Analisis Nilai Moral Novel Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa dan Skenario Pembelajarannya di Kelas XI SMA
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karya sastra
merupakan karya imajinatif yang digunakan pengarang dalam bentuk tulisan yang
mempunyai nilai estetika. Karya imajinatif tersebut terlahir dari kreasi dan
juga daya khayal pengarang.
Karya sastra merupakan penjabaran kehidupan dan
pengalaman pengarang atas kehidupan di sekitarnya. Karya sastra sebagai karya
imajinasi pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan menceritakan berbagai
masalah kehidupan manusia (Nurgiyantoro, 2010: 3).
Karya sastra
berfungsi bukan hanya memberikan hiburan atau keindahan saja terhadap
pembacanya, melainkan karya sastra itu dapat memberikan sesuatu yang memang
dibutuhkan manusia pada umumnya yakni berupa nilai-nilai sastra seperti nilai
pendidikan, moral, sosial, dan religius. Hal itu terjadi karena karya sastra
bersifat multidimensi yang di dalamnya terdapat dimensi kehidupan, contohnya
saja jenis karya sastra berupa novel. Pada saat ini, perkembangan novel di
Indonesia sedang mengalami kemajuan. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya
beraneka macam novel-novel sastra yang mengangkat cerita-cerita yang tidak jauh
dari kehidupan masyarakat saat ini (Nurgiyantoro, 2012: 17).
|
Nilai adalah
makna yang ada di belakang fenomena kehidupan (Mulyana, 2004: 99). Dapat
dikatakan pula nilai adalah makna yang mendahului fenomena kehidupan itu. Jika
fenomena kehidupan itu berubah, maka nilai cenderung mengikutinya. Dapat
disimpulkan bahwa nilai adalah sifat yang berguna bagi kemanusiaan dan berada
di belakang fenomena kehidupan. Dari nilai tersebut dapat dibawa ke dalam
fenomena kehidupan bermasyarakat.
Oleh karena itu, penelitian ini diarahkan
untuk menganalisis aspirasi masyarakat mengenai sosok guru ideal di dalam karya
sastra yang lahir dan banyak diminati. Karya yang peneliti pilih adalah
novel Lontara Rindu yang merupakan novel terbaik pada ajang
Lomba Novel Republika 2012 dan menjadi best seller nasional.
Di dalam novel ini dihadirkan sosok guru bernama Pak Amin dan Ibu
Maulindah. Selain fungsi pedagogis, juga ditelaah
fungsi sosialogis guru di dalam novel ini.
Jika
membicarakan sosok guru di dalam novel, mungkin yang langsung terbayang adalah
sosok Ibu Muslimah Hasfari dari novel mega best seller Karya
Andrea Hirata berjudul Laskar Pelangi. Di dalam novel tersebut
digambarkan sosok Ibu Mus yang menjadi tokoh pengayom dan sangat menyayangi
kesepuluh muridnya. Meskipun tidak menjadi sentra cerita, kehadiran tokoh
Ibu Muslimah tetap menarik perhatian pembaca dan dianggap sebagai salah satu
inspirasi penulis. Hal yang sama berlaku bagi novel Lontara Rindu Karya
S. Gegge Mappangewa. Tokoh Pak Amin dan Ibu Maulindah bukanlah sentra cerita
dari novel ini, akan tetapi kehadiran keduanya tetap menjadi warna tersendiri
Novel
ini menceritakan tentang kerinduan Vito kepada ayah dan suadara kembarnya yang
bernama Vino,Vito mencari mereka yang terpisah karena perceraian kedua orang
tuanya. Vito adalah seorang murid SMP rintisan di sebuah dusun terpencil
bernama Paka Salo, kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan. Dalam konteks sebagai
murid SMP inilah, Vito bersentuhan dengan dua tokoh guru yakni Pak Amin
yang mengajarkan Penjaskes namun tahu banyak tentang Islam dan Bu Maulindah
guru IPS.
Pada novel Lontara Rindu, pengarang mampu
membawa pembaca masuk dalam suasana yang diceritakan dalam novel tersebut.
Pembaca seolah-olah merasakan sosok guru bernama
Pak Amin dan Ibu Maulindah. Kehadiran
keduanya tetap menjadi warna tersendiri. Novel Lontara Rindu ini secara tidak
langsung mengandung nilai-nilai kemasyarakatan yang dapat dimanfaatkan bagi
pembacanya. Nilai-nilai yang dapat kita ambil manfaatnya yakni nilai-nilai
moral yang terkandung pada novel tersebut. Pembaca dapat memanfaatkan novel Lontara Rindu untuk diambil
nilai-nilai moral dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Remaja
dikatakan bermoral jika mereka memiliki kesadaran moral yaitu dapat
menilai hal-hal yang baik dan buruk, hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak
boleh dilakukan serta hal-hal yang etis dan tidak etis (Budiningsih, 2008: 5). Novel Lonata Rindu Karya S.
Gegge Mappangewa ini merupakan salah satu novel yang mengandung nilai moral
dan sangat bagus untuk penanaman nilai-nilai moral bagi pelajar.
