PENDIDIKAN ANTI KORUPSI NOVEL RANTAU 1 MUARA KARYA AHMAD FUADI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dunia pendidikan dapat digunakan menjadi langkah awal untuk memulai
proses penanaman dan pengembangan nilai-nilai pendidikan. Penanaman nilai pendidikan
yang baik, dengan harapan siswa dapat memiliki kepribadian yang baik pula dan menghindari pengaruh
negatif dari perkembangan teknologi yang semakin pesat. berbagai informasi dan data bias di akses dari
sembarang tempat, oleh siapa saja dan kapan saja. Perbuatan
menyalagunakan peralatan pemerintah dan penggunaan keuangan pemerintah untuk
kepentingan pribadi juga masih banyak dan bahkan sering dijumpai di Negara
Indonesia. Penggunaan uang Negara untuk kepentingan pribadi dinamakan korupsi.
Pendidikan anti korupsi adalah program
pendidikan tentang korupsi yang bertujuan untuk membangun dan meningkatkan kepedulian
warganegara terhadap bahaya dan akibat dari tindakan korupsi.
Target utama
Pendidikan antikorupsi adalah memperkenalkan fenomena korupsi yang mencakup
kriteria, penyebab dan akibatnya, meningkatkan sikap tidak toleran terhadap
tindakan korupsi, menunjukan berbagai kemungkinan usaha untuk melawan korupsi
serta berkontribusi terhadap standar yang ditetapkan sebelumnya seperti
mewujudkan nilai-nilai dan kapasitas untuk menentang korupsi dikalangan
generasi muda. Siswa
juga dibawa untuk menganalisis nilai-nilai standar yang berkontribusi terhadap
terjadinya korupsi serta nilai-nilai yang menolak atau tidak setuju dengan
tindakan korupsi. Oleh Karena
itu, pendidikan antikorupsi pada dasarnya adalah
penanaman dan penguatan nilai-nilai dasar yang diharapkan mampu membentuk sikap
antikorupsi pada diri peserta didik.
Melalui pendidikan
karakter anti korupsi diharapkan munculnya rasa tanggung jawab untuk
memberantas korupsi dan memberikan contoh pada masyarakat luas tidak hanya dari
tuturan, tetapi juga melalui perbuatan yang mencerminkan karakter yang jujur, ulet, toleran,
dan lain sebagainya. berdasarkan
pengamatan penulis Selama ini,
pendidikan mengenai nilai-nilai luhur sebenarnya telah terangkum dalam mata
pelajaran agama dan pendidikan kewarganegaraan. Namun, hasil yang dicapai
hanya sebatas kemampuan kognitif yang memfokuskan pada
pencapaian nilai pada akhir
evaluasi pendidikan. Banyak
kejadiam dalam masyarakat yang kita jumpai
tidak sejalan dengan teori-teori yang ditanamkan di sekolah,
dan anak didik tidak mampu menyumbangkan pemikirannya dalam mengatasi persoalan
tersebut.
karya sastra tercipta berdasarkan
imajinasi pengarang. Karya sastra digunakan pengarang untuk mengajak pembaca
ikut melihat, merasakan, menghayati makna pengalaman hidup yang pernah
dirasakannya. Hal ini menunjukkan bahwa karya sastra bias menjadi gambaran
masyarakat di sekitar pengarang, sekaligus tanda yang menunjukkan situasi dan
kondisi lingkungan pengarang. Setiap karya sastra selalu mengandung nilai-nilai
yang luhur (Baribin, 1985:79). Karya sastra berfungsi bukan hanya memberikan
hiburan atau keindahan saja terhadap pembacanya, melainkan karya sastra itu
dapat memberikan sesuatu yang memang dibutuhkan manusia pada umumnya yakni
berupa nilai-nilai sastra seperti nilai pendidikan, moral, sosial, dan
religius. Hal itu terjadi karena karya sastra bersifat multidimensi yang di
dalamnya terdapat dimensi kehidupan, contohnya saja jenis karya sastra berupa
novel. Novel adalah karya fiksi yang disusun melalui berbagi unsur. Unsur-unsur
dipadukan oleh pengarang dan dibuat menyerupai kehidupan nyata yang lengkap
dengan berbagai peristiwa di dalamnya, sehingga tampak seperti cerita nyata dan
terjadi.
Novel Rantau
1 Muara karya Ahmad Fuadi merupakan salah satu novel yang mengandung
nilai-nilai pendidikan antikorupsi. Salah satunya adalah penyuapan yang
terdapat di dalam cerita novel Rantau 1
Muara karya Ahmad Fuadi tentang penyuapan seorang pejabat tertentu kepada
seorang wartawan bernama Alif. Oleh karena itu, penelitian ini diarahkan ke dalam
pendidikan antikorupsi yang memiliki peranan penting untuk membangun karakter, watak dan
menanamkan sifat jujur serta untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia dan generasi penerus bangsa yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan menjadi pemimpin yang jujur dan tidak
suka mengambil hak orang lain
untuk kepentingan pribadi.
