Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

ANALISIS STRUKTURAL DALAM NOVEL “LONTARA RINDU” Karya S. Gegge Mappangewa



A.              Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan karya imajinatif yang digunakan pengarang dalam bentuk tulisan yang mempunyai nilai estetika. Karya imajinatif tersebut terlahir dari kreasi dan juga daya khayal pengarang. Karya sastra merupakan penjabaran kehidupan dan pengalaman pengarang atas kehidupan di sekitarnya. Karya sastra sebagai karya imajinasi pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia (Nurgiyantoro, 2010: 3).

Karya sastra berfungsi bukan hanya memberikan hiburan atau keindahan saja terhadap pembacanya, melainkan karya sastra itu dapat memberikan sesuatu yang memang dibutuhkan manusia pada umumnya yakni berupa nilai-nilai sastra seperti nilai pendidikan, moral, sosial, dan religius. Hal itu terjadi karena karya sastra bersifat multidimensi yang di dalamnya terdapat dimensi kehidupan, contohnya saja jenis karya sastra berupa novel. Pada saat ini, perkembangan novel di Indonesia sedang mengalami kemajuan. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya beraneka macam novel-novel sastra yang mengangkat cerita-cerita yang tidak jauh dari kehidupan masyarakat saat ini (Nurgiyantoro, 2012: 17).

Novel biasanya mengandung nilai-nilai positif yang dapat dimanfaatkan pembaca setelah ia membacanya. Namun, tidak jarang ada novel yang beredar mengandung unsur-unsur negatif, seperti unsur seksualitas dan kekerasan.
Nilai adalah makna yang ada di belakang fenomena kehidupan (Mulyana, 2004: 99). Dapat dikatakan pula nilai adalah makna yang mendahului fenomena kehidupan itu. Jika fenomena kehidupan itu berubah, maka nilai cenderung mengikutinya. Dapat disimpulkan bahwa nilai adalah sifat yang berguna bagi kemanusiaan dan berada di belakang fenomena kehidupan. Dari nilai tersebut dapat dibawa ke dalam fenomena kehidupan bermasyarakat.
                Oleh karena itu, penelitian ini diarahkan untuk menganalisis aspirasi masyarakat mengenai sosok guru ideal di dalam karya sastra yang lahir dan banyak diminati. Karya yang peneliti pilih adalah novel Lontara Rindu yang merupakan novel terbaik pada ajang Lomba Novel Republika 2012 dan menjadi best seller nasional. Di dalam novel ini dihadirkan sosok guru bernama Pak Amin dan Ibu Maulindah. Meskipun tidak menjadi sentra cerita, kehadiran tokoh Pak Amin dan Ibu Maulindah tetap menarik perhatian pembaca dan dianggap sebagai salah satu inspirasi penulis.
                                        Novel ini menceritakan tentang kerinduan Vito kepada ayah dan suadara kembarnya yang bernama Vino, Vito mencari mereka yang terpisah karena perceraian kedua orang tuanya. Vito adalah seorang murid SMP rintisan di sebuah dusun terpencil bernama Paka Salo, kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan. Dalam konteks sebagai murid SMP inilah, Vito bersentuhan dengan dua tokoh  guru yakni Pak Amin yang mengajarkan Penjaskes namun tahu banyak tentang Islam dan Bu Maulindah guru IPS.
Pada novel Lontara Rindu, pengarang mampu membawa pembaca masuk dalam suasana yang diceritakan dalam novel tersebut. Pembaca seolah-olah merasakan sosok guru bernama Pak Amin dan Ibu Maulindah. Kehadiran keduanya tetap menjadi warna tersendiri. Novel Lontara Rindu ini secara tidak langsung mengandung nilai-nilai kemasyarakatan yang dapat dimanfaatkan bagi pembacanya. Nilai-nilai yang dapat kita ambil manfaatnya yakni nilai-nilai moral yang terkandung pada novel tersebut. Pembaca dapat memanfaatkan novel Lontara Rindu untuk diambil nilai-nilai moral dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Remaja dikatakan bermoral jika mereka memiliki kesadaran moral yaitu dapat menilai hal-hal yang baik dan buruk, hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta hal-hal yang etis dan tidak etis (Budiningsih, 2008: 5). Novel Lonata Rindu Karya S. Gegge Mappangewa ini merupakan salah satu novel yang mengandung nilai moral dan sangat bagus untuk penanaman nilai-nilai moral bagi pelajar.
Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam mendidik siswa. Sekolah dijadikan sebagai sarana pendidikan formal untuk memberikan pembinaan nilai moral dan kemanusiaan di lingkungan pelajar. Salah satunya adalah melalui kegiatan pembelajaran sastra Indonesia di SMA. Pembelajaran sastra adalah pembinaan apresiasi sastra yang berusaha mendekatkan anak kepada sastra, berusaha menambahkan rasa peka dan cinta anak kepada sastra sebagai cipta seni. Pendidikan moral berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab (Zuriah, 2007: 9).
Sastra diajarkan di sekolah secara umum adalah untuk menumbuhkan dan meningkatkan daya apresiasi siswa. Berdasarkan tujuan tersebut, sastra memang sangat perlu diajarkan di sekolah. Hal itu sesuai dengan tujuan kurikulum yakni harus mempersiapkan anak didik untuk dapat berdiri sendiri dalam masyarakat sebagai manusia Pancasila (Hamalik, 2007: 86).
Kualitas dan keberhasilan belajar peserta didik sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan ketetapan pendidik memilih dan menggunakan metode. Penjabaran Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada pembelajaran sastra kelas XI semester I yang sesuai dengan judul “Analisis Nilai Moral dalam Novel Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa dan Skenario Pembelajarannya di kelas XI SMA”, yaitu: (1) Standar Kompetensi Membaca 7. Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan; (2) Kompetensi Dasar 7.1 Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/ terjemahan.
Pembelajaran sastra berdasarkan KTSP, mempunyai alokasi waktu 2 x 45 menit setiap kali pertemuan mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA. Unsur intrinsik dan nilai moral yang terkandung di dalam novel Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa sesuai dengan kurikulum dan perkembangan peserta didik di SMA Kelas XI semester I.
Berdasarkan uraian di atas, penulis menulis judul “Analisis Nilai Moral Novel Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa dan Skenario Pembelajarannya di Kelas XI SMA” sebagai objek kajian dalam penelitian ini yang selanjutnya dijadikan materi pembelajaran sastra di SMA. Penulis mengangkat judul tersebut dengan alasan sebagai berikut.
1.      S. Gegge Mappangewa merupakan salah satu pengarang novel yang mampu menarik perhatian pembaca dengan nilai-nilai yang terkandung dalam novelnya.
2.      Novel Lontara Rindu adalah salah satu objek penelitian yang menarik bagi penulis karena menceritakan tentang kerinduan dan pencarian Vito akan ayahnya dan suadara kembarnya bernama Vino, mereka terpisah karena berbeda keyakinan. Vito adalah seorang murid SMP rintisan di sebuah dusun terpencil bernama Pakka Salo, kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan. Dalam konteks sebagai murid SMP inilah Vito bersentuhan dengan dua tokoh  guru yakni Pak Amin yang mengajarkan Penjas namun tahu banyak tentang Islam dan Bu Maulindah guru IPS.
3.      Belum ada penelitian tentang nilai moral novel Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purworejo sebagai materi untuk pembelajaran sastra.

