Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tokoh dan Penokohan Novel "Maha Cinta" Karya Aguk Irawan Mizan

Tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu cerita yang mengalami peristiwa dan mempunyai sifat, sikap, emosi, prinsip dan sebagainya. Didalam sebuah novel, tokoh-tokoh cerita dapat dibedakan dalam beberapa macam sudut pandang dan tinjauan itu adalah beberapa jenis tokoh, jenis watak, dan teknik pelukisan.
1.      Jenis Tokoh
Jenis tokoh dibagi atas tokoh utama dan tokoh tambahan, serta tokoh antagonis dan protagonis
a.       Tokoh utama dan tokoh tambahan
Pembagian tokoh utama dan tokoh tambahan ini dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh di dalam sebuah cerita. (Nurgiyantoro, 1998:176)
Berdasarkan pendapat di atas di dalam novel Maha Cinta karya Aguk Irawan ini tokoh utamanya adalah Imran, Marwa, Haji Nurcahya dan Maman karena tokoh ini sering dimunculkan oleh pengarang dalam menggerakan konflik cerita.
Dibandingkan dengan tokoh utama, tokoh tambahan dalam novel Maha Cinta ini lebih banyak. Beberapa diantarannya bernama Kiyai Yazid, Pak Ali, Bu Ali, Rowiyatin, Hikmah, Miratul, Rufiah, Muniri, Zamroni, Sirhadi, Khotibi, Yeni, Fitri, Zaid, Dewi, Pak Lurah, Maman, Fadhil, Ahmad Soebrata, Bu Haji, Penjaga, Dullah, Kiyai Mahbub, Layla.
1)      Tokoh protagonis
Tokoh protagonis adalah tokoh yang memegang peran pimpinan dalam cerita. Tokoh ini merupakan tokoh yang paling tinggi intensitas keterlibatan di dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita dan waktu yang digunakan tokoh protagonis berhubungan dengan semua tokoh yang ada dalam cerita dan kontak protagonis menjadi pusat sorotan di dalam cerita.
Dalam penentuan tokoh protagonis di dalam novel Maha Cinta ini lebih tepat menyebut Imran, Marwa, Kiyai Yazid, Pak Ali. Tokoh-tokoh ini menempati sebagai tokoh protagonis dengan alasan tokoh ini lebih banyak berinteraksi dengan tokoh-tokoh yang ada. Selain itu di dalam novel ini banyak diungkapkan perasaan dan pikiran tokoh-tokoh ini terhadap masalah-masalah yang dihadapi serta tokoh ini hadir dari awal sampai akhir cerita dan mempengaruhi jalan cerita.
2)      Tokoh antagonis
Tokoh antagonis merupakan tokoh yang berposisi dengan tokoh protagonis. Tokoh antagonis dalam novel Maha Cinta diantaranya Haji Nurcahya, Maman karena keduannya sering beroposisi dengan Imran.
2.      Jenis Watak
Forster (1970:750 membagi watak tokoh ke dalam dua jenis, yaitu tokoh yang berwatak bulat, datar atau sederhana. Kedua jenis watak terdapat dalam satu peristiwa di bawah ini.
a.       Tokoh Berwatak Bulat dan Datar
Nurgiyantoro (1998:183) mengatakan tokoh bulat atau kompleks sebagai tokoh yang memiliki dan disebut berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadiannya dan jati dirinya. Abrams (1981:20-21) bahwa tokoh bulat atau tokoh kompleks dikatakan lebih mempunyai kehidupan yang sesungguhnya karena disamping sebagai kemungkinan sikap dan tindakan, ia juga sering memberi kebutuhan. Sedangkan tokoh berwatak datar atau sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu. (nurgiyantoro, 1998:182).
b.      Teknik Pelukisan Tokoh
Dalam novel Maha Cinta ini tokoh-tokoh bulat dan datar tampak jelas pada masing-masing tokohnya.