Masyarakat
Indonesia sangat memerlukan bantuan pendidik untuk menyalurkan sebuah
pengetahuan kepada generasi penerus bangsa. Selain dengan sebuah pembelajaran
juga dapat dengan sebuah rencana pembelajaran atau skenario pembelajaran yang
direncanakan untuk mendukung tercapainya sebuah pengajaran di sekolah maupun di
luar sekolah. Skenario pembelajaran sebuah analisis novel dapat digunakan oleh
pendidik untuk mengembangkan minat baca peserta didik terhadap karya sastra dan
mengetahui berbagai macam karya sastra Indonesia khususnya berupa novel.
Penulis memilih mengkaji novel Rantau 1 Muara dengan alasan sebagai
berikut:
1. Ahmad
Fuadi merupakan salah satu pengarang novel yang mampu memperhatikan pembaca
dengan nilai-nilai yang terkandung dalam novelnya.
2. Novel
Rantau 1 Muara adalah sebuah objek
penelitian yang menarik bagi penulis karena menceritakan tentang hidup tokoh
utama yang diangkat oleh pengarang. Tokoh utama pada novel Rantau 1 Muara mencerminkan sifat yang jujur dan terdapat
nilai-nilai pendidikan antikorupsi yang dilakukan oleh tokoh utama.
3.
Sebagai
calon Guru, penulis memandang perlu mengenal pembelajaran sastra sehingga
menjadi calon Guru yang porofesional.
B.
Penegasan
Istilah
Agar dalam
penelitian ini tidak terjadi salah pengertian antara penulis dan pembaca
mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam judul skripsi, penulis perlu
menjelaskan arti istilah yang dipaparkan di bawah ini. Judul penelitian ini
adalah “Nilai Pendidikan Antikorupsi Dalam Novel Rantau 1 Muara Karya Ahmad Fuadi Dan
Skenario Pembelajarannya Di Kelas XI SMA”.
Adapun penegasan istilah dan penjelasan
tentang istilah-istilah dalam judul tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Nilai Pendidikan
Nilai
merupakan segala sesuatu yang disenangi, diinginkan, dicita-citakan dan
disepakati (Darmadi, 2006: 50). Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterapilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
(Undang-undang Sisdiknas, 2003: 5).
2.
Antikorupsi
Antikorupsi
merupakan tindakan menolak adanya kegiatan atau praktek korupsi. Dalam (Wibowo,
2013:18) Menurut Wikipedia, kata korupsi itu berasal dari bahasa latin yaitu “corruptio,” sementara dalam bentuk kata
kerjanya “corrumpere” yang bermakna
busuk, rusak, menggoyahkan memutarbalik, dan menyogok. Adapun menurut istilah
adalah perilaku para pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai
negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memeperkaya
mereka yang dekat dngannya,
dengan menyalahgunakan kekuasaan politik
yang dimiliki sekaligus dipercayakan kepada mereka.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia juga disebutkan bahwa korupsi itu berarti busuk,
palsu dan suap. Oleh karena itu korupsi dapat menyebabkan negara menjadi
bangkrut dengan efek yang luar biasa, seperti hancurnya perekonomian, rusaknya
sistem pendidikan, dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai.
3.
Skenario Pembelajaran
Skenario
pembelajaran adalah rencana berupa langkah demi langkah yang tertulis secara
terperinci yang digunakan sebagai acuan dalam proses interaksi antara pendidik
dengan peserta didik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar untuk
mencapai tujuan pendidikan (Arikunto, 2006: 112).
C.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas , masalah yang penulis rumuskan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana
pendidikan karakter dalam novel Rantau 1
Muara karya Ahmad Fuadi?
2. Bagaimanakah
nilai pendidikan antikorupsi dalam novel Rantau
1 Muara karya Ahmad Fuadi?
3. Bagaimanakah
skenario pembelajaran nilai pendidikan antikorupsi pada novel Rantau 1 Muara karya Ahmad Fuadi di
kelas XI SMA?
D.
Tujuan
Penletian
Penelitian denga judul “Nilai Pendidikan
Antikorupsi Dalam Novel Rantau 1 Muara
Karya Ahmad Fuadi Dan Skenario Pembelajarannya Di Kelas XI SMA”bertujuan untuk mendeskripsikan;
1. pendidikan
karakter dalam novel Rantau 1 Muara karya
Ahmad Fuadi;
2. nilai
pendidikan antikorupsi dalam novel Rantau
1 Muara karya Ahmad Fuadi; dan
3. skenario
pembelajaran nilai pendidikan antikorupsi pada novel Rantau 1 Muara karya Ahmad Fuadi di kelas XI SMA.
E.
Manfaat
Penelitian
Manfaat penelitian
dapat ditinju dari dua segi yaitu teoritis
dan praktis.
1. Kegunaan Teoretis
Secara
teoretis penelitian ini diharapkan berguna dalam pengembangan ilmu sastra
khususnya pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Selain itu, penelitian ini
juga berguna untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang penelitian karya
sastra dan pembelajarannya.
2. Kegunaan
Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan
dapat membangkitkan minat peserta didik dalam mempelajari sebuah karya sastra
serta menambah wawasan dan membangun kepribadian nilai pendidikan antikorupsi dalam novel Rantau 1 Muara. Dengan pengalaman dan
wawasan ini, peserta didik diharapkan mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan sehari-hari.
Bagi guru, hasil penelitian ini dapat
dimanfaatkan sebagai bahan ajar dalam pembelajaran sastra di kelas XI SMA.
Penelitian ini dapat digunakan pembelajaran dan pengalaman peserta didik dalam
mengapresiasi karya sastra.
