PENDIDIKAN AKHLAK NASKAH DRAMA AYAHKU PULANG KARYA USMAR ISMAIL DAN RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN SASTRA DI KELAS XI SMA
Dalam
bab ini, disajikan latar belakang masalah, penegasan istilah, identifikasi
masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, serta
sistematika penulisan penelitian.
A.
Latar Belakang Masalah
Perkembangan zaman yang
terjadi dewasa ini, memberikan pengaruh yang signifikan, baik dari segi
positif maupun negatif. Salah satu perkembangan yang terjadi di
Indonesia adalah perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTek). Terlepas
dari hal tersebut, tidak semua Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTek)
sesuai dengan budaya bangsa, sehingga sangat mungkin menimbulkan dampak
negatif bagi generasi muda, khususnya pelajar. Salah satu dampak negatif
tersebut terletak pada aspek moral. Terbukti dengan banyaknya pelajar
yang menyimpang dari ajaran moral atau berperilaku amoral. Sebagai
contoh nyata, dengan semakin mudahnya akses internet, tidak sedikit para
pelajar yang menyimpan gambargambar dan film porno di handphone atau
komputer mereka. Di samping itu, banyak juga pelajar yang memanfaatkan handphone
sebagai media untuk bertukar jawaban pada saat ujian. Untuk
menyikapi kemerosotan akhlak para pelajar yang semakin marak sekaligus
mengantisipasi dampak negatif perkembangan IPTek, pendidikan akhlak
sangat perlu diterapkan di sekolah.
Dalam pendidikan lingkup
sekolah, upaya pembinaan akhlak dapat dilakukan melalui pembelajaran
bahasa dan sastra Indonesia, khususnya pembelajaran sastra yang
berorientasi pada pendidikan akhlak dan penanaman nilai pendidikan
akhlak. Nilai-nilai pendidikan akhlak seperti religius, jujur, disiplin,
peduli lingkungan, toleransi, cinta damai, dan sebagainya, banyak ditemukan
dalam karya-karya sastra, baik puisi, cerita pendek, novel, maupun drama.
Khusus pembelajaran
drama, seperti dijabarkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Rusyana
bahwa jenis hasil sastra yang menjadi objek kegiatan diurutkan dari yang
paling banyak adalah sebagai berikut: novel 33,08%, puisi 29,38%, cerita
pendek 27,31%, dan drama 10,23% (Rusyana, 1984: 328). Berdasarkan data
tersebut, dapat disimpulkan bahwa minat siswa dalam membaca karya sastra
yang terbanyak adalah prosa, kemudian puisi, baru selanjutnya drama.
Perbandingannya adalah 6:3:1. Terbukti bahwa naskah drama paling tidak
diminati. Hal tersebut dimungkinkan karena menghayati naskah drama yang
berupa dialog membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dan perhatian
lebih serius (Waluyo, 2001: 1).
Uraian di atas memotivasi
penulis untuk melakukan penelitian dalam bidang pembelajaran sastra di
sekolah. Karya sastra yang digunakan sebagai objek penelitian adalah
naskah drama. Selain hal tersebut, pembelajaran drama juga dapat
membantu para pendidik dalam mengembalikan dan menanamkan pendidikan
akhlak dan nilai moral yang mulai memudar, terutama siswa sekolah
menengah atas.
Naskah drama yang
digunakan sebagai objek penelitian adalah Ayahku Pulang karya
Usmar Ismail, berdasarkan beberapa pertimbangan di antaranya: (1) naskah
tersebut memiliki jalinan cerita yang runtut, menarik, dan sesuai dengan
kondisi psikologis siswa SMA. Dari segi konfliknya, penciptaan
konflik-konflik yang kompleks mampu menciptakan suasana yang mengharukan.
(2) dalam penelitian-penelitian karya sastra sebelumnya, khususnya di
Universitas Muhammadiyah Purworejo, penelitian naskah drama terbilang
sedikit jika dibandingkan dengan penelitian prosa dan puisi, khususnya
penelitian yang membahas secara lebih rinci pendidikan akhlak dalam
naskah drama.
Hal-hal di atas yang
menjadi latar belakang dalam melakukan penelitian dengan judul
”Pendidikan Akhlak Naskah Drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail
dan Relevansinya sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di Kelas XI SMA”.
Pemilihan kelas XI SMA sebagai subjek penelitian mengacu pada pendekatan
berbasis kurikulum, yakni dengan cara melakukan analisis terhadap
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam standar isi
kurikulum. Standar Kompetensi (SK) yang dijadikan sebagai acuan dalam
penelitian ini adalah “Memahami teks drama”. Kompetensi Dasar (KD) yang
digunakan ”Mengidentifikasi unsur intrinsik naskah drama”. Indikator
pencapaian dari standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut di atas
adalah (1) mampu menentukan unsur-unsur intrinsik naskah drama, (2)
mampu menganalisis naskah drama berdasarkan unsurunsur intrinsiknya, (3)
mengidentifikasi sikap dan perilaku para tokoh yang terdapat dalam naskah
drama.
B.
Penegasan Istilah
Untuk menghindari
kesalahpahaman pengertian judul penelitian ini, perlu ditegaskan kembali
istilah-istilah yang terdapat dalam judul penelitian.
1. Pendidikan akhlak
adalah usaha sadar dan tidak sadar yang dilakukan oleh pendidik untuk membentuk
tabiat yang baik kepada peserta didik, sehingga terbentuk manusia yang taat
kepada Allah. Pembentukan tabiat ini dilakukan oleh pendidik secara kontinue
dengan tidak ada paksaan dari pihak mana pun (Mustafa, 1999: 11).
