksanakannya.
4.
Gerakan Muhammad Iqbal dan
Jinnah
Muhammad Iqbal berpendapat
kemunduran umat Islam selama lima ratus tahun terakhir disebabkan oleh kebekuan
dalam pemikiran. Hukum dalam Islam telah sampai kepada statis. Penyebab lain
ialah terletak pengaruh zuhd yang terdapat pada ajaran tasawuf. Zuhd, perhatian
harus dipusatkan kepada tuhan. Hal itu akhirnya membawa kepada keadaan umat
kurang mementingkan soal kemasyarakatan dalam Islam. Kemudian menjadi penyebab
juga katanya ialah hancurnya Baghdad, sebagai pusat kemujaun pemikiran umat
Idlam dipertengahan amat ketiga belas. Pada saat itu pintu ijtihad mereka
tertutup.
Menurut Muhammad Iqbal hukum dalam
Islam sebenarnya tidak bersifat statis, tetapi dapat berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman. Pintu ijtihad tidak pernah tertutup. Islam, menurut Iqbal
pada hakekatnya mengajarkan dinamisme.
Di India terdapat dua umat besar,
demikian menurut Iqbal. India pada hakekatnya tersusun dari dua bangsa, bangsa
Islam dan bangsa Hindu. Umat Islam India harus menuju pada pembentukan Negara
tersendiri terpisah dari Negara Hindu di India.
Tetapi yang patut diingat bahwa
bibit ide untuk membentuk Negara tersendiri sebelumnya sudah dalam ide politik
yang ditimbulkan oleh Sayyid Ahmad Khan, tetapi ide dan tujuan membentuk Negara
tersendiri diumumkan secara resmi dan kemudian menjadi tujuan perjuangan
nasional umat Islam India ialah oleh Muhammad Iqbal Dan Jinnah-lah
memperjuangkannya sehingga Pakistan mempunyai wujud.
C. Gerakan Pembaharuan Islam di Mesir
Mesir menjadi wilayah Islam pada zaman khalifah Umar bin
Khattab pada 640 M, Mesir ditaklukkan oleh pasukan Amr Ibn al-Ash yang
kemudian ia dijadikan gubernur di sana. Kemudian diganti oleh Abdullah
Ibn Abi Syarh pada masa Usman dan berbuntut konflik yang menjadi salah satu
sebab terbunuhnya Usman ra. Mesir menjadi salah satu pusat peradaban
Islam dan pernah dikuasai dinasti-dinasti kecil pada zaman Bani Abbas, seperti
Fatimiah.
Segera setelah Mesir menjadi salah satu bagian Islam, Mesir tumbuh dengan mengambil
peranan yang sangat sentral sebagaimana peran-peran sejarah kemanusiaan yang
dilakoninya pada masa yang lalu, misalnya :
a.
Menjadi sentral pengembangan Islam di wilayah Afrika,
bahkan menjadi batu loncatan pengembangan Islam di Eropa lewat selat Gibraltar
(Aljajair dan Tunisia).
b.
Menjadi kekuatan Islam di Afrika, kakuatan militer dan
ekonomi.
c.
Pengembangan Islam di Mesir merupakan napak tilas
terhadap sejarah Islam pada masa Nabi Musa yang mempunyai peranan penting dalam
sejarah kenabian.
d.
Menjadi wilayah penentu dalam pergulatan perpolitikan
umat Islam, termasuk di dalamnya adalah peralihan kekuasaan dari Khulafaur
Rasyidin kepada Daulat Bani Umaiyah dengan tergusurnya Ali Bin Abi Thalib dalam
peristiwa “Majlis Tahkim”.
Ekspedisi Napoleon mendarat di Alexandria (
Mesir) dan berhasil mengalahkan Mamluk dan berhasil menguasai Kairo. Walaupun
Napoleon menguasai Mesir hanya dalam waktu sekitar tiga tahun, namun pengaruh
yang ditinggalkannya sangat besar dalam kehidupan bangsa Mesir. Napoleon Bonaparte
menguasai Mesir sejak tahun 1798 M. Ini merupakan momentum baru bagi sejarah
umat Islam, khususnya di Mesir yang menyebabkan bangkitnya kesadaran akan
kelemahan dan keterbelakangan mereka. Kehadiran Napoleon Bonaparte di samping
membawa pasukan yang kuat, juga membawa para ilmuwan dengan seperangkat
peralatan ilmiah untuk mengadakan penelitian.