Bagi peneliti selanjutnya, hasil
penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan dan referensi penyusunan
penelitian selanjutnya. Penelitian yang sudah ada diharapkan dapat membantu
melengkapi penelitian yang akan datang dan dapat lebih lengkap serta lebih
terperinci.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA DAN KAJIAN TEORETIS
Pada
bagian
ini diuraikan
tinjauan pustaka yang berisi hasil skripsi terdahulu yang relevan dengan
permasalahan yang diteliti oleh penulis dan kajian teoretis yang terdiri dari
(1) Nilai pendidikan antikorupsi dalam karya sasrta; dan (2) pembelajaran
sastra.
A.
Tinjauan
Pustaka
Tinjauan
pustaka adalah kajian secara kritis terhadap kajian terdahulu sehingga
diketahui perbedaan yang khas antara kajian terdahulu dengan kajian yang
dilakukan. Tinjauan terhadap hasil penelitian dan analisis sebelumnya berkaitan
dengan pendidikan antikorupsi dan pendidikan karaktertelah dilakukan oleh Putri
Hapsari Tanjung (2013).
Penelitian
yang dilakukan Tanjung (2013) yang berjudul “ nilai-nilai Pendidikan Karakter
pada Kompetensi Menyimak dalam buku Sekolah Elektronik Bahasa Indonesia untuk
kelas X SMA”. Dalam penelitian Tanjung (2013)
berikut ini merupakan hasil analisis yang dilakukan oleh Putri Hapsari Tanjung,
yaitu: nilai pendidikan karakter berbasis moral yang ditemukan adalah nilai tanggung
jawab, kebangsaan, peduli sosial, cinta tanah air, jujur, kreatif, menghargai
prestasi,
dan jujur. Umumnya nilai-nilai berbasis moral bersifat implisit sehingga
diperlukan penafsiran terlebih dahulu agar dapat terkuak nilai dalam bahan
simakan.
Penelitian
yang dilakukan oleh Tanjung mempunyai kesamaan dengan penelitian yang dilakukan
oleh penulis yaitu: sama sama membahas dan menganalisis nilai-nilai pendidikan
dalam sebuah buku. Sedangkan perbedaannya adalah nilai pendidikan yang
dianalisis oleh Putri Hapsari Tanjung menganalisis nilai pendidikan karakter dan
penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah nilai-nilai pendidikan anti
korupsi dalam sebuah karya sastra berupa novel.
Dari
satu karya
ilmiah yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat diketahui persamaan dengan
penelitian yang akan dilakukan yakni sama-sama mengkaji tentang nilai-nilai
pendidikan. Adapun perbedaanya adalah pada objek yang diteliti. Penelitian
karya ilmiah yang telah dipaparkan adalah nilai pendidikan karakter dan nilai
pendidikan antikorupsi, sedangkan penelitian yang akan dialaksanakan penulis fokus
memaparkan nilai penedidikan antikorupsi yang akan dilakukan untuk mendidik
siswa dengan karya sastra tentang antikorupsi.
B.
Kajian
Teoretis
1.
Pendidikan
Karakter
Menurut Adisusilo (2011: 3), pencetus
pendidikan karakter yang menekankan dimensi etis-spiritual dalam proses
pembentukan pribadi ialah ialah pedagog dari jerman, FW Foester. Di Indonesia
poyek pendidikan karakter baru dicetuskan pemerintah pada tahun2010 sebagai
respon dengan maraknya kasus korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Pendidikan karakter adalah dua hal yang
saling berkaitan karena tujuan pendidikan adalah untuk membentuk karakter
peserta didik. Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis, yang dilakukan
oleh orang-orang yang diserahi tanggung jawab kepada peserta didik dalam
pertumbuhan jasmani maupun rohaninya untuk mencapai tingkat kedewasaan (Munib,
2008: 34). Adapun karakter menurut Tim Penyusun Kamus (2007: 934), diartikan
sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan
seorang dengan yang lain.
2.
Pendidikan
Antikorupsi
Nilai merupakan segala sesuatu yang
disenangi, diinginkan, dicita-citakan dan disepakati, sedangkan moral adalah
ajaran tentang baik buruknya perbuatan dan kelakuan (Darmadi, 2006: 50). Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas, 2003: 5).
a. Pengertian
Korupsi
Kartono (1983) dalam Wibowo (2013: 19)
memandang korupsi sebagai tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan
jabatan, guna mengambil keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan
negara. Dari pendapat Kartono tersebut, kita dapat memahami bahwa korupsi
merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi kepentingan
pribadi, salah urus terhadap suber-sumber keuangan negara dengan menggunakan
wewenang dan kekuatan-kekuatan formal.
Secara singkat pendapat kartono, korupsi terjadi disebabkan adanya
penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai,
demi kepentingan pribadi dengan mengatas namakan pribadi atau keluarga, anak saudara dan teman.
Seorang pejabat, kata Wertheim (Lubis,
1970) dalam Wibowo, (2013:19) dianggap
melakukan tindakan korupsi bila yang bersangkutan menerima hadiah dari seorang
, dengan tujuan mempengaruhinya agar dari seseorang, dengna tujuan mempengaruhi
kepentingan si pemberi hadiah. Tindakan yang dijelaskan oleh pendapat di atas
seperti tindakan suap. Supaya yang diberi hadiah atau diberi barang mau
bekerjasama untuk melakukan hal yang diperintahkan oleh pemberi uang atau
hadiah.