1)      Imran
“Bahwa Imran memang baik. Imran memang memikat. Wajahnya bercahya. Lembut pula tutur katanya. Lebih dari itu, dari lima pemuda yang sama-sama mengaji di rumah Kiyai Yazid, Imran-lah pemuda yang paling fasih dalam membaca Al-Quran, paling cepat kemampuan bacanya terhadap kitab-kitab kuning, dan paling cerdas di sekolahnya di banding pemuda yang lain.” (Maha Cinta, 2014:38)
“Imran gagah. Otot-ototnya kuat. Kekuatan otot-ototnya itu sudah terbukti dari caranya mengayunkan cangkul dan memanggul tembakau. Wajahnya juga tampan alami. Ia pemuda yang baik, yang rajn, yang tekun beribadah dan yang paling berpendidikan.” (Maha Cinta, 2014:69)

Penggambaran bentuk fisik ini memang berhubungan dengan masalah kejiwaan, tetapi gambaran itu tidak dapat dijadikan ukuran watak yang dimiliki tokoh Imran. Imran memiliki wajah tampan alami dan bercahya, pintar, alim, lembut tutur katanya dan berkembang dikeluarga yang biasa-biasa saja karena kedua orangtuanya sebagi petani disebuah ladang.
Watak Imran juga dapat dikatakan sebagai orang baik, rajin, tekun beribadah, tekad yang kuat, tidak mudah menyerah, bekerja keras dan mempunyai pendirian yang tinggi. Misalnya saat Imran tahu bahwa ayahnya Marwa tidak merestuinya tetapi ia tetap tidak menyerah untuk meluluhkan hatinya Haji Nurcahya. Sifat bekerja keras terliha pada saat ia membantu kedua orang tuanya, dan mengahafal alquran. Sifat mempunyai pendirian tinggi ketika ia tetap mencintai Marwa dalam Hatinya walaupun ia sudah meniggal.
“Sebab Marwa dalam hatinya masih begitu hidup. Bahkan menyala-nyala setiap saat. Ia tak pernah hadir secara ragawi. Tetapi ia bisa merasakan kehadirannya itu saat-saat ia begitu merindukannya. Marwa selalu hadir. Marwa bagi Imran adalah cermin kerinduannya. Saat ia menghadap cermin itu maka yang memantul adalah cahaya Marwa. Ya Marwa seorang. Dan itu tak bisa digantikan atau tergantikan” (Maha Cinta, 2014:438)
2)      Marwa
Marwa merupakan anak dari Haji Nurcahya. Beliau memiliki wajah yang cantik, elok parasnya, indah bola matanya dan senyumnya memikat semua orang. Marwa mencintai Imran walaupun ayahnya tidak merestui hubungannya.
“Bulan yang menggantung di atas puncak Sikunir memburatkan pesona di wajah Marwa, berpadu-padan dengan semilir dingin angin yang turun dari atas bukit, menari-narikan ujung-ujung jilbabnya. Elok parasnya dan indah bola matanya. Senyumnya memikat semua orang dan diamnya membuat sesak di dada.” (Maha Cinta, 2014:33)
  Marwa juga mempunyai watak tidak mudah menyerah, dan bekerja keras.
“Dengan tangan yang gemetar, ia serahkan sepucuk surat kepada Imran. Dan dibisikkannya sebuah kalimat, “Aku mencintaimu karena Allah...” (Maha Cinta, 2014:144)
“Aku harus temui Imran di Jogja! Seru hatinya. Aku tak bisa bertemu dengannya disini. Aku harus ke Jogja, sekalian pulang ke Jakarta” (Maha Cinta, 2014:243)

3)      Pak Ali
Pak Ali adalah ayah dari Imran. Pak Ali memiliki watak sabar, baik hati dan bijaksana.
“Minta maaflah pada Haji Nurcahya, nak..”
“tetapi dia telah menghina ayah, Imran masih menurutkan emosinya. Seorang anak harus membela kehormatan keluarganya, terlebih tak ada yang buruk dan salah dari keluarganya”
“untuk apa, nak? Pak Ali bertanya. Orang miskin yang bisa mensyukuri nikmat-Nya dan bisa sabar dalam ujian-Nya, adalah terhormat di mata Allah SWT, walau bisa saja ia dipandang rendah dan dihina oleh sesama.” (Maha Cinta, 2014:132-133)
4)      Haji Nurcahya
Haji Nurcahya mempunyai sifat yang sombong, mudah marah dan keras.
