Analisis Puisi “Tentang Aku dan Mimpiku” karya Winarsih dengan Pendekatan Struktural
Abstrak
Puisi merupakan sebuah sastra. Sebuah sastra jelas memiliki
struktur-struktur penting yang membentuknya. Struktur-struktur ini akan
mempengaruhi nilai estetika dan pemaknaan puisi tersebut. Analisis struktural membantu
menemukan bentuk, isi, tujuan dan maksud dari puisi.
A. Latar
Belakang Masalah
Sastra adalah karya yang memiliki berbagai ciri
keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, kehidupan dalam isi dan
ungkapannya (Sudjiman, 1990: 17). Sastra memiliki struktur-struktur penting
yang membentuknya. Begitu pula dengan puisi, karena puisi merupakan sastra.
Struktur-struktur yang terkandung dalam puisi tersebut
akan mempengaruhi bentuk, isi dan tujuan dari puisi tersebut. Dalam rangka
penelitian sebuah puisi tentang struktur-struktur yang terkandung di dalamnya,
dapat dilakukan penelitian puisi dengan pendekatan struktural.
Penelitian struktual dipandang lebih obyektif karena
hanya berdasarkan sastra itu sendiri. Oleh karena itu, di bawah ini akan
dianalisis sebuah puisi berjudul “Tentang Aku dan Mimpiku” karya
Winarsih dengan pendekatan struktural.
B. Landasan
Teori
Puisi adalah karya sastra. Semua karya sastra bersifat
imajinatif. Dibandingkan dengan bentuk karya sastra yang lain, puisi lebih
bersifat konotatif. Bahasanya lebih memiliki banyak kemungkinan makna. Hal ini
disebabkan terjadinya pengkonsentrasian atau pemadatan segenap kekuatan bahasa
di dalam puisi.
Struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan,
penegasan dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang
secara bersama membentuk kebulatan yang indah (Abrams, 1981: 68). Analisis
strukturalisme biasanya mengandalkan paham positivistik, yaitu berdasarkan
tekstual.
Pada pokoknya, sastra puisi dibangun atau terkandung
dua unsur, yaitu struktur fisik yang berupa bahasa yang digunakan dan struktur
batin yakni pikiran dan perasaan yang diungkapkan penyair. Keduanya merupakan
kesatuan yang saling jalin-menjalin secara fungsional.
Struktur fisik tersebut meliputi:
1.
Diksi (diction),
yaitu pemilihan kata dengan mempertimbangkan perbendaharaan kata yang dimiliki,
urutan kata, dan kekuatan atau daya magis dari kata-kata itu.
2.
Pengimajian (Imagery,
pencitraan), yaitu kata atau susunan kata yang seolah mengandung gema suara
(imaji auditif), benda yang nampak (imaji visual), atau sesuatu yang dapat kita
rasakan, raba, atau sentuh (imaji taktil).
3.
Kata konkret, yaitu untuk membangkitkan imaji
pembaca, supaya menyaran kepada arti yang menyeluruh.
4.
Majas yaitu bahasa yang tidak langsung
mengungkapkan makna, bermakna kias atau lambang.
5.
Versifikasi: (a) Rima, yaitu penggantian istilah
persajakan untuk keseluruhan baris dan bait. Bentuk rima yaitu euphony dan
cacophony; (b) ritma, yaitu tinggi/ rendah, panjang/ pendek, keras/ lemah, yang
mengalun dengan teratur dan berulang-ulang sehingga membentuk keindahan.
6.
Tata wajah puisi yaitu larik-lariknya tidak
membentuk paragraf. Tepi kiri atau kanan dari halaman yang memuat puisi belum
tentu terpenuhi tulisan.
7.
