ETIKA DAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL KELUARGA PERMANA KARYA RAMADHAN K.H
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karya sastra sudah diciptakan sejak
zaman dahulu, sebelum orang memikirkan apa hakikat sastra dan apa nilai serta
makna yang terkandung dalam sastra itu sendiri.
Quthb menjelaskan bahwa karya sastra
merupakan suatu untaian perasaan dan realita sosial dalam semua aspek kehidupan
manusia, serta ungkapan baku dari apa yang disaksikan orang dalam kehidupannya
dan dipermenungkan, dirasakan dan disusun secara baik dan indah dalam bentuk
nyata (Sangidu, 2004: 38). Pada hakikatnya karya sastra adalah suatu
pengungkapan kehidupan melalui bentuk bahasa atau karya sastra lisan.
Karya sastra ialah sebagai subyek, terkadang mengalami
perubahan bentuk (transformasi). Perkembangan lingkungan dan bahasa sangatlah
menentukan eksistensi sastra. Untuk itu peneliti sastra diharapkan mampu
mengikuti alur perkembangan tersebut. Sebagai subyek penelitian, karya sastra
seharusnya tidak dipilih atau diseleksi yang bersifat teknis, karena karya
sastra memiliki kelebihan dan kekurangan dalam karyanya, apapun bentuk dan yang
dihasilkan oleh siapa saja (Endraswara, 2003: 23). Karya sastra akan tetap
menawarkan sesuatu yang pantas untuk diteliti.
Sastra merupakan
wujud gagasan seseorang melalui pandangan terhadap lingkungan sosial yang
berada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang begitu indah dan
beraneka ragam, hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap fenomena yang
ada. Aspek terpenting dalam kenyataan yang perlu dilukiskan oleh pengarang yang
dituangkannya dalam karya sastra adalah masalah kemajuan manusia. Sebagai karya
fiksi, karya sastra juga memiliki pemahaman yang lebih mendalam bukan hanya
sekadar cerita khayal juga bukan semata-mata tiruan hidup sehari-hari atau
angan dari pengarang, tetapi pengungkapan hidup yang terpadu dengan imajinasi
dan kreasi seorang pengarang dengan pengalaman, pengamatan atas kehidupannya,
salah satunya adalah bentuk novel (Suharianto, 1982: 14).
Pengarang menciptakan karya sastra karena melihat
persoalan-persoalan yang terdapat di masyarakat saat pengarang hidup dan
tinggal di sekitar lingkungannya. Berdasarkan pengalaman, karya sastra tersebut
kemudian diberikan kepada masyarakat (pembaca) untuk dinikmati, dipahami, dan
dimanfaatkan. Oleh sebab itu, karya
sastra diciptakan oleh pengarang untuk menggambarkan kehidupan masyarakat,
kehidupan yang merupakan realitas dan kenyataan sosial.
Seperti halnya dengan novel yang merupakan bagian dari karya
sastra yang melukiskan berbagai macam kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan
budaya masyarakat, tentunya harus ada bentuk apresiasi dari penikmat dan
masyarakat sastra terhadap karya sastra yang telah dihasilkan oleh para
sastrawan. Untuk membaca sebuah novel, sebagian (besar) orang hanya ingin
menikmati cerita yang disuguhkan oleh pengarang. Pembaca akan mendapat kesan
secara umum dan samar tentang plot dan bagian cerita tertentu yang di anggap menarik.
Membaca novel yang terlalu panjang dan tebal halamannya dapat diselesaikan
setelah berulang-ulang dalam membacanya, dan setiap kali dalam membaca hanya akan selesai beberapa
episode saja, serta akan memaksa pembaca untuk senantiasa mengingat kembali
cerita yang mengesankan yang telah dibaca sebelumnya (Nurgiyantoro, 1995: 11).
Karya sastra yang mempunyai gagasan atau ide pengetahuan dan
pengalaman pengarang sangatlah berarti bagi pembaca atau pendengarnya. Pembaca
akan mendapatkan pengalaman hidup lain yang mungkin belum pernah di alami.
Karena didalam karya sastra diwarnai dengan sikap, latar belakang pendidikan,
keyakinan, sosial, serta budaya pengarangnya. Melalui karyanya, seorang
pengarang bermaksud menyampaikan gagasan-gagasan, pandangan hidupnya,
tanggapannya atas kehidupan sekitar dan sebagainya dengan gaya bahasa yang
menarik dan menyenangkan. Dengan kata lain, seorang pengarang bermaksud
menghibur dan menyampaikan nilai-nilai yang menurut keyakinannya bermanfaat
bagi para penikmat karyannya.