Pendidikan
mempunyai peranan yang penting dalam mendidik siswa. Sekolah dijadikan sebagai
sarana pendidikan formal untuk memberikan pembinaan nilai moral dan kemanusiaan
di lingkungan pelajar. Salah satunya adalah melalui kegiatan pembelajaran
sastra Indonesia di SMA. Pembelajaran sastra adalah pembinaan apresiasi sastra
yang berusaha mendekatkan anak kepada sastra, berusaha menambahkan rasa peka
dan cinta anak kepada sastra sebagai cipta seni. Pendidikan moral berfungsi
untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab
(Zuriah, 2007: 9).
Sastra diajarkan
di sekolah secara umum adalah untuk menumbuhkan dan meningkatkan daya apresiasi
siswa. Berdasarkan tujuan tersebut, sastra memang sangat perlu diajarkan di
sekolah. Hal itu sesuai dengan tujuan kurikulum yakni harus mempersiapkan anak
didik untuk dapat berdiri sendiri dalam masyarakat sebagai manusia Pancasila
(Hamalik, 2007: 86).
Kualitas dan
keberhasilan belajar peserta didik sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan
ketetapan pendidik memilih dan menggunakan metode. Penjabaran Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada pembelajaran sastra kelas XI semester I
yang sesuai dengan judul “Analisis Nilai Moral dalam Novel Lontara Rindu Karya
S. Gegge Mappangewa dan Skenario Pembelajarannya di kelas XI SMA”, yaitu: (1) Standar Kompetensi Membaca 7. Memahami
berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan; (2) Kompetensi Dasar 7.1
Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/ terjemahan.
Pembelajaran
sastra berdasarkan KTSP, mempunyai alokasi waktu 2 x 45 menit setiap kali
pertemuan mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA. Unsur intrinsik
dan nilai moral yang terkandung di dalam novel Lontara
Rindu Karya S. Gegge Mappangewa sesuai dengan kurikulum dan
perkembangan peserta didik di SMA Kelas XI semester I.
Berdasarkan
uraian di atas, penulis menulis judul “Analisis Nilai Moral Novel Lontara
Rindu Karya S. Gegge Mappangewa dan Skenario Pembelajarannya di Kelas
XI SMA” sebagai objek kajian dalam penelitian ini yang selanjutnya dijadikan
materi pembelajaran sastra di SMA. Penulis mengangkat judul tersebut dengan
alasan sebagai berikut.
1.
S. Gegge Mappangewa merupakan salah satu pengarang novel yang
mampu menarik perhatian pembaca dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
novelnya.
2.
Novel Lontara Rindu adalah salah satu
objek penelitian yang menarik bagi penulis karena menceritakan tentang kerinduan dan pencarian Vito akan ayahnya dan
suadara kembarnya bernama Vino, mereka terpisah karena berbeda keyakinan. Vito
adalah seorang murid SMP rintisan di sebuah dusun terpencil bernama Pakka Salo,
kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan. Dalam konteks sebagai murid SMP inilah Vito
bersentuhan dengan dua tokoh guru yakni Pak Amin yang mengajarkan Penjas
namun tahu banyak tentang Islam dan Bu Maulindah guru IPS.
3.
Belum ada penelitian tentang nilai moral novel Lontara
Rindu Karya S.
Gegge Mappangewa yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purworejo
sebagai materi untuk pembelajaran sastra.
B. Penegasan Istilah
Agar dalam
penelitian ini tidak terjadi salah pengertian antara penulis dan pembaca
mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam judul skripsi, penulis perlu
menjelaskan arti istilah yang dipaparkan di bawah ini. Judul penelitian ini
adalah “Analisis Nilai Moral dalam Novel Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa dan Skenario
Pembelajarannya di Kelas XI SMA”. Beberapa istilah yang perlu dijelaskan
sebagai berikut.
1.
Nilai Moral
Nilai moral merupakan peraturan-peraturan tingkah laku
dan adat istiadat seseorang individu dari suatu kelompok yang meliputi perilaku,
tata krama yang menjunjung budi pekerti dan nilai susila (Ginanjar, 2012: 60).
2.
Skenario Pembelajaran
Skenario pembelajaran adalah rencana berupa langkah
demi langkah yang tertulis secara terperinci yang digunakan sebagai acuan dalam
proses interaksi antara pendidik dengan peserta didik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan pendidikan (Arikunto, 2006:
112).
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, makna dari
judul “Analisis Nilai Moral dalam Novel Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa dan Skenario
Pembelajarannya di kelas XI SMA” adalah penelitian terhadap unsur intrinsik,
nilai moral pada Lontara
Rindu Karya S. Gegge Mappangewa dan skenario
pembelajarannya di SMA.
C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah
penelitian ini dipaparkan di bawah ini.
1.
Bagaimanakah unsur intrinsik dalam novel Lontara Rindu Karya S. Gegge
Mappangewa?
2.
Bagaimanakah nilai moral yang terdapat dalam novel Lontara Rindu Karya S.