Dalam struktur fisik puisi, juga terdapat
penyimpangan sintaksis (bahasa), karena struktur bahasa puisi berhubungan
dengan sintaksis. Penyimpangan bahasa ini meliputi: (1) penyimpangan leksikal,
yaitu kata-kata yang digunakan dalam puisi menyimpang dari kata-kata yang kita
pergunakan dalam kehidupan sehari-hari; (2) penyimpangan semantis, yaitu makna dalam
puisi tidak menunjukkan pada satu makna, tetapi makna ganda; (3) penyimpangan
fonologis, yaitu adanya penyimpangan bunyi untuk kepentingan rima; (4)
penyimpangan morfologis, yaitu adanya pelanggaran kaidah morfologi secara
sengaja; (5) penyimpangan sintaksis, adanya alpa menggunakan huruf besar untuk
permulaan kalimatnya dan tanda titik untuk mengakhiri kalimat itu; (6)
penggunaan dialek, yaitu adanya penggunaan kata-kata menyimpang dari bahasa
Indonesia yang bersih dari dialek; (7) penggunaan register, yaitu ragam bahasa
yang digunakan kelompok atau profesi tertentu dalam masyarakat; (8)
penyimpangan historis, yaitu penggunaan kata-kata kuno yang sudah tidak
digunakan lagi dalam kehidupan sehari-hari; dan (9) penyimpangan grafologis,
yaitu dalam menulis kata-kata, kalimat, larik, dan baris, penyair sengaja
melakukan penyimpangan dari kaidah bahasa yang biasa berlaku.
Sedangkan struktur batin puisi meliputi:
1.
Tema, yaitu gagasan pokok yang dikemukakan oleh
penyair.
2.
Perasaan (Feeling).
Suasana perasaan penyair ikut diekspresikan dan harus dapat dihayati oleh
pembaca.
3.
Nada dan suasana. Nada yaitu sikap tertentu terhadap pembaca.
Sedangkan suasana yaitu keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu.
4.
Amanat, yaitu pesan yang hendak disampaikan
penyair yang tersirat di balik kata-kata yang disusun, dan juga berada di balik
tema yang diungkapkan.
C. Metodologi
Metodologi yang digunakan untuk menganalisis puisi
tersebut yaitu metodologi kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian
tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis.
Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian
kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian
sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat
untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan
pembahasan hasil penelitian.
D. Pembahasan
Tentang Aku dan
Mimpiku
Karya: Winarsih
Kuterbangun di
indahnya pagi hari
Menghirup udara segar
sang mentari
Mengayuh sepeda
melewati jalan bebatuan
Penat keringat
bercucuran tak kuperdulikan
Denyut nadi
mengiringi lelah dalam hati
Berjuang teguhkan
hati menggapai asa mimpi
Panas matahari yang
menyengat ikut menyemangati
Membakar kulit tubuh
yang sudah terlanjur cokelat ini
Masa lalu menjadi
sejarah tak terlupakan
Telah terabadikan
untuk menjadi pedoman
Lembaran baru yang
indah menanti
Bersama mimpi yang
teruntai menghiasi
Walaupun banyak
rintangan yang menghadang
Kutakkan berputus asa
dan terus berjuang
Setinggi bintang
seluas langit di angkasa
Mimpi itu terduduk
terangkai bintang mempesona
1.
Analisis struktur fisik dari puisi “Tentang Aku
dan Mimpiku” Karya Winarsih.
Struktur
fisik puisi adalah unsur pembangun puisi yang bersifat fisik atau nampak dalam
bentuk susunan kata-katanya. Adapun struktur fisik puisi tersebut yaitu:
a.
Diksi, yaitu pemilihan kata.
1)
Perbendaharaan kata, yaitu kata-kata yang sudah
ada dalam kehidupan sehari-hari diberi makna baru oleh penyair dan kata-kata
yang tidak bermakna diberi makna. Dalam puisi tersebut terdapat baris-baris
yang kata-katanya sudah ada dalam kehidupan sehari-hari, yang diberi makna baru
oleh penyair. Yaitu terdapat dalam baris:
a)
/Menghirup udara segar sang mentari/, diberi
makna baru oleh penyair yaitu menghirup udara segar di pagi hari yang cerah.
b)
/Denyut nadi mengiringi lelah dalam hati/,
diberi makna baru oleh penyair yaitu lelah hati yang dirasakan selama masih
hidup..
c)
/Panas matahari yang menyengat ikut menyemangati/
/Membakar kulit tubuh yang sudah terlanjur cokelat ini/, diberi makna baru oleh
penyair yaitu cuaca matahari yang begitu panas, hingga membuat kulit semakin
cokelat, ikut mendukungnya dalam menggapai mimpi.
d)
/Masa lalu menjadi sejarah tak terlupakan/
/Telah terabadikan untuk menjadi pedoman/, diberi makna baru oleh penyair yaitu
perjuangan dan perjalanan yang telah terlewati menjadi pedoman untuk ke
depannya.
e)
/Lembaran baru yang indah menanti/ /Bersama
mimpi yang teruntai menghiasi/, diberi makna baru oleh penyair yaitu kehidupan
baru yang indah menanti.
f)
/Setinggi bintang seluas langit di angkasa/
/Mimpi itu terduduk terangkai bintang mempesona/, diberi makna baru oleh penyair
yaitu akan terus berjuang menggapai mimpi itu.