2. Ayahku Pulang adalah judul naskah drama
karangan Usmar Ismail yang merupakan saduran dari naskah drama yang berjudul Chichi
Kaeru karya Kikuchi Kwan (Kadaryati, 2011: 64).
3. Relevansi yaitu
hubungan; kaitan; hal relevan. (Depdiknas, 2008: 1046). Kaitan pendidikan
akhlak naskah drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail dengan pembelajaran
sastra di kelas XI SMA.
4. Pembelajaran adalah
proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau mahluk hidup belajar (Depdiknas,
2008: 17).
Dari pengertian
istilah-istilah di atas, disimpulkan bahwa maksud judul dalam penelitian ini
adalah analisis pendidikan akhlak yang terdapat dalam naskah drama Ayahku
Pulang karya Usmar Ismail dan relevansinya sebagai bahan pembelajaran
sastra di kelas XI SMA.
C.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah yang telah diuraikan, dapat diidentifikasi tiga masalah, yaitu
(1) pembelajaran drama yang berfokus pada kajian pendidikan akhlak dalam naskah
drama sangat penting, tetapi pembelajaran drama belum mendapatkan perhatian yang
baik dari pendidik dan peserta didik, (2) memilih dan menyampaikan materi
pembelajaran drama yang relevan, yang berorientasi pada pendidikan akhlak
dengan tujuan peserta didik dapat menguasai kompetensi dasar pembelajaran dan mengaplikasikannya
di lingkungan sekolah, keluarga, dan dalam kehidupan bermasyarakat sangatlah
sulit, dan (3) naskah drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail kaitannya
dengan pendidikan akhlak di kelas XI SMA belum pernah diteliti.
D.
Batasan Masalah
Untuk memfokuskan
penelitian ini, masalah dibatasi pada analisis watak tokoh, pendidikan akhlak
yang terdapat dalam naskah drama Ayahku Pulang karya Usmar
Ismail, dan relevansi naskah drama tersebut sebagai bahan pembelajaran sastra
di kelas XI SMA.
E.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
yang telah dijelaskan di atas, ditentukan rumusan masalah sebagai berikut.
1.
Bagaimanakah watak tokoh yang terdapat dalam
naskah Ayahku Pulang karya Usmar Ismail?
2.
Bagaimanakah pendidikan akhlak yang
terdapat dalam naskah Ayahku Pulang karya Usmar Ismail?
3.
Bagaimanakah kesesuaian dan pemanfaatan
pendidikan akhlak yang terdapat dalam naskah drama Ayahku Pulang karya
Usmar Ismail sebagai bahan pembelajaran sastra di kelas XI SMA?
F.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Mendeskripsikan dan
menjelaskan watak tokoh yang terdapat dalam naskah drama Ayahku Pulang karya
Usmar Ismail.
b. Mendeskripsikan dan
menjelaskan wujud pendidikan akhlak dalam naskah drama Ayahku Pulang karya
Usmar Ismail.
c. Mendeskripsikan dan
menjelaskan kesesuaian dan pemanfaatan pendidikan akhlak dalam naskah drama Ayahku
Pulang karya Usmar Ismail sebagai bahan pembelajaran sastra di kelas XI
SMA.
2.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini mempunyai
dua macam kegunaan, yakni kegunaan secara teoretis dan kegunaan secara
praktis. Uraian kedua kegunaan tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Kegunaan Teoretis
Secara teoretis,
penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk pengembangan penelitian
sejenis dalam rangka menambah wawasan pemilihan bahan ajar atau materi
pembelajaran naskah drama.
b.
Kegunaan Praktis
1)
Bagi mahasiswa
Mahasiswa
dapat berlatih menjadi peneliti, menambah pengetahuan di bidang ilmu pendidikan
bahasa dan sastra Indonesia, dan membekali diri sebagai calon pendidik.
2) Bagi
siswa
Penelitian
ini memberikan motivasi kepada siswa agar dapat memahami arti penting
pembelajaran drama dan menerapkan nilainilai pendidikan akhlak yang terdapat
dalam naskah drama.
3) Bagi
guru bahasa Indonesia
Penelitian
ini memberikan informasi kepada guru, khususnya guru pengampu mata pelajaran
bahasa Indonesia berkaitan dengan pembelajaran drama yaitu naskah Ayahku
Pulang karya Usmar Ismail dan relevansinya sebagai bahan pembelajaran
sastra di kelas XI SMA.
G.
Sistematika Penulisan
Penulisan ini terdiri
atas tiga bab, yaitu BAB I, BAB II, dan BAB III. Di bawah ini dipaparkan
secara garis besar isi dari bab-bab tersebut sebagai berikut.
BAB I adalah pendahuluan.
Pendahuluan terdiri atas latar belakang masalah, penegasan istilah,
identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan
kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II berisi tinjauan pustaka, kajian
teoretis, dan kerangka berpikir. Dalam bab ini, dijelaskan tinjauan
pustaka yang berupa kajian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu.
Kajian teoretis dalam penelitian ini meliputi unsur intrinsik drama,
konsep pendidikan akhlak, ruang lingkup pendidikan akhlak, pendidikan
akhlak dalam karya sastra, ruang lingkup pendidikan akhlak dalam karya
sastra, dan pembelajaran drama di kelas XI SMA. Kerangka berpikir berisi
konsep pemikiran yang digunakan dalam penelitian.