Gegge Mappangewa?
3.
Bagaimanakah skenario langkah-langkah pembelajaran unsur
intrinsik dan nilai moral pada novel Lontara
Rindu Karya S. Gegge Mappangewa di Kelas XI SMA?
D. Tujuan Penelitian
Sesuai rumusan
masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan:
1.
unsur intrinsik yang terdapat dalam Lontara Rindu Karya S.
Gegge Mappangewa,
2.
nilai moral yang terdapat dalam novel Lontara Rindu Karya S.
Gegge Mappangewa,
3.
skenario pembelajaran unsur intrinsik dan nilai moral novel Lontara Rindu Karya S.
Gegge Mappangewa di Kelas XI SMA.
E. Manfaat Penelitian
Kegunaan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Segi Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
wawasan, memberikan sumbangan bagi dunia pendidikan sastra dalam hal pemilihan
bahan ajar dan penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan dalam mengkaji
nilai moral yang terdapat pada karya sastra, khususnya novel.
2.
Segi Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberi
manfaat baik bagi guru maupun siswa yang menjadi sasaran utama dalam
pembelajaran sastra. Bagi guru diharapkan dapat menambah alternatif-alternatif
bahan pembelajaran sastra dalam menanamkan akan nilai-nilai moral kepada siswa.
Bagi siswa diharapkan mampu menjadi sebuah wawasan
untuk merangsang kepekaan siswa terhadap ajaran moral yang terdapat dalam karya
sastra khususnya novel.
II.
TINJAUAN PUSTAKA, KAJIAN TEORETIS DAN
RUMUSAN HIPOTESIS
A. Tinjauan
Pustaka
Tinjauan Pustaka adalah kajian secara kritis terhadap
kajian terdahulu hingga diketahui perbedaan yang khas antara kajian terdahulu
dengan kajian yang akan penulis lakukan. Beberapa kajian tentang moral tersebut
berbentuk skripsi antara yang dilakukan oleh Sulakso (2010), Subagyo (2012),
dan Valma (2012).
|
Subagyo (2012) menulis skripsi berjudul “Nilai Moral
dalam Novel Sang Pelopor karya
Alang-alang Timur sebagai Bahan Pembelajaran di SMA”. Permasalahan yang
disajikan dalam penelitian ini antara lain mendeskripsikan nilai-nilai moral
dalam novel dan pembelajarannya di SMA. Penelitian yang dilakukan oleh Subagyo
mempunyai kesamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis.
Kesamaannya, keduanya membahas nilai moral novel. Perbedaannya, Subagyo dalam
permasalahan mendeskripsikan cara pengarang dalam menyampaikan wujud nilai
moral dalam karya sastra, sedangkan penulis mendeskripsikan unsur-unsur
intrinsik pada novel yang meliputi tema, tokoh, alur, latar, dan sudut pandang.
Perbedaan yang lain terdapat pada subjek penelitian, penelitian Subagyo
mengambil subjek novel Sang Pelopor
Karya Alang-alang Timur, sedangkan penulis pada novel Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa.
Valma (2012) menulis skripsi berjudul “Nilai Moral
dalam Novel Padang Bulan Karya Andrea
Hirata sebagai Bahan Pembelajaran di Kelas XI SMA”. Permasalahan yang disajikan
dalam penelitian ini antara lain pendeskripsian nilai-nilai moral dalam novel
dan pembelajarannya di SMA. Penelitian yang dilakukan oleh Valma mempunyai
kesamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis.
Kesamaannya, keduanya membahas nilai moral novel, mendeskripsikan unsur-unsur
intrinsik pada novel yang meliputi tema, tokoh, alur, latar, dan sudut pandang.
Perbedaannya, Valma hanya memberikan gambaran pembelajaran di SMA tanpa
memberikan skenario pembelajarannya, sedangkan penulis menganalisis nilai moral
dengan skenario pembelajarannya di SMA. Perbedaan yang lain terdapat pada
subjek penelitian, penelitian Valma mengambil subjek novel Padang Bulan Karya Andrea Hirata, sedangkan penulis pada novel Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa.
B. Kajian Teori
Teori yang dibahas dalam penelitian ini mencakup unsur
intrinsik, nilai moral dalam karya sastra, jenis moral dalam karya sastra, dan
pembelajaran sastra di SMA. Paparan mengenai teori-teori tersebut adalah
sebagai berikut.
1. Struktur Karya Sastra
a.
Tema
Tema menurut Stanton dan Jenny (dalam Nurgiyantoro,
2012: 67) adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Tema merupakan suatu
gagasan sentral, sesuatu yang hendak diperjuangkan dalam suatu tulisan atau
karya fiksi. Pengertian tema itu tercakup persoalan dan tujuan (amanat)
pengarang kepada pembaca. Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditarik simpulan
bahwa tema adalah gagasan utama
atau gagasan sentralpada sebuah cerita atau karya sastra.
b.