2)
Urutan kata
Urutan kata bersifat beku atau tidak dapat dipindah-pindahkan tempatnya, meskipun
maknanya tidak berubah oleh pemindahan tempat itu. Jika urutan katanya diubah,
maka perasaan dan nada yang ditimbulkan akan berubah pula. Dari baris pada
puisi tersebut dapat dimisalkan sebagai berikut:
a)
/Penat keringat bercucuran tak kuperdulikan/,
jika diganti dengan /tak kuperdulikan penat keringat bercucuran/, maka nada
semangat yang ditimbulkan dari baris puisi tersebut akan berkurang.
b)
/Telah terabadikan untuk menjadi pedoman/, jika
diganti dengan /untuk menjadi pedoman telah terabadikan/, maka nada semangat
yang ditimbulkan dari baris puisi tersebut akan berkurang.
c)
/Setinggi bintang seluas langit di angkasa/,
jika diganti dengan /seluas langit setinggi bintang di angkasa/, maka nada
semangat yang ditimbulkan dari baris puisi tersebut akan berkurang.
d)
/Mimpi itu terduduk terangkai bintang
mempesona/, jika diganti dengan /terduduk terangkai bintang mempesona mimpi
itu/, maka nada semangat yang ditimbulkan dari baris puisi tersebut akan
berkurang.
3)
Daya sugesti kata-kata
Sugesti ini ditimbulkan oleh makna kata yang dipandang sangat tepat untuk
mewakili perasaan penyair. Dalam puisi karya Winarsih tersebut, perasaan yang
ditunjukkan adalah perasaan semangat dalam hidupnya untuk berjuang menggapai mimpi.
Dan dalam puisi tersebut, kata-kata yang dapat mensugesti pembaca berkenaan
dengan perasaan semangat tersebut, sebagai berikut ini:
a)
Pada bait pertama:
/Mengayuh sepeda melewati jalan bebatuan/ Penat keringat bercucuran tak
kuperdulikan.
b)
Pada bait ke-dua:
/Panas matahari yang menyengat ikut menyemangati/ Membakar kulit tubuh
yang sudah terlanjur cokelat ini.
c)
Pada bait ke-empat:
/Walaupun banyak rintangan yang menghadang/ Kutakkan berputus asa dan
terus berjuang/ Setinggi bintang seluas langit di angkasa/ Mimpi itu terduduk
terangkai bintang mempesona.
b.
Pengimajian (Imagery,
pencitraan), yaitu kata atau susunan kata yang seolah mengandung: (i) gema
suara (imaji auditif), yaitu pembaca
seolah-olah mendengarkan sesuatu; (ii) benda yang nampak (imaji visual), yaitu
pembaca seolah-olah melihat sesuatu; (iii) imaji taktil, yaitu pembaca
seolah-olah merasakan sentuhan perasaan. Dalam puisi Winarsih tersebut dapat
dilihat, tidak adanya baris yang menunjukkan imaji auditif, tetapi terdapat:
1)
Imaji visual (penglihatan)
a)
/Mengayuh sepeda melewati jalan
bebatuan/ (sepeda dan bebatuan sebagai benda yang nampak)
b)
/Penat keringat bercucuran tak
kuperdulikan/ (keringat sebagai sesuatu yang nampak)
c)
/Panas matahari yang menyengat ikut
menyemangati/ (matahari sebagai benda yang nampak)
d)
/Membakar kulit tubuh yang sudah terlanjur cokelat ini/ (kulit tubuh sebagai
benda yang nampak)
e)
/Setinggi bintang seluas langit di
angkasa/ (bintang dan langit sebagai sesuatu yang nampak)
f)
/Mimpi itu terduduk terangkai bintang
mempesona/ (bintang sebagai benda yang nampak)
2)
Imaji taktil (sesuatu yang dapat dirasakan,
diraba, disentuh)
a)
/Mengayuh sepeda melewati jalan bebatuan/ Penat
keringat bercucuran tak kuperdulikan/, yaitu ikut merasakan keringat yang
bercucuran akibat bersepeda di jalan bebatuan.
b)
/Denyut nadi mengiringi lelah dalam hati/ Berjuang
teguhkan hati menggapai asa mimpi/, yaitu ikut merasakan lelah hati dalam
berjuang menggapai mimpi.
c)
/Panas matahari yang menyengat ikut
menyemangati/ Membakar kulit tubuh yang sudah terlanjur cokelat ini/ , yaitu
ikut merasakan panasnya matahari yang menyengat kulit.
c.