BAB III berisi metode
penelitian. Di dalamnya, terdapat rancangan penelitian, objek
penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, instrumen
penelitian, dan teknik analisis data.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA, KAJIAN TEORETIS,
DAN
KERANGKA BERPIKIR
Dalam
bab ini, disajikan tinjauan pustaka, kajian teoretis, dan kerangka berpikir. Di
bawah ini disajikan uraian masing-masing pokok pembahasan tersebut.
A.
Tinjauan Pustaka
Penelitian yang
menjadikan naskah drama sebagai objek kajiannya telah dilakukan oleh
peneliti-peneliti sebelumnya. Oleh sebab itu, bagi peneliti selanjutnya
perlu memaparkan tinjauan pustaka sebagai kajian secara kritis. Tinjauan
pustaka dengan menggunakan naskah drama sebagai objek kajiannya,
misalnya skripsi yang disusun oleh Dulrokhim (1992) yang berjudul
“Analisis Psikologis Tokoh Utama dan Nilai Pedagogis Lakon Sumur Tanpa
Dasar Karya Arifin C. Noer”. Penelitian tersebut menganalisis kondisi psikologis
tokoh utama (Jumena Martawangsa) dan memaparkan nilai-nilai pedagogis
yang berfokus pada nilai moral, nilai humor, dan nilai religius.
Dulrokhim menggunakan
lakon Sumur Tanpa Dasar karya Arifin C. Noer, sedangkan penulis
menggunakan naskah drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail. Dari
segi analisisnya, Dulrokhim lebih cenderung pada nilai moral atau norma
yang berlaku di dalam masyarakat sebagai tolok ukur atau sumber hukumnya,
sedangkan penulis menganalisis naskah drama berdasarkan pendidikan
akhlak keislaman dan tolok ukur sumber hukum yang digunakan adalah Alquran dan
Hadis. Perbedaan lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Dulrokhim
tidak menyertakan relevansinya sebagai bahan pembelajaran sastra di
kelas XI SMA.
B.
Kajian Teoretis
Kajian teori merupakan
penjabaran kerangka teori yang memuat beberapa kumpulan materi yang dipilih
dari berbagai sumber untuk dijadikan sebagai acuan pokok dalam membahas masalah
yang diteliti. Kajian teori dalam penelitian ini meliputi unsur intrinsik
naskah drama, konsep pendidikan akhlak, ruang lingkup pendidikan akhlak,
pendidikan akhlak dalam karya sastra, ruang lingkup pendidikan akhlak dalam
karya sastra, dan pembelajaran drama di kelas XI SMA.
1. Unsur Intrinsik Naskah
Drama
Unsur intrinsik (intrinsic)
adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur
inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur
yang secara faktual akan dijumpai jika orang menikmati karya sastra
(Nurgiyantoro, 2010: 23).
Bertumpu pada pendapat
Nurgiyantoro tersebut di atas, dapat disarikan bahwa unsur intrinsik merupakan
unsur yang membangun suatu hasil karya sastra dari dalam. Unsur intrinsik juga
dapat dijadikan sebagai landasan awal dalam mempelajari hasil karya sastra,
salah satunya naskah drama.
Naskah drama adalah salah
satu genre karya sastra yang sejajar dengan prosa dan puisi, tetapi terdapat
perbedaan dengan keduanya. Perbedaan itu adalah naskah drama memiliki bentuk
sendiri yaitu ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin
dan mempunyai kemungkinan dipentaskan (Waluyo, 2003: 2).
Perbedaan naskah drama
dengan karya sastra seperti puisi, cerpen, dan novel terletak pada unsur strukturalnya.
Naskah drama lebih dominan berupa dialog tokoh. Selain itu, perbedaan lainnya
ialah bahwa naskah drama diciptakan mempunyai kemungkinan untuk dipentaskan.
Adapun yang termasuk
unsur intrinsik naskah drama, yaitu (a) tema, (b) latar atau setting,
(c) alur atau plot, (d) sudut pandang penceritaan, (e) bahasa dan gaya bahasa,
dan (f) tokoh dan penokohan.
a. Tema
Tema menurut Stanton dan
Kenny dalam Nurgiyantoro (2010: 67) adalah makna yang terkandung dalam sebuah
cerita. Namun, ada banyak tema dalam sebuah cerita. Masalahnya, makna khusus
yang mana dinyatakan sebagai tema.
b. Latar atau setting
“Latar adalah elemen
fiksi yang menjelaskan kepada kita di mana dan kapan kejadian-kejadian dalam
cerita berlangsung” (Sayuti, 2000: 26).
Sayuti (2000: 127)
membagi latar ke dalam tiga kategori. Pertama, latar tempat menyangkut
deskripsi tempat suatu peristiwa terjadi, yang menunjuk latar pedesaan,
perkotaan, atau latar tempat lainnya. Kedua, latar waktu mengacu saat
terjadinya peristiwa dalam plot historis. Rangkaian peristiwa tak mungkin
terjadi jika dilepaskan dan perjalanan waktu yang dapat berupa jam, hari,
tanggal, bulan, tahun, bahkan zaman tertentu yang melatar belakanginya. Ketiga,
latar sosial merupakan lukisan status yang menunjukan hakikat seseorang atau
beberapa orang tokoh dalam masyarakat yang ada di sekelilingnya.
c. Alur atau plot
Sayuti (1998: 77)
berpendapat bahwa plot adalah pemaparan peristiwa secara sederhana dalam
rangkaian atau urutan temporal, tetapi tidak sebatas yang hanya bersifat murni
kewaktuan. Plot tidak hanya terbatas pada jam, hari, bulan, dan tanggal saja, tetapi
juga menjelaskan asal-muasal peristiwa yang diceritakan.