Tokoh
Abrams
dalam (Nurgiyantoro 2012: 165) menyatakan tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan
dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki
kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam
ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya
tokoh dalam sebuah cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan
terus-menerus sehingga terasa mendominasi sebagian cerita, dan sebaliknya, ada
tokoh-tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita dan
itupun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek. Tokoh yang disebut
pertama adalah tokoh utama cerita (central
character, main character), sedangkan yang kedua adalah tokoh tambahan (peripheral character) (Nurgiyantoro,
2012: 176). Jadi, tokoh adalah pelaku dalam cerita.
c.
Alur (Plot)
Stanton dalam
(Nurgiyantoro, 2012: 113) mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi
urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat,
peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
Dari pendapat di
atas, dapat disimpulkan bahwa alur merupakan rangkaian cerita yang dihadirkan
oleh para pelaku dalam cerita, dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga
menjalin suatu cerita.
d.
Latar (Setting)
Menurut
Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2012 : 216)
latar atau setting yang disebut juga
sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan
lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
Menurut Nurgiyantoro (2012:
227) membedakan unsur latar ke dalam tiga unsur pokok, yaitu: (1) latar tempat,
menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya
fiksi, misalnya desa, gunung, kota, hotel, rumah, dan sebagainya; (2) latar
waktu, menyaran pada kapan terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah
karya fiksi, misalnya tahun, siang, malam, dan jam; (3) latar sosial, menyaran
pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di
suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi, misalnya kebiasaan hidup,
tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir, dan bersikap.
e. Sudut Pandang (Point of view)
Menurut Abrams (Nurgiyantoro, 2012: 246), sudut pandang adalah cara yang dipergunakan
pengarang, sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan sebagai peristiwa
yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Sudut pandang
merupakan penyebutan kata ganti nama untuk tokoh-tokoh dalam cerita, dan posisi
narator dalam cerita.
Ada
dua metode dalam pusat pengisahan, yaitu (1) metode orang pertama tunggal
(aku), pengarang menceritakan kisah aku. Aku berkemungkinan pengarangnya tetapi
dapat pula hanya sebagai narator (pencerita), dan (2) metode orang kedua (dia),
yaitu pengarang menjadi seseorang yang serba tahu. Kedudukan pengarang dapat
sebagai tokoh utama akan tetapi dapat pula sebagai tokoh tambahan (bukan tokoh
utama).
2. Nilai Moral dalam Karya Sastra
Karya sastra fiksi senantiasa menawarkan pesan moral
yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan
martabat manusia. Sifat-sifat luhur kemanusiaan tersebut pada hakikatnya
bersifat universal. Artinya, sifat-sifat itu dimiliki dan diyakini kebenarannya
oleh manusia sejagad (Nurgiyantoro, 2012: 321).
Pengertian moral dalam karya sastra itu sendiri
berbeda dengan pengertian moral secara umum, yaitu menyangkut nilai baik buruk
yang diterima secara umum dan berpangkal pada nilai-nilai kemanusiaan. Moral
dalam karya sastra biasanya dimaksudkan sebagai petunjuk dan saran yang
bersifat praktis bagi pembaca dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Nurgiyantoro (2012: 321) moral pada cerita
biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral
tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil atau ditafsirkan lewat
cerita yang bersangkutan dengan pembaca. Ia merupakan petunjuk yang sengaja
diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan tingkah
laku dan sopan santun dalam pergaulan.
Keberadaan moral dalam karya sastra tidak lepas dari
pandangan pengarang tentang nilai-nilai kebenaran yang dianutnya. Ajaran moral
tersebut pada hakikatnya merupakan saran atau petunjuk agar pembaca memberikan
respon atau mengikut pandangan pengarang. Ajaran moral yang dapat diterima
pembaca biasanya bersifat universal, dalam arti menyimpang dari kebenaran dan
hak manusia. Pesan moral sastra lebih memberat pada kodrati manusia yang
hakiki, bukan pada aturan yang dibuat, ditentukan, dan dihakimi manusia
(Nurgiyantoro, 2012: 321).
3. Jenis Moral dalam Karya Sastra
Karya fiksi yang mengadung nilai-nilai moral atau
pesan moral, tentunya banyak sekali jenis dan wujudnya. Sebuah karya fiksi yang
panjang pasti terdapat lebih dari satu pesan moral. Jenis moral dalam karya
sastra sangat bervariasi dan tidak terbatas jumlahnya baik itu mengenai
persoalan hidup maupun persoalan yang menyangkut harkat dan martabat manusia
yang dapat diangkat sebagai ajaran moral dalam karya sastra.
Secara garis besar persoalan hidup dan kehidupan
manusia itu dapat dibedakan ke dalam persoalan hubungan manusia dengan diri
sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk
hubungannya dengan lingkungan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhannya (Nurgiyantoro,
2012: 323).Nilai moral hubungan manusia dengan diri sendiri meliputi niat baik,
ramah, prasangka baik, berpikir cerdas, sabar, bijaksana, tanggung jawab, sikap
sadar, kasih sayang, intropeksi diri, sikap bijak, rela berkorban, pantang
menyerah, dan berpendirian. Nilai moral hubungan manusia dengan manusia lain
meliputi sikap tolong-menolong, berbakti kepada orang tua, keakraban, kerjasama,
persahabatan, memberi semangat, perasaudaraan, menasehati, dan sikap
kekeluargaan. Nilai moral hubungan manusia dengan lingkungan alam seperti
sayang binatang dan memuji keindahan alam. Nilai moral hubungan manusia dengan
Tuhannya meliputi beribadah, berdoa, bersyukur, dan memohon ampun kepada Allah.