Kata konkret, yaitu untuk membangkitkan imaji
pembaca, supaya menyaran kepada arti yang menyeluruh. Dengan kata yang
diperkonkret, pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau keadaan
yang dilukiskan penyair. Dalam puisi “Tentang Aku dan Mimpiku” tersebut dapat
dilihat bahwa baris atau kalimat:
1)
/Menghirup udara segar sang mentari/,
memperkonkret bahwa pagi itu benar-benar cerah dan segar.
2)
/Mengayuh sepeda melewati jalan bebatuan/ Penat
keringat bercucuran tak kuperdulikan/, untuk memperkonkret bahwa penyair benar-benar
mengayuh sepeda di jalan bebatuan.
3)
Panas matahari yang menyengat ikut menyemangati/
Membakar kulit tubuh yang sudah terlanjur cokelat ini/, untuk memperkonkret
bahwa cuaca yang begitu panas.
4)
/Kutakkan berputus asa dan terus berjuang /Setinggi
bintang seluas langit di angkasa/ Mimpi itu terduduk terangkai bintang
mempesona/, untuk memperkonkret bahwa penyair akan terus berjuang menggapai
mimpinya.
d.
Majas atau bahasa figurative, yaitu bahasa yang
tidak langsung mengungkapkan makna, bermakna kias atau lambang. Dalam puisi
tersebut terdapat:
1)
Kiasan (gaya bahasa), yaitu suatu hal
dibandingkan dengan hal lainnya. Gaya bahasa yang terdapat dalam puisi tersebut
yaitu:
a)
Personifikasi, yaitu benda mati dianggap sebagai
manusia. Terdapat dalam baris:
/Denyut nadi mengiringi lelah dalam hati/, baris ini menunjukkan hati
yang lelah, sedangkan yang bisa lelah hanya makhluk hidup (manusia).
/Panas matahari yang menyengat ikut menyemangati/ Membakar kulit tubuh yang
sudah terlanjur cokelat ini/, baris ini menunjukkan panas matahari dapat
menyemangati dan membakar, sedangkan yang dapat menyemangati dan membakar hanya
manusia.
/Mimpi itu terduduk terangkai bintang mempesona/, baris ini menunjukkan
mimpi yang dapat duduk, sedangkan yang dapat duduk hanya manusia.
b)
Hiperbola, melebih-lebihkan hal yang
dibandingkan itu, agar mendapatkan perhatian yang lebih saksama dari pembaca. Untuk
melebih-lebihkan usaha dan semangat dalam menggapai mimpi, Winarsih membuat
hiperbola sebagai berikut:
/Penat keringat bercucuran tak kuperdulikan/ (kata keringat
dilebih-lebihkan, menjadi keringat bercucuran).
/Membakar kulit tubuh yang sudah terlanjur cokelat ini/ (panas
matahari mengenai kulit, dilebih-lebihkan menjadi membakar kulit).
/Setinggi bintang seluas langit di angkasa/ (impian yang tinggi,
dilebih-lebihkan menjadi setinggi bintang seluas langit di angkasa).
2)
Perlambangan, yaitu suatu hal diganti atau
dilambangkan dengan hal lain. Perlambangan yang terdapat dalam puisi Winarsih tersebut
yaitu:
a)
Lambang warna, yaitu menggunakan nama warna
untuk menggantikan sesuatu yang ingin diucapkan oleh penyair. Terdapat dalam
baris /Membakar kulit tubuh yang sudah terlanjur cokelat ini/.
Digunakannya warna cokelat untuk melambangkan penyair itu adalah orang
Indonesia, berkulit sawo matang (cokelat).
b)
Lambang benda, yaitu menggunakan nama benda
untuk menggantikan sesuatu yang ingin diucapkan oleh penyair. Terdapat dalam
baris /Lembaran baru yang indah menanti/. Digunakannya benda berupa
lembaran baru untuk melambangkan kehidupan
baru.
c)
Lambang suasana, yaitu melambangkan suatu
suasana dengan suasana lain yang dipandang lebih konkret. Terdapat dalam baris
/Mengayuh sepeda melewati jalan bebatuan/ Penat keringat bercucuran tak kuperdulikan/,
untuk menggambarkan suasana semangat penyair dalam menggapai impian.
e.
