ANALISIS DEIKSIS PADA HARIAN SUARA MERDEKA KHUSUS TAJUK RENCANA EDISI NOVEMBER 2015
A.
Latar Belakang
Masalah
Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau
penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibat studi ini
lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang
dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa
yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik adalah kajian tentang
penggunaan bahasa sesungguhnya. Pragmatik mencakup bahasan tentang deiksis,
praanggapan, tindak tutur, dan implikatur percakapan. Deiksis adalah kata yang
tidak memiliki referen yang tetap ( tetapi berubah-ubah ) seperti kata saya,
sini, sekarang. Misalnya dalam dialog antara A dan B, saya secara bergantian
mengacu kepada A atau B. Kata sini mengacu kepada tempat yang dekat dengan
penutur, kata sekarang mengacu kepada waktu ketika penutur sedang berbicara.
Praanggapan mengacu kepada makna tersirat yang “mendahului” makna kalimat yang
terucapkan (tertulis). Makna ini dapat ditangkap dan disimpulkan oleh pendengar
( pembaca ). Kalau kita mendengar ujaran “ibunya sedang sakit”, maka “makna
lain” yang bisa ditangkap, yaitu “dia mempunyai ibu.” Inilah yang disebut
praanggapan. Untuk mengecek kebenarannya, kita dapat menggabungkan keduanya
dengan menempatkan praanggapan di depan ujaran tadi menjadi: “Dia mempunyai
ibu, ibunya sedang sakit”. Tetapi, praanggapan itu akan janggal jika
ditempatkan di belakang.
Suatu informasi pada dasarnya mensyaratkan kecukupan (sufficient) dalam
struktur internal informasi itu sendiri sehingga orang yang diajak komunikasi
dapat memahami pesan dengan tepat. Persoalan akan muncul, bagaimana jika
informasi itu hanya dapat dipahami dari konteksnya. Deiksis adalah istilah yang
digunakan untuk menunjukkan keniscayaan hadirnya acuan ini dalam suatu
informasi. Menariknya, meski deiksis ini erat kaitannya dengan konteks
berbahasa, namun tidak masuk dalam kajian pragmatik karena sifatnya yang
teramat penting dalam memahami makna semantik. Dengan kata lain deiksis
merupakan ikhtiar pragmatik untuk memahami makna semantik.
Tajuk rencana merupakan artikel yang dibuat redaktur dari sebuah media
massa. Tulisan yang ditulis pihak redaksi di asumsikan mewakili redaksi
sekaligus mencerminkan pendapat dan sikap media yang bersangkutan. Redaktur
berkewajiban menyampaikan informasi yang baik dan benar, sehingga membuat
dirinya menjadi spesialisasi dalam menguraikan fakta tertentu melalui
tulisannya. Tulisannya tidak telalu panjang, diletakkan pada posisi tetap,
biasanya dalam kolom khusus. Landau ( Suhadang, 2004: 151), mengartikan tajuk
rencana dengan karangan atau komentar pada majalah, surat kabar, radio atau
televisi, yang isinya menyatakan opini redaksi, penerbit atau manajemennya.
Tajuk rencana mengungkapkan misi dan pandangan atas masalah yang dibahas.
Dengan begitu penelitian ini diberi judul “analisis
deiksis pada koran Suara Merdeka khusus tajuk rencana edisi bulan
November 2015”.
B.
Penegasan Istilah
1.
Analisis adalah
penyelidikan terhadap suatu peristiwa atau karangan untuk mengetahui keadaan
yang sebenarnya atau sebab musababnya
dan sebagainya (KBBI, 2007: 1198). Dalam konteks penelitian ini, analisis
yang dimaksud adalah analisis deiksis pada koran Suara Merdeka khusus
tajuk rencana edisi bulan November 2015
2.
Deiksis adalah bentuk
bahasa baik berupa kata maupun lainnya yang berfungsi sebagai penunjuk hal atau
fungsi tertentu di luar bahasa. Dengan kata lain, sebuah bentuk bahasa bisa
dikatakan bersifat deiksis apabila acuan/ rujukan/ referennya berpindah-pindah
atau berganti-ganti pada siapa yang menjadi si pembicara dan bergantung pula
pada saat dan tempat dituturkannya kata itu. Jadi, deiksis merupakan kata-kata
yang tidak memiliki referen yang tetap. (Abdul Chaer,2007:42)
C.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimanakah
analisis deiksis pada koran Suara Merdeka khusus tajuk rencana edisi
bulan November 2015?