B.               Penegasan Istilah
Agar dalam penelitian ini tidak terjadi salah pengertian antara penulis dan pembaca mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam judul skripsi, penulis perlu menjelaskan arti istilah yang dipaparkan di bawah ini. Judul penelitian ini adalah “Analisis Nilai Moral dalam Novel Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa dan Skenario Pembelajarannya di Kelas XI SMA”. Beberapa istilah yang perlu dijelaskan sebagai berikut.
1.      Nilai Moral
Nilai moral merupakan peraturan-peraturan tingkah laku dan adat istiadat seseorang individu dari suatu kelompok yang meliputi perilaku, tata krama yang menjunjung budi pekerti dan nilai susila (Ginanjar, 2012: 60).
2.      Skenario Pembelajaran
Skenario pembelajaran adalah rencana berupa langkah demi langkah yang tertulis secara terperinci yang digunakan sebagai acuan dalam proses interaksi antara pendidik dengan peserta didik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan pendidikan (Arikunto, 2006: 112)
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, makna dari judul “Analisis Nilai Moral dalam Novel Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa dan Skenario Pembelajarannya di kelas XI SMA” adalah penelitian terhadap unsur intrinsik, nilai moral pada Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa dan skenario pembelajarannya di SMA.

C.    Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini dipaparkan di bawah ini.
1.      Bagaimanakah unsur intrinsik dalam novel Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa?
2.      Bagaimanakah nilai moral yang terdapat dalam novel Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa?
3.      Bagaimanakah skenario langkah-langkah pembelajaran unsur intrinsik dan nilai moral pada novel Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa di Kelas XI SMA?

D.    Tujuan Penelitian
Sesuai rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk:
1.      mendeskripsikan unsur intrinsik yang terdapat dalam Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa;
2.      mendeskripsikan nilai moral yang terdapat dalam novel Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa;
3.      mendeskripsikan skenario pembelajaran unsur intrinsik dan nilai moral novel Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa di Kelas XI SMA.