Salah
satu nilai-nilai tersebut yaitu nilai kesusilaan. Nilai kesusilaan memiliki
arti bahwa manusia dalam kehidupannya dibatasi norma-norma yang menunjukan
bagaimana seharusnya bertingkah laku dalam masyarakat. Seseorang dikatakan baik
dari segi kesusilaan apabila telah memenuhi syarat-syarat kesusilaan.
Magnis-Suseno menjelaskan bahwa etika merupakan keseluruhan norma dan penilaian
hidup yang digunakan oleh masyarakat yang bersangkutan untuk mengetahui
bagaimana manusia seharusnya menjalankan
kehidupannya dengan baik sesuai dengan norma yang berlaku (Endraswara,
2010: 18). Etika juga dapat berarti tempat tinggal yang biasa,
padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara
berfikir. Dalam bentuk jamak kata etika memiliki arti adat kebiasaan. Jadi,
etika adalah ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat
kebiasaan dalam hidup.
Penjelasan
diatas memuat pandangan bahwa etika itu
merupakan rambu-rambu normatif untuk menilai apakah pekerti seseorang
dianggap mencerminkan budi luhur atau tidak. Penyimpangan terhadap etika
berarti juga sekaligus pengingkaran nilai budi luhur. Begitu pula etika
kebijaksanaan Jawa, tentu dapat diartikan sebagai norma yang digunakan
masyarakat Jawa untuk menilai pekerti seseorang dalam kehidupannya. Dalam novel
Keluarga Permana karya Ramadhan K.H,
selain terdapat nilai etika juga terdapat berbagai gaya bahasa dalam susunan
kalimatnya. Macam-macam gaya bahasa yang terdapat dalam novel Keluarga Permana karya Ramadhan K.H
adalah gaya bahasa retoris dan macam-macam gaya bahasa kiasan. Menurut Dale,
gaya bahasa memegang peranan penting dalam sebuah karya sastra khususnya pada
novel, serta menjelaskan pengertian gaya
bahasa adalah bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan
memperkenalkan serta membandingkan suatu benda dan penggunaan gaya bahasa tertentu
dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu (Tarigan, 1985: 4).
Gaya bahasa dapat ditinjau dari bermacam-macam sudut
pandang. Pandangan atau pendapat tentang gaya bahasa dapat dibedakan dari segi
bahasa dan segi non bahasa. Berdasarkan segi non bahasa, gaya bahasa dibagi
berdasarkan pengarang, masa, medium, subjek, tempat, hadirin, dan tujuannya.
Berdasarkan segi bahasa, gaya bahasa dibedakan berdasarkan pilihan kata, nada
yang terkandung dalam wacana, struktur kalimat, dan langsung tidaknya makna
(Keraf, 2010: 115-116).
Peneliti tertarik
untuk meneliti karya sastra yang berupa novel, karena dalam karya sastra yang
berwujud novel pada umumnya menyimpan nilai etika dan berbagai gaya bahasa.
Selanjutnya, novel
merupakan karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan
seseorang dengan orang di sekitarnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap
pelaku. Sebagai salah satu bentuk perhatian terhadap karya sastra (novel),
peneliti mengkaji novel yang berjudul Keluarga
Permana karya Ramadhan K.H, karena setelah melalui proses pembacaan secara
sepintas dan mendalam sehingga dapat diketahui bahwa novel Keluarga Permana karya Ramadhan K.H mengandung ajaran tentang etika
dan berbagai macam gaya bahasa. Pada umumnya novel Keluarga Permana karya Ramadhan K.H, berisi tentang kehidupan
manusia dalam kehidupan keluarga sehari-hari. Serta mengajarkan kita bagaimana
harus hidup bermasyarakat, bertanggung jawab, dan berbuat jujur.
Novel Keluarga Permana
karya Ramadhan K.H menceritakan tentang kehidupan sosial masyarakat, yang
menyajikan ajaran budi pekerti yang baik untuk pembentukan kepribadian
seseorang. Selain itu, novel Keluarga
Permana karya Ramadhan K.H, juga menyampaikan pesan moral yang baik, yaitu
bagaimana kita harus bertanggung jawab dengan tingkah laku kita dalam
bertindak. Dalam novel Keluarga Permana karya
Ramadhan K.H menjelaskan bahwa kejahatan pasti akan kalah dengan kebaikan,
ataupun sebaliknya. Untuk memperoleh hal yang diinginkan manusia harus belajar
tentang ajaran budi pekerti yang baik serta dapat mengendalikan diri antara
lahir dan batinnya (hawa nafsu) sebagai tameng pengendalian diri.
