Analisis Puisi “Tentang Aku dan Mimpiku” Karya Winarsih dengan Pendekatan Semiotik
Tentang
Aku dan Mimpiku
Karya:
Winarsih
Kuterbangun
di indahnya pagi hari
Menghirup
udara segar sang mentari
Mengayuh
sepeda melewati jalan bebatuan
Penat
keringat bercucuran tak kuperdulikan
Denyut
nadi mengiringi lelah dalam hati
Berjuang
teguhkan hati menggapai asa mimpi
Panas
matahari yang menyengat ikut menyemangati
Membakar
kulit tubuh yang sudah terlanjur cokelat ini
Masa
lalu menjadi sejarah tak terlupakan
Telah
terabadikan untuk menjadi pedoman
Lembaran
baru yang indah menanti
Bersama
mimpi yang teruntai menghiasi
Walaupun
banyak rintangan yang menghadang
Kutakkan
berputus asa dan terus berjuang
Setinggi
bintang seluas langit di angkasa
Mimpi
itu terduduk terangkai bintang mempesona
Pembahasan
Semiotik adalah ilmu
yang pempelajari tentang tanda yang mempunyai makna. Tokoh dalam semiotik
terdiri atas Ferdinan de Saussure, dan Charles Sander Pierce. Menurut Sariban
(2009:44-45), konsep semiotik menurut Ferdinan de Saussure menjelaskan bahwa
tanda mempunyai dua aspek, yakni penanda (signifier), dan petanda (signified).
Penanda adalah bentuk formal yang menandai suatu petanda. Penanda adalah bentuk
formal bahasa, sedangkan petanda adalah arti yang ditimbulkan oleh bentuk
formal.
Konsep semiotik
menurut Charles Sander Pierce, merupakan hubungan antara petanda dan penanda,
yang terdiri dari ikon, indeks, dan simbol.
1. Ikon
adalah tanda yang menunjukan adanya hubungan yang bersifat alamiah antara
petanda dan penanda.
2. Indeks
adalah tanda yang menunjukan hubungan kausualitas (sebab-akibat).
3. Simbol
adalah tanda yang menunjukan tidak adanya hubungan alamiyah antara penanda dan
petanda (bersifat arbiter) (Sariban, 2009:45-46).
Pada puisi “Tentang Aku dan Mimpiku” karya
Winarsih ini akan dikaji melalui analisis semiotik
dengan beberapa aspek berikut, yaitu :
1. Aspek
Sintaksis
Puisi
“Tentang Aku dan Mimpiku” karya Winarsih tersebut, terdiri dari 16 baris yang
terbagi dalam 4 bait, tiap bait terdiri dari 4 baris.
2. Aspek
Sematik
Pada
puisi “Tentang Aku dan Mimpiku” ini, jika dilihat dari penggunaan kata yang
dipakai, yang mempengaruhi puisi ini adalah:
a. Udara segar
sang mentari : udara pagi yang
masih asri
b. Penat
keringat bercucuran : lelah
c. Denyut nadi : hidup
d. Asa
mimpi :
cita-cita
e. Membakar
kulit tubuh : menyengat
kulit
f. Sejarah :
pengalaman
g. Lembaran
baru : kehidupan
baru
h. Setinggi
bintang seluas langit di angkasa :
semaksimal mungkin
i. Mimpi
itu terduduk : mimpi itu
tak ke mana-mana
Setelah melihat dan
mengartikan kata-kata tersebut maka kita bisa mengkaji lewat konotasi atau
bahasa kias yang dipakai Winarsih dalam puisinya yang
berjudul “Tentang Aku dan Mimpiku” ini.
Dalam kata udara segar sang mentari, menceritakan bahwa
udara pagi hari itu masih asri, belum terkena polusi. Juga pada kata penat keringat bercucuran, kita dapat
mengetahui bahwa lelah yang dirasakan dapat dilihat dengan banyaknya keringat
yang keluar dari tubuhnya. Dan juga pada kata denyut nadi, yaitu masih hidup, karena nadi masih berdenyut.
