Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Contoh Teknik Pengeplotan dalam Novel

Teknik Pengeplotan
Ada beberapa teknik pengeplotan yang digunakan dalam novel yang berjudul “Maha Cinta” karya Aguk Irawan, antara lain:
1.    Konflik
Konflik merupakan pertentangan antara dua pihak atau dua kekuatan dalam satu urutan plot. Konflik dapat terjadi dalam diri tokoh yang bersangkutan, atau antar tokoh yang lain. Konflik digambarkan melalui pertentangan pendapat, ide, sikap, dan pemikiran.
a.      Konflik Internal
Di dalam novel “Maha Cinta” konflik internal terjadi pada tokoh Imran. Tokoh utama mengalami keputusasaan karena Marwa menolak untuk dinikahi oleh Imran. Marwa lebih memilih Maman daripada Imran. Hal ini menyebabkan Imran menangis semalaman diluar rumah dan merenungi ya.
“imran merintih dan terus merintih. Kepada langit dengan bulan dan bintang-bintang, ia hadapakan wajahnya. Kepada hembusan angin, ia kirimkan kabar kesedihannya. Kepada gelap malam, ia meminta belaian kasihnya” (Maha Cinta; 2014:385)

b.      Konflik Fisik
Konflik fisik dialami oleh tokoh Zaid ketika ia berkelahi dengan Maman dan beberapa temannya. Zaid berkelahi sendiri dengan Maman dan 3 orang temannya. Zaid tidak terluka sedikitpun.
“sepertinya, perkelahian itu tak seimbang. Para gadis menjeri-jerit meminta tolong. Ketiga santri unggulan itu hanya diam, diam menyaksikan perkelahian yang tidak seimbang itu. Iya, tidak seimbang bukan lantaran Zaid dikeroyok seperti itu, melainkan karena Maman dan ketiga temannya itu tak akan mampu melukai Zaid sedikit pun.
Maman terjungkal
Ketiga temannya itu pun terpental
Darah mengucur-ngucur.” (Maha Cinta; 2014:408)
c.       Konflik Sosial
Konflik sosial yang terdapat di dalam novel yaitu saat kedudukan seseorang menjadi masalah dalam pernikahan. Haji Nurcahya melarang Marwa mendekati Imran karena Imran mempunyai kedudukan yang tidak seberapa.
“Tahukah kau siapakah Imran itu? Haji Nurcahya melanjutkan. Berpikirlah dengan otakmu, jangan berpikir dengan perasaanmu. Di kampung ini, tak ada yang bisa tersembunyi dari mataku. Bilamana ada cinta di hatimu kepada Imran, segeralah kau cabut rasa itu dari hatimu” (Maha Cinta; 2014:37)
2.      Sorot Balik
Teknik sorot balik ditampilkan melalui dialog, mimpi atau lamunan tokoh (Sudjiman; 1988:2). Dalam novel Maha Cinta teknik ini digunakan pada saat tokoh Haji Nurcahya mengungkit kejadian masa lalunya terhadap pak Ali akibat dari pertemuannya Haji Nurcahya kerumahnya pak Ali melalui dialognya.
“Pak, lanjut Haji Nurcahya, bukan maksud saya untuk mengungkit hal yang sudah-sudah. Bukan maksud saya pula untuk mengungkit luka yang barangkali masih dirasakan bapak karena sikap dan ucapan saya. Demi Allah, saya terpaksa mengingatkan hal itu lagi karena saya merasa tidak sanggup untuk menipu diri saya sendiri” (Maha Cinta; 2014:375)

3.      Tegangan (suspense)
Ketegangan yang membangkitkan rasa ingin tahu pembaca muncul dalam beberapa peristiwa, misalnya pertama, ketegangan saat Haji Nurcahya memaki-maki ayahnya Imran didepan umum. Kedua, pada saat Marwa memutuskan ikatan cinta dengan Imran. Ketiga, pada saat Haji Nurcahya berubah menjadi baik kepada Imran dengan merestuinnya. Keempat, pada saat Marwa lebih memilih Maman daripada Imran. Pada akhirnya Marwa meninggal setelah melahirkan seorang putra.
4.      Deus ex Machina
Peritiwa yang muncul secara tiba-tiba dan tidak dikehendaki oleh tokoh, memang sengaja dimunculkan untuk memperlancar alur cerita. Deus ex Machina ini berupa peristiwa Marwa yang memutuskan ikatan cinta dengan Imran.
“Sudahlah, mas! Marwa berkata. Semua sudah jelas. Kau salahkan aku padahal kesalahan ada padamu. kini semua sudah jelas. Bukan aku yang membuat hubungan ini rusak, tapi kau. Kita putus!” (Maha Cinta; 2014:306-307)

 Dari beberapa bagian peristiwa diatas, dapat disimpulkan bahwa alur yang terdapat dalam novel Maha Cinta adalah menggunakan alur maju.