Norma sebagai bagian etika akan memberi rambu-rambu, apakah
tindakan orang Jawa tepat atau tidak. Sikap dan tindakan yang tepat sasaran,
dengan sendirinya cocok, akan mengenakan sesama. Ketepatan juga akan menjaga
wibawa seseorang. Seorang priyayi yang
tidak clap-clup (asal bicara) dalam
mengeluarkan kata-kata, jelas akan menjaga dirinya sendiri. Maka dari itu,
penulis melakukan penelitian yang berjudul “Etika dan Gaya Bahasa dalam novel Keluarga Permana karya Ramadhan K.H”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah, dapat dijumpai berbagai identifikasi masalah dalam novel
Keluarga Permana karya
Ramadhan K.H, berikut ini.
1.
Karya sastra dalam bentuk novel Keluarga
Permana karya Ramadhan
K.H mempunyai pesan moral yang baik yang berhubungan antara kehidupan manusia
dengan Tuhan, manusia dengan sesama, dan hubungan antara manusia dengan dirinya
sendiri.
2.
Nilai etika yang terdapat dalam novel Keluarga
Permana karya Ramadhan
K.H dapat dijadikan sebagai pedoman untuk pembentukan kepribadian manusia.
3.
Gaya
bahasa yang digunakan dalam novel Keluarga
Permana karya Ramadhan K.H sangat menarik untuk dikaji.
C. Batasan Masalah
Dari identifikasi
masalah diatas, fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah nilai etika Jawa
dan gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat yang terkandung dalam novel Keluarga
Permana karya Ramadhan
K.H.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan
yang telah diidentifikasi dan dibatasi, peneliti merumuskan masalah berikut
ini.
1.
Apa sajakah nilai etika yang terdapat
dalam novel Keluarga Permana karya Ramadhan K.H?
2.
Apa
sajakah gaya bahasa yang terdapat dalam novel Keluarga Permana karya Ramadhan K.H?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan:
1.
nilai etika yang terdapat dalam novel Keluarga
Permana karya Ramadhan
K.H,
2.
berbagai
macam gaya bahasa yang terdapat dalam novel Keluarga
Permana karya Ramadhan K.H.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat, baik secara praktis maupun secara teoretis.
1.
Secara praktis, bagi pembaca, guru
(pengajar) serta penelitian selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan sebagai acuan untuk pembentuk kepribadian serta tingkah laku manusia
sebagai makhluk yang mempunyai etika tinggi. Serta meningkatkan budi pekerti
luhur agar tidak terjadi penyimpangan terhahadap etika khususnya etika Jawa.
2.
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan
dapat menambah bahan referensi bagi peneliti sastra lainnya, serta memberikan
manfaat bagi para peneliti sastra untuk mengembangkan teori yang berkaitan
dengan nilai etika dan gaya bahasa.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Tinjauan
pustaka memuat uraian sistematis tentang hasil penelitian yang telah dilakukan
terdahulu yang ada kaitannya dengan masalah yang akan atau sedang diteliti.
Penelitian terhadap karya sastra (novel) memang sudah banyak dan sering
dilakukan, tetapi penelitian tersebut sebagian besar menganalisis nilai
pendidikan moral, nilai struktural, nilai feminisme, semiotik, sosiologi, dan
psikologi. Penelitian yang dijadikan sebagai tinjauan dalam penelitian ini
adalah penelitian yang pernah dilakukan oleh Agatha Respa Fabiola (2010), Nika
Susanti (2011), dan Mantovani Az-Zahra (2012).
Penelitian
yang dilakukan oleh Fabiola (2010) berjudul “Gaya Bahasa dalam novel Prawan Semarang karya Widi Widajat dan Pembelajarannya di SMA
Kelas X” diterbitkan oleh Universitas Muhammadiyah Purworejo (2010). Dalam
penelitiannya, peneliti mengkaji tentang gaya bahasa dan pembelajarannya di SMA
kelas X. Gaya bahasa yang dikaji meliputi, gaya bahasa klimaks, gaya bahasa
antiklimaks, gaya bahasa paralelisme, gaya bahasa antitesis, dan gaya bahasa
repetisi, serta cara pembelajaran gaya bahasa yang diterapkan dalam SMA kelas
X. Kesimpulan dari penelitiannya adalah bahwa jenis-jenis gaya bahasa yang
terdapat dalam novel Prawan Semarang
hanya terdapat lima gaya bahasa saja, yaitu (1) gaya bahasa klimaks, (2) gaya
bahasa antiklimaks, (3) gaya bahasa paralelisme, (4) gaya bahasa antitesis, dan
(5) gaya bahasa repetisi.
Penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh
Fabiola (2010) memiliki kesamaan, yaitu
sama-sama membahas tentang gaya bahasa, sedangkan perbedaannya penelitian ini tidak
menganalisis tentang etika tetapi menerapkan gaya bahasa dalam pembelajaran
pada SMA kelas X. Peneliti tidak menganalisis hal tersebut, tetapi hanya
menganalisis tentang etika dan gaya bahasa pada novel.
Penelitian
lain yang hampir sama dengan penulis lakukan yaitu penelitian yang dilakukan
oleh Susanti (2011) dengan judul Analisis Nilai Etika dan Estetika Tembang Macapat Pupuh Sinom dalam Serat Kalatidha karya Raden Ngabehi
Ranggawarsita dan Kemungkinan Pembelajarannya di SMA yang diterbitkan oleh
Universitas Muhammadiyah Purworejo (2011).
Selain
penelitian yang dilakukan oleh Fabiola (2010) dan Susanti (2011), penelitian yang
hampir sama dengan penulis lakukan adalah penelitian yang dilakukan oleh
Az-Zahra (2012) berjudul Analisis
Gaya Bahasa pada Antologi Geguritan
Paseksen Kumpulan Geguritan karya Wieranta (2012). Dalam penelitiannya, Az-Zahra
(2012) membahas tentang beberapa gaya bahasa yang terdapat dalam 43 geguritan
yang terdapat dalam Antalogi Pasekten
Kumpulan Geguritan karya Wieratman yaitu gaya bahasa repetisi, gaya bahasa
retoris, dan gaya bahasa kiasan.
Penelitian
ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Mantovani mempunyai persamaan dan
perbedaan. Persamaannya adalah sama-sama mengkaji tentang gaya bahasa,
sedangkan perbedaan dalam penelitian ini adalah mengkaji pada Antologi Geguritan Paseksen Kumpulan Geguritan
karya Wieranta, sedangkan penulis melakukan penelitian pada novel Keluarga
Permana karya Ramadhan
K.H
B. Kajian Teori
Pada
kajian teori ini penulis akan menjelaskan mengenai nilai etika dan gaya bahasa
dalam novel Keluarga Permana karya Ramadhan K.H
diperlukan teori-teori yang relevan. Teori tersebut diharapkan dapat membantu
peneliti dalam mengenal nilai etika dan gaya bahasa yang terdapat dalam novel
tersebut, sebagai dasar pembahasan rumusan masalah. Ada empat hal yang akan
dibahas dalam kajian teori yaitu (1) pengertian karya sastra, (2) pengertian
etika, (3) pengertian gaya bahasa, (4) jenis-jenis gaya bahasa.
1.
Pengertian
Karya sastra
Karya
sastra merupakan suatu hasil pengamatan
sastrawan atas kehidupan yang terjadi di sekitarnya. Karya sastra ialah
kehidupan yang dibuat oleh sastrawan atau rekayasa kehidupan. Kehidupan di
dalam karya sastra adalah kehidupan yang telah dihiasi dengan sikap penulisnya,
latar belakang pendidikannya, keyakinan, kebudayaan dan sebagainya (Suharianto,
1982: 11). Oleh karena itu, kenyataan atau kebenaran dalam karya sastra tidak
mungkin disamakan dengan kenyataan atau kebenaran yang ada di sekitar kita.
Kebenaran di dalam karya sastra adalah kebenaran dalam keyakinan bukan
kebenaran indrawi seperti yang disaksikan dalam kehidupan sehari-hari.
Hal
ini menjelaskan bahwa karya sastra tidak hanya berisi imajinasi pengarang saja,
melainkan di dalam imajinasi tersebut terdapat sesuatu yang penting dengan
tujuan agar diketahui oleh pembaca yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam
karya sastra tersebut. Jadi, menurut penulis, karya sastra adalah sebuah usaha
manusia untuk mengungkapkan imajinasinya dalam bentuk tulisan yang
menggambarkan kehidupan manusia pada umumnya.
Di
satu pihak, karya yang bukan sastra dapat berupa luapan emosi atau fiktif
belaka, yang merupakan suatu penyampaian ide-ide dan gagasan-gagasan belaka,
yang dapat disampaikan melalui bentuk-bentuk (nasihat/memberi pengertian),
khotbah, pidato, serta uraian tentang bentuk
moral dan sebagainnya. Karya sastra merupakan suatu hasil perpaduan
harmonis antar kerja perasaan dan pikiran dari pengarang. Karya sastra juga
tidak mementingkan isi, tidak juga mengutamakan suatu bentuk.