Dalam kata asa mimpi, yaitu cita-cita yang hendak
dicapai. Sedangkan pada kata membakar
kulit tubuh ini, si aku kulit tubuhnya tersengat panasnya matahari, dalam
hal sedang berusaha menggapai mimpi. Dan pada kata sejarah, yaitu pengalaman yang didapatkan dari apa yang sudah
terlewati atau terjalani.
Dalam kata lembaran baru, menceritakan bahwa untuk
mendapatkan kehidupan baru yang didambakan, tidak mengabaikan apa yang sudah
terjadi sebelumnya. Juga pada kata setinggi
bintang seluas langit di angkasa, menceritakan bahwa usaha yang maksimal
perlu dilakukan untuk dapat menggapai mimpi. Dan juga pada kata mimpi itu terduduk, yaitu bahwa sebuah
cita-cita itu keberadaannya tetap, tidak pergi ke mana-mana.
Apabila kita lihat
makna per bait, maka akan terlihat makna-makna keseluruhan yang telah
dijelaskan diatas. Untuk itu, maka penulis akan melakukan analisis tentang
makna setiap bait dari puisi karya Winarsih ini.
Ketika pembaca
membaca judulnya akan terlintas minimal tentang seseorang yang memiliki
cita-cita. Ketika memasuki isi, “Tentang Aku dan Mimpiku” merupakan gambaran
tentang perjuangan seseorang dalam menggapai cita-citanya.
Dalam sajak “Tentang Aku dan
Mimpiku” tersebut, dikemukakan ide bahwa impian itu butuh perjuangan keras untuk
dapat tercapai. Perjuangan keras di sini yaitu berusaha dengan sungguh-sungguh
dan penuh semangat, apapun rintangannya atau halangannya, hingga apa yang
diimpikan atau dicita-citakan itu tercapai.
Pada bait pertama, yang berbunyi:
Kuterbangun di indahnya pagi hari
Menghirup udara segar sang mentari
Mengayuh sepeda melewati jalan bebatuan
Penat keringat bercucuran tak kuperdulikan
Pada bait pertama tersebut, dikemukakan
bahwa si aku bangun tidur di setiap pagi. Setiap pagi si aku menghirup udara
yang masih asri, belum terkena polusi udara. Aktivitasnya di setiap pagi adalah
pergi menuju ke suatu tempat, di mana cita-cita itu mungkin ada di sana, dengan
mengayuh sepeda melewati jalan bebatuan. Apa yang dilakukan si aku tersebut
sebenarnya membuatnya merasa lelah, tetapi si aku tak pernah perduli dengan rasa lelahnya
itu.
Pada bait ke-dua, berbunyi:
Denyut nadi mengiringi lelah dalam hati
Berjuang teguhkan hati menggapai asa mimpi
Panas matahari yang menyengat ikut menyemangati
Membakar kulit tubuh yang sudah terlanjur cokelat ini
Pada bait ke-dua tersebut, merupakan
penegasan pada bait pertama, bahwa rasa lelah yang sebenarnya si aku rasakan,
akan selalu dirasakan selama nafas si aku masih berhembus atau masih hidup. Hal
itu tetap dilakukan dan dijalani si aku, demi dapat menggapai cita-citanya. Si
aku tak perduli meskipun kulit tubuhnya selalu tersengat oleh panasnya
matahari. Si aku tak perduli meskipun sengatan matahari itu membuat warna kulit
tubuhnya semakin gelap.
Dan pada bait ke-tiga, berbunyi:
Masa lalu menjadi sejarah tak terlupakan
Telah terabadikan untuk menjadi pedoman
Lembaran baru yang indah menanti
Bersama mimpi yang teruntai menghiasi
Pada bait ke-tiga tersebut, dikemukakan
bahwa si aku menjadikan segala sesuatu yang sudah si aku jalani, sebagai
sejarah atau pengalaman hidup yang akan selalu diingat. Pengalaman hidup itu telah
tersimpan dalam memori si aku, dan dijadikan oleh si aku sebagai pedoman atau
pegangan hidup untuk kehidupan selanjutnya, agar menjadi lebih baik dari
sebelumnya, serta sebagai pedoman hidup untuk dapat menggapai kehidupan baru
yang indah dengan impian yag tercapai.