Struktur plot menurut
Sayuti (2000: 31) terbagi dalam tiga tahap, yaitu awal, tengah, dan akhir.
Lubis dalam Nurgiyantoro (2010: 149) membagi tahapan plot menjadi lima tahap,
yaitu tahap situation (tahap penyituasian), tahap generating
circumstances (tahap pemunculan konflik), tahap rising (tahap
peningkatan konflik), tahap climax (tahap klimaks), dan tahap denouement
(tahap penyelesaian).
d. Sudut pandang
penceritaan
Abrams mengemukakan bahwa
sudut pandang penceritaan adalah cara sebuah cerita dikisahkan oleh pengarang.
Di dalamnya terdapat cara menyajikan tokoh, mengalirkan alur, dan membentuk peristiwa.
e. Bahasa dan gaya bahasa
Bahasa merupakan sarana
untuk mendialogkan sesuatu kepada pendengarnya. Dalam bidang sastra, bahasa
juga berperan sebagai sarana komunikasi antara pengarang dengan pembaca. Di
bawah ini disajikan secara utuh pendapat Nurgiyantoro.
Bahasa dalam seni
sastra dapat disamakan dengan cat dalam seni lukis. Keduanya merupakan unsur
bahan, alat, sarana, yang diolah untuk dijadikan sebuah karya yang mengandung
”nilai lebih” daripada sekadar bahannya itu sendiri. Bahasa merupakan sarana
pengungkapan sastra. Di pihak lain sastra lebih dari sekadar bahasa, deretan
kata, namun unsur ”kelebihan”-nya itu pun hanya dapat diungkap dan ditafsirkan
melalui bahasa. Jika sastra dikatakan ingin menyampaikan sesuatu, mendialogkan
sesuatu, sesuatu tersebut hanya dapat dikomunikasikan lewat sarana bahasa.
Bahasa dalam sastra pun mengemban fungsi utamanya: fungsi komunikatif
(Nurgiyantoro, 2010: 272).
f. Tokoh dan penokohan
Tokoh dan penokohan
merupakan unsur intrinsik yang dibahas paling rinci dalam peneletian ini, sebab
landas tumpu yang digunakan dalam rumusan masalah adalah analisis watak tokoh. Tokoh
adalah orang yang diceritakan sekaligus pengantar cerita, sedangkan penokohan
lebih menitikberatkan pada deskripsi tokoh yang ditampilkan dalam cerita.
Merujuk pada fungsinya,
Nurgiyantoro membedakan tokoh ke dalam tokoh protagonis dan antagonis.
Tokoh protagonis
adalah tokoh yang dikagumi, populer atau disebut hero, tokoh yang merupakan
pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai yang ideal. Tokoh antagonis adalah
tokoh yang menyebabkan terjadinya konflik (Nurgiyantoro, 2010: 178).
Pendapat lain kaitannya
dengan watak tokoh, diungkapkan oleh Stanton. Di bawah ini disajikan secara
utuh pendapat tersebut.
“Tokoh adalah
orang yang bermain dalam cerita mengacu pada pembauran dari minat, keinginan
emosi, dan moral yang membentuk individu yang bermain dalam suatu cerita”
(Stanton dalam Baribin, 1985: 54).
Tokoh yang terdidik
sesuai dengan nilai moral atau pendidikan akhlak akan tampak dari pikiran dan
tindakannya. Durkheim mendefinisikan lebih rinci kaitannya dengan watak tokoh.
Ia mengungkapkan bahwa tokoh dalam cerita hendaknya dapat dijadikan sebagai
contoh yang baik. Di bawah ini disajikan secara utuh pendapat tersebut.
Pribadi yang
terdidik secara moral adalah pribadi-pribadi yang telah belajar dan siap untuk
bertindak dengan cara-cara tertentu, dan sekaligus mewujudkan kewajiban untuk
mengembangkan norma-norma dan cita-cita sosial. Moral dalam tokoh dimaksudkan
pengarang yang nantinya dapat dijadikan contoh yang baik, nilai-nilai norma
yang disisipkan ke dalam penokohannya mempunyai perwatakan tersendiri dalam
menghadapi peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam karya sastra (Durkheim dalam
Haricahyono, 1995: 360).
Berdasarkan pendapat para
pakar tersebut, dapat disimpulkan bahwa moral tokoh yang dimaksudkan adalah
perilaku tokoh dalam menghadapi persoalan hidup yang terdapat dalam cerita.
Moral tokoh tersebut ada yang mencerminkan perilaku baik dan buruk. Manusia yang
berperilaku sesuai dengan nilai moral akan dinilai orang di sekelilingnya
sebagai manusia yang berperilaku baik atau berakhlak terpuji. Sebaliknya, orang
berperilaku yang tidak sesuai norma dan mengabaikan nilai-nilai yang berlaku
cenderung dikatakan sebagai orang yang tidak berakhlak.
2. Konsep Pendidikan
Akhlak
Sebelum membahas lebih
rinci konsep pendidikan akhlak, perlu disertakan pengertian pendidikan sebagai
landas tumpu. Di bawah ini disajikan pendapat pakar kaitannya dengan konsep
pendidikan.
Dalam pengertian
yang lebih luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan
metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan
cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Pendapat lain mengatakan
bahwa pendidikan berarti tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan (seperti
sekolah dan madrasah) yang digunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu
dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap dan sebagainya. Pendidikan dapat
berlangsung secara informal dan nonformal di samping secara formal seperti di
sekolah, madrasah, dan institusi-institusi lainnya (Syah, 2004: 11).