Oleh
sifatnya yang demikian, karya sastra mempunyai kemampuan lebih keras dan kuat atas
perasaan-perasaan penikmatnya yaitu para pembaca. Karya sastra juga dapat
menghadirkan peristiwa-peristiwa yang sudah lampau, atau baru yang merupakan
gagasan-gagasan dari pengarangnya lebih dekat dan nyata dalam angan-angan atau
benak penikmatnya. Dengan istilah lain, karya sastra dapat menghilangkan jarak
dan waktu. Seperti karangan-karangan lain, karya sastra dibuat oleh pengarang
untuk berkomunikasi kepada para penikmatnya, karena sifat dasarnya berbeda,
maka sesuatu yang dikomunikasikan tersebut berbeda pula.
Karya
sastra sebagai karya fiksi yang ingin dikomunikasikan oleh setiap karya sastra
adalah perasaan-perasaan bukan pengetahuan pengarang seperti pada umumnya
karangan-karangan yang bukan sastra (Suharianto, 1982: 17). Jadi, sasaran karya
sastra bukanlah pikiran penikmatnya, tetapi perasaannya. Karya sastra tidak
bermaksud hanya sekedar agar para penikmatnya tahu apa yang akan
dikomunikasikan oleh pengarang, melainkan mengajak untuk ikut serta merasakan
apa yang dirasakan oleh pengarang.
2.
Pengertian
Etika
Dalam
kehidupan sehari-hari sangatlah diperlukan etika yang harus dipatuhi oleh
setiap manusia, agar dalam bertindak atau berperilaku tidak seenaknya sendiri.
Di antara nilai etika Jawa yang menyangkut dalam tingkah laku kehidupan adalah
dalam bersikap jujur, sopan-santun, dan tata krama. Menurut Endraswara (2010:
138), etika ialah bagian dari filsafah aksiologi, sebab hidup itu berhubungan
dengan orang lain, agar hidup berfungsi maka dibingkai dengan etika. Etika
meliputi segala hal mulai dari manusia Jawa yang sebagai anggota keluarga,
masyarakat, dan negara.
Etika
bukan suatu sumber tambahan untuk ajaran moral, melainkan filsafat atau
pemikiran kritis dan dasar ajaran-ajaran moral.
Etika ialah sebuah ilmu, bukan sebuah ajaran atau didikan. Etika dan
ajaran moral tidak setingkat atau sepadan (Widyawati, 2010: 2). Etika merupakan
ilmu dimana seseorang harus mengikuti ajaran moral tertentu dan bagaimana
seseorang dapat mengambil sikap bertanggung jawab.
Selain
penjelasan etika di atas, Hadiatmaja juga menjelaskan bahwa etika berasal dari
bahasa Perancis yang disebut “etiquette” yang
berarti norma-norma atau aturan tertulis untuk pergaulan yang sopan
(Endraswara, 2006: 112). Etika dan sopan santun pergaulan dalam bermasyarakat
saling berkaitan untuk bertingkah laku yang baik. Meskipun etika berarti aturan
di luar hukum yang tidak tertulis, orang yang yang tidak mematuhi etika atau
melanggar etika hendaklah diberi sangsi atau hukuman dari pelanggaran meski
hukuman tersebut lebih ringan dibanding sangsi hukum. Pengertian etika tersebut
merujuk pada istilah tata krama, sopan-santun dan budi pekerti yang masih
berkaitan erat dengan etika Jawa yang merupakan akhlak mulia dalam masyarakat
Jawa yang masih dijunjung tinggi.
Begitu
pula etika kebijaksanaan Jawa, tentu dapat diartikan sebagai norma yang
digunakan masyarakat Jawa untuk menilai pekerti seseorang dalam kehidupannya. Dari
berbagai pengertian etika di atas dapat disimpulkan bahwa etika merupakan suatu
ajaran dan pandangan-pandangan moral yang membahas bagaimana kita bersikap dan
bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral yang ada. Pada penelitian ini
nilai etika yang akan diteliti adalah sesuatu yang berhubungan dengan tingkah
laku kehidupan manusia Jawa, seperti sikap jujur, sopan-santun, serta tata
krama.
3.