Serta pada bait terakhir, yaitu bait
ke-empat, berbunyi:
Walaupun banyak rintangan yang menghadang
Kutakkan berputus asa dan terus berjuang
Setinggi bintang seluas langit di angkasa
Mimpi itu terduduk
terangkai bintang mempesona
Pada bait ke-empat tersebut, dikemukakan
bahwa si aku mempunyai keyakinan bahwa impian atau cita-cita itu akan tetap
keberadaannya atau tidak pergi ke mana-mana (baris ke-empat). Sehingga si aku
akan terus berjuang demi menggapai impiannya (baris ke-dua), meskipun ada
banyak rintangannya (baris pertama). Si aku tidak akan berhenti berjuang
sebelum impiannya tercapai, yaitu dengan berusaha semaksimal mungkin (baris
ke-tiga).
Secara semiotik, untuk menyatakan
ide bahwa impian itu butuh perjuangan keras untuk dapat tercapai, dinyatakan
dengan tanda (bahasa) yang sebenarnya artinya sama, yang dalam puisi tersebut
antara lain terdapat pada baris /kuterbangun
di indahnya pagi hari/, /mengayuh sepeda melewati jalan bebatuan/, /penat
keringat bercucuran tak kuperdulikan/, /berjuang teguhkan hati menggapai asa
mimpi/, /panas matahari yang menyengat ikut menyemangati/, / membakar kulit
tubuh yang sudah terlanjur cokelat ini/, /ku tak kan berputus asa dan terus
berjuang/, /setinggi bintang seluas langit di angkasa/. Semua baris puisi
tersebut sebanarnya bermakna tentang perjuangan si aku dalam menggapai
impiannya. Untuk dapat menggapai impiannya itu, si aku selalu bangun pagi, si
aku mengayuh sepeda di jalan bebatuan, si aku tak pernah perduli dengan
keringat di tubuhnya akibat bersepeda di jalan bebatuan, si aku berusaha untuk
memantapkan niat untuk menggapai impian, si aku harus berpanasan akibat terik
matahari yang memancar tanpa ada penghalang, warna kulit tubuh si aku bertambah
gelap akibat sengatan matahari, si aku yang akan terus berjuang menggapai
mimpi, si aku akan melakukan perjuangan yang maksimal yang dapat dilakukan si
aku lakukan.
Sajak ini menggambarkan atau
menceritakan tentang seseorang yang memiliki sebuah cita-cita. Seseorang itu
memiliki niat dan kemauan yang kuat untuk dapat menggapainya. Oleh karena itu,
seseorang itu setiap hari berjuang, berusaha dengan melakukan apa saja yang
bisa ia lakukan, agar cita-citanya itu dapat tercapai, meskipun ada banyak
rintangan yang menghadang. Setiap apa saja yang sudah ia lewati atau lakukan
itu, baik itu baik ataupun buruk, selalu ia jadikan sebagai pengalaman hidup
untuk sebagai pedoman hidup selanjutnya, agar lebih baik dari sebelumnya. Yang
pada akhirnya pasti akan berbuah manis, yaitu memperoleh kehidupan baru yang
indah, karena cita-cita yang telah tercapai.
Dalam sajak tersebut, secara
struktural dipergunakan sarana-sarana kepuitisan untuk mendapatkan dan
memperkuat secara bersama-sama, seperti dikemukakan oleh Altenbernd (1970)
bahwa puisi mempergunakan sarana-sarana kepuitisan secara bersama-sama untuk
mendapatkan jaringan efek sebanyak-banyaknya. Dan dalam sajak “Tentang Aku dan
Mimpiku” ini penyair mempergunakan gaya kiasan dan gaya retorik
atau sarana retorika serta citraan.