“Di kampung ini, tak ada yang bisa tersembunyi dari mataku. Aku kenal setiap orang. Aku tahu setiap keluarga. Dan aku bisa menimbang berapa besar harta dan uangnya. Kau jangan membantah perkataanku.” (Maha Cinta, 2014:38)
“Oalah Pak Tua, Pak tua? Lanjut Haji Nurcahya. Bahkan setan pun tidak akan tahu apa kesalahanku kepadamu. Tetapi kenapa kau buat aku dan keluargaku jadi bahan olok-olok seperti ini? (Maha Cinta, 2014:132-125)
Haji Nurcahy juga mempunyai sisi yang baik setelah ia sadar bahwa Imran adalah anak yang baik.
“Iya, saya gembira, lanjut Haji Nurcahya. Di mataku, kau tidak lagi seperti dulu. Baiklah. Baiklah. Sebagai orang tua, tentu aku akan merestuimu. Tetapi aku bukanlah orang tua yang suka memaksa.”
“Haji Nurcahya sekarang bukan lagi Haji Nurchya yang dulu” (Maha Cinta, 2014:343-344)
5)      Maman
Maman mempunyai watak yang licik dan mempunyai maksud jahat kepada Marwa. Maman menyukai Marwa dengan cara yang salah.
“Dan dengan cara  yang amat licik, Maman berhasil mencuri tahu semua rahasia itu. Bahwa Marwa mencintai dan dicintai Imran. Bahwa ayahnya tidak menyetujui cintanya. Bahwa Imran pernah dicaci-maki dan direndahkan ayahnya” (Maha Cinta, 2014:132-204)
“Marwa sedang merasa bersalah. Ini berarti kesempatan baginya untuk menjadi iblis penolong. Iya, iblis, bukan malaikat!!” (Maha Cinta, 2014:206)
c.       Teknik ekspositori
Teknik ekspositori ini dikenal juga dengan istilah teknik analitis merupakan pelukisan tokoh cerita yang dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian atau penjelasan secara langsung mengenai sifat, watak, tingkah laku dan juga ciri fisiknya (Nurgiyantoro, 1998:195)
            Didalam novel ini teknik ekspositori yang digunakan pengarang adalah analisis secara langsung (direct auther analysis). Disebut teknik analisis pengarang secara langsung apabila pengarang secara langsung menyebutkan watak tokoh yang dianalisis. Pembaca tidak perlu mengira-ngira watak tokoh karena pengarang sudah menyebutkannya secara jelas.
Untuk melukiskan bahwa Imran adalah pemuda yang baik, yang rajn, yang tekun beribadah dan cerdas, digambarkannya dalam beberapa kalimat yang dapat langsung dimengerti bagaimana sifat tokoh tersebut.
“Bahwa Imran memang baik. Imran memang memikat. Wajahnya bercahya. Lembut pula tutur katanya. Lebih dari itu, dari lima pemuda yang sama-sama mengaji di rumah Kiyai Yazid, Imran-lah pemuda yang paling fasih dalam membaca Al-Quran, paling cepat kemampuan bacanya terhadap kitab-kitab kuning, dan paling cerdas di sekolahnya di banding pemuda yang lain.” (Maha Cinta, 2014:38)
“Imran gagah. Otot-ototnya kuat. Kekuatan otot-ototnya itu sudah terbukti dari caranya mengayunkan cangkul dan memanggul tembakau. Wajahnya juga tampan alami. Ia pemuda yang baik, yang rajn, yang tekun beribadah dan yang paling berpendidikan.” (Maha Cinta, 2014:69)
Penggunaan teknik ini dalam sebuah novel membuat pembaca lebih santai membaca cerita yang dibacanya karena dia tidak perlu berpikir keras untuk mengetahui kepribadian tokoh-tokoh yang ada dan sekaligus dapat menghindari terjadinya kesalahan dalam penyimpulan watak tokoh. Hal tersebut merupakan keutamaan atau kelebihan dari teknik ini. Akan tetapi, penggambaran watak tokoh yang secara langsung ini dapat pula menimbulkan kebosanan atau kejengkelan karena pembaca diperlakukan seperti anak kecil yang ditujukan, tanpa dapat berpikir sendiri. Walaupun demikian pada saat-saat tertentu teknik ini perlu dilakukan, disaat penggunaan teknik ini dapat mengurangi nilai sebuah karya sastra.
d.      Teknik Dramatik
Pelukisan tokoh melalui dramatic adalah pendeskripsian tokoh cerita dengan menunjukkan kediriannya sendiri melalui aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata-kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan melalui peristiwa-peristiwa yang terjadi (Nurgiyantoro, 1998:198). Teknik ini mencakup beberapa macam.
