ANALISIS PUISI “GADIS PEMINTA-MINTA” DENGAN PENDEKATAN SEMIOTIK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam mengapresiasi puisi sering kali menyebabkan kecenderungan pendekatan
dalam mengkaji karya sastra. Kecenderungan pertama akan memperhatikan kesadaran
dan ketidaksadaran pengarang, serta seluruh lingkungan sosial, politik, dan
intelektualnya sebagai
penentu makna puisi. Kecenderungan kedua beranggapan
bahwa makna puisi yang sesungguhnya merupakan hasil atau akibat dari interaksi
antara pembaca dan puisi yang dibaca. Jadi, kecenderungan kedua bertentangan
dengan kecenderungan yang pertama: apabila yang pertama berpusat pada
kausalitas atau sebab-musabab kelahiran puisi, maka yang kedua berpusat pada
efek puisi. Konteks yang pertama adalah realitas, kenyataan, kebenaran, atau
kehidupan yang ditiru puisi, sedangkan konteks yang kedua justru yang
menunjukkan konteks yang berada jauh dari realitas kehidupan, yaitu puisi atau
karya sastra lainnya. Dengan demikian, ada pengkajian puisi yang mendekati
karya sastra dengan realitas atau kehidupan di luar seni dan mengukur keakuratan
dan kebenaran tokoh, tindakan, dan latar yang ditampilkan dalam puisi
bedasarkan konteks tersebut. Sebaliknya, ada juga pengkajian puisi yang
mendekatkan diri pada konteks puisi sebagai keseluruhan yang berada di luar
realitas. Pada pembahasan ini puisi “Gadis Peminta-minta” karya Toto Sudarto
Bachtiar akan dianalisis menggunakan pendekatan semiotik. Puisi bukanlah untuk
penyairnya saja. Sebagai karya sastra, puisi boleh dibaca oleh siapa saja, yang
demikian puisi dapat hadir dengan interpretasi yang berbeda-beda, bergantung
pada pengalaman atau ground pembacanya.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
konsep dari teori semiotik?
2. Bagaimana
pendekatan semiotik dalam analisis karya sastra?
3. Bagaimana
analisis dari puisi “Gadis Peminta-minta” dengan pendekatan semiotik?
C. Tujuan Penulisan
Makalah
1. Mahasiswa
calon guru diharapkan mampu memahami konsep dari teori semiotik.
2. Mahasiswa
calon guru diharapkan mampu memahami tentang pendekatan semiotik dalam karya
sastra.
3. Mahasiswa
calon guru diharapkan mampu menganalisis puisi berjudul “Gadis Peminta-minta”
dengan pendekatan semiotik.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. KONSEP
SEMIOTIK
Semiotik atau semiologi merupakan ilmu yang mempelajari
tanda dan apa saja yang dapat dijadikan tanda. Istilah semiologi lebih banyak
digunakan di Eropa sedangkan semiotik lazim dipakai oleh ilmuwan Amerika.
Istilah yang berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda” atau “sign”
dalam bahasa Inggris itu adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti: bahasa, kode, sinyal, dan sebagainya.
Secara umum, semiotik didefinisikan sebagai teori filsafat umum yang berkenaan
dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode
yang digunakan untuk mengomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda-tanda
visual dan verbal serta tactile dan olfactory [semua tanda atau sinyal yang
bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indera yang kita miliki] ketika
tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis menyampaikan
informasi atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan dan perilaku manusia.
Penanda adalah “bunyi yang bermakna”
atau “coretan yang bermakna”. Jadi, penanda adalah aspek material dari bahasa
yaitu apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca.
Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Jadi, petanda adalah
aspek mental dari bahasa (Bertens, 2001:180). Menurut Aminuddin (1997), wawasan
semiotik dalam kajian sastra memiliki tiga asumsi. Pertama, karya sastra
merupakan gejala komunikasi yang berkaitan dengan pengarang, karya sastra
sebagai sistem tanda, dan pembaca. Kedua, karya sastra merupakan salah satu
bentuk penggunaan sistem lambang yang memiliki struktur. Ketiga, karya sastra
merupakan fakta yang harus direkonstruksikan oleh pembaca sesuai dengan
pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya.