Persoalan hidup manusia dalam kehidupan sehari-hari
tidak lepas dari Sang Pencipta. Manusia yang beragama selalu mengingat Allah
dengan melakukan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing.
Persoalan hidup manusia dalam hubungan dengan manusia
lain yaitu masalah yang melibatkan interaksi antarmanusia. Nurgiyantoro (2012:
325) menyatakan bahwa masalah yang berupa kemasyarakatan, persahabatan, dan
kesetiaan, hubungan kekeluargaan; cinta kasih antara orang tua terhadap anak,
anak terhadap orang tua, kakak terhadap adik; dan lain-lain yang melibatkan
interaksi antarmanusia.
Persoalan manusia dengan dirinya sendiri menurut
Nurgiyantoro (2012: 324) dapat berupa eksistensi diri, harga diri, rasa percaya
diri, dan lain-lain yang lebih bersifat melibat diri dan kejiwaan seorang
inidividu. Persoalan yang bersifat melibatkan ke dalam diri dan kejiwaan
seorang individu dapat berupa tanggung jawab, bersikap sabar, dan sadar akan
perbuatan salah.
4. Pembelajaran Sastra di SMA
a.
Pengertian Pembelajaran Sastra
Menurut Hamalik (2011: 57) pembelajaran adalah suatu
kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,
perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan
pembelajaran.Manusia terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru,
dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material, meliputi buku-buku,
papan tulis, kapur, fotografi, side, film, audio, dan video tape. Fasilitas dan
perlengkapan terdiri dari ruang kelas, perlengkapan audio visual, dan komputer.
Prosedur meeliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar,
ujian dan sebagainya.
Pembelajaran sastra di
samping bicara tentang sejarah sastra dan teori sastra, perlu diarahkan kepada
pembinaan apresiasi sastra yang mencakup adanya pemberian kesempatan untuk
berekreasi, mencoba sendiri menciptakan karya sastra. Oleh
karena itu, pembelajaran yang dilakukan dengan benar akan menyediakan
kesempatan untuk mengembangkan keterampilan sehingga memungkinkan timbulnya
proses belajar pada diri siswa.
b.
Tujuan Pembelajaran Sastra
Pembelajaran sastra harus diarahkan kepada pembinaan
apresiasi sastra peserta didik agar anak memiliki kesanggupan untuk memahami,
menikmati, dan menghargai suatu cipta sastra.Tujuan dari pembelajaran sastra di
sekolah yaitu untuk keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan,
mengembangkan cipta dan rasa, serta menunjang pembentukan watak (Rahmanto,
1988: 16).
c.
Fungsi Pembelajaran Sastra
Rahmanto (1988: 16-25) menyatakan
bahwa pembelajaran sastra bermanfaat untuk:
1)
Membantu Keterampilan Berbahasa
Membantu keterampilan berbahasa maksudnya adalah
sastra dapat sebagai penunjang empat keterampilan berbahasa yaitu : (1)
menyimak, (2) berbicara, (3) membaca, dan (4) menulis.
2)
Meningkatkan Kemampuan Budaya
Meningkatkan kemampuan budaya maksudnya adalah sastra
tidak seperti ilmu yang lain tetapi sastra mencerminkan kebudayaan dalam suatu
masyarakat ataupun kebudayaan dunia yang dihadirkan melalui karya sastra.
3)
Mengembangkan Cipta dan Rasa
Mengembangkan cipta dan rasa maksudnya adalah bahwa
pembelajaran sastra dapat mengembangkan potensi siswa dan guru hendaknya selalu
menyadari bahwa setiap siswa memiliki kepribadian dan kemampuan yang khas.
4)
Menunjang Pembentukkan Watak
Menunjang kepribadiaan maksudnya adalah bahwa dalam
pembelajaran sastra dapat menunjang pembentukkan watak baik itu segi positif
maupun negatif tergantung sastra yang dibaca.
5. Pemilihan Bahan Pembelajaran Sastra
Bahan pembelajaran yang akan disajikan kepada siswa
haruslah sesuai dengan kemampuan siswanya yang berdasarkan pada tahapan
pembelajaran tertentu. Guru harus dapat memilih bahan ajar yang tepat sesuai
dengan perkembangan siswanya.
Menurut Rahmanto (1988: 27) untuk menentukan bahan
pembelajaran sastra, harus diperhatikan dari sudut bahasa, kematangan jiwa
(psikologis), latar belakang kebudayaan siswa. Seorang guru hendaknya selalu
berusaha memahami tingkat kebahasaan siswanya sehingga guru dapat memilih
materi yang cocok untuk disajikan. Karya sastra yang dipilih untuk diajarkan
hendaknya juga sesuai dengan tahap psikologi pada umumnya dalam suatu kelas.