Baharuddin Lopa mengutip pendapat dari
David M. Chalers, dalam Hartanti (2012: 9) menguraikan arti istilah korupsi
dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang
berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang
kepentingan umum. Sementara itu KPK (2006) dalam Wibowo (2013: 21)
mendefinisikan korupsi sebagai semua penyalahgunaan penggunaan kewenangan yang
menyebabkan kerugian negara. Oleh karena itu, dianggap sebagai tindak pidana.
Berdasarkan pada definisi KPK tersebut, penyalahgunaan kewenangan berbentuk:
1) Suap
menyuap,
2) Penggelapan
dalam jabatan,
3) Perbuatan
pemerasan,
4) Perbuatan
curang dan,
5) Pembenturan
kepentingan dalam pengadaan.
b. Penyebab
Korupsi
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya
tindak korupsi. Menurut penelitian yang dilakukan Singh (1974) dalam Wibowo
(2013: 30), di india praktik korupsi tidak hanya disebabkan oleh kelemahan
moral saja (sekitar 41,3 persen), hambatan struktur administrasi (17,2 persen),
dan hambatan struktur sosial (7,08 persen). Berdasarkan penelitian Singh
tersebut kita bisa menyimpulkan betapa kompleksnya aspek-aspek yang mendorong
seseorang melakukan korupsi.
Menurut penelitian Alatas (1983) dalam
Woibowo (2013: 31), korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang
dan jabatan atau kekuasaan yang dimiliki oeh pejabat atau pegawai demi
kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara
dan teman. Senada dengan pendapat Alatas tersebut, Wang An Shih, tokoh besar
Cina yang hidup pada abad XI lalu, menyatakan bahwa korupsi terjadi tidak saja
karena banyaknya hukum, tetapi karena buruknya manusia. Yang pertama terkait
dengan atribut kelembagaan dan yang kedua dengan atribut masyarakat.
Menurut Hartanti (2012: 11) faktor-faktor
penyebab terjadinya korupsi adalah sebagai berikut:
1) Lemahnya
pendidikan agama dan etika.
2) Kolonialisme.
Suatu pemerintahan asing tidak menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang
diperlukan untuk membendung korupsi.
3) Kurangnya
pendidikan. Namun kenyataannya sekarang kasus-kasus korupsi di Indonesia
dilakukan oleh para koruptor yang memiliki kemampuan intelektual yang tinggi,
terpelajar, dan terpandang sehingga alasan ini dapat dikatakan kurang tepat.
4) Kemiskinan.
Pada kasus korupsi yang merebak di Indonesia, para pelakunya bukan didasari
oleh kemiskinan melainkan keserakahan, sebab mereka bukanlah dari kalangan yang
tidak mampu melainkan para konglongmerat.
5) Tidak
adanya sanksi yang keras.
6) Kelangkaan
lingkungan yang subur untuk pelaku antikorupsi.
7) Struktur
pemerintahan.
8) Perubahan
radikal. Pada saat sistem nilai mengalami perubahan radikal korupsi muncul
sebagai penyakit transisional.
9) Keadaan
masyarakat. Korupsi dalam suatau birokrasi dapat mencerminkan keadaan
masyarakat secara keseluruhan.
c. Pendidikan
Antikorupsi
Pendidikan merupakan upaya normatif yang
mengacu pada nilai-nilai mulia yang menjadi bagian dari kehidupan bangsa, yang
dengan nilai tersebut dapat dilanjutkan memalui transfer pendidikan baik aspek
kognitif, sikap, maupun ketrampilan. Begitu bahayanya korupsi, maka tidak ada
jalan lain kecuali semua pihak segera menghentikan tindak korupsi tersebut.
Harus dimulai gerakan memutus mata rantai
korupsi sejak usia dini melalui pendidikan. Pendek kata, korupsi harus mulai
diberantas dari akar-akarnya melalui pendidikan, khususnya pendidikan
antikorupsi (Wibowo, 2013:34).
Selanjutnya dalam Wibowo (2013:36) pendidikan mampu menjadi upaya preventif bagi berkembangnya sikap,
perilaku dan budaya korupsi, meskipun secara empiris jelas tidak cukup mengingat
factor preassure sosial politik yang
dapat mendistorsi peran normative
tersebut.
Menurut Dikdaskemdikbud (2012:14) dalam
Wibowo (2013: 36), upaya pemberantasan korupsi melalui jalur pendidikan harus
dilakukan karena pendidikan merupakan wahana yang sangat strategis untuk
membina generasi muda, khususnya dalam menanamkan nilai-nilai kehidupan
termasuk anti-korupsi. Pendidikan juga sangat efektif membentuk suatau
pemahaman yang menyeluruh pada masyarakat tentang bahaya korupsi.
Dari pemahaman masyarakat tentang bahaya
korupsi maka semua warga negara khususnya peserta didik yang akan memahmi
betapa sangat merugikannya korupsi di negara Indonesia dan dapat mengubah pola
pikir warga Indonesia bahwa korupsi adalah musuh bangsa ini dan harus kita berantas
bersama-sama. Dengan demikian upaya pemberantasa korupsi melalui pendidikan
bukan sebuah alternatif melainkan sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh
pendidik untuk menyampaikan pembelajaran antikorupsi.