D.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai oleh
peneliti dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Untuk
mendeskripsikan bagaimana analisis deiksis pada
koran Suara Merdeka khusus tajuk rencana
edisi bulan November 2015.
E.
Kegunaan
Penelitian
Penelitian ini dapat digunakan
untuk memberikan wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai analisis deiksis pada
tajuk rencana yang terdapat pada media massa. Oleh karena itu, penelitian ini
bermanfaat untuk mengembangkan studi tentang bahasa khususnya studi tentang
pragmatik dan semantik.
F.
Tinjauan Pustaka
Menurut Djunaedi (2000:1-2), tinjauan
pustaka berarti peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait. Sesuai dengan
arti tersebut, tinjauan pustaka berfungsi sebagai peninjauan kembali terhadap
pustaka (laporan penelitian, dan sebagainya) tentang masalah yang memiliki
relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan. Selain itu, dengan tinjaun
pustaka,seorang peneliti dapat mengetahui persamaan dan perbedaan antara
penelitiannya dengan penelitian sebelumnya.
Analisis deiksis sudah banyak
dilakukan oleh peneliti sebelumnya, antara lain oleh Nofitasari (2012) dalam
skripsinya yang berjudul “Analis Deiksis Sosial dalam Novel Laskar Pelangi” dan oleh Nur Hidayati
(2013) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Deiksis dalam Bahasa Paser”. Analisis
deiksis juga dilakukan oleh Endah Heryanti (2011) dalam skripsinya yang
berjudul “Analisis Deiksis dalam novel Bila
Cinta Mencari Cahaya”.
Hasil
penelitian Nofitasari, Endah Haryanti, dan Nur Hidayati menunjukkan bahwa
deikisis merupakan hal atau fungsi yang menunjuk pada sesuatu di luar
bahasa; kata yang mengacu kepada persona, waktu, dan tempat suatu tuturan.
Dalam kegiatan berbahasa. kata-kata atau frasa-frasa yang mengacu kepada
beberapa hal tersebut penunjukannya berpindah-pindah atau berganti-ganti,
tergantung pada siapa yang menjadi pembicara, saat dan tempat dituturkannya
kata-kata itu.
Persamaan
penelitian Nofitasari, Endah Haryanti, dan Nur Hidayati dengan peneliti adalah
sama-sama memfokuskan pada penggunaan
deiksis dan menganalisis macam-macam deiksis yang digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Perbedaannya, objek penelitian Nofitasari dan Nur Hidayati adalah
novel Laskar Pelangi dan bahasa Paser, sedangkan objek penelitian ini adalah
koran Suara Merdeka khusus tajuk rencana edisi November 2015.
G.
Kajian Teoretis
1.
Pengertian Deiksis
Dalam KBBI
(2005:245), deiksis diartikan hal atau fungsi menunjuk sesuatu di luar bahasa;
kata yang mengacu kepada persona, waktu, dan tempat suatu tuturan. Dalam
kegiatan berbahasa. kata-kata atau frasa-frasa yang mengacu kepada beberapa hal
tersebut penunjukannya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada
siapa yang menjadi pembicara, saat dan tempat dituturkannya kata-kata itu.
Kata-kata seperti; saya, dia, kamu rnerupakan kata-kata yang
penunjukannya berganti-ganti. Rujukan kata-kata tersebut barulah dapat
diketahui jika diketahui pula siapa, di mana, dan pada waktu kapan kata-kata
itu diucapkan.
Dalam
bidang linguistik istilah penunjukan semacam itu disebut deiksis (Yule,
2006:13). Kata deiksis berasal dari kata Yunani deiktikos yang berarti “hal
yang menunjuk secara 1angsung”. Dalam bahasa Yunani, deiksis merupakan istilah
teknis untuk salah satu hal yang mendasar yang dilakukan dalam tuturan.