Pendapat Syah tersebut
menjelaskan lebih detail konsep pendidikan. Ia memaparkan bahwa pendidikan
merupakan sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh
pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.
Apabila istilah
pendidikan dikaitkan dengan pandangan Islam, maka para ulama memiliki pandangan
yang lebih lengkap. Hal itu semakna dengan pendapat Qorhowi dalam Azra (2002: 5)
yang memaparkan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan manusia
seutuhnya; akal dan hatinya; rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya.
Jadi, dapat dikatakan
bahwa akhlak berfungsi sebagai parameter indikator keberhasilan suatu proses
pendidikan. Pendidikan sebagai upaya memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan
cara bertingkah laku yang efektif dan efisien, tidak dapat dipisahkan dengan
akhlak.
Istilah akhlak memang
sering dikaitkan dengan etika dan moral. Dalam hal ini, Ilyas menyampaikan
pendapatnya kaitannya dengan definisi akhlak, etika, dan moral.
Masih dalam kajian yang
serupa, Ilyas (2006: 1-3) menyampaikan pendapatnya secara rinci. Menurutnya,
definisi akhlaq (bahasa Arab) secara etimologis (lughatan) adalah
bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah
laku atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan.
Seakar dengan kata khaliq (pencipta), makhluq (yang diciptakan),
dan khalq (penciptaan). Dari pengertian di atas, dapat didefinisikan
bahwa akhlaq atau khuluq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia,
sehingga muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran
atau pertimbangan lebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar.
Dari pemaparan di atas,
diperoleh titik temu bahwa antara akhlak, etika, dan moral memiliki persamaan
dan perbedaan. Persamaannya adalah dalam menentukan hukum atau nilai perbuatan
manusia dilihat dari baik dan buruk, sedangkan perbedaannya terletak pada tolok
ukurnya.
Jadi, dapat dikatakan
bahwa pendidikan akhlak adalah usaha sadar dan tidak sadar yang dilakukan oleh
seorang pendidik untuk membentuk tabiat yang baik pada anak didik, sehingga
terbentuk manusia yang taat kepada Allah. Pembentukan tabiat ini dilakukan oleh
pendidik secara berkelanjutan, tanpa ada paksaan dari pihak mana pun.
3. Ruang Lingkup
Pendidikan Akhlak
Ruang lingkup pembahasan
ilmu akhlak adalah membahas perbuatan-perbuatan manusia, kemudian menetapkan
perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk.
Adapun perbuatan manusia
yang dimasukkan perbuatan akhlak menurut Djatnika (1987: 44), yaitu:
1. Perbuatan yang timbul
dari seseorang yang melakukannya dengan sengaja dan dia sadar sewaktu dia
melakukannya. Inilah yang disebut perbuatan yang dikehendaki atau perbuatan
yang disadari.
2. Perbuatan-perbuatan
yang timbul dari seseorang yang tidak dengan kehendak dan tidak sadar di waktu
dia berbuat, tetapi dapat diikhtiarkan perjuangannya, untuk berbuat atau tidak
berbuat di waktu dia sadar. Inilah yang disebut perbuatan-perbuatan samar yang diikhtiari.
Dalam penelitian ini,
penjabaran ruang lingkup pendidikan akhlak dibatasi pada tiga kritera yang
dikemukakan oleh Ilyas. Selanjutnya, kajian tersebut dijadikan sebagai landas
tumpu pembahasan data. Di bawah ini disajikan tiga kriteria ruang lingkup
pendidikan akhlak tersebut.
a. Akhlak
terhadap Allah Swt.
Akhlak
terhadap Allah Swt. termasuk konteks hubungan manusia dengan Tuhannya atau
kewajiban seorang individu yang berperan sebagai makhluk terhadap penciptanya.
b.
Akhlak Pribadi
Akhlak
pribadi adalah sifat dan sikap yang berasal dari individu secara personal.
c.
Akhlak dalam Keluarga
Akhlak
dalam keluarga mencakup sikap individu dalam kehidupan berkeluarga itu
sendiri.
Dari
pemaparan ruang lingkup akhlak di atas, dapat disimpulkan bahwa pokok masalah
yang dibahas dalam ilmu akhlak pada intinya adalah perbuatan manusia. Perbuatan
tersebut selanjutnya ditentukan oleh kriteria baik atau buruk. Oleh sebab itu,
ruang lingkup pembahasan ilmu akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian
terhadap suatu perbuatan yang dilakukan seseorang yang bersumber pada Alquran
dan Hadis.
4. Pendidikan Akhlak
dalam Karya Sastra
Karya sastra adalah media
komunikasi yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan ide, pendapat, dan
penilaiannya terhadap suatu peristiwa. Karya sastra yang bermutu adalah karya
sastra yang memberikan pencerahan. Di samping itu, juga mengandung nilai-nilai
yang bermanfaat bagi penikmatnya.
Berkaitan dengan hal
tersebut, Shipley mengemukakan bahwa nilai-nilai dalam karya sastra meliputi
lima macam, yaitu: (1) nilai hedonik, adalah nilai yang memberi kesenangan
secara langsung, (2) nilai artistik, adalah nilai yang memanifestasikan
keterampilan seseorang, (3) nilai kultural, adalah nilai-nilai yang mengandung
hubungan yang mendalam dengan masyarakat, (4) nilai etis, religius, jika di
dalamnya terkandung ajaran moral, etika, dan agama, dan (5) nilai praktis, jika
dalam karya sastra itu terkandung hal-hal yang dapat dilaksanakan dalam kehidupan
sehari-hari (Shipley dalam Tarigan, 1984: 194).