E.     Manfaat Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Segi Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan, memberikan sumbangan bagi dunia pendidikan sastra dalam hal pemilihan bahan ajar dan penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan dalam mengkaji nilai moral yang terdapat pada karya sastra, khususnya novel.
2.      Segi Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik bagi guru maupun siswa yang menjadi sasaran utama dalam pembelajaran sastra. Bagi guru diharapkan dapat menambah alternatif-alternatif bahan pembelajaran sastra dalam menanamkan akan nilai-nilai moral kepada siswa.
Bagi siswa diharapkan mampu menjadi sebuah wawasan untuk merangsang kepekaan siswa terhadap ajaran moral yang terdapat dalam karya sastra khususnya novel.



I.         TINJAUAN PUSTAKA, KAJIAN TEORETIS DAN RUMUSAN HIPOTESIS
A.   Tinjauan Pustaka
Tinjauan Pustaka adalah kajian secara kritis terhadap kajian terdahulu hingga diketahui perbedaan yang khas antara kajian terdahulu dengan kajian yang akan penulis lakukan. Beberapa kajian tentang moral tersebut berbentuk skripsi antara yang dilakukan oleh Sulakso (2010) dan Valma (2012).

Sulakso (2010) menulis skripsi berjudul “Nilai Pendidikan Moral Cerita Bersambung Harjuna Kawiwaha dalam Majalah Djoko Lodang Karya Wisnu Sri Widodo”. Permasalahan yang disajikan pada penelitian ini antara lain pendeskripsian nilai pendidikan moral yang berhubungan antara manusia dengan Tuhan, nilai pendidikan moral yang berhubungan manusia dengan dirinya sendiri, dan nilai pendidikan moral yang berhubungan antara manusia dengan manusia. Penelitian yang telah dilakukan oleh Sulakso mempunyai kesamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Kesamaannya, keduanya membahas nilai moral novel. Perbedaannya, Sulakso hanya menganalisis nilai pendidikan moral tanpa memberikan gambaran tentang pembelajarannya di SMA, sedangkan penulis menganalisis nilai moral dengan pembelajarannya di SMA. Perbedaan yang lain terdapat pada subjek penelitian, penelitian Sulakso mengambil subjek Cerita Bersambung Harjuna Kawiwaha dalam Majalah Djoko Lodang karya Wisnu Sri Widodo dalam bahasa Jawa, sedangkan penulis pada novel Edensor  karya Andrea Hirata dalam bahasa Indonesia.  
Valma (2012) menulis skripsi berjudul “Nilai Moral dalam Novel Padang Bulan Karya Andrea Hirata sebagai Bahan Pembelajaran di Kelas XI SMA”. Permasalahan yang disajikan dalam penelitian ini antara lain pendeskripsian nilai-nilai moral dalam novel dan pembelajarannya di SMA. Penelitian yang dilakukan oleh Valma mempunyai kesamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Kesamaannya, keduanya membahas nilai moral novel, mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik pada novel yang meliputi tema, tokoh, alur, latar, dan sudut pandang. Perbedaannya, Valma hanya memberikan gambaran pembelajaran di SMA tanpa memberikan skenario pembelajarannya, sedangkan penulis menganalisis nilai moral dengan skenario pembelajarannya di SMA. Perbedaan yang lain terdapat pada subjek penelitian, penelitian Valma mengambil subjek novel Padang Bulan Karya Andrea Hirata, sedangkan penulis pada novel Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa.
                                                                                    
B.   Kajian Teori
Teori yang dibahas dalam penelitian ini mencakup unsur intrinsik, nilai moral dalam karya sastra, jenis moral dalam karya sastra, dan pembelajaran sastra di SMA. Paparan mengenai teori-teori tersebut adalah sebagai berikut.