Tokoh dan Penokohan
            Tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu cerita yang mengalami peristiwa dan mempunyai sifat, sikap, emosi, prinsip dan sebagainya. Didalam sebuah novel, tokoh-tokoh cerita dapat dibedakan dalam beberapa macam sudut pandang dan tinjauan itu adalah beberapa jenis tokoh, jenis watak, dan teknik pelukisan.
1.      Jenis Tokoh
Jenis tokoh dibagi atas tokoh utama dan tokoh tambahan, serta tokoh antagonis dan protagonis
1)      Tokoh utama dan tokoh tambahan
Pembagian tokoh utama dan tokoh tambahan ini dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh di dalam sebuah cerita. (Nurgiyantoro, 1998:176)
Berdasarkan pendapat di atas di dalam novel Maha Cinta karya Aguk Irawan ini tokoh utamanya adalah Imran, Marwa, Haji Nurcahya dan Maman karena tokoh ini sering dimunculkan oleh pengarang dalam menggerakan konflik cerita.
Dibandingkan dengan tokoh utama, tokoh tambahan dalam novel Maha Cinta ini lebih banyak. Beberapa diantarannya bernama Kiyai Yazid, Pak Ali, Bu Ali, Rowiyatun, Hikmah, Miratul, Rufiah, Muniri, Zamroni, Sirhadi, Khotibi, Yeni, Fitri, Zaid, Dewi, Pak Lurah, Maman, Fadhil, Ahmad Soebrata, Bu Haji, Penjaga, Dullah, Kiyai Mahbub, Layla.
a.       Tokoh protagonis
Tokoh protagonis adalah tokoh yang memegang peran pimpinan dalam cerita. Tokoh ini merupakan tokoh yang paling tinggi intensitas keterlibatan di dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita dan waktu yang digunakan tokoh protagonis berhubungan dengan semua tokoh yang ada dalam cerita dan kontak protagonis menjadi pusat sorotan di dalam cerita.
Dalam penentuan tokoh protagonis di dalam novel Maha Cinta ini lebih tepat menyebut Imran, Marwa, Kiyai Yazid, Pak Ali. Tokoh-tokoh ini menempati sebagai tokoh protagonis dengan alasan tokoh ini lebih banyak berinteraksi dengan tokoh-tokoh yang ada. Selain itu di dalam novel ini banyak diungkapkan perasaan dan pikiran tokoh-tokoh ini terhadap masalah-masalah yang dihadapi serta tokoh ini hadir dari awal sampai akhir cerita dan mempengaruhi jalan cerita.
b.      Tokoh antagonis
Tokoh antagonis merupakan tokoh yang berposisi dengan tokoh protagonis. Tokoh antagonis dalam novel Maha Cinta diantaranya Haji Nurcahya, Maman karena keduannya sering beroposisi dengan Imran.
2.      Jenis Watak
Forster (1970:750 membagi watak tokoh ke dalam dua jenis, yaitu tokoh yang berwatak bulat, datar atau sederhana. Kedua jenis watak terdapat dalam satu peristiwa di bawah ini.
1)      Tokoh Berwatak Bulat dan Datar
Nurgiyantoro (1998:183) mengatakan tokoh bulat atau kompleks sebagai tokoh yang memiliki dan disebut berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadiannya dan jati dirinya. Abrams (1981:20-21) bahwa tokoh bulat atau tokoh kompleks dikatakan lebih mempunyai kehidupan yang sesungguhnya karena disamping sebagai kemungkinan sikap dan tindakan, ia juga sering memberi kebutuhan. Sedangkan tokoh berwatak datar atau sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu. (nurgiyantoro, 1998:182).
2)      Teknik Pelukisan Tokoh
Dalam novel Maha Cinta ini tokoh-tokoh bulat dan datar tampak jelas pada masing-masing tokohnya.
a.       Imran
“Bahwa Imran memang baik. Imran memang memikat. Wajahnya bercahya. Lembut pula tutur katanya. Lebih dari itu, dari lima pemuda yang sama-sama mengaji di rumah Kiyai Yazid, Imran-lah pemuda yang paling fasih dalam membaca Al-Quran, paling cepat kemampuan bacanya terhadap kitab-kitab kuning, dan paling cerdas di sekolahnya di banding pemuda yang lain.” (Maha Cinta; 2014:38)
“Imran gagah. Otot-ototnya kuat. Kekuatan otot-ototnya itu sudah terbukti dari caranya mengayunkan cangkul dan memanggul tembakau. Wajahnya juga tampan alami. Ia pemuda yang baik, yang rajn, yang tekun beribadah dan yang paling berpendidikan.” (Maha Cinta; 2014:69)