Dalam ilmu sosial sendiri, Peirce
adalah salah satu tokoh yang turut mengembangkan ilmu semiotika.
Konsepnya mengenai tanda seringkali dijadikan rujukan dalam menginterpretasikan
semua tanda yang ada didunia ini. Menurut Peirce, Semiotika bersinonim dengan
logika, manusia hanya berpikir dalam tanda. Tanda dapat dimaknai sebagai tanda
hanya apabila ia berfungsi sebagai tanda. Fungsi esensial tanda menjadikan relasi
yang tidak efisien menjadi efisien baik dalam komunikasi orang dengan orang
lain dalam pemikiran dan pemahaman manusia tentang dunia. Tanda menurut Pierce
kemudian adalah sesuatu yang dapat ditangkap, representatif, dan interpretatif.
Tanda terdiri atas tiga jenis, yaitu berupa icon, indeks, simbol. Icon adalah tanda yang
memperlihatkan adanya hubungan yang bersifat alami antara penanda dengan
petandanya. Hubungan itu adalah hubungan persamaan. Index adalah
sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang mengisyaratkan
petandanya. hubungan kausal (sebab-akibat)
antara penanda dengan petandanya Simbol adalah tanda yang tidak memiliki hubungan alamiah antara
penanda dengan petandanya, melainkan hubungan yang ada bersifat arbitrer. Ketiga tanda
tersebut merupakan peralatan semiotik yang fundamental.
B. Pendekatan
Semiotik dalam Analisis Karya Sastra
Pendekatan Semiotik
merupakan salah satu kritikan yang penting dan popular dalam bidang bahasa dan
kesusasteraan. Pendekatan ini menitikberatkan soal kebahasaan dengan penumpuan
kepada mencari dan memahami makna menerusi sistem lambang (sign) dan
perlambangan dalam teks. Asas kepada kritikan ini ialah kepercayaan bahawa
makna bahasa ditandai dengan sistem lambang dan perlambangan. Lambang dan
perlambangan ini pula mempunyai hubungan dengan psikologi manusia dalam sebuah
masyarakat. Makna dalam teks dapat difahami dengan mentafsir lambang dan
perlambangan yang hadir dalam teks dan dihubungkan pula dengan penerimaan umum
dalam sebuah masyarakat.
Langkah-langkah dalam menganalis karya sastra dengan pendekatan semiotik adalah sebagai
berikut:
1.
menyendirikan satuan-satuan
minimal yang digunakan system semiotik.
2.
menentukan kontras-kontras di antara
satuan-satuan yang menghasilkan arti
(hubungan-hubungan pragmatik)
3.
aturan kombinasi yang
memungkinkan satuan-satuan itu untuk dikelompokkan bersama-sama sebagai
pembentuk-pembentuk struktur makna yang lebih luas (hubungan-hubungan
sintagmatik).
Analisis semiotik merupakan metode menganalisis karya sastra sebagai
sebuah struktur, pengkajian melalui tanda dan simbolisasi yang terdapat dalam
karya sastra. Dalam analisis semiotik, karya sastra dipandang sebagai proses
penuangan imajinasi pengarang. Sehingga, dalam analisis semiotik karya sastra
dikaitkan dengan pengarang, realita, pembaca dan hal-hal yang memiliki keterkaitan dengan karya sastra tersebut.