Gaya kiasan atau majas digunakan
untuk memperkonkret ide yang abstrak, di samping untuk membuat ucapannya hidup,
agar menimbulkan tanggapan pikiran pembaca, serta untuk membuat ucapannya
menarik. Kiasan-kiasan atau majas dalam sajak tersebut antara lain berupa majas
personifikasi, majas metafora, dan majas perbandingan.
Majas personifikasi yaitu kiasan
yang mempersamakan benda atau sesuatu yang tak bernyawa dengan manusia.
Personifikasi untuk mengiaskan tentang perjuangan
si aku untuk menggapai cita-citanya, dalam puisi tersebut adalah terdapat pada baris
/panas matahari yang menyengat ikut menyemangati/
/membakar kulit tubuh yang sudah terlanjur cokelat ini/. Di kedua baris
tersebut dapat dilihat bahwa panas matahari dapat menyemangati dan membakar
kulit. Padahal yang dapat menyemangati dan membakar kulit adalah sesuatu yang
bernyawa, manusia, sedangkan panas matahari adalah sesuatu yang tak bernyawa. selain
itu juga dapat dilihat pada baris /mimpi
itu terduduk terangkai bintang mempesona/. Pada baris itu diungkapkan bahwa
mimpi yang bisa duduk, padahal yang bisa duduk adalah sesuatu yang bernyawa,
yaitu manusia. Sedangkan mimpi itu adalah sesuatu yang tak bernyawa. Ketiga baris
puisi tersebut memberi gambaran, bahwa meskipun banyak hambatan yang
menghalangi si aku dalam menggapai impiannya, tetapi si aku tetap pantang
menyerah dan terus berjuang, karena si aku yakin bahwa keberadaan mimpi adalah
tetap atau tidak akan pergi ke mana-mana.
Sedangkan majas metafora yaitu
mengiaskan sesuatu dengan perantara benda yang lain. Metafora untuk mengiaskan cita-cita
dalam puisi tersebut adalah terdapat pada baris /berjuang teguhkan hati menggapai asa mimpi/, di mana kata
cita-cita digantikan dengan kata lain, yaitu asa mimpi. Selain itu juga
terdapat pada baris /lembaran baru yang
indah menanti/, di mana kata lembaran baru menggantikan kata kehidupan
baru. Juga terdapat pada baris /bersama
mimpi yang teruntai menghiasi/ /mimpi itu terduduk terangkai bintang mempesona/,
di mana kata cita-cita digantikan dengan kata mimpi. Keempat baris puisi
tersebut memberi gambaran bahwa cita-cita itu adalah sebuah mimpi yang indah,
dan sebuah lembaran baru yang indah yang harus diperjuangkan hingga tercapai.
Selain itu ada majas perbandingan (simile), yaitu bahasa kiasan yang
menyamakan suatu hal dengan hal lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding
seperti se-, dan bagai. Perbandingan untuk mengiaskan perjuangan si aku yang
tak akan terhenti untuk menggapai mimpi, dalam puisi tersebut adalah terdapat
pada baris ke-15, yang berbunyi setinggi
bintang seluas langit di angkasa. Pada baris ini terdapat kata setingggi dan seluas, yang mana kedua kata tersebut adalah masuk ke dalam majas
perbandingan, karena mempergunakan kata pembanding se-. Baris puisi tersebut
memberi gambaran bahwa usaha si aku untuk menggapai mimpi adalah semampunya dan
semaksimal mungkin. Si aku akan terus berjuang hingga mimpinya tercapai.