Kajian yang sama juga
dipaparkan oleh Mangunwijaya. Ia mengungkapkan bahwa kehadiran unsur religius
dan keagamaan dalam karya sastra adalah setua keberadaan sastra itu sendiri.
Bahkan, sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius. Pada awal mula
segala sastra adalah religius. Istilah ‘religius’ membawa konotasi pada makna
agama. Religius dan agama memang berkaitan erat, berdampingan, bahkan dapat melebur
dalam satu kesatuan. Namun, sebenarnya keduanya menyaran pada makna yang
berbeda. Agama lebih menunjukkan pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan
hukum-hukum yang resmi. Religiositas, di pihak lain, melihat aspek yang di
lubuk hati, riak getaran nurani pribadi, totalitas kedalaman pribadi manusia
(Mangunwijaya dalam Nurgiyantoro, 2010: 326).
Berdasarkan
pernyataan-pernyataan di atas, dapat diambil pengertian bahwa karya sastra
menawarkan model kehidupan yang beraneka ragam, baik yang memiliki sifat baik
maupun yang kurang baik. Namun, bukan berarti pengarang menghendaki penikmatnya
meniru perilaku kurang baik tersebut, melainkan sebaliknya hal itu jangan
sampai ditiru oleh penikmatnya.
5. Ruang Lingkup
Pendidikan Akhlak dalam Karya Sastra
Sama halnya dengan ruang lingkup
pendidikan akhlak dalam konteks Islam, ruang lingkup pendidikan dalam karya
sastra juga terdapat beberapa aspek indikator. Di bawah ini disajikan pendapat
para pakar kaitannya dengan pendidikan dalam karya sastra.
Pengklasifikasikan yang
sama juga dikemukakan oleh Nurgiyantoro (2010: 323-325), pendidikan akhlak
hubungan manusia dengan Tuhan meliputi beribadah, berdoa, bersyukur, memuji
Tuhan, memohon ampun. Pendidikan akhlak hubungan manusia dengan manusia meliputi
tolong-menolong, berbakti pada orang tua, keakraban, kerja sama, memuji,
persahabatan, memberi semangat, persaudaraan, menasihati, kekeluargaan, setia
kawan. Pendidikan akhlak hubungan manusia dengan dirinya sendiri meliputi
disiplin, niat baik, ramah, hemat, berprasangka baik, berpikir cerdas, sabar,
bijaksana, tanggung jawab, sadar, kasih sayang, introspeksi diri, rela
berkorban, rendah hati, pantang menyerah, mandiri, jujur, berpendirian teguh.
Pendidikan akhlak hubungan manusia dengan alam sekitar meliputi simpati
terhadap alam, menyayangi binatang, memuji keindahan alam, melestarikan alam,
bijak dengan alam.
Selanjutnya, persoalan
hidup manusia dalam hubungan dengan manusia lain adalah masalah yang berupa
kemasyarakatan, persahabatan, dankesetiaan; hubungan kekeluargaan: cinta kasih
antara orang tua terhadap anak, anak terhadap orang tua, kakak terhadap adik,
dan lain-lain yang melibatkan interaksi antarmanusia. Persoalan manusia dengan
dirinya sendiri dapat berupa eksistensi diri, harga diri, rasa percaya diri,
dan lainlain yang lebih bersifat melibatkan diri dan kejiwaan seorang individu.
Bertolak dari pengertian tersebut, persoalan yang bersifat melibatkan ke dalam
diri dan kejiwaan seorang individu dapat berupa tanggung jawab, bersikap sabar
dan sadar akan perbuatan salah.
6. Pembelajaran Drama di
SMA
Pembelajaran drama di SMA
berkaitan dengan strategi mengajar dan strategi belajar. Strategi mengajar
menitik beratkan perihal cara guru menyampaikan bahan atau materi pelajaran,
sedangkan strategi belajar menonjolkan keaktifan siswa untuk memahami bahan
atau materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Oleh sebab itu, perlu memperhatikan
tujuan pembelajaran dan pemilihan materi pembelajaran drama yang relevan, baik
pemilihan materi berdasarkan pendekatan berbasis kurikulum maupun berdasarkan
pendekatan berbasis sastra.
a.
Tujuan Pembelajaran Drama
Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan
oleh masingmasing satuan pendidikan (BSNP, 2006: 1). Di dalam Standar Isi KTSP,
disebutkan bahwa standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan
kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan,
keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia.
Berdasarkan standar kompetensi semacam itu, tujuan pembelajaran apresiasi
sastra, antara lain: (1) agar siswa dapat menikmati dan memanfaatkan karya
sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan berbahasa; dan (2) agar siswa dapat menghargai dan membanggakan
sastra Indonesia sebagai kekayaan budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Tujuan khusus
pembelajaran drama meliputi (1) siswa menguasai unsur-unsur pembentuk naskah
drama dan (2) siswa menikmati, menghayati, dan menarik manfaat dalam kehidupan
seharihari.
Berdasarkan uraian tujuan
pembelajaran drama di atas, pembelajaran naskah drama Ayahku Pulang karya
Usmar Ismail mempunyai tujuan khusus agar siswa dapat menikmati, memahami, memanfaatkan
karya sastra, memperluas wawasan dan pengetahuan, memperhalus budi pekerti, dan
menerapkan nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kehidupan sehari-hari.
b.