Pelukisan Pikiran dan Perasaan (portroyal of trought stream of trought)
Teknik pelukisan  dan perasaan ini menyatakan bahwa keadaan dan jalan pikiran, serta perasaan, apa yang melintas di dalam pikiran dan perasaan, serta apa yang dipikir dan dirasakan oleh tokoh, dalam banyak hal akan mencerminkan sifat-sifat kediriannya juga (Nurgiyantoro, 1998:204).
“Bola matanya menerawang. Bayang-bayang wajah Marwa berkelebatan dengan wajah Maman. Pikirannya diamuk keragu-raguan. Benaknya melihat bahwa saat ini Marwa tengah berada satu mobil dengan Maman. Mereka hanya berdua. Entah, mereka akan pergi ke mana. Barangkali saja mereka tidak akan langsung pulang dari ke Jakarta. Bisa jadi mereka akan menikmati indahnya Jogja, sembari mngenyahkan bayang-bayang cintanya kepada Imran. Bisa jadi Maman akan memanfaatkan situasi yang seperti ini. Maman akan merebut hati Marwa di saat Marwa tengah sakit hati kepadanya. Lalu mereka membutuhkan penginapan. Mereka menginap di hotel. Lalu...
Astaghfirullah, Imran tersedak. Astagfirullah. Imran menggelang-geleng. Pikiranku buruk sekali, Dewi. Aku membayangkan yang tidak-tidak tentang mereka berdua.” (Maha Cinta, 2014:310-311)
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa jalan pikiran Imran kurang baik karena dengan membayangkan yang tidak-tidak, masalah yang dihadapinya tidak akan selesai apalagi berpikiran buruk.
Reaksi Tokoh (Reaction to event)
Nurgiyantoro (1998:209) menyebut teknik reaksi tokoh lain dimaksudkan sebagai reaksi yang diberikan tokoh lain terhadap tokoh utama, atau tokoh-tokoh sebagai reaksi yang diberikan tokoh lain terhadap tokoh utama, atau tokoh-tokoh yang dipelajari kediriannya, yang berupa pandangan, pendapat, sikap, komentar dan lain sebagainnya.
“Saat ini, masih ingin rasanya ia pergi kerumah Haji Nurcahya. Pergi bukan dengan tangan hampa. Pergi dengan memegang sabit dan ingin ia robek-robek perut Haji Nurcahya yang telah menghina, merendahkan, dan mencaci-maki ayahnya. Dalam situasi seperti ini, tampillah sahabat-sahabat sejatinya itu, untuk mengingatkan, untuk menenangkan.” (Maha Cinta, 2014:129)

Reaksi Imran terlihat saat ia ingin menemui Haji Nurcahya yang telah mencaci maki ayahnya, kemudian sahabat-sahabat sejatinya mampu menenangkan kemarahan Imran.
Cakapan (Conversation of outher about character)
Teknik cakapan dimaksudkan untuk menunjuk pada tingkah laku verbal berwujud kata-kata para tokoh. Kata-kata yang dimaksud menggambarkan sifat atau perwatakan dari tokoh yang mengucapkannya (Nurgiyantoro, 1998:203).
“Imran, Imran. Kau masih seperti dulu. Tekadmu kuat, dan keberaniannmu nyata. Telah kudengar semua ucapanmu tadi. Kutimbang dengan pikiranku, kupahami dengan hatiku.” (Maha Cinta, 2014:342)
Kutipan diatas membahas tentang tekad yang begitu kuat yang dimiliki oleh Imran yang masih tetap mencintai Marwa.
e.       Nama Tokoh (The name of character)
Stanton menyatakan bahwa  teknik nama tokoh merupakan salah satu cara untuk mnegungkapkan watak tokoh (1965:17). Melalui teknik ini, dipilih nama tokoh yang disesuaikan dengan watak yang dimilikinya.
Dalam novel Maha Cinta,teknik ini digunakan pengarang untuk tokoh kyai. Nama kyai, haji dapat menggambarkan sifat dari tokoh ini. Nama-nama ini merupakan sebutan yang diberikan seorang yang alim-ulama Islam dan senantiasa mendalami ilmu agama.

Post a Comment for " Tokoh dan Penokohan Novel "Maha Cinta" Karya Aguk Irawan Mizan"