Menyadari pendidikan sebagai sarana
efektif memutus mata rantai korupsi, maka tahun 2012 Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi membuat program
pendidikan antikorupsi, dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.
(Wibowo, 2013: 37). Tujuan pendidikan antikorupsi, kata Haryono Umar, dalam
Wibowo (2013: 38), tidak lain untuk membangun karakter teladan agar anak tidak
melakukan korupsi sejak dini. Anak-anak juga dapat menjadi promotor
pemberantasan korupsi. Karena itu, sejak usia dini para generasi muda perlu
ditanamkan mental antikorupsi serta nilai-nilai yang baik.
3.
Skenario
Pembelajaran Sastra di SMA
a. Pembelajaran
Sastra
Pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar
(Undang-undang Sisdiknas, 2003: 7). Menurut Hamalik (2012:57) pembelajaran
adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material,
fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan
pembelajaran. Manusia terlibat dalam system pengajaran terdiri dari siswa,
guru, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material, meliputi
buku-buku, papan tulis, kapur, fotografi, slide, film, audio visual, dan
komputer. Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik,
belajar, ujian dan sebagainya.
Pembelajaran sastra dimaksudkan untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasikan karya sastra. Novel sebagai
salah satu karya sastra sangat memungkinkan untuk diajarkan di sekolah (SMA).
Salah satu kelebihan novel sebagai bahan pembelajaran sastra adalah cukup
mudahnya karya sastra tersebut dinikmati sesuai dengan tingkat kemampuan
masing-masing dalam memahami cerita sesuai perseorangan. Namun tingkat
kemampuan tiap-tiap individu tidak sama (Rahmanto, 1988: 66).
Pembelajaran sastra merupakan pengembangan
keterampilan yang bersifat penalaran, sosial, afektif, dan bersifat indera.
Oleh karena itu, dapat ditegaskan bahwa pembelajaran yang dilakukan dengan
benar akan dapat menyediakan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan
sehingga pembelajaran sastra dapat berjalan dengan tujuan pembelajaran yang
telah direncanakan.
Kajian pendidikan antikorupsi dalam novel Rantau 1 muara karya Ahmad Fuadi dan
Skenario Pembelajarannya di SMA dapat sebagai pelengkap atau pendukung
pembelajaran budi pekerti dan kejujuran yang diajarkan di sekolah. Namun,
tingkat kemampuan individu tidak sama. Oleh karena itu, guru diharapkan mampu
menyajikan pembelajaran novel dengan baik dan menarik sehingga dapat dipahami
dan dimengerti oleh setiap peserta didik.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran sastra adalah suatu kegiatan pembelajaran untuk memahami dan
menguji suatu rencana yang menimbulkan proses belajar pada diri peserta didik
sehingga mampu memahami masalah-maslah dunia melalui sebuah karya sastra.
b. Tujuan
Pembelajaran Sastra
Pembelajaran sastra bertujuan untuk
membentuk watak dan perilaku peserta didik serta harus diarahkan kepada
pembinaan apresiasi agar anak dapat merasakan dan mengapresiasi sebuah karya
sastra. Pembelajaran sastra harus diarahkan kepada pembinaan apresiasi sastra
peserta didik agar anak memiliki kesanggupan untuk memahami, menikmati, dan
menghargai suatu cipta sastra.
Tujuan pembelajaran sastra mempunyai
kreteria tersendiri. Tujuan pembelajaran sastra di sekolah adalah untuk
keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan, mengembangkan cipta dan rasa,
serta menunjang pembentukan watak (Rahmanto, 1988: 16).
c. Fungsi
Pembelajaran Sastra
Rahmanto (1988: 15) menyatakan bahwa
sastra mempunyai relevansi dengan masalah-masalah dunia nyata, maka
pembelajaran sastra harus dipandang sebagai sesuatu yang penting. Jika
pembelajaran sastra dilakukan dengan cara yang tepat makan pembelajaran sastra
dapat member sumbangan yang besar untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang
cukup sulit untuk dipecahkan di dalam masyarakat.
Menurut Rahmanto (1988: 16) pembelajaran
sastra dapat membantu pendidikan yang cakupannya meliputi empat manfaat,
sebagai berikut ini.
1)
Membantu keterampilan
berbahasa
Pembelajaran sastra akan membantu siswa
berlatih kemampuan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Pada pembelajaran
sastra, siswa dapat melatih keterampilan menyimak dengan mendengarkan suatu
karya yang dibacakan oleh guru, teman, atau rekaman. Siswa dapat melatih
keterampilan berbicara dengan ikut berperan dalam suatu drama. Siswa juga dapat
meningkatkan keterampilan membaca dengan membacakan puisi atau prosa. Siswa
dapat meningkatkan kemampuan menulis dengan sebuah karya sastra seperti cerpen
atau puisi.
2)
Meningkatkan pengetahuan
budaya
Setiap karya sastra selalu menghadirkan
sesuatu dan menyajikan banyak hal yang apabila dihayati akan semakin menambah
pengetahuan orang yang menghayatinya. Pembelajaran sastra dapat mengantar para
siswa untuk mengetahui budaya-budaya yang ada dalam suatu masyarakat. hal
tersebut akan menambah pengetahuan siswa akan kebudayaan yang ada disekitarnya.