Kemudian ada majas sinekdoki, yaitu
bahasa kiasan untuk menyebutkan suatu bagian yang penting suatu benda (hal) untuk
benda atau hal itu sendiri. Majas sinekdoki ada dua macam, yakni pars pro toto, adalah sebagian untuk
keseluruhan dan totum pro parte,
adalah keseluruhan untuk sebagian. Pars
pro toto untuk mengiaskan nyawa yang masih hidup dalam puisi tersebut
terdapat pada baris ke-5, yang berbunyi denyut
nadi mengiringi lelah dalam hati. Baris puisi tersebut menggambarkan bahwa
lelah yang dirasakan, akan terus dirasakan selama masih hidup. Padahal dikatakan
masih hidup, tidak hanya nadi yang masih berdenyut, tetapi juga bisa jantung
yang berdetak, darah yang mengalir, dan lain-lain. Sedangkan totum pro parte untuk mengiaskan kulit
tangan, kulit kaki, kulit muka, dan kulit anggota tubuh lainnya yang tersengat
panasnya matahari dalam puisi tersebut adalah terdapat pada baris ke-8, yang
berbunyi membakar kulit tubuh yang sudah
terlanjur cokelat ini. Baris puisi tersebut menggambarkan bahwa kulit tubuh
yang antara lain adalah kulit kaki, tangan, muka, dan kulit anggota tubuh
lainnya tersengat panasnya matahari, sehingga membuat warna kulit semakin
gelap.
Dalam sajak “Tentang Aku dan
Mimpiku” tersebut, selain mempergunakan bahasa-bahasa kiasan, juga
mempergunakan sarana retorika, untuk menarik perhatian, pikiran, hingga pembaca
berkontemplasi atas apa yang dikemukakan Winarsih, selaku penyair puisi
tersebut. Sarana retorika dalam sajak tersebut antara lain berupa tautologi,
enumerasi, paralelisme, dan retorika hiperbola.
Tautologi yaitu sarana retorika yang
menyatakan hal atau keadaan dua kali, maksudnya supaya arti kata atau keadaan
itu lebih mendalam bagi pembaca atau pendengar. Tautologi dalam puisi tersebut
terdapat pada baris ke-14 yang berbunyi ku
tak kan berputus asa dan terus berjuang. Kata “tak kan berputus asa” dan
“terus berjuang” adalah dua keadaan yang sama, yang maknanyapun sama, yaitu
selalu berjuang atau berusaha.
Sedangkan enumerasi adalah sarana
retorika yang berupa pemecahan suatu hal atau keadaan menjadi beberapa bagian
dengan tujuan agar hal atau keadaan itu lebih jelas dan nyata bagi pembaca atau
pendengar. Dengan demikian, juga menguatkan suatu pernyataan atau keadaan,
memberi intensitas. Enumerasi dalam puisi tersebut terdapat pada bait ke-2,
yang berbunyi /denyut nadi mengiringi
lelah dalam hati/, /berjuang teguhkan hati menggapai asa mimpi/, /panas
matahari yang menyengat ikut menyemangati/, /membakar kulit tubuh yang sudah
terlanjur cokelat ini/. Dari bait puisi tersebut, suatu hal atau suatu
keadaan yang dipecah menjadi tiga bagian adalah terdapat pada baris pertama, /denyut nadi mengiringi lelah dalam hati/. Di
mana baris tersebut dapat mewakili ketiga baris lainnya dalam bait puisi tersebut.
Paralelisme yaitu mengulang isi
kalimat yang maksud tujuannya serupa. Paralelisme dalam puisi tersebut adalah
terdapat pada baris ke-7 dan ke-8, yang berbunyi /panas matahari yang menyengat ikut menyemangati/, /membakar kulit
tubuh yang sudah terlanjur cokelat ini/. Kedua baris puisi tersebut
memiliki maksud yang sama, yaitu panas matahari yang menyengat kulit tubuh.
Selain itu juga terdapat pada baris ke-14 dan ke-15, yang berbunyi /ku tak kan berputus asa dan terus
berjuang/, /setinggi bintang seluas langit di angkasa/. Kedua baris puisi
tersebut juga memiliki maksud yang sama, yaitu bahwa si aku akan terus
berjuang. Perjuangan yang dilakukan si aku semaksimal mungkin, semampu si aku
lakukan, hingga impian itu tergapai.