Pengertian Gaya Bahasa
Gaya
adalah cara mengungkapkan diri sendiri, dapat melalui suatu bahasa, tingkah
laku, berpakaian, berbicara dan sebagainya (Keraf, 2010: 113). Selanjutnya,
gaya bahasa adalah cara mengungkapkan sebuah pikiran melalui bahasa secara khas
dan menonjol dari penulis untuk memperlihatkan jiwa dan kepribadian seorang
penulis (pemakai bahasa) (Tarigan, 1985: 5). Gaya bahasa memungkinkan kita
untuk menilai kepribadian, watak dan kemampuan sesorang yang mempergunakan
bahasa itu. Semakin baik gaya bahasannya, semakin baik pula penilaian orang
terhadapnya, begitu juga sebaliknya semakin buruk gaya bahasa seseorang,
semakin buruk pula penilaian yang diberikan kepadanya.
Keraf
(2010: 113) menjelaskan bahwa sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung
tiga unsur sebagai berikut.
a.
Kejujuran ialah suatu pengorbanan, yang
terkadang orang meminta kita untuk melaksanakan sesuatu yang tidak
menyenangkan. Kejujuran dalam bahasa berarti kita mengikuti aturan-aturan,
kaidah-kaidah yang baik dan benar dalam berbahasa. Pemakaian kata-kata yang
kabur dan tak terarah, serta penggunaaan kalimat yang berbelit-belit, adalah
jalan untuk mengundang ketidakjujuran.
b.
Sopan-santun berarti sikap, bahasa, tutur
katanya akan halus, enak di dengar serta tidak membuat marah orang lain atau
sakit hati. Rasa hormat dalam gaya bahasa diartikan melalui kejelasan dan
kesingkatan. Dengan demikian, akan dijelaskan dalam kaidah berikut ini.
1)
Kejelasan dalam struktur gramatika kata
dan kalimat.
2)
Kejelasan dalam korespondensi dengan fakta
yang diungkapkan melalui kata-kata atau kalimat tadi.
3)
Kejelasan dalam pengurutan ide secara
logis.
4)
Kejelasan dalam penggunaan kiasan dan
perbandingan.
Kesingkatan
sering jauh lebih efektif dari pada jalinan yang berliku-liku. Kesingkatan
dapat dicapai melalui usaha untuk mempergunakan kata-kata secara efisien,
meniadakan penggunaan dua kata atau lebih yang bersinonim secara longgar,
menghindari tautologi, atau mengadakan repetisi yang tidak perlu.
c.
Menarik dapat diukur melalui beberapa
komponen yaitu: variasi, humor yang sehat, pengertian yang baik, tenaga hidup
(vitalitas), dan penuh daya khayal (imajinasi).
Pengertian gaya
bahasa tersebut tampak ada perbedaan yang mendasar, bahkan keempat pendapat
tersebut semakin memperjelas konsep gaya bahasa itu sendiri. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah pengaturan sebuah kata-kata dan
kalimat-kalimat penulis atau pembaca dalam mengekspresikan ide atau gagasan,
dan pengalamannya, untuk meyakinkan dan mempengaruhi penyimak atau pembaca.
4.
Jenis-Jenis
Gaya Bahasa
Tinjauan gaya bahasa dalam penelitian ini ditekankan
pada gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat. Jenis-jenis gaya bahasa lain
tidak dibahas, dengan pertimbangan gaya bahasa lain tidak mendukung pamecahan
masalah yang diteliti. Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat adalah sebuah
kalimat yang dapat dijadikan landasan untuk menciptakan gaya bahasa. Struktur
kalimat di sini adalah kalimat bagaimana tempat sebuah unsur kalimat yang dipentingkan
dalam kalimat tersebut. Ada kalimat yang bersifat periodik, bersifat kendur,
dan kalimat bersifat berimbang Keraf, (2010: 124). Adapun jenis-jenis gaya
bahasa berdasarkan struktur kalimat adalah sebagai berikut.
a)
Gaya bahasa Klimaks
Tarigan (1985: 229) menjelaskan bahwa klimaks ialah
sebuah gaya bahasa berupa susunan ungkapan yang semakin lama akan mengandung
penekanan. Sejalan dengan pendapat Tarigan, Keraf (2010: 124) juga menerangkan
bahwa klimaks adalah semacam gaya bahasa yang menyatakan beberapa peristiwa
atau keadaan secara berurutan yang mempunyai fungsi semakin meningkat
kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya.