Guru sebaiknya menyajikan karya sastra yang dapat menarik minat siswa dalam
kelas itu. Pada latar belakang kebudayaan siswa, biasanya siswa akan lebih
tertarik pada karya-karya sastra dengan latar belakang budaya yang sudah
diketahuinya dan erat hubungannya dengan kehidupan siswa.
6. Metode Pembelajaran Sastra
Metode pembelajaran dalam KTSP adalah suatu
pembelajaran yang memberikan kebebasan peserta didik di dalam proses belajar
mengajar. Seorang guru dapat memilih metode yang dianggap tepat dan sesuai
dengan tujuan, bahan, dan keadaan peserta didik. Untuk menghindari kejenuhan,
guru disarankan menggunakan metode pembelajaran yang beragam.
Rahmanto (1988: 17) mengatakan guru hendaknya selalu
memberikan variasi dalam menyampaikan pembelajaran sehingga peserta didik tidak
jenuh dan selalu siap menanggapi berbagai rangsangan.
Metode yang digunakan sebaiknya yang lebih banyak
memberikan peluang bagi peserta didik untuk selalu aktif dalam kegiatan
pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar, guru bisa menggunakan metode
secara ceramah, tanya jawab, diskusi, dan pemberian tugas.
1)
Metode Ceramah
Metode ceramah adalah suatu cara yang dilakukan oleh
guru untuk menyampaikan/mengajarkan meteri pelajaran secara langsung terhadap
peserta didik. Metode ini digunakan jika pelajaran tersebut banyak mengandung
informasi baru atau bahan-bahan yang memerlukan penjelasan guru.
2)
Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah suatu cara mengelola
pembelajaran dengan menghasilkan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan peserta
didik memahami materi tersebut. Metode tanya jawab akan menjadi efektif bila
materi yang menjadi topik bahasan menarik, menantang dan memiliki nilai
aplikasi tinggi. Pertanyaan yang diajukan bervariasi, meliputi pertanyaan
tertutup (pertanyaan yang jawabannya hanya satu kemungkinan) dan pertanyaan
terbuka (pertanyaan dengan banyak kemungkinan jawaban), serta disajikan dengan
cara yang menarik.
3)
Metode Diskusi
Metode diskusi adalah suatu cara penyampaian bahan
pelajaran di mana guru membantu peserta didik menguasai bahan pelajaran melalui
wahana diskusi atau pakar pendapat dan informasi berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman. Metode in merupakan metode yang paling baik dalam pembelajaran
sastra. Sebab siswa diberi kesempatan oleh guru untuk mengumpulkan pendapat
membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan masalah.
4)
Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas adalah cara mengajar atau
penyajian materi melalui penugasan siswa untuk melakukan suatu pekerjaan.
Metode ini memberi kesempatan kepada peserta didik untuk melaksanakan tugas
berdasarkan petunjuk langsung yang telah dipersiapkan oleh guru. Dalam
melaksanakan tugas melalui metode ini peserta didik dapat memperoleh pengalaman
langsung dan nyata.
7. Langkah-langkah Pembelajaran Sastra
Rahmanto (1988:
43) mengatakan bahwa guru hendaknya selalu memberikan variasi dalam
menyampaikan pembelajran, sehingga siswa tidak jenuh dan selalu siap dalam
menanggapi berbagai rangsangan.
Tata cara
penyajian yang perlu dipertimbangkan dalam memberikan pembelajaran sastra
antara lain melalui tahapan sebagai berikut ini.
a)
Pelacakan Pendahuluan
Guru mempelajari terlebih dahulu materi yang akan
diajarkan untuk memperoleh pemahaman awal tentang novel yang akan disajikan
sebagai bahan ajar agar dapat menetukan aspek-aspek yang perlu mendapat
perhatian khusus dan masih dijelaskan.
b)
Penentuan Sikap Praktis
Penentuan sikap praktis ialah menentukan informasi
yang dapat diberikan oleh guru untuk mempermudah siswa dalam memahami novel
yang disajikan. Keterangan yang diberikan hendaknya jelas dan seperlunya.
c)
Introduksi
Pengantar yang diberikan tergantung pada setiap guru
dan keadaan siswa.
d)
Penyajian
Tahap penyajian ialah menyajikan materi yang telah
disiapkan untuk diajarkan kepada siswa. Guru sebaiknya menggunakan cara yang
bervariasi agar materi yang disajikan dapat lebih menarik sehingga siswa tidak
bosan.
e)
Diskusi
Pada tahap ini, siswa mendiskusikan masalah-masalah
yang berkaitan dengan materi.Guru sebaiknya mendampingi siswa agar tidak
membahasa masalah-masalah yang tidak ada relevansinya dengan pokok masalah yang
dibahas.
f)
Pengukuhan (tes)
Latihan untuk pengukuhan ini dapat berupa
aktivitas-aktivitas lisan dan tertulis. Kegiatan ini bias dilakukan di luar
kelas atau sebagai pekerjaan rumah.