Kemudian siswa akan lebih menghargai kebudayaan-kebudayaan yang ada di
bangsanya sendiri.
3)
Menciptakan cipta dan
rasa
Pembelajaran sastra dapat membantu
mengembangkan kecakapan yang bersifat penalaran, perasaan, dan kesadaran
social. Pembelajaran sastra akan membantu siswa berlatih memecahkan masalah dan
berpikir logis. Selain itu, pembelajaran sastra dapat menghadirkan berbagai
problem atau situasi yang merangsang tanggapan perasaan atau emosional yang
memungkinkan siswa tergerak untuk mengembangkan perasaannya sesuai dengan
kodrat kemanusiaa. Sastra juga dapat digunakan untuk menumbuhkan kesadaran
pemahaman kesadaran orang lain yaitu dengan menumbuhkan rasa simpati pelajar
terhadap masalah yang dihadapi seseorang.
4)
Menunjang pembentukan
watak
Pembelajaran sastra mempunyai kemungkinan
untuk mengantar siswa mengenal seluruh rangkaian kehidupan manusia seperti
kebahagiaan, kebebasan, kesetiaan, kebanggaan diri dan keputusan. Pembelajaran
sastra dapat memberikan bantuan dalam mengembangkan berbagai kuaitas
kepribadian siswa.
d. Materi
Pembelajaran Sastra
Pendidik hendaknya memilih materi
pembelajaran yang sesuai dengan bahan dan tujuan yang akan dicapai berdasarkan
kurikulum 2013 yang sesuai Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Kurikulum
yang baru diterapkan ini nantinya dapat berperan penting dalam memajukan sistem
pendidikan yang ada di Indonesia. Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia,
pembelajaran sastra di SMA meliputi kompetensi inti, kompetensi dasar, dan
indikator. KI 2: memiliki
sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia dengan cara mempromosikan
penggunaan bahasa Indonesia dan mengapresiasi sastra Indonesia sebagai sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. Kompetensi dasar 2. 4
mengembangkan sikap apresiatif dalam menghayati karya sastra.
Pembelajaran apresiasi sastra di kelas XI
SMA dapat menggunakan novel. Novel yang digunakan sebagai materi harus sesuai
dengan perkembangan dan kemampuan siswa, mempunyai nilai estetik dan mengandung
nilai-nilai pendidikan yang berguna untuk siswa. Karya sastra yang digunakan
sebagai materi pembelajaran sastra di kelas XI SMA adalah novel Rantau 1 Muara dengan penjelasan
mengenai pendidikan antikorupsi.
Menurut Rahmanto (1988: 27-31), untuk
menentukan bahan pembelajaran sastra yang tepat, harus mempertimbangkan
beberapa aspek yaitu: pertama dari segi bahasa, ke dua dari segi psikologis,
dan ke tiga dari segi latar belakang
e. Metode
Pembelajaran Sastra
Metode pembelajaran adalah salah satu alat
untuk mencapai tujuan. Dengan memanfaatkan metode secara akurat, guru akan
mampu mencapai tujuan pembelajaran. Metode adalah pelicinan jalan pengajaran
menuju tujuan (Djamarah, 2013: 75). Sedangkan Metode pembelajaran yang terdapat
dalam kurikulum 2013 adalah siswa yang ditekankan untuk aktif. Tetapi, guru
dapat menentukan metode yang akan digunakan dan memilih metode yang sesuai
dengan tujuan pembelajaran, bahan dan keadaan peserta didik. Untuk menghindari
rasa kurang sesuai terhadap pembelajarannya, guru sebaiknya menggunakan metode
yang beragam dan menggunakan media pembelajaran agar proses belajar mengajar di
kelas lebih efektif. Metode yang dapat digunakan oleh guru adalah menggunakan
metode diskusi, apersepsi, metode tanya jawab, dan pemberian tugas.
Metode pembelajaran yang akan ditempuh
keefektifannya ditentukan oleh komunikasi yang terjalin antara pendidik dan
peserta didik. Supaya dengan pembelajaran sastra atau karya sastra dan mengenal
perjalanan kreatif sastrawan agar peserta didik mau mempelajari karya sastra
dengan mengenalkan perjalanan sastrawan dan nilai yang terkandung dalam karya
sastra. Pembelajaran sastra di kelas dapat berjalan dengan lancar apabila
pendidik dapat mengendalikan kelas dan membuat kelas menjadi menarik supaya
siswa tidak jenuh dalam mengikuti pembelajaran sastra di kelas.
f.
Langkah-langkah
Pembelajaran Sastra
Menurut Rahmanto (1988: 43), guru
hendaknya selalu memberikan variasi dalam menyampaikan pembelajaran sehingga
siswa tidak jenuh dan selalu siap dalam menanggapi berbagai rangsangan.
Langkah-langkah
pembelajaran menurut Rahmanto sebagai berikut:
1) Pelacakan
pendahuluan
Guru
mempelajari terlebih dahulu materi yang akan diajarkan untuk memperoleh
pemahaman awal tentang novel yang akan disajikan sebagai bahan ajar agar dapat
menentukan aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian khusus dan masih perlu
dijelaskan.
2) Penentuan
sikap praktis
Penentuan
sikap praktis yang menentukan informasi yang dapat diberikan oleh guru untuk
mempermudah siswa dalam memahami novel yang disajikan, keterangan yang
diberikan hendaknya jelas dan seperlunya.