Penggambaran bentuk fisik ini memang berhubungan dengan masalah kejiwaan, tetapi gambaran itu tidak dapat dijadikan ukuran watak yang dimiliki tokoh Imran. Imran memiliki wajah tampan alami dan bercahya, pintar, alim, lembut tutur katanya dan berkembang dikeluarga yang biasa-biasa saja karena kedua orangtuanya sebagi petani disebuah ladang.

Watak Imran juga dapat dikatakan sebagai orang baik, rajin, tekun beribadah, tekad yang kuat, tidak mudah menyerah, bekerja keras dan mempunyai pendirian yang tinggi. Misalnya saat Imran tahu bahwa ayahnya Marwa tidak merestuinya tetapi ia tetap tidak menyerah untuk meluluhkan hatinya Haji Nurcahya. Sifat bekerja keras terliha pada saat ia membantu kedua orang tuanya, dan mengahafal alquran. Sifat mempunyai pendirian tinggi ketika ia tetap mencintai Marwa dalam Hatinya walaupun ia sudah meniggal.

“Sebab Marwa dalam hatinya masih begitu hidup. Bahkan menyala-nyala setiap saat. Ia tak pernah hadir secara ragawi. Tetapi ia bisa merasakan kehadirannya itu saat-saat ia begitu merindukannya. Marwa selalu hadir. Marwa bagi Imran adalah cermin kerinduannya. Saat ia menghadap cermin itu maka yang memantul adalah cahaya Marwa. Ya Marwa seorang. Dan itu tak bisa digantikan atau tergantikan” (Maha Cinta; 2014:438)
b.      Marwa
Marwa merupakan anak dari Haji Nurcahya. Beliau memiliki wajah yang cantik, elok parasnya, indah bola matanya dan senyumnya memikat semua orang. Marwa mencintai Imran walaupun ayahnya tidak merestui hubungannya.
“bulan yang menggantung di atas puncak Sikunir memburatkan pesona di wajah Marwa, berpadu-padan dengan semilir dingin angin yang turun dari atas bukit, menari-narikan ujung-ujung jilbabnya. Elok parasnya dan indah bola matanya. Senyumnya memikat semua orang dan diamnya membuat sesak di dada.” (Maha Cinta; 2014:33)
  Marwa juga mempunyai watak tidak mudah menyerah, dan bekerja keras.
“Dengan tangan yang gemetar, ia serahkan sepucuk surat kepada Imran. Dan dibisikkannya sebuah kalimat, “Aku mencintaimu karena Allah...” (Maha Cinta; 2014:144)
“aku harus temui Imran di Jogja! Seru hatinya. Aku tak bisa bertemu dengannya disini. Aku harus ke Jogja, sekalian pulang ke Jakarta” (Maha Cinta; 2014:243)