Hal inilah yang membuka mata para pemikir-pemikir Islam untuk melakukan
perubahan meninggalkan keterbelakangan menuju modernisasi di berbagai bidang
khususnya bidang pendidikan. Upaya pembaharuan dipelopori oleh Muhammad Ali
Pasya, kemudian diikuti oleh pemikir-pemikir lainnya.
Sementara yang sedang terjadi dan berkembang di Mesir pada saat itu antara
lain dalam bidang pendidikan sangat doktrinal, metode penguasaan ilmu
menghafal di luar kepala tanpa ada pengkajian dan telaah pemahaman, membuat
ajaran-ajaran Islam seperti dituangkan sedemikian rupa ke kepala murid
dan mahasiswa. Para murid dan mahasiswa tinggal menerima apa adanya.
Diskusi dan dialog menjadi barang langka dalam pengkajian keislaman. Selain
itu filsafat dan logika dianggap tabu sebagai mata kuliah di perguruan
tinggi dan madrasah. Sebagaimana dikatakan Muhammad Abduh, ia merasa jenuh
dengan cara menerima ilmu dengan metode menghafal luar kepala.
Pembaharuan Islam di Mesir menurut John L. Esposito dilatarbelakangi
oleh ortodoksi sunni yang mengalami proses kristalisasi setelah bergulat
dengan aliran muktazilah, aliran syiah dan kelompok khawarij yang
kemudian disusul dengan sufisme yang pada tahapan selanjutnya mengalami
degenerasi.
Jauh Muhamamd Abduh menggambarkan bahwa metode pendidikan yang otoriter
juga merupakan salah satu pendorong mandegnya kebebasan intelektual,
sehingga ia sendiri merasa tidak begitu tertarik mendalami agama pada masa
kecil lantaran kesalahan metode itu, yakni berupa cara menghafal pelajaran di
luar kepala.
Al-Azhar yang selama ini berkembang menjadi simbol kajian keilmuan, juga
terjangkit penyakit kejumudan dengan hanya mengajarkan ilmu agama dan melarang
segala bentuk kajian keilmuan yang berangkat dari sisi rasionalitas, sistematik
dan ilmiyah. Keterbukaan dalam melakukan pemikiran keislaman dan pendidikan
dengan orientasi pada sikap rasionalitas merupakan barang baru, yang sama
sekali tidak berkembang di kalangan umat Islam Mesir, dan tawaran-tawaran
semacam itu akan menimbulkan reaksi yang keras, yang berkembang dari mereka
yang tidak mau menggunakan rasionalitas dan pembahasan sistematis terhadap
ajaran Islam. Hal tersebut sangat wajar karena umat Islam telah jatuh pada
sikap kehangatan sufisme dan mistisisme.
Kehadiran Napoleon ini sangat berarti bagi timbulnya pola pendidikan dan
pengajaran Barat, yang sedikit demi sedikit akan mengubah persepsi dan
pola pemikiran umat Islam, dan ini sudah barang tentu akan melahirkan semangat
pengkajian dan pembaharuan dalam Islam.
Maka pada tahap perkembangannya pola pembaharuan Islam Kontemporer di Mesir
lebih mengarah kepada hal-hal berikut: Pertama, pembaharuan sistem berfikir
artinya tata cara berfikir umat Islam yang harus meninggalkan pola pikir
tradisional yang dogmatik.Kedua, upaya membangun semangat kolegial umat, agar
memperoleh kesempatan melakukan aktualiasai ajaran terutama partisipasi aktif
dalam percaturan politik, ekonomi dan hukum di dunia, sebab selama ini, umat
Islam secara aktif tidak mampu memberikan partisipasinya dalam percaturan
dunia.
1.
Tokoh-Tokoh Pembaharuan di
Mesir dan pemikirannya
a.
Muhammad Ali Pasya
Muhammad Ali Pasya berpendapat bahwa
kekuasaan dapat dipertahankan hanya dengan dukungan militer yang kuat yang
dibentuk melalui ekonomi dan pendidikan. Maka pembangunan pendidikan, ekonomi
dan militer segera dilakukan demi kelanggengan kekuasaannya di Mesir.
Modernisasi yang dilakukannya antara lain: mengirim mahasiswa ke Prancis,
mendatangkan dosen dari Prancis, mendirikan lembaga-lembaga pendidikan yang
mempelajari ilmu militer, kesehatan, ekonomi dan penerjemahan.