Materi Pembelajaran Drama di SMA
Dalam melaksanakan
pembelajaran drama di SMA, memilih naskah drama sebagai materi pembelajaran
perlu menggunakan dua pendekatan, yakni pendekatan berbasis kurikulum dan
pendekatan berbasis sastra. Uraian pendekatan pemilihan materi pembelajaran tersebut
adalah sebagai berikut:
1)
Pemilihan Materi Pembelajaran Drama
Berdasarkan Pendekatan Berbasis Kurikulum
Pemilihan
materi sangat berpengaruh terhadap hasil pembelajaran yang akan dicapai.
Pembelajaran sastra harus diarahkan kepada pembinaan apresiasi sastra anak
didik agar siswa memiliki kesanggupan untuk memahami, menikmati, dan menghargai
suatu cipta sastra.
Dalam
menentukan naskah drama sebagai materi pembelajaran harus menggunakan
pendekatan berbasis kurikulum, yakni dengan cara melakukan analisis terhadap
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam standar isi
kurikulum.
Hal
tersebut memiliki pengertian bahwa teks drama yang dipilih hendaknya
benar-benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar. Standar
Kompetensi (SK) yang dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah
“Memahami teks drama”. Kompetensi Dasar (KD) yang digunakan adalah
”Mengidentifikasi unsur intrinsik naskah drama”. Indikator pencapaian dari
standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut di atas adalah (1) mampu
menentukan unsur-unsur intrinsik naskah drama, (2) mampu menganalisis naskah
drama berdasarkan unsur-unsur intrinsiknya, (3) mampu mengidentifikasi sikap
dan perilaku para tokoh yang terdapat dalam naskah drama.
2)
Pemilihan Materi Pembelajaran Drama
Berdasarkan Pendekatan Berbasis Sastra
Selain
dapat menganalisis standar kompetensi dan kompetensi dasar yang termuat dalam
standar isi kurikulum, pendidik juga dituntut untuk kreatif dalam melaksanakan pengajaran
atau dengan kata lain, tidak boleh berhenti pada penguraian pengertian
keterampilan ataupun pengetahuan. Setiap guru hendaknya selalu menyadari bahwa
setiap siswa adalah individu dengan kepribadian yang khas, kemampuan, masalah
dan kadar pengembangannya masing-masing yang khusus.
Pemilihan
bahan pembelajaran tidaklah mudah, sebab bahan pembelajaran merupakan alat
untuk mencapai tujuan. Apabila bahan pengajaran tidak sesuai dengan minat dan kemampuan
siswa, maka tujuan yang diharapkan kemungkinan besar tidak tercapai. Oleh sebab
itu, guru hendaknya memegang prinsip mengutamakan karya sastra yang latar
ceritanya dikenal oleh para siswa.
Berpijak
pada pendapat Rahmanto, kesesuaian pemilihan naskah drama Ayahku Pulang karya
Usmar Ismail sebagai materi pembelajaran sastra di kelas XI SMA dapat ditinjau
dari aspekaspek sebagai berikut:
a)
Bahasa
Dari
aspek penggunaan bahasa, naskah drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail
menggunakan pilihan kata sederhana yang mudah dipahami arti dan maknanya.
Sebagian besar, kosa kata yang digunakan merupakan kosa kata yang lazim
diterapkan sehari-hari. Selain itu, dalam naskah tersebut tidak ditemukan
adanya kata-kata yang mengandung unsur seksual, sadisme, dan Sara.
b)
Kematangan jiwa atau psikologi
Moody
dalam Rahmanto (1988: 30) mengemukakan bahwa menurut tingkat perkembangan
psikologisnya, siswa SMA (usia 16 sampai 18 tahun) termasuk ke dalam tahap generalisasi.
Pada tahap ini anak sudah memiliki kemampuan untuk menentukan sebab pokok dari
suatu gejala, memberikan keputusan yang bersangkut-paut dengan moral, dan
lain-lain.
c)
Latar Belakang Budaya
Latar
belakang budaya berpengaruh terhadap kepercayaan yang dianut oleh masyarakat,
cara berpikir, nilainilai atau norma yang berlaku di dalam masyarakat, moral,
dan etika.
Setelah
melalui pertimbangan yang mengacu pada pendapat di atas, selanjutnya diperoleh
penggambaran bahwa naskah Ayahku Pulang karya Usmar Ismail yang
digunakan sebagai objek dalam penelitian ini sesuai dengan tingkat kematangan
jiwa siswa SMA.
Naskah
yang dipilih mengandung konflik permasalahan hidup dan nilai-nilai pendidikan
akhlak. Dengan demikian, siswa termotivasi untuk menentukan korelasi dari
berbagai macam masalah yang disajikan dan mampu menentukan sikap terhadap
masalah yang digambarkan dalam naskah drama tersebut.
C.
Kerangka Berpikir
Konsep pemikiran
penelitian ini adalah bahwa naskah drama Ayahku Pulang karya
Usmar Ismail sarat dengan pendidikan akhlak. Oleh sebab itu, naskah
drama tersebut dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran sastra di
kelas XI SMA.
Pengungkapan nilai-nilai
pendidikan akhlak berarti menganalisis atau menerjemahkan pesan-pesan
yang ingin disampaikan oleh pengarang. Hasil analisis nilai-nilai
tersebut diharapkan bermanfaat bagi pendidik dan peserta didik. Pendidik
diberikan tambahan bahan ajar pembelajaran drama, sedangkan peserta
didik diharapkan dapat memahami dan melaksanakan nilainilai yang
terkandung di dalamnya. Jadi, salah satu alternatif media penyampaian
nilai-nilai pendidikan akhlak adalah pembelajaran drama di sekolah.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
Dalam
bab ini, dipaparkan rancangan penelitian, objek penelitian, data dan sumber
data penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, dan teknik analisis
data. Di bawah ini disajikan uraian masing-masing pokok pembahasan tersebut.