c.       Pak Ali
Pak Ali adalah ayah dari Imran. Pak Ali memiliki watak sabar, baik hati dan bijaksana.
“Minta maaflah pada Haji Nurcahya, nak..”
“tetapi dia telah menghina ayah, Imran masih menurutkan emosinya. Seorang anak harus membela kehormatan keluarganya, terlebih tak ada yang buruk dan salah dari keluarganya”
“untuk apa, nak? Pak Ali bertanya. Orang miskin yang bisa mensyukuri nikmat-Nya dan bisa sabar dalam ujian-Nya, adalah terhormat di mata Allah SWT, walau bisa saja ia dipandang rendah dan dihina oleh sesama.” (Maha Cinta; 2014:132-133)
d.      Haji Nurcahya
Haji Nurcahya mempunyai sifat yang sombong, mudah marah dan keras.
“Di kampung ini, tak ada yang bisa tersembunyi dari mataku. Aku kenal setiap orang. Aku tahu setiap keluarga. Dan aku bisa menimbang berapa besar harta dan uangnya. Kau jangan membantah perkataanku.” (Maha Cinta; 2014:38)
“Oalah Pak Tua, Pak tua? Lanjut Haji Nurcahya. Bahkan setan pun tidak akan tahu apa kesalahanku kepadamu. Tetapi kenapa kau buat aku dan keluargaku jadi bahan olok-olok seperti ini? (Maha Cinta; 2014:132-125)
Haji Nurcahy juga mempunyai sisi yang baik setelah ia sadar bahwa Imran adalah anak yang baik.
“Iya, saya gembira, lanjut Haji Nurcahya. Di mataku, kau tidak lagi seperti dulu. Baiklah. Baiklah. Sebagai orang tua, tentu aku akan merestuimu. Tetapi aku bukanlah orang tua yang suka memaksa.”
“Haji Nurcahya sekarang bukan lagi Haji Nurchya yang dulu” (Maha Cinta; 2014:343-344)
e.       Maman
Maman mempunyai watak yang licik dan mempunyai maksud jahat kepada Marwa. Maman menyukai Marwa dengan cara yang salah.
“Dan dengan cara  yang amat licik, Maman berhasil mencuri tahu semua rahasia itu. Bahwa Marwa mencintai dan dicintai Imran. Bahwa ayahnya tidak menyetujui cintanya. Bahwa Imran pernah dicaci-maki dan direndahkan ayahnya” (Maha Cinta; 2014:132-204)
“Marwa sedang merasa bersalah. Ini berarti kesempatan baginya untuk menjadi iblis penolong. Iya, iblis, bukan malaikat!!” (Maha Cinta; 2014:206)
3)      Teknik ekspositori
Teknik ekspositori ini dikenal juga dengan istilah teknik analitis merupakan pelukisan tokoh cerita yang dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian atau penjelasan secara langsung mengenai sifat, watak, tingkah laku dan juga ciri fisiknya (Nurgiyantoro, 1998:195)
             Didalam novel ini teknik ekspositori yang digunakan pengarang adalah analisis secara langsung (direct auther analysis). Disebut teknik analisis pengarang secara langsung apabila pengarang secara langsung menyebutkan watak tokoh yang dianalisis. Pembaca tidak perlu mengira-ngira watak tokoh karena pengarang sudah menyebutkannya secara jelas.
Untuk melukiskan bahwa Imran adalah pemuda yang baik, yang rajn, yang tekun beribadah dan cerdas, digambarkannya dalam beberapa kalimat yang dapat langsung dimengerti bagaimana sifat tokoh tersebut.
“Bahwa Imran memang baik. Imran memang memikat. Wajahnya bercahya. Lembut pula tutur katanya. Lebih dari itu, dari lima pemuda yang sama-sama mengaji di rumah Kiyai Yazid, Imran-lah pemuda yang paling fasih dalam membaca Al-Quran, paling cepat kemampuan bacanya terhadap kitab-kitab kuning, dan paling cerdas di sekolahnya di banding pemuda yang lain.” (Maha Cinta; 2014:38)
“Imran gagah. Otot-ototnya kuat. Kekuatan otot-ototnya itu sudah terbukti dari caranya mengayunkan cangkul dan memanggul tembakau. Wajahnya juga tampan alami. Ia pemuda yang baik, yang rajn, yang tekun beribadah dan yang paling berpendidikan.” (Maha Cinta; 2014:69)

Penggunaan teknik ini dalam sebuah novel membuat pembaca lebih santai membaca cerita yang dibacanya karena dia tidak perlu berpikir keras untuk mengetahui kepribadian tokoh-tokoh yang ada dan sekaligus dapat menghindari terjadinya kesalahan dalam penyimpulan watak tokoh. Hal tersebut merupakan keutamaan atau kelebihan dari teknik ini. Akan tetapi, penggambaran watak tokoh yang secara langsung ini dapat pula menimbulkan kebosanan atau kejengkelan karena pembaca diperlakukan seperti anak kecil yang ditujukan, tanpa dapat berpikir sendiri. Walaupun demikian pada saat-saat tertentu teknik ini perlu dilakukan, disaat penggunaan teknik ini dapat mengurangi nilai sebuah karya sastra.

Post a Comment for "Contoh Teknik Pengeplotan dalam Novel"