Keberhasilan di bidang militer telah
merubah Mesir menjadi negara modern yang kekuatannya mampu menandingi kekuatan
militer Kerajaan Usmani, serta bermunculanlah para tokoh intelektual di Mesir
yang kelak melanjutkan gagasan-gagasan beliau khususnya dalam bidang pendidikan.
Sepintas pembaharuan yang dilakukan
oleh Muhammad Ali hanya bersifat keduniaan saja, namun dengan terangkatnya
kehidupan dunia umat Islam sekaligus terangkat pula derajat keagamaannya.
Pembaharuan yang dilaksanakan oleh Muhammad Ali merupakan landasan pemikiran
dan pembaharuan selanjutnya.
b.
Al-Tahtawi
Thahthawi bertekad untuk memajukan
di Mesir itu adalah salah satu tekadnya untuk mengEropakan – Mesir. Beliau
sangat berjasa dalam meningkatkan ilmu pengetahuan di Mesir karena menguasai
berbagai bahasa asing dan berhasil mendirikan sekolah penerjemahan dan
menjadikan bahasa asing tertentu sebagai pelajaran wajib di sekolah. Bagi al-Tahtawi,
pendidikan itu sebaiknya dibagi dalam tiga tahapan. Tahap I adalah pendidikan
dasar, diberikan secara umum kepada anak-anak dengan materi pelajaran dasar
tulis baca, berhitung, al-Qur’an, agama, dan matematika. Tahap II, pendidikan
menengah, materinya berkisar pada ilmu sastra, ilmu alam, biologi, bahasa
asing, dan ilmu-ilmu keterampilan. Tahap III, adalah pendidikan tinggi yang
tugas utamanya adalah menyiapkan tenaga ahli dalam berbagai disiplin ilmu.
c.
Jamaluddin al-Afgani
Dalam
silsilah keturunannya al-Afghani adalah keturunan Nabi melalui Sayyidina Ali
ra. Pada umur 18 tahun ia telah menguasai berbagai cabang ilmu
pengetahuan, filsafat, politik, ekonomi, hukum dan agama.
Jamaludin
Al-Afgani adalah seorang pemimpin pembaharuan dalam Islam yang tempat tinggal
dan aktivitasnya berpindah dari satu negara ke negara Islam lainnya. Pengaruh
terbesar ditinggalkan di Mesir. Ketika zaman Al Tahtawi buku-buku
diterjemahkan sudah menyebar dan di dalamnya terdapat salah satunya
ide trias politika dan patriotisme, maka pada tahun 1879 Al-Afgani
membentuk partai al-Hizb al-Wathan (Partai Nasionalis) dengan slogan Mesir
untuki orang Mesir mulai kedengaran dengan memperjuangkan universal,
kemerdekaan pers dan pemasukan unsur-unsur Mesir ke dalam bidang militer.
Melihat hal
tersebut, maka orientasi pembaharuan Islam Mesir terutama yang dilakukan oleh
Jamaluddin al-Afghanilebih mengarah kepada pembaharuan cara berpolitik di
kalangan umat Islam. Oleh sebab itu gerakan pembaharuan Mesir Jamaluddin
Al-Afghaniadalah gerakan Politik. Untuk mengetahui lebih jelas pemikiran
pembaharaun Jamaluddin Al Afghani, berikut ini adalah pokok-pokok pikirannya :
1.
Islam mengalami kemunduran dan kejumudan berfikir
bukan disebabkan oleh karena Islam tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman,
situasi dan keadaan masa kini, melainkan karena umat Islam tidak mampu
menginterpretasikannya dengan kemampuan ijtihad dan kebanyakan umat Islam telah
meninggalkan ajarannya dengan mengikuti ajaran baru yang dimanipulisir untuk
kepentingan asing.
2.
Bahwa kemunduran Islam dilapangan politik disebabkan
oleh: Desintegrasi politik atau perpecahan dikalangan umat Islam, corak
pemerintahan yang bersifat absolut (otoriter), pemimpin negara yang tidak
disukai oleh rakyat (tidak kredible), mengabaikan masalah pertahanan atau
militerisasi, administrasi dipegang oleh mereka yang tidak berkompenten, adanya
intervensi oleh negara asing. Untuk itu diperlukan pola pemerintahan yang dapat
menarik partisipasi masyarakat secara aktif dalam bentuk demokratisasi dan
terbentuknya majlis syuro yang menjamin adanya partisipasi masyarakat secara
komunal dan individual.