Versifikasi:
1)
Rima, yaitu penggantian istilah persajakan untuk
keseluruhan baris dan bait. Bentuk rima:
a)
Euphony, yaitu berupa bunyi-bunyi vokal. Dalam
puisi tersebut yaitu:
·
Pada bait pertama, akhir baris pertama dan
ke-dua memiliki persamaan bunyi vokal /i/, terdapat pada kata hari dan mentari.
·
Pada bait ke-dua, akhir baris pertama, ke-dua,
ke-tiga, dan ke-empat memiliki persamaan bunyi vokal /i/, terdapat pada kata hati, mimpi, menyemangati, dan ini.
·
Pada bait ke-tiga, akhir baris ke-tiga dan
ke-empat memiliki persamaan bunyi vokal /i/, terdapat pada kata menanti, dan menghiasi.
·
Pada bait ke-empat, akhir baris ke-tiga dan
ke-empat memiliki persamaan bunyi vokal /a/, terdapat pada kata di angkasa dan mempesona.
b)
Cacophony, berupa bunyi-bunyi konsonan di akhir
kata. Dalam puisi tersebut yaitu:
·
Pada bait pertama, akhir baris ke-tiga dan
ke-empat memiliki persamaan bunyi konsonan /n/, terdapat pada kata bebatuan, dan kuperdulikan
·
Pada bait ke-tiga, akhir baris pertama dan
ke-dua memiliki persamaan bunyi konsonan /n/, terdapat pada kata terlupakan dan pedoman.
·
Pada bait ke-empat, akhir baris pertama dan
ke-dua memiliki persamaan bunyi konsonan /ng/, terdapat pada kata menghadang, dan berjuang.
2)
Ritma, yaitu tinggi/ rendah, panjang/ pendek,
keras/ lemah, yang mengalun dengan teratur dan berulang-ulang. Ciri lain yaitu
adanya pemotongan-pemotongan baris menjadi frasa yang berulang-ulang. Dalam
puisi karya Winarsih tersebut, tidak terdapat pemotongan baris yang menjadi
frasa yang berulang-ulang.
f.
Tata wajah, yitu larik-lariknya tidak membentuk
paragraf. Tepi kiri atau kanan dari halaman yang memuat puisi belum tentu
terpenuhi tulisan. Jadi, dapat dilihat penulisan puisi karya Winarsih di atas,
bahwa tata wajah puisinya sesuai dengan karakteristik tata wajah puisi pada
umumnya, yaitu larik-larik puisinya
tidak membentuk paragraf. Tepi kiri atau kanan dari halaman yang memuat
puisi tersebut tidak terpenuhi tulisan.
g.
Penyimpangan sintaksis (bahasa) yang terdapat
dalam puisi “Tentang Aku dan Mimpiku” tersebut antara lain yaitu:
1)
Penyimpangan leksikal, yaitu kata-kata yang
digunakan dalam puisi menyimpang dari kata-kata yang kita pergunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam puisi di atas, terdapat pada baris:
a)
/Menghirup udara segar sang mentari/,
penyimpangan leksikalnya ada pada kata mentari, karena dalam kehidupan
sehari-hari biasanya menggunakan kata matahari.
b)
/Mengayuh sepeda melewati jalan bebatuan/,
penyimpangan leksikalnya ada pada kata bebatuan, karena dalam kehidupan
sehari-hari biasanya menggunakan kata berbatu.
2)
Penyimpangan semantis, yaitu makna dalam puisi
tidak menunjukkan pada satu makna, tetapi makna ganda. Dalam puisi di atas,
terdapat pada baris:
a)
/Membakar kulit tubuh yang sudah
terlanjur cokelat ini/, penyimpangan semantisnya ada pada kata membakar. Kata membakar
bagi penyair puisi tersebut bermakna menghantarkan panas, sedangkan bagi
penyair lain bisa bermakna membakar (api) hingga menjadi abu.
b)
/Lembaran baru yang indah menanti/,
penyimpangan semantisnya ada pada kata lembaran. Kata lembaran bagi penyair
puisi tersebut bermakna kehidupan, sedangkan bagi penyair lain bisa bermakna
lembaran kertas.
c)
/Mimpi itu terduduk terangkai bintang
mempesona/, penyimpangan semantisnya ada pada kata terduduk. Kata terduduk bagi
penyair puisi tersebut bermakna diam di sana (tidak ke mana-mana), sedangkan
bagi penyair lain bisa bermakna tidak sengaja duduk.