A.
Rancangan Penelitian
Dalam
sebuah penelitian, untuk mendapatkan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah, perlu digunakan metode yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Penelitian
ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif. “Penelitian deskriptif
kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis dan lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.” (Moleong,
1991: 3)
Bertumpu
pada pendapat Moleong tersebut dapat disarikan bahwa dalam penelitian
deskriptif kualitatif, data yang dideskripsikan merupakan data yang berbentuk
kualitatif. Data kualitatif adalah data yang berakar pada latar alamiah sebagai
keutuhan yang mengandalkan manusia sebagai alat penelitian.
B.
Objek Penelitian
Penelitian
ini bukan merupakan penelitian empiris yang berobjek pada tempat tertentu,
melainkan penelitian kepustakaan yang berupa naskah drama Ayahku Pulang karya
Usmar Ismail. Objek penelitian ini adalah pendidikan akhlak yang terdapat dalam
naskah drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail.
C.
Data dan Sumber Data
Moleong (1991: 113)
mengemukakan bahwa sumber data adalah kata-kata yang berupa
kutipan-kutipan dan tindakan, selebihnya merupakan data tambahan seperti
dokumen dan lain-lain yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi
atas sumber buku, dan majalah ilmiah, sumber data arsip, dan dokumen
resmi. Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan adalah naskah
drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail.
D.
Teknik Pengumpulan Data
Mengumpulkan data
merupakan langkah awal yang digunakan dalam sebuah penelitian, sebab tujuan
utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Pengumpulan data dalam
penelitian ini dilakukan dengan teknik observasi terhadap naskah Ayahku
Pulang dengan bertumpu pada teori struktural sastra kaitannya dengan
pendidikan akhlak. Data yang didapatkan, kemudian dikumpulkan untuk mencapai
tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, pengumpulan data menggunakan
teknik observasi langsung dan teknik catatan. Teknik observasi langsung
dilakukan dengan membaca naskah Ayahku Pulang karya Usmar Ismail
secara berulang-ulang, kemudian data yang didapatkan dicatat dalam kartu
pencatat data.
E.
Instrumen Penelitian
Penelitian ini
mengidentifikasi pendidikan akhlak dalam naskah drama dan relevansinya sebagai
bahan pembelajaran sastra di kelas XI SMA. Selanjutnya, hasil identifikasi
tersebut dicatat dalam kartu pencatat data. Berkaitan dengan hal tersebut,
instrumen penelitian merupakan alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data.
Berdasarkan keterangan di
atas, dalam penelitian ini instrumen penelitian adalah penulis dengan
menggunakan fasilitas nota catatan naskah Ayahku Pulang karya Usmar
Ismail. Dalam hal ini, merujuk pada seperangkat teori mengenai
pendidikan akhlak dalam karya sastra. Instrumen inilah yang digunakan untuk
mengumpulkan data. Data yang dikumpulkan selanjutnya dicatat dalam kartu
pencatat data.
F.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data
berkaitan dengan cara mengolah data yang sudah didapatkan dari objek
kajian. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik deskriptif kualitatif. Data yang dideskripsikan adalah data
kualitatif yang berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan yang
mengandalkan manusia sebagai alat penelitian. Data yang dianalisis
berpijak pada teori struktural dengan mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan
akhlak dalam naskah drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail.
Langkah-langkah
yang ditempuh adalah sebagai berikut.
1. Perbandingan
antardata
Data-data
yang telah diperoleh melalui kegiatan membaca naskah drama kaitannya dengan
nilai pendidikan akhlak dicatat dalam kartu pencatat data. Selanjutnya,
data-data tersebut dibandingkan. Pembandingan dilakukan untuk mengelompokkan
data-data sesuai dengan pendidikan akhlak yang telah ditentukan.
2. Kategorisasi
Data-data
yang telah dibandingkan, selanjutnya dikelompokkan. Pengelompokan data yang
berupa pendidikan akhlak dikategorikan menjadi tiga, yaitu: (1) akhlak terhadap
Allah Swt., (2) akhlak pribadi, dan (3) akhlak dalam keluarga. Langkah
selanjutnya adalah membuat tabel sesuai pengelompokan data pendidikan akhlak
tersebut.
3.
Inferensi
Data-data
yang telah dikelompokkan berdasarkan hal yang ditentukan, selanjutnya
dideskripsikan dan dijelaskan sesuai interpretasi dan pengetahuan pendidikan
akhlak. Pendeskripsian dilakukan terhadap setiap kelompok dan dilakukan secara
berurutan satu per satu. Langkah selanjutnya adalah membuat simpulan.
G.
Teknik Penyajian Hasil Analisis
Teknik penyajian hasil
analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik penyajian informal. Metode
penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa walaupun
dengan terminologi yang teknis sifatnya (Sudaryanto, 1993: 145).
Selanjutnya, data-data yang berupa dialog dan perilaku tokoh dianalisis
mengunakan analisis deskriptif kualitatif.
Post a Comment for "PENDIDIKAN AKHLAK NASKAH DRAMA AYAHKU PULANG KARYA USMAR ISMAIL DAN RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN SASTRA DI KELAS XI SMA"