3.
Bahwa untuk pembaharuan dan pengembangan semangat
keIslaman perlu digalakan solidaritas Islam dalam bentuk program aksi “Pan
Islamisme”. Gerakan Pan Islamisme tersebut berusaha melakukan pembaharuan di
bidang perpolitikan Islam dengan tujuan menyadarkan umat Islam dari bahaya
dominasi bangsa asing. Oleh sebab itu perlu diadakan kegiatan – kegiatan:
agitasi dan propaganda untuk menggerakkan kaum muslimin agar melakukan
pergerakan pemikiran dan pergolakan kebangsaan, melakukan gerakan anti Eropa
mulai tahun 1882 sebagai reaksi masuknya Inggris pada tahun 1880.
Pembaharuan Pendidikan yang dilakukan Al-Afghani adalah didasari pada
pendapatnya bahwa Islam adalah relevan pada setiap zaman, kondisi, dan bangsa.
Ini membuktikan bahwa pendidikan bagi beliau mendapat prioritas utama agar
umat Islam bisa bangkit dari keterpurukan menuju kemajuan. Dalam hal menuntut
ilmu tidak dibatasi kepada laki-laki saja melainkan perempuan pun harus ikut
andil dalam bidang pendidikan tersebut.
d.
Muhammad Abduh
MuhammadAbduh adalah tokoh
pembaharuan yang banyak perhatiannya dalam bidang pendidikan dengan cara
berusaha keras melakukan penyadaran intelektual karena menurutnya
pendidikan merupakan lembaga strategis untuk mengadakan perubaha-perubahan
sosial secara sistematik. Politik hanyalah jalan untuk mendayagunakan
ide-ide pembaharuannya yang pada saat itu masih bersifat otokratis dan
harus berhadapan dengan kekuatan kolonialisme asing.
Diantara gagasan dalam bidang
pendidikan, Muhammad Abduh sangat menentang sistem pendidikan dualisme,
sekolah-sekolah umum harus diajarkan agama, dan sekolah-sekolah agama harus
diajarkan ilmu pengetahuan modern.
Muhammad Abduh menilai bahwa
Islam adalah agama rasional, Islam sungguhpun datang dengan hal-hal yang sulit
untuk difahami, tidak mungkin membawa hal-hal yang bertentangan dengan akal.
Jika ada teks ayat yang pada zahirnya kelihatan bertentangan dengan akal, maka
akal wajib berkeyakinan bahwa bukanlah arti lahir dimaksud dan selanjutnya akal
boleh memilih antara memakai takwil atau menyerah diri kepada Tuhan. Akal juga
mulai dipakai kembali untuk memberi interpretasi baru kepada ayat-ayat yang
bersifat zanni sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Dalam bahasa Arab, gerakan
pembaharuan Islam disebut tajdîd, secara harfiah tajdîd berarti
pembaharuan. Kemunculan gerakan pembaharuan Islam tidak bisa dipisahkan dari
kondisi obyektif kaum muslim di satu sisi dan tantangan Barat yang muncul di
hadapan Islam di sisi lain.
Pembaharuan Islam juga
mngindikasikan ketidakpuasan atas kondisi Islam historis yang berkembang sejak
abad ke-18. oleh karena itu, kaum pembaru ingin membangun cita ideal Islam yang
maju dan modern.
Periode modern (1800 M dan
seterusnya) adalah zaman kebangkitan bagi umat islam. Ketika mesir jatuh
ketangan barat (Perancis) serentak mengagetkan sekaligus mengingatkan umat
islam bahwa ada peradaban yang maju di barat sana (eropa) dan merupakan ancaman
bagi islam. Sehingga menimbulkan keharusan bagi raja-raja islam dan
pemuka-pemuka islam itu untuk melakukan usaha pembaharuan dalam islam.
Dalam kenyataanya (ironis memang)
selain radiasi modernisasi yang kuat dari luar, kekeroposan di dalam
islam sendiri juga terjadi. Mengakibatkan gerakan-gerakan perlunya pembaharuan
dalam islam. Namun, dalam perjalanannya di dalam islam terjadi perbedaan
pandangan tentang bagaimana menyikapi dan menindaklanjuti usaha pembaharuan dan
atau modernisasi dalam islam.
Post a Comment for "MAKALAH GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM DI ARAB, MESIR, DAN INDIA"