Sedangkan isti1ah deiktikos yang dipergunakan oleh tata bahasa Yunani
da1am pengertian sekarang kita sebut kata ganti demonstratif. Deiksis
adalah kata atau frasa yang menghunjuk kepada kata, frasa, atau ungkapan yang
telah dipakai atau yang akan diberikan (Agustina, 1995:40). Purwo (1984:1) menjelaskan
bahwa sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila referennya
berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan
tergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu.Pengertian deiksis yang
lain dikemukakan oleh Lyons (1977:637) dalam Djajasudarma (2010:51) yang
menjelaskan bahwa deiksis adalah lokasi dan identifikasi orang, objek,
peristiwa, proses atau kegiatan yang sedang dibicarakan atau yang sedang diacu
dalam hubungannya dengan dimensi ruang dan waktunya, pada saat dituturkan oleh
pembicara atau yang diajak bicara. Dari penjelasan di atas disimpulkan bahwa
deiksis adalah kata, frasa, atau ungkapan yang rujukannya berpindah-pindah
tergantung siapa yang menjadi pembicara dan waktu, dan tempat dituturkannya
satuan bahasa tersebut.
Deiksis dapat
juga diartikan sebagai lokasi dan identifikasi orang, objek, peristiwa, proses
atau kegiatan yang sedang dibicarakan atau yang sedang diacu dalam hubungannya
dengan dimensi ruang dan waktunya, pada saat dituturkan oleh pembicara atau
yang diajak bicara (Lyons, 1977: 637 via Djajasudarma, 1993: 43). Pengertian
deiksis dibedakan dengan pengertian anafora. Deiksis dapat diartikan sebagai
luar tuturan, dimana yang menjadi pusat orientasi deiksis senantiasa si pembicara,
yang tidak merupakan unsur di dalam bahasa itu sendiri, sedangkan anafora
merujuk dalam tuturan baik yang mengacu kata yang berada di belakang maupun
yang merujuk kata yang berada di depan (Lyons, 1977: 638 via Setiawan, 1997:
6).
2.
Macam-macam
Deiksis
Deiksis ada lima macam, yaitu
deiksis orang, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana dan deiksis sosial
(Nababan, 1987: 40).
a.
Deiksis Persona
Istilah persona berasal dari kata
Latin persona sebagai terjemahan dari kata Yunani prosopon, yang artinya topeng
(topeng yang dipakai seorang pemain sandiwara), berarti juga peranan atau watak
yang dibawakan oleh pemain sandiwara. Istilah persona dipilih oleh ahli bahasa
waktu itu disebabkan oleh adanya kemiripan antara peristiwa bahasa dan
permainan bahasa (Lyons, 1977: 638 via Djajasudarma, 1993: 44).
Deiksis orang ditentukan menurut
peran peserta dalam peristiwa bahasa. Peran peserta itu dapat dibagi menjadi
tiga. Pertama ialah orang pertama, yaitu kategori rujukan pembicara kepada
dirinya atau kelompok yang melibatkan dirinya, misalnya saya, kita, dan kami.
Kedua ialah orang kedua, yaitu kategori rujukan pembicara kepada seorang
pendengar atau lebih yang hadir bersama orang pertama, misalnya kamu, kalian,
saudara. Ketiga ialah orang ketiga, yaitu kategori rujukan kepada orang yang
bukan pembicara atau pendengar ujaran itu, baik hadir maupun tidak, misalnya
dia dan mereka.
Kata ganti persona pertama dan
kedua rujukannya bersifat eksoforis. Hal ini berarti bahwa rujukan pertama dan
kedua pada situasi pembicaraan (Purwo, 1984: 106). Oleh karenanya, untuk
mengetahui siapa pembicara dan lawan bicara kita harus mengetahui situasi waktu
tuturan itu dituturkan. Apabila persona pertama dan kedua akan dijadikan
endofora, maka kalimatnya harus diubah, yaitu dari kalimat langsung menjadi
kalimat tidak langsung. (Setiawan, 1997: 8).
Bentuk pronomina persona pertama
jamak bersifat eksofora. Hal ini dikarenakan bentuk tersebut, baik yang berupa
bentuk kita maupun bentuk kami masih mengandung bentuk persona pertama tunggal
dan persona kedua tunggal.
Berbeda dengan kata ganti persona
pertama dan kedua, kata ganti persona ketiga, baik tunggal, seperti bentuk dia,
ia, -nya maupun bentuk jamak, seperti bentuk sekalian dan kalian, dapat
bersifat endofora dan eksofora. Oleh karena bersifat endofora, maka dapat
berwujud anafora dan katafora (Setiawan, 1997: 9).