3)
Penyimpangan sintaksis, adanya alpa menggunakan
huruf besar untuk permulaan kalimatnya dan tanda titik untuk mengakhiri kalimat
itu. Pada puisi di atas, setiap baris diawali huruf besar, tanpa ada tanda
titik untuk mengakhiri kalimat. Dan hal itu berlaku untuk seluruh baris dan
bait pada puisi tersebut. Dapat dibuktikan pada satu bait pertama yaitu:
Kuterbangun di indahnya pagi hari
Menghirup udara segar sang mentari
Mengayuh sepeda melewati jalan
bebatuan
Penat keringat bercucuran tak kuperdulikan
2.
Analisis struktur batin dari puisi “Tentang Aku
dan Mimpiku” Karya Winarsih.
Struktur
batin puisi adalah unsur pembangun puisi yang tidak tampak langsung dalam
penulisan kata-katanya. Struktur batin pada puisi tersebut yaitu:
a.
Tema, yaitu gagasan pokok yang dikemukakan oleh
penyair. Puisi “Tentang Aku dan Mimpiku” memiliki tema perjuangan. Dalam puisi
tersebut ditunjukkan perjuangan penyair berupa usaha yang gigih dan penuh
semangat, tak kenal lelah untuk menggapai impiannya.
b.
Perasaan (Feeling),
yaitu suasana perasaan penyair. Dalam puisi tersebut, penyair berperasaan tak
kenal lelah atau penuh semangat. Penyair memiliki sikap semangat untuk maju
terus, pantang mundur dalam menggapai impiannya, meskipun banyak rintangan yang
menghadang.
c.
Nada dan suasana. Nada yaitu sikap tertentu
penyair terhadap pembaca. Sehingga, nada pada puisi Winarsih tersebut adalah
menasihati pembaca. Penyair dalam puisi tersebut, memberikan sebuah nasihat
dengan menggambaran pengalaman hidup yang penuh dengan semangat tinggi dalam
berusaha untuk menggapai impian, meskipun banyak rintangan yang menghadang. Sedangkan
suasana yaitu keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu. Keadaan jiwa
pembaca setelah membaca puisi tersebut adalah bertambahnya semangat berusaha
dalam menggapai impian, apapun rintangannya.
d.
Amanat, yaitu pesan yang hendak disampaikan
pengarang. Amanat dalam puisi di atas yaitu setinggi apapun impian yang kita
punya, harus bisa diperjuangkan hingga tercapai, meskipun ada banyak rintangan
yang menghadang. Impian itu harus kita kejar sampai kita dapat, dengan usaha
keras dan penuh semangat, karena impian itu tidak akan pergi ke mana-mana.
E.
Simpulan
Dari pembahasan di atas, dapat simpulkan bahwa hasil
analisis puisi “Tentang Aku dan Mimpiku” karya Winarsih dengan pendekatan
struktural tersebut, puisi tersebut mengandung struktur fisik dan struktur
batin.
Struktur fisik yang ada dalam puisi tersebut antara
lain yaitu diksi, pengimajian (terdapat imaji visual dan imaji taktil), kata
konkret, bahasa figuratif (terdapat kiasan dan lambang), dan adanya
penyimpangan bahasa (terdapat penyimpangan leksikal, semantis, dan sintaksis).
Sedangkan struktur batin dari puisi tersebut antara
lain yaitu bertema perjuangan, dengan penyair yang memiliki perasaan semangat,
bernada menasihati pembaca, dan puisi tersebut bersuasana menjadikan semangat
pembaca dalam menggapai mimpi semakin tinggi. Dalam puisi tersebut, amanat yang
hendak disampaikan penyair yaitu mengajak pembaca untuk terus berjuang dengan
penuh semangat dalam menggapai impiannya.
F.
Daftar Pustaka
Endraswara, Suwardi. 2013. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS.
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Waluyo, Herman J. 2010. Pengkajian dan Apresiasi Puisi. Solo: Widya Sari Press Salatiga.
Winarsih. Tentang Aku dan Mimpiku. Dalam
Majalah Talenta, 2014, hal53.
Post a Comment for "Analisis Puisi “Tentang Aku dan Mimpiku” karya Winarsih dengan Pendekatan Struktural"