Dan retorika hiperbola yaitu sarana
melebih-lebihkan suatu hal atau keadaan. Retorika hiperbola dalam puisi
tersebut adalah terdapat pada baris ke-4, yang berbunyi /penat keringat bercucuran tak kuperdulikan/. Baris puisi ini
terdapat suatu hal yang dilebih-lebihkan yaitu “keringat bercucuran”. Suatu hal
yang dilebih-lebihkan tersebut adalah untuk memperkonkret, mengintensifkan dan
menyangatkan ide atau pernyataan yaitu “tubuh yang berkeringat”. Selain itu
retorika hiperbola juga terdapat pada baris ke-15, yang berbunyi /setinggi bintang seluas langit di angkasa/.
Satu baris puisi ini terdapat dua hal yang dilebih-lebihkan, yang pertama
yaitu “setinggi bintang”, dan yang ke-dua yaitu “seluas langit”. Kedua hal yang
dilebih-lebihkan tersebut adalah untuk memperkonkret, mengintensifkan dan
menyangatkan ide atau pernyataan yaitu “usaha yang semaksimal mungkin hingga
impian tercapai”.
Dalam sajak “Tentang Aku dan
Mimpiku” tersebut, juga mempergunakan citraan. Citraan ini digunakan untuk
memberi gambaran yang jelas dan membuat (lebih) hidup gambaran dalam pikiran
dan pengindraan.
Citraan dalam sajak tersebut antara
lain berupa imaji visual dan imaji taktil. Imaji visual yaitu citraan yang
membuat pembaca seolah-olah melihat sesuatu. Imaji visual dalam puisi tersebut
yaitu terdapat pada baris: (1) /mengayuh sepeda melewati jalan bebatuan/, di
mana sepeda dan jalan bebatuan adalah sebagai benda yang nampak atau terlihat
oleh mata, sehingga pembaca seolah-olah melihat sepeda dan jalan bebatuan itu;
(2) /penat keringat bercucuran tak
kuperdulikan/, di mana keringat adalah sebagai sesuatu yang nampak,
sehingga pembaca seolah-olah melihat keringat itu; (3) /panas matahari yang menyengat ikut menyemangati/, di mana matahari
adalah sebagai sesuatu yang nampak, sehingga pembaca seolah-olah melihat
matahari itu; (4) /membakar kulit tubuh
yang sudah terlanjur cokelat ini/, di mana kulit tubuh adalah sebagai
sesuatu yang nampak, sehingga pembaca seolah-olah melihat kulit tubuh yang
cokelat itu; (5) /setinggi bintang seluas
langit di angkasa/, di mana bintang dan langit adalah dapat terlihat oleh
mata atau nampak, sehingga seolah-olah pembaca melihat bintang dan langit itu;
(6) /mimpi itu terduduk terangkai bintang
mempesona/, di mana bintang adalah benda yang nampak, sehingga seolah-olah
pembaca melihat bintang itu.
Sedangkan imaji taktil yaitu citraan
yang membuat pembaca seolah-olah merasakan sentuhan pengarang. Imaji taktil
dalam puisi tersebut yaitu terdapat pada baris: (1) /mengayuh sepeda melewati jalan bebatuan/ /penat keringat
bercucuran tak kuperdulikan/. Kedua baris puisi
ini membuat pembaca seolah-olah merasakan keringat yang bercucuran akibat
bersepeda di jalan bebatuan; (2) /Denyut
nadi mengiringi lelah dalam hati/ /berjuang teguhkan hati menggapai asa mimpi/.
Kedua baris puisi ini juga membuat pembaca seolah-olah merasakan lelah dalam
berjuang menggapai mimpi; (3) /panas
matahari yang menyengat ikut menyemangati/ /membakar kulit tubuh yang sudah
terlanjur cokelat ini/. Kedua baris inipun membuat pembaca seolah-olah
merasakan panasnya matahari yang menyengat kulit tubuh.
Post a Comment for "Analisis Puisi “Tentang Aku dan Mimpiku” Karya Winarsih dengan Pendekatan Semiotik"