Berdasarkan
ungkapan di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa klimaks adalah semacam
gaya bahasa yang digunakan untuk menyatakan beberapa peristiwa atau keadaan secara
berturutan mulai urutan pikiran yang mempunyai nilai fungsi kurang penting
hingga ke urutan yang lebih penting.
b)
Gaya bahasa Antiklimaks
Antiklimaks
dihasilkan oleh kalimat yang berstruktur mengendur. Gaya bahasa antiklimaks
merupakan suatu pernyataan yang disusun secara berurutan dari yang paling
tinggi, makin menurun sampai pada tingkatan yang paling rendah (Suharianto,
1982: 77). Gaya bahasa antiklimaks ialah gaya bahasa kebalikan dari gaya bahasa
klimaks. Kalimat yang mengendur apabila bagian kalimat yang mendapat penekanan
di awal kalimat.
Selain
itu, gaya bahasa antiklimaks juga merupakan suatu acuan yang berisi gagasan
yang barurutan mulai dari gagasan terpenting menuju gagasan yang kurang penting
(Tarigan, 1985: 81)
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa antiklimaks digunakan untuk
menyatakan sebuah peristiwa atau keadaan secara berturut-turut seperti halnya
dengan gaya bahsa klimaks, tetapi dalam gaya bahasa ini mulai dari pikiran yang
terpenting hingga ke urutan yang kurang begitu penting.
c)
Gaya bahasa Paralelisme
Paralelisme
ialah semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian
kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk
gramatikal yang sama pula (Keraf, 2010:
126). Kesejajaran tersebut berbentuk anak kalimat yang tidak harus tergantung
dengan sebuah induk kalimat. Dari penjelasan Keraf dapat disimpulkan bahwa gaya
bahasa paralelisme adalah suatu gaya bahasa yang berusaha untuk mencapai suatu
kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frasa yang menduduki fungsi sama
dalam pengungkapan yang berbeda.
d)
Gaya bahasa Antitesis
Tarigan
(1985: 223) menjelaskan bahwa gaya bahasa antitesis adalah sebuah gaya bahasa
yang mengadakan suatu perbandingan atau komparasi dua antonim (kata-kata
berbeda makna atau lawan kata). Sejalan dengan penjelasan tersebut, Suharianto
(1982: 77) mengatakan bahwa gaya bahasa
antitesis adalah pernyataan yang diungkapkan dengan kata-kata yang saling
bertentangan.
Dari
kedua pendapat di atas disimpulkan bahwa gaya bahasa antitesis adalah gaya
bahasa yang menggambarkan suatu maksud dengan menggunakan kata, kalimat atau
kelompok kata yang berlawanan atau yang mengandung makna yang berbeda.
e)
Gaya bahasa Repetesi
Repetesi ialah gaya bahasa yang melukiskan perulangan
bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk
memberikan penegasan dalam sebuah konteks yang sesuai (Keraf, 2010: 127). Dalam
bagian ini, hanya akan dibicarakan repetisi yang berbentuk kata atau frasa atau
klausa. Selain itu, Tarigan (1985: 234) juga mengemukakan bahwa gaya bahasa
repetisi adalah gaya bahasa yang mengandung perulangan kata atau kelompok kata
yang sama dan berkali-kali.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan gaya
bahasa yang melukiskan suatu hal dengan perulangan bunyi, suku kata, kata atau
kelompok kata yang sama dengan maksud menegaskan dan menarik perhatian pembaca.
Bagian yang diulang adalah bagian yang merupakan penting sehingga bagian
tersebut akan terasa lebih menonjol dari bagian lainnya.
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode
penelitian adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan yang
terdapat dalam penelitian atau yang menyangkut bagaimana kita mengadakan
penelitian. Menurut Sangidu (2004: 13), metode ialah cara kerja yang mempunyai
sistem untuk memulai pelaksanaan suatu penelitian untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan oleh peneliti.
1. Jenis Penelitian
Jenis
penelitian ini adalah penelitian deskriptif
kualitatif. Penelitian kualitatif ialah penelitian yang dalam penelitiannya
tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya
(Moleong, 2010: 6). Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa karya
sastra yaitu berupa novel yang berjudul Keluarga Permana karya Ramadhan K.H. Melalui metode
penelitian jenis ini diharapkan dapat mengetahui etika dan gaya bahasa dalam
novel tersebut.
2. Sumber
Data Penelitian
Dalam
penelitian ini sumber data adalah novel Keluarga
Permana karya Ramadhan K.H yang diterbitkan oleh Yayasan Pustaka Nusatama
tahun 1994 dengan jumlah halaman 197. Data-data tersebut berupa kutipan-kutipan
yang penulis ambil dari objek penelitian yaitu:
a.
nilai etika dalam novel Keluarga Permana karya Ramadhan K.H,
b.
jenis-jenis
gaya bahasa yang terdapat dalam novel Keluarga
Permana karya Ramadhan K.H
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
teknik pustaka. Teknik pustaka ialah menggunakan sumber-sumber tertulis untuk
memperoleh dan mendapatkan data untuk diteliti (Subroto, 1992: 42).
Sumber-sumber tertulis tersebut dapat berupa majalah, surat kabar, buku bacaan
umum, karya ilmiah, buku perundang-undangan. Sumber tertulis yang dipilih oleh
peneliti sebagai sumber premier yakni novel yang berjudul Keluarga
Permana karya Ramadhan
K.H.
4. Instrumen Penelitian
Instrumen yaitu alat yang
digunakan penulis guna mempermudah penelitian. Instrumen utama dalam penelitian
ini adalah penulis sendiri (human
instrument). Menurut Sugiyono (2010: 306) human instrumen sebagai peneliti harus validasi terhadap pemahaman
metode penelitian, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, serta
kesiapan untuk melakukan penelitian.
Instrumen tambahan dalam penelitian ini yaitu
berupa buku tentang sastra, etika Jawa, gaya bahasa, dan buku-buku penunjang
lainnya yang mendukung dalam penggarapan sekripsi.
5. Teknik Analisis Data
Dalam analisis data,
peneliti menggunakan teknik analisis isi. Teknik analisis isi digunakan untuk
menganalisis isi dari suatu wacana pada sebuah karya sastra (Mulyana, 2005:
82). Analisis penelitian ini dilakukan dengan membaca kritis dan teliti seluruh
teks novel Keluarga Permana karya Ramadhan K.H kemudian menganalisis isinya dengan cara
melakukan pengamatan yang sistematis berdasarkan nilai etika dan gaya bahasa.
Dalam analisis ini, nilai etika dan gaya bahasa
pada novel Keluarga Permana karya Ramadhan
K.H. yang terkumpul kemudian dikaji dan dibahas melalui teori fungsi nilai
etika dan gaya bahasa. Penjelasan data-data tersebut berupa deskripsi konkret.
Adapun langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.
mendeskripsikan
tentang bagaimana nilai etika yang terdapat dalam novel Keluarga Permana karya Ramadhan K.H,
b.
mengklasifikasikan
jenis gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat yang terdapat dalam novel Keluarga Permana karya Ramadhan K.H.
6. Teknik
Penyajian Hasil Analisis
Teknik penyajian hasil analisis yang
penulis gunakan dalam menganalisis novel
Keluarga Permana karya Ramadhan K.H
adalah dengan menggunakan metode informal. Metode penyajian informal ialah
perumusan dengan kata-kata biasa tanpa menggunakan rumus atau simbol dengan
terminologi yang bersifat teknis (Sudaryanto, 1993: 145). Pada penelitian ini,
penyajian hasil analisis yang berupa nilai etika dan gaya bahasa pada novel Keluarga Permana karya Ramadhan K.H
disajikan dengan menggunakan kata-kata biasa.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian
suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Az-Zahra, Mantofani. 2012. “Analisis Gaya Bahasa pada Antologi
Geguritan Paseksen Kumpulan Geguritan Karya Wieratman”. Skripsi Purworejo: FKIP Universias Muhammadiyah Purworejo.
Endraswara, Suwardi. 2003. Metodelogi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
Endraswara,
Suwardi. 2010. Etika Hidup Orang Jawa.
Yogyakarta: Narasi (Anggota IKAPI).
Fabiola, Respa Agatha. 2010. “Gaya Bahasa dalam Novel Prawan Semarang Karya Widi Widajat dan
Pembelajarannya Di SMA Kelas X”. Skripsi Purworejo: FKIP Universitas
Muhammadiyah Purworejo.
Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Moleong, Lexy. 2012. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya.
Ramadhan. 1976. Keluarga
Permana. Paris: Nusa Agung
Subroto,
Edi. 1992. Pengantar Metoda Penelitian
Linguistik Struktural. Surakarta: Sebelas
Maret University Press.
Sudaryanto. 1993. Metode
dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: duta Wacana University Press.
Sangidu. 2004. Penelitian
Sastra: Pendekatan, Teori, Metode,
Teknik, dan Kiat. Yogyakarta: Sastra Asia Barat.
Tarigan,
Henry Guntur. 1985. Pengajaran Gaya
Bahasa. Bandung: Angkasa.
Tim.
2013. Pedoman Skripsi. Purworejo:
Universitas Muhammadiyah Purworejo.
Widyawati,
Wiwien. 2010. Etika Jawa. Yogyakarta: Pura Pustaka
Yogyakarta.
Post a Comment for "ETIKA DAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL KELUARGA PERMANA KARYA RAMADHAN K.H"