C. Analisis Puisi
“Gadis Peminta-minta” dengan Pendekatan Semiotik
“Gadis Peminta-Minta”
Karya Toto S. Bachtiar
Setiap kali bertemu, gadis
kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa
Ingin aku ikut, gadis kecil
berkaleng kecil
Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira dari kemayaan riang
Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira dari kemayaan riang
Duniamu yang lebih tinggi dari
menara katedral
Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bisa membagi dukaku
Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bisa membagi dukaku
Kalau kau mati, gadis kecil
berkaleng kecil
Bulan di atas itu, tak ada yang punya
Dan kotaku, oh kotaku
Hidupnya tak lagi punya tanda
Bulan di atas itu, tak ada yang punya
Dan kotaku, oh kotaku
Hidupnya tak lagi punya tanda
Puisi “Gadis Peminta-minta” karya
Toto Sudarto Bachtiar tersebut, terdiri dari 16 baris yang terbagi dalam 4
bait, tiap bait terdiri dari 4 baris. Ketika pembaca membaca judulnya akan
terlintas minimal tentang seorang pengemis. Ketika memasuki isi, “Gadis
Peminta-minta” merupakan gambaran tentang kehidupan seorang pengemis. Hal ini
disimbolkan dengan jelas pada:
1.
Baris ke-1, ke-5, dan ke-13 yang berbunyi:
/Setiap kali
bertemu, gadis kecil berkaleng kecil/,/Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil/, /Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil/. /Gadis kecil berkaleng kecil/
merupakan simbol pengemis atau peminta-minta.
2.
Baris ke-3 yang berbunyi:
/Tengadah
padaku, pada bulan merah jambu/. Gadis itu memohon kepada orang-orang /bulan merah
jambu/. /Bulan merah jambu/ merupakan simbol kasih sayang tanpa pamrih dengan
memberinya sedikit materi untuk dia bertahan hidup.
3.
Baris ke-5 yang berbunyi:
/Ingin aku
ikut, gadis kecil berkaleng kecil/. /Ingin aku ikut/, pengemis.
/Ingin aku ikut/ merupakan indeks dari keinginan pengarang untuk mengetahui bagaimana
keadaan lingkungan gadis peminta-minta itu.
4.
Baris ke-6 yang berbunyi:
/Pulang ke
bawah jembatan yang melulur sosok/. Gadis itu bertempat tinggal di
bawah jembatan /yang melulur sosok/. /Yang melulur sosok/ merupakan simbol dari
cukup untuk dirinya sendiri.
5.
Baris ke-7 yang berbunyi:
/Hidup dari
kehidupan angan-angan yang gemerlapan/. Kehidupan gadis itu hanya
/angan-angan yang gemerlapan/. /Angan-angan gemerlapan/ merupakan icon dari kegembiraan
maya atau penuh dengan penderitaan.
6.
Baris ke-9 yang berbunyi:
/Duniamu yang
lebih tinggi dari menara katedral/. Gadis itu sama
halnya memiliki /menara katedral/ seperti manusia lainnya. /Menara katedral/
merupakan simbol dari martabat tinggi.
7.
Baris ke-10 yang berbunyi:
/Melintas-lintas
di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal/. Gadis itu sudah terbiasa berjalan
melintasi /air kotor/. /Air kotor/ merupakan simbol selokan dan saluran got.
8.
Baris ke-11 dan ke-12 yang berbunyi:
/Jiwa begitu murni,
terlalu murni/ /Untuk bisa membagi dukaku/. Jiwa
gadis itu terlalu murni sehingga tak bisa /membagi dukaku/. /Membagi dukaku/
merupakan icon dari merasakan perasaan pengarang yang sangat memikirkan
deritanya.
9.
Baris ke-15 dan ke-16 yang berbunyi:
/Dan kotaku, oh kotaku/ /Hidupnya tak lagi punya tanda/. Kota
tempat pengarang hidup /tak lagi
punya tanda/ yang sangat identik dengan gadis peminta-minta berkaleng kecil. /Tak lagi
punya tanda/ merupakan icon dari akan kehilangan identitas.
Post a Comment for "ANALISIS PUISI “GADIS PEMINTA-MINTA” DENGAN PENDEKATAN SEMIOTIK"