1. Struktur Karya Sastra
a.       Tema
Tema menurut Stanton dan Jenny (dalam Nurgiyantoro, 2012: 67) adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Tema merupakan suatu gagasan sentral, sesuatu yang hendak diperjuangkan dalam suatu tulisan atau karya fiksi. Pengertian tema itu tercakup persoalan dan tujuan (amanat) pengarang kepada pembaca. Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditarik simpulan bahwa tema  adalah gagasan utama atau gagasan sentralpada sebuah cerita atau karya sastra.
b.      Tokoh
Abrams dalam (Nurgiyantoro 2012: 165) menyatakan tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga terasa mendominasi sebagian cerita, dan sebaliknya, ada tokoh-tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita dan itupun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita (central character, main character), sedangkan yang kedua adalah tokoh tambahan (peripheral character) (Nurgiyantoro, 2012: 176). Jadi, tokoh adalah pelaku dalam cerita.
c.       Alur (Plot)
 Stanton dalam (Nurgiyantoro, 2012: 113) mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa alur merupakan rangkaian cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam cerita, dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita.
d.      Latar (Setting)
            Menurut Abrams  (dalam Nurgiyantoro, 2012 : 216) latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
                  Menurut Nurgiyantoro (2012: 227) membedakan unsur latar ke dalam tiga unsur pokok, yaitu: (1) latar tempat, menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi, misalnya desa, gunung, kota, hotel, rumah, dan sebagainya; (2) latar waktu, menyaran pada kapan terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi, misalnya tahun, siang, malam, dan jam; (3) latar sosial, menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi, misalnya kebiasaan hidup, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir, dan bersikap. 
e.       Sudut Pandang (Point of view)
Menurut Abrams (Nurgiyantoro, 2012: 246), sudut pandang adalah cara yang dipergunakan pengarang, sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan sebagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Sudut pandang merupakan penyebutan kata ganti nama untuk tokoh-tokoh dalam cerita, dan posisi narator dalam cerita.
Ada dua metode dalam pusat pengisahan, yaitu (1) metode orang pertama tunggal (aku), pengarang menceritakan kisah aku. Aku berkemungkinan pengarangnya tetapi dapat pula hanya sebagai narator (pencerita), dan (2) metode orang kedua (dia), yaitu pengarang menjadi seseorang yang serba tahu. Kedudukan pengarang dapat sebagai tokoh utama akan tetapi dapat pula sebagai tokoh tambahan (bukan tokoh utama).

2.  Nilai Moral dalam Karya Sastra
Karya sastra fiksi senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia. Sifat-sifat luhur kemanusiaan tersebut pada hakikatnya bersifat universal. Artinya, sifat-sifat itu dimiliki dan diyakini kebenarannya oleh manusia sejagad (Nurgiyantoro, 2012: 321).
Pengertian moral dalam karya sastra itu sendiri berbeda dengan pengertian moral secara umum, yaitu menyangkut nilai baik buruk yang diterima secara umum dan berpangkal pada nilai-nilai kemanusiaan. Moral dalam karya sastra biasanya dimaksudkan sebagai petunjuk dan saran yang bersifat praktis bagi pembaca dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Nurgiyantoro (2012: 321) moral pada cerita biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil atau ditafsirkan lewat cerita yang bersangkutan dengan pembaca. Ia merupakan petunjuk yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan tingkah laku dan sopan santun dalam pergaulan.
Keberadaan moral dalam karya sastra tidak lepas dari pandangan pengarang tentang nilai-nilai kebenaran yang dianutnya. Ajaran moral tersebut pada hakikatnya merupakan saran atau petunjuk agar pembaca memberikan respon atau mengikut pandangan pengarang. Ajaran moral yang dapat diterima pembaca biasanya bersifat universal, dalam arti menyimpang dari kebenaran dan hak manusia. Pesan moral sastra lebih memberat pada kodrati manusia yang hakiki, bukan pada aturan yang dibuat, ditentukan, dan dihakimi manusia (Nurgiyantoro, 2012: 321).

3. Jenis Moral dalam Karya Sastra
Karya fiksi yang mengadung nilai-nilai moral atau pesan moral, tentunya banyak sekali jenis dan wujudnya. Sebuah karya fiksi yang panjang pasti terdapat lebih dari satu pesan moral. Jenis moral dalam karya sastra sangat bervariasi dan tidak terbatas jumlahnya baik itu mengenai persoalan hidup maupun persoalan yang menyangkut harkat dan martabat manusia yang dapat diangkat sebagai ajaran moral dalam karya sastra.
Secara garis besar persoalan hidup dan kehidupan manusia itu dapat dibedakan ke dalam persoalan hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk hubungannya dengan lingkungan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhannya (Nurgiyantoro, 2012: 323).Nilai moral hubungan manusia dengan diri sendiri meliputi niat baik, ramah, prasangka baik, berpikir cerdas, sabar, bijaksana, tanggung jawab, sikap sadar, kasih sayang, intropeksi diri, sikap bijak, rela berkorban, pantang menyerah, dan berpendirian. Nilai moral hubungan manusia dengan manusia lain meliputi sikap tolong-menolong, berbakti kepada orang tua, keakraban, kerjasama, persahabatan, memberi semangat, perasaudaraan, menasehati, dan sikap kekeluargaan. Nilai moral hubungan manusia dengan lingkungan alam seperti sayang binatang dan memuji keindahan alam. Nilai moral hubungan manusia dengan Tuhannya meliputi beribadah, berdoa, bersyukur, dan memohon ampun kepada Allah.
Persoalan hidup manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak lepas dari Sang Pencipta. Manusia yang beragama selalu mengingat Allah dengan melakukan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing.
Persoalan hidup manusia dalam hubungan dengan manusia lain yaitu masalah yang melibatkan interaksi antarmanusia. Nurgiyantoro (2012: 325) menyatakan bahwa masalah yang berupa kemasyarakatan, persahabatan, dan kesetiaan, hubungan kekeluargaan; cinta kasih antara orang tua terhadap anak, anak terhadap orang tua, kakak terhadap adik; dan lain-lain yang melibatkan interaksi antarmanusia.
Persoalan manusia dengan dirinya sendiri menurut Nurgiyantoro (2012: 324) dapat berupa eksistensi diri, harga diri, rasa percaya diri, dan lain-lain yang lebih bersifat melibat diri dan kejiwaan seorang inidividu. Persoalan yang bersifat melibatkan ke dalam diri dan kejiwaan seorang individu dapat berupa tanggung jawab, bersikap sabar, dan sadar akan perbuatan salah.

4.      Pembelajaran Sastra di SMA
a.       Pengertian Pembelajaran Sastra
Menurut Hamalik (2011: 57) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.Manusia terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material, meliputi buku-buku, papan tulis, kapur, fotografi, side, film, audio, dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruang kelas, perlengkapan audio visual, dan komputer. Prosedur meeliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan sebagainya.
Pembelajaran sastra di samping bicara tentang sejarah sastra dan teori sastra, perlu diarahkan kepada pembinaan apresiasi sastra yang mencakup adanya pemberian kesempatan untuk berekreasi, mencoba sendiri menciptakan karya sastra. Oleh karena itu, pembelajaran yang dilakukan dengan benar akan menyediakan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan sehingga memungkinkan timbulnya proses belajar pada diri siswa.
b.      Tujuan Pembelajaran Sastra
Pembelajaran sastra harus diarahkan kepada pembinaan apresiasi sastra peserta didik agar anak memiliki kesanggupan untuk memahami, menikmati, dan menghargai suatu cipta sastra.Tujuan dari pembelajaran sastra di sekolah yaitu untuk keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan, mengembangkan cipta dan rasa, serta menunjang pembentukan watak (Rahmanto, 1988: 16).
c.       Fungsi Pembelajaran Sastra
Rahmanto (1988: 16-25) menyatakan bahwa pembelajaran sastra bermanfaat untuk:
1)        Membantu Keterampilan Berbahasa
Membantu keterampilan berbahasa maksudnya adalah sastra dapat sebagai penunjang empat keterampilan berbahasa yaitu : (1) menyimak, (2) berbicara, (3) membaca, dan (4) menulis.
2)        Meningkatkan Kemampuan Budaya
Meningkatkan kemampuan budaya maksudnya adalah sastra tidak seperti ilmu yang lain tetapi sastra mencerminkan kebudayaan dalam suatu masyarakat ataupun kebudayaan dunia yang dihadirkan melalui karya sastra.
3)        Mengembangkan Cipta dan Rasa
Mengembangkan cipta dan rasa maksudnya adalah bahwa pembelajaran sastra dapat mengembangkan potensi siswa dan guru hendaknya selalu menyadari bahwa setiap siswa memiliki kepribadian dan kemampuan yang khas.
4)        Menunjang Pembentukkan Watak
Menunjang kepribadiaan maksudnya adalah bahwa dalam pembelajaran sastra dapat menunjang pembentukkan watak baik itu segi positif maupun negatif tergantung sastra yang dibaca.

5.      Pemilihan Bahan Pembelajaran Sastra
Bahan pembelajaran yang akan disajikan kepada siswa haruslah sesuai dengan kemampuan siswanya yang berdasarkan pada tahapan pembelajaran tertentu. Guru harus dapat memilih bahan ajar yang tepat sesuai dengan perkembangan siswanya.
Menurut Rahmanto (1988: 27) untuk menentukan bahan pembelajaran sastra, harus diperhatikan dari sudut bahasa, kematangan jiwa (psikologis), latar belakang kebudayaan siswa. Seorang guru hendaknya selalu berusaha memahami tingkat kebahasaan siswanya sehingga guru dapat memilih materi yang cocok untuk disajikan. Karya sastra yang dipilih untuk diajarkan hendaknya juga sesuai dengan tahap psikologi pada umumnya dalam suatu kelas. Guru sebaiknya menyajikan karya sastra yang dapat menarik minat siswa dalam kelas itu. Pada latar belakang kebudayaan siswa, biasanya siswa akan lebih tertarik pada karya-karya sastra dengan latar belakang budaya yang sudah diketahuinya dan erat hubungannya dengan kehidupan siswa.

6.      Metode Pembelajaran Sastra
Metode pembelajaran dalam KTSP adalah suatu pembelajaran yang memberikan kebebasan peserta didik di dalam proses belajar mengajar. Seorang guru dapat memilih metode yang dianggap tepat dan sesuai dengan tujuan, bahan, dan keadaan peserta didik. Untuk menghindari kejenuhan, guru disarankan menggunakan metode pembelajaran yang beragam.
Rahmanto (1988: 17) mengatakan guru hendaknya selalu memberikan variasi dalam menyampaikan pembelajaran sehingga peserta didik tidak jenuh dan selalu siap menanggapi berbagai rangsangan.
Metode yang digunakan sebaiknya yang lebih banyak memberikan peluang bagi peserta didik untuk selalu aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar, guru bisa menggunakan metode secara ceramah, tanya jawab, diskusi, dan pemberian tugas.
1)        Metode Ceramah
Metode ceramah adalah suatu cara yang dilakukan oleh guru untuk menyampaikan/mengajarkan meteri pelajaran secara langsung terhadap peserta didik. Metode ini digunakan jika pelajaran tersebut banyak mengandung informasi baru atau bahan-bahan yang memerlukan penjelasan guru.
2)        Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah suatu cara mengelola pembelajaran dengan menghasilkan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan peserta didik memahami materi tersebut. Metode tanya jawab akan menjadi efektif bila materi yang menjadi topik bahasan menarik, menantang dan memiliki nilai aplikasi tinggi. Pertanyaan yang diajukan bervariasi, meliputi pertanyaan tertutup (pertanyaan yang jawabannya hanya satu kemungkinan) dan pertanyaan terbuka (pertanyaan dengan banyak kemungkinan jawaban), serta disajikan dengan cara yang menarik.


3)        Metode Diskusi
Metode diskusi adalah suatu cara penyampaian bahan pelajaran di mana guru membantu peserta didik menguasai bahan pelajaran melalui wahana diskusi atau pakar pendapat dan informasi berdasarkan pengetahuan dan pengalaman. Metode in merupakan metode yang paling baik dalam pembelajaran sastra. Sebab siswa diberi kesempatan oleh guru untuk mengumpulkan pendapat membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan masalah.
4)        Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas adalah cara mengajar atau penyajian materi melalui penugasan siswa untuk melakukan suatu pekerjaan. Metode ini memberi kesempatan kepada peserta didik untuk melaksanakan tugas berdasarkan petunjuk langsung yang telah dipersiapkan oleh guru. Dalam melaksanakan tugas melalui metode ini peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung dan nyata.

7.      Langkah-langkah Pembelajaran Sastra
Rahmanto (1988: 43) mengatakan bahwa guru hendaknya selalu memberikan variasi dalam menyampaikan pembelajran, sehingga siswa tidak jenuh dan selalu siap dalam menanggapi berbagai rangsangan.
Tata cara penyajian yang perlu dipertimbangkan dalam memberikan pembelajaran sastra antara lain melalui tahapan sebagai berikut ini.
a)      Pelacakan Pendahuluan
Guru mempelajari terlebih dahulu materi yang akan diajarkan untuk memperoleh pemahaman awal tentang novel yang akan disajikan sebagai bahan ajar agar dapat menetukan aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian khusus dan masih dijelaskan.
b)      Penentuan Sikap Praktis
Penentuan sikap praktis ialah menentukan informasi yang dapat diberikan oleh guru untuk mempermudah siswa dalam memahami novel yang disajikan. Keterangan yang diberikan hendaknya jelas dan seperlunya.
c)      Introduksi
Pengantar yang diberikan tergantung pada setiap guru dan keadaan siswa.
d)      Penyajian
Tahap penyajian ialah menyajikan materi yang telah disiapkan untuk diajarkan kepada siswa. Guru sebaiknya menggunakan cara yang bervariasi agar materi yang disajikan dapat lebih menarik sehingga siswa tidak bosan.
e)      Diskusi
Pada tahap ini, siswa mendiskusikan masalah-masalah yang berkaitan dengan materi.Guru sebaiknya mendampingi siswa agar tidak membahasa masalah-masalah yang tidak ada relevansinya dengan pokok masalah yang dibahas.
f)       Pengukuhan (tes)
Latihan untuk pengukuhan ini dapat berupa aktivitas-aktivitas lisan dan tertulis. Kegiatan ini bias dilakukan di luar kelas atau sebagai pekerjaan rumah.

8.      Sumber Belajar
Sumber belajar adalah orang dapat dijadikan tempat bertanya tentang berbagai pengetahuan. Dalam kegiatan belajar mengajar, sumber belajar tidak hanya diperoleh dari guru saja, melainkan buku pelajaran juga dapat sebagai sumber belajar. Pelajaran akan menjadi menarik, mudah dipahami, hemat waktu dan tenaga, dan hasil belajar akan lebih bermakna dengan menggunakan bantuan berbagai alat. Sumber belajar dapat berupa:
a)      buku-buku referensi
1)      buku pelajaran yang diwajibkan;
2)      buku pelengkap, artinya buku yang menunjang (buku acuan) bahan ajar atau materi pelajaran selain buku wajib atau utama;
b)      media cetak (surat kabar dan majalah);
media cetak sebagai sumber belajar harus mempertimbangkan segi bahasa, estetika, psikologi, materi dan tujuan belajar. Contohnya cerpen, puisi yang ada di surat kabar.

9.      Evaluasi
Evaluasi hasil pembelajaran merupakan bagian dari kurikulum, bagian dari pelaksanaan secara keseluruhan. Maka, pengembangan sistem evaluasi hasil pembelajaran haruslah dirancang bersamaan dengan pengembangan suatu kurikulum sehingga terjadi keselarasan dengan komponen kurikulum yang lain.
Evaluasi pada hakikatnya merupakan suatu proses pengumpulan dan penggunaan informasi yang dipergunakan sebagai dasar pembuatan keputusan tentang program pendidikan (Nurgiyantoro, 2010: 10).
Nurgiyantoro membagi evaluasi dalam pembelajaran sastra menjadi tiga aspek penilaian, yaitu sebagai berikut.
1)        Penilaian Kognitif
Hasil belajar sastra yang bersifat kognitif lebih banyak berhubungan dengan kemampuan dan proses berpikir. Pelaksanaan penilaian dapat dilakukan dalam proses pembelajaran, tes formatif, atau pada akhir pembelajaran, tes sumatif. Tes sumatif biasanya dilaksanakan dalam bentuk ulangan umum atau ujian semester dengan alat penilaian yang berupa tes tertulis.


2)        Penilaian Afektif
Penilaian afektif berhubungan dengan masalah sikap, pandangan dan nilai-nilai yang diyakini seseorang.
3)        Penilaian Psikomotor
Penilaian psikomotor adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas otak, fisik, atau gerakan-gerakan anggota badan. Keluaran hasil belajar yang bersifat psikomotoris adalah keterampilan-keterampilan gerak tertentu yang diperoleh setelah mengalami peristiwa belajar.

C.    Rumusan Hipotesis
Berdasarkan kajian teoritis yang telah diuraikan peneliti, hipotesis
penelitian ini adalah “jika siswa dalam proses pembelajaran sastra dikaitkan dengan novel Lontara Rindu akan mempengaruhi kualitas moral pada siswa tersebut akan meningkat”.

II.           Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan data penelitiannya (Arikunto, 2006:136). Dalam hal ini dipaparkan objek penelitian, jenis penelitian, fokus penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data, dan teknik penyajian hasil analisis.
1.      Sumber Data
Sumber data adalah segala sesuatu yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian (Arikunto, 2010: 172). Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa yang diterbitkan oleh Republika di Jakarta Selatan. Cetakan pertama pada tahun 2012, dan memiliki 341 halaman.

2.      Objek Penelitian
Objek penelitian ini difokuskan pada nilai-nilai moral yang terdapat dalam novel Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang berupa novel Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa, bukan merupakan penelitian empiris yang berobjek pada tempat tertentu.
3.      Fokus Penelitian
Fokus penelitian merupakan pusat dari objek penelitian tersebut. Penelitian ini difokuskan pada hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan alam sekitar dalam Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa dan pembelajarannya di Kelas XI SMA.
4.      Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif artinya data yang dideskripsikan merupakan data kualitatif yang berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan yang mengandalkan manusia sebagai alat penelitian. Penelitian ini hanya mendeskripsikan nilai moral dalam novel Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa berdasarkan nilai moral beserta pembelajarannya di Kelas XI SMA.

5.      Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah teknik yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data penelitiannya (Arikunto, 2006: 160). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian  ini adalah teknik studi pustaka. Teknik studi pustaka adalah adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti (Arikunto, 2006: 205), yaitu dengan membaca seluruh teks novel Lontara Rindukarya S. Gegge Mappangewa secara teliti. Langkah-langkah yang digunakan penulis dalam mengumpulkan data adalah sebagai berikut:
1.     Membaca keseluruhan secara intensif;
Setelah menemukan objek penelitian, kemudian objek tersebut
dibaca secara intensif dan berulang-ulang secara keseluruhan.
Objek tersebut dapat berupa novel atau buku-buku pendamping
lainnya.
2.     Mengelompokkan aspek-aspek nilai moral yang terdapat dalam
     novel Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa;
Dari objek novel tersebut, ditentukan kutipan-kutipan yang merupakan aspek moral. Setelah menentukan kutipan-kutipan tersebut, maka penulis mencari hubungan aspek-aspek nilai moral yang terdapat pada novel.
3.     Mencatat data-data yang diperoleh dalam kartu pencatat data
Apabila sudah mendapatkan data-data yang benar-benar lengkap,
maka penulis memindahkannya dalam kartu pencatat data. Data
yang sudah dipindahkan dalam kartu pencatat data tersebut akan
dibahas lebih mendalam.

6.      Instrumen Penelitian
Arikunto (2006: 160) menyatakan bahwa instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap serta sistematis sehingga lebih mudah diolah.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah penulis,  kertas pencatat data, dan alat tulisnya. Kertas pencatat data dipergunakan untuk mencatat data hasil dari pembacaan novel. Kartu data ini berisi kata-kata yang merupakan kutipan-kutipan novel yang berkaitan dengan pembahasan.

7.      Teknik Analisis Data
Penelitian yang penulis lakukan dalam novel Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan teknik contect analysis atau metode analisis isi. Metode analisis isi adalah lebih mengenai sebuah strategi penelitian dari pada sekadar sebuah metode analisis teks tunggal (Tischer, 2009: 94), artinya penulis membahas dan mengkaji novel Lontara Rindu berdasarkan aspek nilai moral. Adapun langkah-langkah  yang penulis tempuh dalam penulisan sebagai berikut ini.
1.         Menafsirkan data nilai-nilai moral yang terdapat dalam Lontara
Rindu  Karya S. Gegge Mappangewa, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan alam sekitar secara pragmatis dan semantik.
2.         Menganalisis data yang terdapat dalam novel Lontara Rindu Karya
S. Gegge Mappangewa sesuai atau tidak dengan pembelajaran di
Kelas XI SMA.
3.         Mengambil kesimpulan berdasarkan komponen-komponen hasil
analisis tersebut.

8.      Teknik Penyajian Hasil Analisis
Penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang  mengumpulkan data dan dalam memberikan penafsiran terhadap hasil tidak menggunakan angka, menekankan pada dekripsi (Arikunto, 2006: 12). Teknik yang digunakan untuk menyajikan hasil analisis data adalah teknik penyajian informal. Teknik penyajian informal adalah perumusan dengan menggunakan kata-kata biasa tanpa menggunakan tanda dan lambang (Sudaryanto, 1993: 145). Jadi, teknik penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini dipaparkan dengan kata-kata tanpa menggunakan tanda dan lambang-lambang. 

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga.

Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dsar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Budiningsih, C. Asri. 2008. Pembelajaran Moral. Jakarta: Rineka Cipta.

Gegge, S. Mappangewa. 2012. Lontara Rindu. Jakarta: Repulika.

Ginanjar, Nurhayati. 2012. Pengkajian Prosa Fiksi Teori dan Praktik. Surakarta

Hamalik, Oemar. 2010. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
            Jakarta: Balai Pustaka.

Mulyana, Rohmat. 2004. Mengartikulasi Pendidikan Nilai. Alfabeta: Bandung

Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.

Retno, Ana dan Suharso, 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Lux. Semarang: Widya Karma.

Subagyo, Mufahir Hery. 2012. Nilai Moral dalam Novel Sang Pelopor Karya Alang-Alang Timur Sebagai Bahan Pembelajaran di SMA. Skripsi,  tidak diterbitkan. Universitas Muhammadiyah Purworejo, Purworejo.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analysis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Valma, D. Nopita. 2012. Nilai Moral dalam Novel Padang Bulan Karma Andrea Hirata Sebagai Bahan Pembelajaran di Kelas XI SMA. Skripsi, tidak diterbitkan. Universitas Muhammadiyah Purworejo, Purworejo.

Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara.

Post a Comment for "ANALISIS STRUKTURAL DALAM NOVEL “LONTARA RINDU” Karya S. Gegge Mappangewa"