Deiksis persona merupakan deiksis
asli, sedangkan deiksis waktu dan deiksis tempat adalah deiksis jabaran.
Menurut pendapat Becker dan Oka dalam Purwo (1984: 21) bahwa deiksis persona
merupakan dasar orientasi bagi deiksis ruang dan tempat serta waktu.
b.
Deiksis Tempat
Deiksis tempat ialah pemberian
bentuk pada lokasi menurut peserta dalam peristiwa bahasa. Semua bahasa
-termasuk bahasa Indonesia- membedakan antara “yang dekat kepada pembicara” (di
sini) dan “yang bukan dekat kepada pembicara” (termasuk yang dekat kepada
pendengar -di situ) (Nababan, 1987: 41). Sebagai contoh penggunaan deiksis
tempat.
(8) a. Duduklah kamu di sini.
b. Di sini dijual gas Elpiji.
Frasa di sini pada kalimat (8a)
mengacu ke tempat yang sangat sempit, yakni sebuah kursi atau sofa. Pada
kalimat (8b), acuannya lebih luas, yakni suatu toko atau tempat penjualan yang
lain.
c.
Deiksis Waktu
Deiksis waktu ialah pemberian
bentuk pada rentang waktu seperti yang dimaksudkan penutur dalam peristiwa
bahasa. Dalam banyak bahasa, deiksis (rujukan) waktu ini diungkapkan dalam
bentuk “kala” (Inggris: tense) (Nababan, 1987: 41). Contoh pemakaian deiksis
waktu dalam bahasa Inggris.
(9) a. I bought a book.
b. I am buying a book.
Meskipun tanpa keterangan waktu,
dalam kalimat (9a) dan (9b), penggunaan deiksis waktu sudah jelas. Namun
apabila diperlukan pembedaan/ketegasan yang lebih terperinci, dapat ditambahkan
sesuatu kata/frasa keterangan waktu; umpamanya, yesterday, last year, now, dan
sebagainya. Contoh dalam bahasa Inggris:
(10) a. I bought the book
yesterday.
b. I bought the book 2 years ago.
d.
Deiksis Wacana
Deiksis wacana ialah rujukan pada
bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah diberikan atau sedang
dikembangkan (Nababan, 1987: 42). Deiksis wacana mencakup anafora dan katafora.
Anafora ialah penunjukan kembali kepada sesuatu yang telah disebutkan
sebelumnya dalam wacana dengan pengulangan atau substitusi. Katafora ialah
penunjukan ke sesuatu yang disebut kemudian. Bentuk-bentuk yang dipakai untuk
mengungkapkan deiksis wacana itu adalah kata/frasa ini, itu, yang terdahulu,
yang berikut, yang pertama disebut, begitulah, dsb. Sebagai contoh.
(11) a. Paman datang dari desa
kemarin dengan membawa hasil palawijanya.
b. Karena aromanya yang khas,
mangga itu banyak dibeli.
Dari kedua contoh di atas dapat
kita ketahui bahwa -nya pada contoh (11a) mengacu ke paman yang sudah disebut
sebelumnya, sedangkan pada contoh (11b) mengacu ke mangga yang disebut
kemudian.
e.
Deiksis Sosial
Deiksis sosial ialah rujukan yang
dinyatakan berdasarkan perbedaan kemasyarakatan yang mempengaruhi peran
pembicara dan pendengar. Perbedaan itu dapat ditunjukkan dalam pemilihan kata.
Dalam beberapa bahasa, perbedaan tingkat sosial antara pembicara dengan
pendengar yang diwujudkan dalam seleksi kata dan/atau sistem morfologi
kata-kata tertentu (Nababan, 1987: 42). Dalam bahasa Jawa umpamanya, memakai
kata nedo dan kata dahar (makan), menunjukkan perbedaan sikap atau kedudukan
sosial antara pembicara, pendengar dan/atau orang yang dibicarakan/bersangkutan.