8. Sumber Belajar
Sumber belajar
adalah orang dapat dijadikan tempat bertanya tentang berbagai pengetahuan.
Dalam kegiatan belajar mengajar, sumber belajar tidak hanya diperoleh dari guru
saja, melainkan buku pelajaran juga dapat sebagai sumber belajar. Pelajaran
akan menjadi menarik, mudah dipahami, hemat waktu dan tenaga, dan hasil belajar
akan lebih bermakna dengan menggunakan bantuan berbagai alat. Sumber belajar
dapat berupa:
a)
buku-buku referensi
1)
buku pelajaran yang diwajibkan;
2)
buku pelengkap, artinya buku yang menunjang (buku acuan)
bahan ajar atau materi pelajaran selain buku wajib atau utama;
b)
media cetak (surat kabar dan majalah);
media cetak
sebagai sumber belajar harus mempertimbangkan segi bahasa, estetika, psikologi,
materi dan tujuan belajar. Contohnya cerpen, puisi yang ada di surat kabar.
9. Evaluasi
Evaluasi hasil
pembelajaran merupakan bagian dari kurikulum, bagian dari pelaksanaan secara
keseluruhan. Maka, pengembangan sistem evaluasi hasil pembelajaran haruslah
dirancang bersamaan dengan pengembangan suatu kurikulum sehingga terjadi
keselarasan dengan komponen kurikulum yang lain.
Evaluasi pada
hakikatnya merupakan suatu proses pengumpulan dan penggunaan informasi yang
dipergunakan sebagai dasar pembuatan keputusan tentang program pendidikan
(Nurgiyantoro, 2010: 10).
Nurgiyantoro
membagi evaluasi dalam pembelajaran sastra menjadi tiga aspek penilaian, yaitu
sebagai berikut.
1)
Penilaian Kognitif
Hasil belajar sastra yang bersifat kognitif lebih
banyak berhubungan dengan kemampuan dan proses berpikir. Pelaksanaan penilaian
dapat dilakukan dalam proses pembelajaran, tes formatif, atau pada akhir
pembelajaran, tes sumatif. Tes sumatif biasanya dilaksanakan dalam bentuk
ulangan umum atau ujian semester dengan alat penilaian yang berupa tes
tertulis.
2)
Penilaian Afektif
Penilaian afektif berhubungan dengan masalah sikap,
pandangan dan nilai-nilai yang diyakini seseorang.
3)
Penilaian Psikomotor
Penilaian psikomotor adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan aktivitas otak, fisik, atau gerakan-gerakan anggota badan.
Keluaran hasil belajar yang bersifat psikomotoris adalah
keterampilan-keterampilan gerak tertentu yang diperoleh setelah mengalami
peristiwa belajar.
C. Rumusan Hipotesis
Berdasarkan kajian teoritis yang telah
diuraikan peneliti, hipotesis penelitian ini adalah “jika siswa dalam proses
pembelajaran sastra dikaitkan dengan novel Lontara Rindu akan mempengaruhi kualitas
moral pada siswa tersebut akan meningkat”.
III.
Metode Penelitian
Metode penelitian
adalah cara yang digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan data penelitiannya
(Arikunto, 2006:136). Dalam hal ini dipaparkan objek penelitian, jenis
penelitian, fokus penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data,
instrumen penelitian, teknik analisis data, dan teknik penyajian hasil
analisis.
1. Sumber Data
Sumber data
adalah segala sesuatu yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian
(Arikunto, 2010: 172). Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa yang
diterbitkan oleh Republika di Jakarta Selatan. Cetakan pertama pada tahun 2012,
dan memiliki 341 halaman.
2. Objek Penelitian
Objek penelitian
ini difokuskan pada nilai-nilai moral yang terdapat dalam novel Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang berupa novel Lontara Rindu Karya S. Gegge
Mappangewa, bukan merupakan penelitian empiris yang berobjek pada tempat tertentu.
3.
Fokus Penelitian
Fokus penelitian
merupakan pusat dari objek penelitian tersebut. Penelitian ini difokuskan pada
hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, hubungan
manusia dengan dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan alam sekitar dalam Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa
dan pembelajarannya di Kelas XI SMA.
4.
Jenis Penelitian
Penelitian ini
termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif artinya data yang
dideskripsikan merupakan data kualitatif yang berakar pada latar alamiah
sebagai keutuhan yang mengandalkan manusia sebagai alat penelitian. Penelitian
ini hanya mendeskripsikan nilai moral dalam novel Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa berdasarkan nilai moral
beserta pembelajarannya di Kelas XI SMA.
5.
Teknik Pengumpulan
Data
Teknik
pengumpulan data adalah teknik yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan
data penelitiannya (Arikunto, 2006: 160). Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik studi pustaka. Teknik studi pustaka adalah adalah
segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang
relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti (Arikunto,
2006: 205), yaitu dengan membaca seluruh teks novel Lontara Rindukarya S. Gegge Mappangewa secara teliti.