3) Introduksi
Pengantar
yang diberikan tergantung pada setiap guru dan keadaan siswa.
4) Penyajian
Tahap
penyajian yaitu menyajikan materi yang telah disiapkan untuk diajarkan kepada
siswa. Guru sebaiknya menggunakan cara yang bervariasi dalam materi agar dapat
disajikan lebih menarik sehingga siswa tidak merasa bosan.
5) Tugas-tugas
praktis
Pada
tahap ini, siswa diberi tugas-tugas praktis diawali dengan pertanyaan-pertanyaan
yang ringan.
g. Evaluasi
Evauasi pembelajaran merupakan suatu
kompinen yang penting untuk mengetahui hasil pembelajaran yang dilakukan oleh
pendidik. penilaian hasil proses belajar secara efektif dapat dilakukan dengan
pembelajaran atau kegiatan lisan maupun tertulis.
Evaluasi hasil belajar adalah keseluruhan
kegiatan pengukuran, dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat
hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam
upaya mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan (Hamalik, 2013: 159). Pada
pelaksanaan evaluasi dalam pembelajaran sastra, evaluasi dibagi menjadi dua
macam yaitu:
1) Evaluasi
yang menyangkut tentang tingkah laku dan sikap siswa;
2) Evaluasi
tentang pengetahuan yang bersifat apresiasif.
Kegiatan evaluasi dari siswa, kemudian
diorientasikan dengan tujuan yang telah direncanakan. Kegiatan belajar mengajar
itu akan berhasil dengan baik apabila hasil evaluasi dari siswa diorientasikan
dengan tujuan yang sesuai, sebaliknya kegiatan belajar mengajar dikatakan belum
berhasil apabila evaluasi dari siswa dengan tujuan tidak menunjukkan
kesesuaian.
III.
METODE
PENELITIAN
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian
ini adalah pendidikan anti korupsi dalam novel Rantau 1 Muara karya Ahmad Fuadi sehingga penelitian ini bersifat
kualitatif. Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh penulis dalam
mengumpulkan data penelitiannya (Arikunto, 2006:136).
A.
Objek
Penlelitian
Objek penelitian adalah apa saja yang
menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2006: 116). Objek
penelitian ini difokuskan pada pendidikan antikorupsi yang terdapat dalam novel
Rantau 1 Muara Karya Ahmad Fuadi.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang berupa novel Rantau 1 Muara Karya Ahmad Fuadi,
bukan merupakan penelitian empiris yang berobjek pada tempat tertentu.
B.
Fokus
Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh
gambaran pendidikan anti korupsi yang terdapat dalam novel Rantau 1 Muara karya Ahmad Fuadi dan skenario pembelajarannya di kelas
XI SMA sehingga pendidik lebih mudah mengintegrasikan dalam proses
pembelajaran. Oleh karena itu, fokus penelitian ini adalah pendidikan antikorupsi dalam novel Rantau 1 Muara karya Ahmad Fuadi dan
skenario pembelajarannya di kelas XI SMA.
C.
Data
dan Sumber Data
Data adalah bahan yang berupa fakta atau
angka untuk menyusun suatu informasi (Arikunto, 2010: 161). Dalam penelitian
ini, data yang digunakan adalah kutipan langsung dan tidak langsung yang berupa
narasi pengarang dan percakapan yang terdapat dalam novel Rantau 1 Muara karya Ahmad Fuadi, antara lain:
1. Kutipan
pendidikan karakter yang terdapat dalam novel Rantau 1 Muara karya Ahmad Fuadi;
2. Kutipan
nilai pendidikan antikorupsi dalam novel
Rantau 1 Muara karya Ahmad Fuadi;dan
3. Kutipan
skenario pembelajaran novel Rantau 1
Muara karya Ahmad Fuadi di kelas XI SMA.
Sumber data dalam penelitian ini adalah
novel Rantau 1 Muara karya Ahmad
Fuadi. Data berupa kutipan-kutipan baik kutipan langsung maupun tidak langsung.
Sumber data adalah subjek tempat diperoleh data (Arikunto, 2010: 172). Sumber
data diperoleh dari objek penelitian, yaitu pendidikan karakter dan nilai
pendidikan antikorupsi dalam novel Rantau
1 Muara karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan oleh penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2013 terdiri dari 395 halaman.
D.
Instrumen
Penelitian
Keberhasilan penelitian banyak
ditentukan oleh instrument yang digunakan, menurut Arikunto
(2013: 203) menyatakan bahwa instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas
yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih
mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap serta
sistematis sehingga lebih mudah diolah. Dalam penelitian kualitatif, manusia
merupakan pengumpul data yang utama, karena itu instrumen penelitian ini adalah
peneliti itu sendiri. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sugiyono (2012:
305), yaitu dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat
penelitian adalah peneliti itu sendiri. Selain peneliti itu sendiri, digunakan
juga alat bantu berupa kartu data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini adalah novel Rantau 1 Muara karya
Ahmad Fuadi, buku-buku tentang nilai-nilai pendidikan, anti korupsi, buku-buku
teori sastra dan pengajaran sastra yang mendukung penelitian ini.
Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penulis,
kertas pencatat data, dan alat tulisnya. Kertas pencatat data
dipergunakan untuk mencatat data hasil dari pembacaan novel. Kartu data ini
berisi kata-kata yang merupakan kutipan-kutipan novel yang berkaitan dengan
pembahasan.
E.
Teknik
Pengumpulan data
Teknik Pengumpulan
data dalam penelitian ini menggunakan teknik pustaka. Teknik pustaka adalah
mempergunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data (Subroto, 1992: 42).
Pengumpulan data dengan teknik pustaka merupakan teknik yang sesuai dengan penelitian
ini selain itu pengumpulan data juga dilakukan dengan cara observasi. Observasi
adalah pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek
dengan menggunakan seluruh alat indera (Arikunto, 2013: 199). Langkah-langkah
yang dilakukan penulis dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut.
1.
Membaca keseluruhan novel
dan buku-buku sebagai kajian teoretis;
2. Mengelompokkan
aspek nilai-nilai pendidikan anti korupsi yang terdapat dalam novel Rantau 1 Muara karya Ahmad Fuadi;
3.
Mencatat data-data yang
diperoleh dalam buku pencatat data.
F.
Teknik
Analisis data
Teknik analisis data adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari
dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 1988: 248). Penelitian
yang penulis lakukan dalam novel Rantau 1
Muara Karya Ahmad Fuadi merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan
menggunakan teknik contect analysis
atau metode analisis isi. Metode analisis isi adalah lebih mengenai sebuah
strategi penelitian dari pada hanya sebuah metode analisis teks tunggal.
Data yang diperoleh kemudian dianalisis
selanjutnya penulis mengidentifikasi data penelitian dalam novel Rantau 1 Muara Karya Ahmad Fuadi
berdasarkan aspek nilai-nilai pendidikan anti korupsi; menganalisis data yang
memfokuskan pada nilai-nilai pendidikan anti korupsi yang berupa sikap dan
perilaku anti korupsi yang dilakukan untuk tokoh dalam novel untuk bahan
pembelajaran dan menanamkan sifat jujur sejak dini; laporan hasil analisis, dan
menganalisis pembelajaran yang disajikan untuk pembelajaran sastra di kelas XI
SMA. Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mencatat
data pendidikan antikorupsi dalam novel Rantau 1 Muara karya Ahmad Fuadi.
2. Menafsirkan
data pendidikan pada novel Rantau 1 Muara
karya Ahmad Fuadi, yaitu hubungan antar unsur pendidikan antikorupsi yang
terdapat dalam novel Rantau 1 Muara
karya Ahmad Fuadi secara pragmatis dan semantik.
3. Menganalisis
data dari segi pembelajaran sebagai bahan ajar dan langkah-langkah pembelajaran
sastra berdasarkan novel Rantau 1 Muara
karya Ahmad Fuadi di kelas XI SMA berdasarkan aspek nilai Pendidikan
antikorupsi.
4. Mengambil
kesimpulan berdasarkan komponen-komponen hasil analisis tersebut.
G.
Teknik
Penyajian Hasil Analisis
Teknik penelitian
yang penulis lakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian
deskriptif kuaitatif adalah penelitian yang mengumpulkan data dan dalam
memberikan penafsiran terhadap hasil tidak menggunakan angka, menekankan pada
deskripsi (Arikunto, 2006: 12).
Penelitian kualitatif adalah memanfaatkan
cara-cara penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk deskripsi (Ratna, 2013:
46). Penulis dalam penelitian ini menggunakan teknik penyajian data informal.
Teknik penyajian data informal merupakan merumuskan sebuah aspek yang diteliti
dengan kata-kata biasa tanpa menggunakan tanda atau lambang untuk memaparkan
hasil analisis.
Dalam penelitian ini data analisinya berbentuk
deksripsi fenomena dengan kata-kata. Sajian data berupa kutipan, sedangkan
analisis berupa komentar yang didasarkan pada deskripsi pendidikan anti korupsi
dalam novel Rantau 1 Muara karya
Ahmad Fuadi.
DAFTAR
PUSTAKA
Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi
Ketiga.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi.
2013. Prosedur Penelitian suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Baribin, Raminah.
1985. Apresiasi Prosa Fiksi.
Semarang: IKIP Negeri Semarang.
Ginanjar, Nurhayati.
2012. Pengkajian Prosa Fiksi Teori dan
Praktik. Surakarta
Hamalik, Oemar. 2012. Proses Belajar
Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Hartanti, Evi. 2012. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika. Jakarta: Balai
Pustaka.
Kemendiknas. 2011. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter
(Berdasarkan Pengalaman di Satuan Pendidikan Rintisan). Jakarta: Kementrian
Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum dan
Perbukuan.
Nurgiyantoro,
Burhan. 2012. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Rahmanto. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Tanjung, Putri
Hapsari. 2012. Nilai-Nilai Pendidikan
Karakter pada Kompetensi Menyimak dalam
Buku Sekolah Elektronik Bahasa Indonesia Untuk Kelas X SMA.Skripsi, Tidak
diterbitkan. Universitas Muhammadiyah Purworejo, Purworejo.
Wibowo, Agus.
2013. Pendidikan Antikorupsi di Sekolah.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Post a Comment for "PENDIDIKAN ANTI KORUPSI NOVEL RANTAU 1 MUARA KARYA AHMAD FUADI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA"