Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PENDIDIKAN AKHLAK NASKAH DRAMA AYAHKU PULANG KARYA USMAR ISMAIL DAN RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN SASTRA DI KELAS XI SMA


Dalam bab ini, disajikan latar belakang masalah, penegasan istilah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, serta sistematika penulisan penelitian.

A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan zaman yang terjadi dewasa ini, memberikan pengaruh yang signifikan, baik dari segi positif maupun negatif. Salah satu perkembangan yang terjadi di Indonesia adalah perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTek). Terlepas dari hal tersebut, tidak semua Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTek) sesuai dengan budaya bangsa, sehingga sangat mungkin menimbulkan dampak negatif bagi generasi muda, khususnya pelajar. Salah satu dampak negatif tersebut terletak pada aspek moral. Terbukti dengan banyaknya pelajar yang menyimpang dari ajaran moral atau berperilaku amoral. Sebagai contoh nyata, dengan semakin mudahnya akses internet, tidak sedikit para pelajar yang menyimpan gambargambar dan film porno di handphone atau komputer mereka. Di samping itu, banyak juga pelajar yang memanfaatkan handphone sebagai media untuk bertukar jawaban pada saat ujian. Untuk menyikapi kemerosotan akhlak para pelajar yang semakin marak sekaligus mengantisipasi dampak negatif perkembangan IPTek, pendidikan akhlak sangat perlu diterapkan di sekolah.
Dalam pendidikan lingkup sekolah, upaya pembinaan akhlak dapat dilakukan melalui pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, khususnya pembelajaran sastra yang berorientasi pada pendidikan akhlak dan penanaman nilai pendidikan akhlak. Nilai-nilai pendidikan akhlak seperti religius, jujur, disiplin, peduli lingkungan, toleransi, cinta damai, dan sebagainya, banyak ditemukan dalam karya-karya sastra, baik puisi, cerita pendek, novel, maupun drama.
Khusus pembelajaran drama, seperti dijabarkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Rusyana bahwa jenis hasil sastra yang menjadi objek kegiatan diurutkan dari yang paling banyak adalah sebagai berikut: novel 33,08%, puisi 29,38%, cerita pendek 27,31%, dan drama 10,23% (Rusyana, 1984: 328). Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa minat siswa dalam membaca karya sastra yang terbanyak adalah prosa, kemudian puisi, baru selanjutnya drama. Perbandingannya adalah 6:3:1. Terbukti bahwa naskah drama paling tidak diminati. Hal tersebut dimungkinkan karena menghayati naskah drama yang berupa dialog membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dan perhatian lebih serius (Waluyo, 2001: 1).
Uraian di atas memotivasi penulis untuk melakukan penelitian dalam bidang pembelajaran sastra di sekolah. Karya sastra yang digunakan sebagai objek penelitian adalah naskah drama. Selain hal tersebut, pembelajaran drama juga dapat membantu para pendidik dalam mengembalikan dan menanamkan pendidikan akhlak dan nilai moral yang mulai memudar, terutama siswa sekolah menengah atas.
Naskah drama yang digunakan sebagai objek penelitian adalah Ayahku Pulang karya Usmar Ismail, berdasarkan beberapa pertimbangan di antaranya: (1) naskah tersebut memiliki jalinan cerita yang runtut, menarik, dan sesuai dengan kondisi psikologis siswa SMA. Dari segi konfliknya, penciptaan konflik-konflik yang kompleks mampu menciptakan suasana yang mengharukan. (2) dalam penelitian-penelitian karya sastra sebelumnya, khususnya di Universitas Muhammadiyah Purworejo, penelitian naskah drama terbilang sedikit jika dibandingkan dengan penelitian prosa dan puisi, khususnya penelitian yang membahas secara lebih rinci pendidikan akhlak dalam naskah drama.
Hal-hal di atas yang menjadi latar belakang dalam melakukan penelitian dengan judul ”Pendidikan Akhlak Naskah Drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail dan Relevansinya sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di Kelas XI SMA”. Pemilihan kelas XI SMA sebagai subjek penelitian mengacu pada pendekatan berbasis kurikulum, yakni dengan cara melakukan analisis terhadap standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam standar isi kurikulum. Standar Kompetensi (SK) yang dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah “Memahami teks drama”. Kompetensi Dasar (KD) yang digunakan ”Mengidentifikasi unsur intrinsik naskah drama”. Indikator pencapaian dari standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut di atas adalah (1) mampu menentukan unsur-unsur intrinsik naskah drama, (2) mampu menganalisis naskah drama berdasarkan unsurunsur intrinsiknya, (3) mengidentifikasi sikap dan perilaku para tokoh yang terdapat dalam naskah drama.

B. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman pengertian judul penelitian ini, perlu ditegaskan kembali istilah-istilah yang terdapat dalam judul penelitian.
1. Pendidikan akhlak adalah usaha sadar dan tidak sadar yang dilakukan oleh pendidik untuk membentuk tabiat yang baik kepada peserta didik, sehingga terbentuk manusia yang taat kepada Allah. Pembentukan tabiat ini dilakukan oleh pendidik secara kontinue dengan tidak ada paksaan dari pihak mana pun (Mustafa, 1999: 11).
2.  Ayahku Pulang adalah judul naskah drama karangan Usmar Ismail yang merupakan saduran dari naskah drama yang berjudul Chichi Kaeru karya Kikuchi Kwan (Kadaryati, 2011: 64).
3. Relevansi yaitu hubungan; kaitan; hal relevan. (Depdiknas, 2008: 1046). Kaitan pendidikan akhlak naskah drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail dengan pembelajaran sastra di kelas XI SMA.
4. Pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau mahluk hidup belajar (Depdiknas, 2008: 17).
Dari pengertian istilah-istilah di atas, disimpulkan bahwa maksud judul dalam penelitian ini adalah analisis pendidikan akhlak yang terdapat dalam naskah drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail dan relevansinya sebagai bahan pembelajaran sastra di kelas XI SMA.

C. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat diidentifikasi tiga masalah, yaitu (1) pembelajaran drama yang berfokus pada kajian pendidikan akhlak dalam naskah drama sangat penting, tetapi pembelajaran drama belum mendapatkan perhatian yang baik dari pendidik dan peserta didik, (2) memilih dan menyampaikan materi pembelajaran drama yang relevan, yang berorientasi pada pendidikan akhlak dengan tujuan peserta didik dapat menguasai kompetensi dasar pembelajaran dan mengaplikasikannya di lingkungan sekolah, keluarga, dan dalam kehidupan bermasyarakat sangatlah sulit, dan (3) naskah drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail kaitannya dengan pendidikan akhlak di kelas XI SMA belum pernah diteliti.

D. Batasan Masalah
Untuk memfokuskan penelitian ini, masalah dibatasi pada analisis watak tokoh, pendidikan akhlak yang terdapat dalam naskah drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail, dan relevansi naskah drama tersebut sebagai bahan pembelajaran sastra di kelas XI SMA.

E. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, ditentukan rumusan masalah sebagai berikut.
1.       Bagaimanakah watak tokoh yang terdapat dalam naskah Ayahku Pulang karya Usmar Ismail?
2.      Bagaimanakah pendidikan akhlak yang terdapat dalam naskah Ayahku Pulang karya Usmar Ismail?
3.      Bagaimanakah kesesuaian dan pemanfaatan pendidikan akhlak yang terdapat dalam naskah drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail sebagai bahan pembelajaran sastra di kelas XI SMA?

F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Mendeskripsikan dan menjelaskan watak tokoh yang terdapat dalam naskah drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail.
b. Mendeskripsikan dan menjelaskan wujud pendidikan akhlak dalam naskah drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail.
c. Mendeskripsikan dan menjelaskan kesesuaian dan pemanfaatan pendidikan akhlak dalam naskah drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail sebagai bahan pembelajaran sastra di kelas XI SMA.
2. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini mempunyai dua macam kegunaan, yakni kegunaan secara teoretis dan kegunaan secara praktis. Uraian kedua kegunaan tersebut adalah sebagai berikut:
a.      Kegunaan Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk pengembangan penelitian sejenis dalam rangka menambah wawasan pemilihan bahan ajar atau materi pembelajaran naskah drama.
b.      Kegunaan Praktis
1)      Bagi mahasiswa
Mahasiswa dapat berlatih menjadi peneliti, menambah pengetahuan di bidang ilmu pendidikan bahasa dan sastra Indonesia, dan membekali diri sebagai calon pendidik.
2)      Bagi siswa
Penelitian ini memberikan motivasi kepada siswa agar dapat memahami arti penting pembelajaran drama dan menerapkan nilainilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam naskah drama.
3)      Bagi guru bahasa Indonesia
Penelitian ini memberikan informasi kepada guru, khususnya guru pengampu mata pelajaran bahasa Indonesia berkaitan dengan pembelajaran drama yaitu naskah Ayahku Pulang karya Usmar Ismail dan relevansinya sebagai bahan pembelajaran sastra di kelas XI SMA.

G. Sistematika Penulisan
Penulisan ini terdiri atas tiga bab, yaitu BAB I, BAB II, dan BAB III. Di bawah ini dipaparkan secara garis besar isi dari bab-bab tersebut sebagai berikut.
BAB I adalah pendahuluan. Pendahuluan terdiri atas latar belakang masalah, penegasan istilah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan.
 BAB II berisi tinjauan pustaka, kajian teoretis, dan kerangka berpikir. Dalam bab ini, dijelaskan tinjauan pustaka yang berupa kajian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu. Kajian teoretis dalam penelitian ini meliputi unsur intrinsik drama, konsep pendidikan akhlak, ruang lingkup pendidikan akhlak, pendidikan akhlak dalam karya sastra, ruang lingkup pendidikan akhlak dalam karya sastra, dan pembelajaran drama di kelas XI SMA. Kerangka berpikir berisi konsep pemikiran yang digunakan dalam penelitian.
BAB III berisi metode penelitian. Di dalamnya, terdapat rancangan penelitian, objek penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, dan teknik analisis data.












BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KAJIAN TEORETIS,
DAN KERANGKA BERPIKIR

Dalam bab ini, disajikan tinjauan pustaka, kajian teoretis, dan kerangka berpikir. Di bawah ini disajikan uraian masing-masing pokok pembahasan tersebut.
A. Tinjauan Pustaka
Penelitian yang menjadikan naskah drama sebagai objek kajiannya telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Oleh sebab itu, bagi peneliti selanjutnya perlu memaparkan tinjauan pustaka sebagai kajian secara kritis. Tinjauan pustaka dengan menggunakan naskah drama sebagai objek kajiannya, misalnya skripsi yang disusun oleh Dulrokhim (1992) yang berjudul “Analisis Psikologis Tokoh Utama dan Nilai Pedagogis Lakon Sumur Tanpa Dasar Karya Arifin C. Noer”. Penelitian tersebut menganalisis kondisi psikologis tokoh utama (Jumena Martawangsa) dan memaparkan nilai-nilai pedagogis yang berfokus pada nilai moral, nilai humor, dan nilai religius.
Dulrokhim menggunakan lakon Sumur Tanpa Dasar karya Arifin C. Noer, sedangkan penulis menggunakan naskah drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail. Dari segi analisisnya, Dulrokhim lebih cenderung pada nilai moral atau norma yang berlaku di dalam masyarakat sebagai tolok ukur atau sumber hukumnya, sedangkan penulis menganalisis naskah drama berdasarkan pendidikan akhlak keislaman dan tolok ukur sumber hukum yang digunakan adalah Alquran dan Hadis. Perbedaan lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Dulrokhim tidak menyertakan relevansinya sebagai bahan pembelajaran sastra di kelas XI SMA.

B. Kajian Teoretis
Kajian teori merupakan penjabaran kerangka teori yang memuat beberapa kumpulan materi yang dipilih dari berbagai sumber untuk dijadikan sebagai acuan pokok dalam membahas masalah yang diteliti. Kajian teori dalam penelitian ini meliputi unsur intrinsik naskah drama, konsep pendidikan akhlak, ruang lingkup pendidikan akhlak, pendidikan akhlak dalam karya sastra, ruang lingkup pendidikan akhlak dalam karya sastra, dan pembelajaran drama di kelas XI SMA.
1. Unsur Intrinsik Naskah Drama
Unsur intrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang menikmati karya sastra (Nurgiyantoro, 2010: 23).
Bertumpu pada pendapat Nurgiyantoro tersebut di atas, dapat disarikan bahwa unsur intrinsik merupakan unsur yang membangun suatu hasil karya sastra dari dalam. Unsur intrinsik juga dapat dijadikan sebagai landasan awal dalam mempelajari hasil karya sastra, salah satunya naskah drama.
Naskah drama adalah salah satu genre karya sastra yang sejajar dengan prosa dan puisi, tetapi terdapat perbedaan dengan keduanya. Perbedaan itu adalah naskah drama memiliki bentuk sendiri yaitu ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin dan mempunyai kemungkinan dipentaskan (Waluyo, 2003: 2).
Perbedaan naskah drama dengan karya sastra seperti puisi, cerpen, dan novel terletak pada unsur strukturalnya. Naskah drama lebih dominan berupa dialog tokoh. Selain itu, perbedaan lainnya ialah bahwa naskah drama diciptakan mempunyai kemungkinan untuk dipentaskan.
Adapun yang termasuk unsur intrinsik naskah drama, yaitu (a) tema, (b) latar atau setting, (c) alur atau plot, (d) sudut pandang penceritaan, (e) bahasa dan gaya bahasa, dan (f) tokoh dan penokohan.
a. Tema
Tema menurut Stanton dan Kenny dalam Nurgiyantoro (2010: 67) adalah makna yang terkandung dalam sebuah cerita. Namun, ada banyak tema dalam sebuah cerita. Masalahnya, makna khusus yang mana dinyatakan sebagai tema.
b. Latar atau setting
“Latar adalah elemen fiksi yang menjelaskan kepada kita di mana dan kapan kejadian-kejadian dalam cerita berlangsung” (Sayuti, 2000: 26).
Sayuti (2000: 127) membagi latar ke dalam tiga kategori. Pertama, latar tempat menyangkut deskripsi tempat suatu peristiwa terjadi, yang menunjuk latar pedesaan, perkotaan, atau latar tempat lainnya. Kedua, latar waktu mengacu saat terjadinya peristiwa dalam plot historis. Rangkaian peristiwa tak mungkin terjadi jika dilepaskan dan perjalanan waktu yang dapat berupa jam, hari, tanggal, bulan, tahun, bahkan zaman tertentu yang melatar belakanginya. Ketiga, latar sosial merupakan lukisan status yang menunjukan hakikat seseorang atau beberapa orang tokoh dalam masyarakat yang ada di sekelilingnya.
c. Alur atau plot
Sayuti (1998: 77) berpendapat bahwa plot adalah pemaparan peristiwa secara sederhana dalam rangkaian atau urutan temporal, tetapi tidak sebatas yang hanya bersifat murni kewaktuan. Plot tidak hanya terbatas pada jam, hari, bulan, dan tanggal saja, tetapi juga menjelaskan asal-muasal peristiwa yang diceritakan.
Struktur plot menurut Sayuti (2000: 31) terbagi dalam tiga tahap, yaitu awal, tengah, dan akhir. Lubis dalam Nurgiyantoro (2010: 149) membagi tahapan plot menjadi lima tahap, yaitu tahap situation (tahap penyituasian), tahap generating circumstances (tahap pemunculan konflik), tahap rising (tahap peningkatan konflik), tahap climax (tahap klimaks), dan tahap denouement (tahap penyelesaian).
d. Sudut pandang penceritaan
Abrams mengemukakan bahwa sudut pandang penceritaan adalah cara sebuah cerita dikisahkan oleh pengarang. Di dalamnya terdapat cara menyajikan tokoh, mengalirkan alur, dan membentuk peristiwa.
e. Bahasa dan gaya bahasa
Bahasa merupakan sarana untuk mendialogkan sesuatu kepada pendengarnya. Dalam bidang sastra, bahasa juga berperan sebagai sarana komunikasi antara pengarang dengan pembaca. Di bawah ini disajikan secara utuh pendapat Nurgiyantoro.
Bahasa dalam seni sastra dapat disamakan dengan cat dalam seni lukis. Keduanya merupakan unsur bahan, alat, sarana, yang diolah untuk dijadikan sebuah karya yang mengandung ”nilai lebih” daripada sekadar bahannya itu sendiri. Bahasa merupakan sarana pengungkapan sastra. Di pihak lain sastra lebih dari sekadar bahasa, deretan kata, namun unsur ”kelebihan”-nya itu pun hanya dapat diungkap dan ditafsirkan melalui bahasa. Jika sastra dikatakan ingin menyampaikan sesuatu, mendialogkan sesuatu, sesuatu tersebut hanya dapat dikomunikasikan lewat sarana bahasa. Bahasa dalam sastra pun mengemban fungsi utamanya: fungsi komunikatif (Nurgiyantoro, 2010: 272).

f. Tokoh dan penokohan
Tokoh dan penokohan merupakan unsur intrinsik yang dibahas paling rinci dalam peneletian ini, sebab landas tumpu yang digunakan dalam rumusan masalah adalah analisis watak tokoh. Tokoh adalah orang yang diceritakan sekaligus pengantar cerita, sedangkan penokohan lebih menitikberatkan pada deskripsi tokoh yang ditampilkan dalam cerita.
Merujuk pada fungsinya, Nurgiyantoro membedakan tokoh ke dalam tokoh protagonis dan antagonis.
Tokoh protagonis adalah tokoh yang dikagumi, populer atau disebut hero, tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai yang ideal. Tokoh antagonis adalah tokoh yang menyebabkan terjadinya konflik (Nurgiyantoro, 2010: 178).

Pendapat lain kaitannya dengan watak tokoh, diungkapkan oleh Stanton. Di bawah ini disajikan secara utuh pendapat tersebut.
“Tokoh adalah orang yang bermain dalam cerita mengacu pada pembauran dari minat, keinginan emosi, dan moral yang membentuk individu yang bermain dalam suatu cerita” (Stanton dalam Baribin, 1985: 54).

Tokoh yang terdidik sesuai dengan nilai moral atau pendidikan akhlak akan tampak dari pikiran dan tindakannya. Durkheim mendefinisikan lebih rinci kaitannya dengan watak tokoh. Ia mengungkapkan bahwa tokoh dalam cerita hendaknya dapat dijadikan sebagai contoh yang baik. Di bawah ini disajikan secara utuh pendapat tersebut.
Pribadi yang terdidik secara moral adalah pribadi-pribadi yang telah belajar dan siap untuk bertindak dengan cara-cara tertentu, dan sekaligus mewujudkan kewajiban untuk mengembangkan norma-norma dan cita-cita sosial. Moral dalam tokoh dimaksudkan pengarang yang nantinya dapat dijadikan contoh yang baik, nilai-nilai norma yang disisipkan ke dalam penokohannya mempunyai perwatakan tersendiri dalam menghadapi peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam karya sastra (Durkheim dalam Haricahyono, 1995: 360).

Berdasarkan pendapat para pakar tersebut, dapat disimpulkan bahwa moral tokoh yang dimaksudkan adalah perilaku tokoh dalam menghadapi persoalan hidup yang terdapat dalam cerita. Moral tokoh tersebut ada yang mencerminkan perilaku baik dan buruk. Manusia yang berperilaku sesuai dengan nilai moral akan dinilai orang di sekelilingnya sebagai manusia yang berperilaku baik atau berakhlak terpuji. Sebaliknya, orang berperilaku yang tidak sesuai norma dan mengabaikan nilai-nilai yang berlaku cenderung dikatakan sebagai orang yang tidak berakhlak.
2. Konsep Pendidikan Akhlak
Sebelum membahas lebih rinci konsep pendidikan akhlak, perlu disertakan pengertian pendidikan sebagai landas tumpu. Di bawah ini disajikan pendapat pakar kaitannya dengan konsep pendidikan.
Dalam pengertian yang lebih luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Pendapat lain mengatakan bahwa pendidikan berarti tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan (seperti sekolah dan madrasah) yang digunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap dan sebagainya. Pendidikan dapat berlangsung secara informal dan nonformal di samping secara formal seperti di sekolah, madrasah, dan institusi-institusi lainnya (Syah, 2004: 11).
Pendapat Syah tersebut menjelaskan lebih detail konsep pendidikan. Ia memaparkan bahwa pendidikan merupakan sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.
Apabila istilah pendidikan dikaitkan dengan pandangan Islam, maka para ulama memiliki pandangan yang lebih lengkap. Hal itu semakna dengan pendapat Qorhowi dalam Azra (2002: 5) yang memaparkan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya; rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya.
Jadi, dapat dikatakan bahwa akhlak berfungsi sebagai parameter indikator keberhasilan suatu proses pendidikan. Pendidikan sebagai upaya memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang efektif dan efisien, tidak dapat dipisahkan dengan akhlak.
Istilah akhlak memang sering dikaitkan dengan etika dan moral. Dalam hal ini, Ilyas menyampaikan pendapatnya kaitannya dengan definisi akhlak, etika, dan moral.
Masih dalam kajian yang serupa, Ilyas (2006: 1-3) menyampaikan pendapatnya secara rinci. Menurutnya, definisi akhlaq (bahasa Arab) secara etimologis (lughatan) adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (pencipta), makhluq (yang diciptakan), dan khalq (penciptaan). Dari pengertian di atas, dapat didefinisikan bahwa akhlaq atau khuluq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar.
Dari pemaparan di atas, diperoleh titik temu bahwa antara akhlak, etika, dan moral memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah dalam menentukan hukum atau nilai perbuatan manusia dilihat dari baik dan buruk, sedangkan perbedaannya terletak pada tolok ukurnya.
Jadi, dapat dikatakan bahwa pendidikan akhlak adalah usaha sadar dan tidak sadar yang dilakukan oleh seorang pendidik untuk membentuk tabiat yang baik pada anak didik, sehingga terbentuk manusia yang taat kepada Allah. Pembentukan tabiat ini dilakukan oleh pendidik secara berkelanjutan, tanpa ada paksaan dari pihak mana pun.
3. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak
Ruang lingkup pembahasan ilmu akhlak adalah membahas perbuatan-perbuatan manusia, kemudian menetapkan perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk.
Adapun perbuatan manusia yang dimasukkan perbuatan akhlak menurut Djatnika (1987: 44), yaitu:
1. Perbuatan yang timbul dari seseorang yang melakukannya dengan sengaja dan dia sadar sewaktu dia melakukannya. Inilah yang disebut perbuatan yang dikehendaki atau perbuatan yang disadari.
2. Perbuatan-perbuatan yang timbul dari seseorang yang tidak dengan kehendak dan tidak sadar di waktu dia berbuat, tetapi dapat diikhtiarkan perjuangannya, untuk berbuat atau tidak berbuat di waktu dia sadar. Inilah yang disebut perbuatan-perbuatan samar yang diikhtiari.
Dalam penelitian ini, penjabaran ruang lingkup pendidikan akhlak dibatasi pada tiga kritera yang dikemukakan oleh Ilyas. Selanjutnya, kajian tersebut dijadikan sebagai landas tumpu pembahasan data. Di bawah ini disajikan tiga kriteria ruang lingkup pendidikan akhlak tersebut.
a.      Akhlak terhadap Allah Swt.
Akhlak terhadap Allah Swt. termasuk konteks hubungan manusia dengan Tuhannya atau kewajiban seorang individu yang berperan sebagai makhluk terhadap penciptanya.
b.      Akhlak Pribadi
Akhlak pribadi adalah sifat dan sikap yang berasal dari individu secara personal.   
c.       Akhlak dalam Keluarga
Akhlak dalam keluarga mencakup sikap individu dalam kehidupan berkeluarga itu sendiri.
Dari pemaparan ruang lingkup akhlak di atas, dapat disimpulkan bahwa pokok masalah yang dibahas dalam ilmu akhlak pada intinya adalah perbuatan manusia. Perbuatan tersebut selanjutnya ditentukan oleh kriteria baik atau buruk. Oleh sebab itu, ruang lingkup pembahasan ilmu akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap suatu perbuatan yang dilakukan seseorang yang bersumber pada Alquran dan Hadis.

4. Pendidikan Akhlak dalam Karya Sastra
Karya sastra adalah media komunikasi yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan ide, pendapat, dan penilaiannya terhadap suatu peristiwa. Karya sastra yang bermutu adalah karya sastra yang memberikan pencerahan. Di samping itu, juga mengandung nilai-nilai yang bermanfaat bagi penikmatnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, Shipley mengemukakan bahwa nilai-nilai dalam karya sastra meliputi lima macam, yaitu: (1) nilai hedonik, adalah nilai yang memberi kesenangan secara langsung, (2) nilai artistik, adalah nilai yang memanifestasikan keterampilan seseorang, (3) nilai kultural, adalah nilai-nilai yang mengandung hubungan yang mendalam dengan masyarakat, (4) nilai etis, religius, jika di dalamnya terkandung ajaran moral, etika, dan agama, dan (5) nilai praktis, jika dalam karya sastra itu terkandung hal-hal yang dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari (Shipley dalam Tarigan, 1984: 194).
Kajian yang sama juga dipaparkan oleh Mangunwijaya. Ia mengungkapkan bahwa kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam karya sastra adalah setua keberadaan sastra itu sendiri. Bahkan, sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius. Pada awal mula segala sastra adalah religius. Istilah ‘religius’ membawa konotasi pada makna agama. Religius dan agama memang berkaitan erat, berdampingan, bahkan dapat melebur dalam satu kesatuan. Namun, sebenarnya keduanya menyaran pada makna yang berbeda. Agama lebih menunjukkan pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan hukum-hukum yang resmi. Religiositas, di pihak lain, melihat aspek yang di lubuk hati, riak getaran nurani pribadi, totalitas kedalaman pribadi manusia (Mangunwijaya dalam Nurgiyantoro, 2010: 326).
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, dapat diambil pengertian bahwa karya sastra menawarkan model kehidupan yang beraneka ragam, baik yang memiliki sifat baik maupun yang kurang baik. Namun, bukan berarti pengarang menghendaki penikmatnya meniru perilaku kurang baik tersebut, melainkan sebaliknya hal itu jangan sampai ditiru oleh penikmatnya.

5. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak dalam Karya Sastra
Sama halnya dengan ruang lingkup pendidikan akhlak dalam konteks Islam, ruang lingkup pendidikan dalam karya sastra juga terdapat beberapa aspek indikator. Di bawah ini disajikan pendapat para pakar kaitannya dengan pendidikan dalam karya sastra.
Pengklasifikasikan yang sama juga dikemukakan oleh Nurgiyantoro (2010: 323-325), pendidikan akhlak hubungan manusia dengan Tuhan meliputi beribadah, berdoa, bersyukur, memuji Tuhan, memohon ampun. Pendidikan akhlak hubungan manusia dengan manusia meliputi tolong-menolong, berbakti pada orang tua, keakraban, kerja sama, memuji, persahabatan, memberi semangat, persaudaraan, menasihati, kekeluargaan, setia kawan. Pendidikan akhlak hubungan manusia dengan dirinya sendiri meliputi disiplin, niat baik, ramah, hemat, berprasangka baik, berpikir cerdas, sabar, bijaksana, tanggung jawab, sadar, kasih sayang, introspeksi diri, rela berkorban, rendah hati, pantang menyerah, mandiri, jujur, berpendirian teguh. Pendidikan akhlak hubungan manusia dengan alam sekitar meliputi simpati terhadap alam, menyayangi binatang, memuji keindahan alam, melestarikan alam, bijak dengan alam.
Selanjutnya, persoalan hidup manusia dalam hubungan dengan manusia lain adalah masalah yang berupa kemasyarakatan, persahabatan, dankesetiaan; hubungan kekeluargaan: cinta kasih antara orang tua terhadap anak, anak terhadap orang tua, kakak terhadap adik, dan lain-lain yang melibatkan interaksi antarmanusia. Persoalan manusia dengan dirinya sendiri dapat berupa eksistensi diri, harga diri, rasa percaya diri, dan lainlain yang lebih bersifat melibatkan diri dan kejiwaan seorang individu. Bertolak dari pengertian tersebut, persoalan yang bersifat melibatkan ke dalam diri dan kejiwaan seorang individu dapat berupa tanggung jawab, bersikap sabar dan sadar akan perbuatan salah.

6. Pembelajaran Drama di SMA
Pembelajaran drama di SMA berkaitan dengan strategi mengajar dan strategi belajar. Strategi mengajar menitik beratkan perihal cara guru menyampaikan bahan atau materi pelajaran, sedangkan strategi belajar menonjolkan keaktifan siswa untuk memahami bahan atau materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Oleh sebab itu, perlu memperhatikan tujuan pembelajaran dan pemilihan materi pembelajaran drama yang relevan, baik pemilihan materi berdasarkan pendekatan berbasis kurikulum maupun berdasarkan pendekatan berbasis sastra.
a. Tujuan Pembelajaran Drama
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masingmasing satuan pendidikan (BSNP, 2006: 1). Di dalam Standar Isi KTSP, disebutkan bahwa standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Berdasarkan standar kompetensi semacam itu, tujuan pembelajaran apresiasi sastra, antara lain: (1) agar siswa dapat menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; dan (2) agar siswa dapat menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai kekayaan budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Tujuan khusus pembelajaran drama meliputi (1) siswa menguasai unsur-unsur pembentuk naskah drama dan (2) siswa menikmati, menghayati, dan menarik manfaat dalam kehidupan seharihari.
Berdasarkan uraian tujuan pembelajaran drama di atas, pembelajaran naskah drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail mempunyai tujuan khusus agar siswa dapat menikmati, memahami, memanfaatkan karya sastra, memperluas wawasan dan pengetahuan, memperhalus budi pekerti, dan menerapkan nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kehidupan sehari-hari.
b. Materi Pembelajaran Drama di SMA
Dalam melaksanakan pembelajaran drama di SMA, memilih naskah drama sebagai materi pembelajaran perlu menggunakan dua pendekatan, yakni pendekatan berbasis kurikulum dan pendekatan berbasis sastra. Uraian pendekatan pemilihan materi pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut:
1)      Pemilihan Materi Pembelajaran Drama Berdasarkan Pendekatan Berbasis Kurikulum
Pemilihan materi sangat berpengaruh terhadap hasil pembelajaran yang akan dicapai. Pembelajaran sastra harus diarahkan kepada pembinaan apresiasi sastra anak didik agar siswa memiliki kesanggupan untuk memahami, menikmati, dan menghargai suatu cipta sastra.
Dalam menentukan naskah drama sebagai materi pembelajaran harus menggunakan pendekatan berbasis kurikulum, yakni dengan cara melakukan analisis terhadap standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam standar isi kurikulum.
Hal tersebut memiliki pengertian bahwa teks drama yang dipilih hendaknya benar-benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar. Standar Kompetensi (SK) yang dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah “Memahami teks drama”. Kompetensi Dasar (KD) yang digunakan adalah ”Mengidentifikasi unsur intrinsik naskah drama”. Indikator pencapaian dari standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut di atas adalah (1) mampu menentukan unsur-unsur intrinsik naskah drama, (2) mampu menganalisis naskah drama berdasarkan unsur-unsur intrinsiknya, (3) mampu mengidentifikasi sikap dan perilaku para tokoh yang terdapat dalam naskah drama.
2)      Pemilihan Materi Pembelajaran Drama Berdasarkan Pendekatan Berbasis Sastra
Selain dapat menganalisis standar kompetensi dan kompetensi dasar yang termuat dalam standar isi kurikulum, pendidik juga dituntut untuk kreatif dalam melaksanakan pengajaran atau dengan kata lain, tidak boleh berhenti pada penguraian pengertian keterampilan ataupun pengetahuan. Setiap guru hendaknya selalu menyadari bahwa setiap siswa adalah individu dengan kepribadian yang khas, kemampuan, masalah dan kadar pengembangannya masing-masing yang khusus.
Pemilihan bahan pembelajaran tidaklah mudah, sebab bahan pembelajaran merupakan alat untuk mencapai tujuan. Apabila bahan pengajaran tidak sesuai dengan minat dan kemampuan siswa, maka tujuan yang diharapkan kemungkinan besar tidak tercapai. Oleh sebab itu, guru hendaknya memegang prinsip mengutamakan karya sastra yang latar ceritanya dikenal oleh para siswa.
Berpijak pada pendapat Rahmanto, kesesuaian pemilihan naskah drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail sebagai materi pembelajaran sastra di kelas XI SMA dapat ditinjau dari aspekaspek sebagai berikut:
a)      Bahasa
Dari aspek penggunaan bahasa, naskah drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail menggunakan pilihan kata sederhana yang mudah dipahami arti dan maknanya. Sebagian besar, kosa kata yang digunakan merupakan kosa kata yang lazim diterapkan sehari-hari. Selain itu, dalam naskah tersebut tidak ditemukan adanya kata-kata yang mengandung unsur seksual, sadisme, dan Sara.
b)      Kematangan jiwa atau psikologi
Moody dalam Rahmanto (1988: 30) mengemukakan bahwa menurut tingkat perkembangan psikologisnya, siswa SMA (usia 16 sampai 18 tahun) termasuk ke dalam tahap generalisasi. Pada tahap ini anak sudah memiliki kemampuan untuk menentukan sebab pokok dari suatu gejala, memberikan keputusan yang bersangkut-paut dengan moral, dan lain-lain.
c)      Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya berpengaruh terhadap kepercayaan yang dianut oleh masyarakat, cara berpikir, nilainilai atau norma yang berlaku di dalam masyarakat, moral, dan etika.
Setelah melalui pertimbangan yang mengacu pada pendapat di atas, selanjutnya diperoleh penggambaran bahwa naskah Ayahku Pulang karya Usmar Ismail yang digunakan sebagai objek dalam penelitian ini sesuai dengan tingkat kematangan jiwa siswa SMA.
Naskah yang dipilih mengandung konflik permasalahan hidup dan nilai-nilai pendidikan akhlak. Dengan demikian, siswa termotivasi untuk menentukan korelasi dari berbagai macam masalah yang disajikan dan mampu menentukan sikap terhadap masalah yang digambarkan dalam naskah drama tersebut.

C. Kerangka Berpikir
Konsep pemikiran penelitian ini adalah bahwa naskah drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail sarat dengan pendidikan akhlak. Oleh sebab itu, naskah drama tersebut dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran sastra di kelas XI SMA.
Pengungkapan nilai-nilai pendidikan akhlak berarti menganalisis atau menerjemahkan pesan-pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Hasil analisis nilai-nilai tersebut diharapkan bermanfaat bagi pendidik dan peserta didik. Pendidik diberikan tambahan bahan ajar pembelajaran drama, sedangkan peserta didik diharapkan dapat memahami dan melaksanakan nilainilai yang terkandung di dalamnya. Jadi, salah satu alternatif media penyampaian nilai-nilai pendidikan akhlak adalah pembelajaran drama di sekolah.



BAB III
METODE PENELITIAN

Dalam bab ini, dipaparkan rancangan penelitian, objek penelitian, data dan sumber data penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, dan teknik analisis data. Di bawah ini disajikan uraian masing-masing pokok pembahasan tersebut.
A.   Rancangan Penelitian
Dalam sebuah penelitian, untuk mendapatkan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, perlu digunakan metode yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif. “Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.” (Moleong, 1991: 3)
Bertumpu pada pendapat Moleong tersebut dapat disarikan bahwa dalam penelitian deskriptif kualitatif, data yang dideskripsikan merupakan data yang berbentuk kualitatif. Data kualitatif adalah data yang berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan yang mengandalkan manusia sebagai alat penelitian.
B.  Objek Penelitian
Penelitian ini bukan merupakan penelitian empiris yang berobjek pada tempat tertentu, melainkan penelitian kepustakaan yang berupa naskah drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail. Objek penelitian ini adalah pendidikan akhlak yang terdapat dalam naskah drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail.
C.  Data dan Sumber Data
Moleong (1991: 113) mengemukakan bahwa sumber data adalah kata-kata yang berupa kutipan-kutipan dan tindakan, selebihnya merupakan data tambahan seperti dokumen dan lain-lain yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku, dan majalah ilmiah, sumber data arsip, dan dokumen resmi. Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan adalah naskah drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail.
D.  Teknik Pengumpulan Data
Mengumpulkan data merupakan langkah awal yang digunakan dalam sebuah penelitian, sebab tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik observasi terhadap naskah Ayahku Pulang dengan bertumpu pada teori struktural sastra kaitannya dengan pendidikan akhlak. Data yang didapatkan, kemudian dikumpulkan untuk mencapai tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, pengumpulan data menggunakan teknik observasi langsung dan teknik catatan. Teknik observasi langsung dilakukan dengan membaca naskah Ayahku Pulang karya Usmar Ismail secara berulang-ulang, kemudian data yang didapatkan dicatat dalam kartu pencatat data.
E.  Instrumen Penelitian
Penelitian ini mengidentifikasi pendidikan akhlak dalam naskah drama dan relevansinya sebagai bahan pembelajaran sastra di kelas XI SMA. Selanjutnya, hasil identifikasi tersebut dicatat dalam kartu pencatat data. Berkaitan dengan hal tersebut, instrumen penelitian merupakan alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data.
Berdasarkan keterangan di atas, dalam penelitian ini instrumen penelitian adalah penulis dengan menggunakan fasilitas nota catatan naskah Ayahku Pulang karya Usmar Ismail. Dalam hal ini, merujuk pada seperangkat teori mengenai pendidikan akhlak dalam karya sastra. Instrumen inilah yang digunakan untuk mengumpulkan data. Data yang dikumpulkan selanjutnya dicatat dalam kartu pencatat data.
F.   Teknik Analisis Data
Teknik analisis data berkaitan dengan cara mengolah data yang sudah didapatkan dari objek kajian. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif kualitatif. Data yang dideskripsikan adalah data kualitatif yang berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan yang mengandalkan manusia sebagai alat penelitian. Data yang dianalisis berpijak pada teori struktural dengan mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam naskah drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail.
Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut.
1.      Perbandingan antardata
Data-data yang telah diperoleh melalui kegiatan membaca naskah drama kaitannya dengan nilai pendidikan akhlak dicatat dalam kartu pencatat data. Selanjutnya, data-data tersebut dibandingkan. Pembandingan dilakukan untuk mengelompokkan data-data sesuai dengan pendidikan akhlak yang telah ditentukan.
2.      Kategorisasi
Data-data yang telah dibandingkan, selanjutnya dikelompokkan. Pengelompokan data yang berupa pendidikan akhlak dikategorikan menjadi tiga, yaitu: (1) akhlak terhadap Allah Swt., (2) akhlak pribadi, dan (3) akhlak dalam keluarga. Langkah selanjutnya adalah membuat tabel sesuai pengelompokan data pendidikan akhlak tersebut.
3.      Inferensi
Data-data yang telah dikelompokkan berdasarkan hal yang ditentukan, selanjutnya dideskripsikan dan dijelaskan sesuai interpretasi dan pengetahuan pendidikan akhlak. Pendeskripsian dilakukan terhadap setiap kelompok dan dilakukan secara berurutan satu per satu. Langkah selanjutnya adalah membuat simpulan.
G.   Teknik Penyajian Hasil Analisis
Teknik penyajian hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik penyajian informal. Metode penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa walaupun dengan terminologi yang teknis sifatnya (Sudaryanto, 1993: 145). Selanjutnya, data-data yang berupa dialog dan perilaku tokoh dianalisis mengunakan analisis deskriptif kualitatif.


Post a Comment for "PENDIDIKAN AKHLAK NASKAH DRAMA AYAHKU PULANG KARYA USMAR ISMAIL DAN RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN SASTRA DI KELAS XI SMA"