Langkah-langkah yang digunakan penulis dalam mengumpulkan data adalah sebagai
berikut:
1.
Membaca keseluruhan secara intensif;
Setelah menemukan
objek penelitian, kemudian objek tersebut dibaca secara intensif dan
berulang-ulang secara keseluruhan. Objek tersebut dapat berupa novel atau
buku-buku pendamping lainnya.
2.
Mengelompokkan aspek-aspek nilai moral yang terdapat dalam novel
Lontara Rindu Karya S. Gegge
Mappangewa;
Dari objek novel
tersebut, ditentukan kutipan-kutipan yang merupakan aspek moral. Setelah
menentukan kutipan-kutipan tersebut, maka penulis mencari hubungan aspek-aspek
nilai moral yang terdapat pada novel.
3.
Mencatat data-data yang diperoleh dalam kartu pencatat data
Apabila sudah
mendapatkan data-data yang benar-benar lengkap, maka penulis memindahkannya
dalam kartu pencatat data. Data yang sudah dipindahkan dalam kartu pencatat
data tersebut akan dibahas lebih mendalam.
6. Instrumen Penelitian
Arikunto (2006:
160) menyatakan bahwa instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang
digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah
dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap serta sistematis
sehingga lebih mudah diolah.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penulis, kertas pencatat data,
dan alat tulisnya. Kertas pencatat data dipergunakan untuk mencatat data hasil
dari pembacaan novel. Kartu data ini berisi kata-kata yang merupakan
kutipan-kutipan novel yang berkaitan dengan pembahasan.
7. Teknik Analisis Data
Penelitian yang
penulis lakukan dalam novel Lontara Rindu
Karya S. Gegge Mappangewa merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan
menggunakan teknik contect analysis
atau metode analisis isi. Metode analisis isi adalah lebih mengenai sebuah
strategi penelitian dari pada sekadar sebuah metode analisis teks tunggal
(Tischer, 2009: 94), artinya penulis membahas dan mengkaji novel Lontara Rindu berdasarkan aspek nilai
moral. Adapun langkah-langkah yang
penulis tempuh dalam penulisan sebagai berikut ini.
1.
Menafsirkan data nilai-nilai moral yang terdapat dalam Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa, yaitu hubungan
manusia dengan tuhan, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan
dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan alam sekitar secara pragmatis dan
semantik.
2.
Menganalisis data yang terdapat dalam novel Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa
sesuai atau tidak dengan pembelajaran di Kelas XI SMA.
3.
Mengambil kesimpulan berdasarkan komponen-komponen hasil
analisis tersebut.
8. Teknik Penyajian Hasil Analisis
Penelitian yang
penulis lakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif
kualitatif adalah penelitian yang
mengumpulkan data dan dalam memberikan penafsiran terhadap hasil tidak
menggunakan angka, menekankan pada dekripsi (Arikunto, 2006: 12). Teknik yang
digunakan untuk menyajikan hasil analisis data adalah teknik penyajian
informal. Teknik penyajian informal adalah perumusan dengan menggunakan
kata-kata biasa tanpa menggunakan tanda dan lambang (Sudaryanto, 1993: 145).
Jadi, teknik penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini dipaparkan
dengan kata-kata tanpa menggunakan tanda dan lambang-lambang.
|
Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga.
Arikunto, Suharsimi.
2009. Dasar-Dsar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta : Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi.
2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Budiningsih, C. Asri.
2008. Pembelajaran Moral. Jakarta:
Rineka Cipta.
Gegge,
S. Mappangewa. 2012. Lontara Rindu. Jakarta:
Repulika.
Ginanjar, Nurhayati. 2012. Pengkajian
Prosa Fiksi Teori dan Praktik. Surakarta
Hamalik, Oemar. 2010. Proses
Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Jakarta: Balai
Pustaka.
Mulyana, Rohmat. 2004. Mengartikulasi
Pendidikan Nilai. Alfabeta: Bandung
Nurgiyantoro, Burhan.
2012. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Rahmanto, B. 1988. Metode
Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.
Retno, Ana dan
Suharso, 2011. Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Lux. Semarang: Widya Karma.
Subagyo, Mufahir Hery.
2012. Nilai Moral dalam Novel Sang
Pelopor Karya Alang-Alang Timur Sebagai Bahan Pembelajaran di SMA.
Skripsi, tidak diterbitkan. Universitas
Muhammadiyah Purworejo, Purworejo.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analysis Bahasa.
Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Valma, D. Nopita.
2012. Nilai Moral dalam Novel Padang
Bulan Karma Andrea Hirata Sebagai Bahan Pembelajaran di Kelas XI SMA.
Skripsi, tidak diterbitkan. Universitas Muhammadiyah Purworejo, Purworejo.
Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam
Perspektif Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara.
Post a Comment for "Analisis Nilai Moral Novel Lontara Rindu Karya S. Gegge Mappangewa dan Skenario Pembelajarannya di Kelas XI SMA"