Secara tradisional perbedaan bahasa (atau variasi bahasa) seperti itu disebut
“tingkatan bahasa”, dalam bahasa Jawa, ngoko dan kromo dalam sistem pembagian
dua, atau ngoko, madyo dan kromo kalau sistem bahasa itu dibagi tiga, dan
ngoko, madyo, kromo dan kromo inggil kalau sistemnya dibagi empat. Aspek
berbahasa seperti ini disebut “kesopanan berbahasa”, “unda-usuk”, atau ”etiket
berbahasa” (Geertz, 1960 via Nababan, 1987: 42-43).
Sesuatu yang dirujuk oleh deiksis
disebut anteseden. Dilihat dari antesedennya, deiksis dibedakan atas tujuh
macam yakni, deiksis persona, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis
wacana,deiksis sosial, deiksis sejati dan deiksis tak sejati, dan deiksis
kinesik dan deiksis simbolik.
3.
Tajuk Rencana
Tajuk rencana
merupakan artikel yang dibuat redaktur dari sebuah media massa. Tulisan yang
ditulis pihak redaksi di asumsikan mewakili redaksi sekaligus mencerminkan
pendapat dan sikap media yang bersangkutan. Redaktur berkewajiban menyampaikan
informasi yang baik dan benar, sehingga membuat dirinya menjadi spesialisasi
dalam menguraikan fakta tertentu melalui tulisannya. Tulisannya tidak telalu
panjang, diletakkan pada posisi tetap, biasanya dalam kolom khusus. Landau (
Suhadang, 2004: 151), mengartikan tajuk rencana dengan karangan atau komentar
pada majalah, surat kabar, radio atau televisi, yang isinya menyatakan opini
redaksi, penerbit atau manajemennya. Tajuk rencana mengungkapkan misi dan
pandangan atas masalah yang dibahas.
H.
Metode Penelitian
Metode
penelitian adalah cara yang digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan data
penelitiannya (Arikunto, 2006:136).
1.
Tempat
dan Waktu Penelitian
Tempat
penelitian tidak terikat pada satu tempat karena objek yang dikaji berupa tajuk rencana, yaitu tajuk rencana edisi November 2015 pada harian Suara
Merdeka.
Penelitian ini bukan penelitian yang analisisnya bersifat statis melainkan
sebuah analisis yang dinamis yang dapat terus dikembangkan. Waktu penelitian
ini berlangsung selama kurang lebih 2 bulan, mulai bulan Januari sampai dengan
bulan februari 2016.
2.
Jenis
Penelitian
Penelitian ini
termasuk jenis penelitian
deskriptif kualitatif
artinya data yang
dideskripsikan merupakan data
kualitatif yang berakar pada
latar alamiah sebagai
keutuhan yang mengandalkan manusia sebagai alat
penelitian. Penelitian ini hanya
mendeskripsikan deiksis pada harian
suara merdeka khusus tajuk rencana edisi November 2015.
3.
Subjek
dan Objek Penelitian
Subjek penelitian menurut Arikunto (2010: 102) adalah orang atau benda atau
hal yang melekat pada variabel penelitian.Variabel adalah objek penelitian atau
apa yang menjadi titik perhatian penelitian (Arikunto, 2010: 99). Berdasarkan
pengertian tersebut, subjek penelitian ini adalah tajuk rencana dalam koran Suara
Merdeka edisi November 2015
Objek adalah
hal yang menjadi titik perhatian penelitian (Arikunto, 2010:99). Objek
penelitian ini adalah analisis deiksis pada koran Suara Merdeka khusus tajuk
rencana edisi November 2015.
4.
Data
dan Sumber Penelitian
Data adalah segala fakta dan angka yang dijadikan
bahan untuk menyusun suatu informasi
(Arikunto, 2006: 95).
Data-data yang digunakan pada
penelitian ini berupa
kutipan langsung maupun
tidak langsung dari harian suara
merdeka khusus tajuk rencana edisi November 2015.
Selain itu, data tambahan (sekunder) diperoleh
dari referensi-referensi lain
yang berkaitan dengan
objek penelitian.
Arikunto (2006:
172) menyatakan bahwa
yang dimaksud sumber data
dalam penelitian adalah
subjek dari mana
data dapat diperoleh. Dalam
penelitian ini, sumber data utama (primer) diperoleh dari objek
penelitian, yakni berupa
deiksis pada koran Suara Merdeka khusus tajuk rencana edisi November 2015.
5.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi dan teknik studi
pustaka.Teknik observasi adalah suatu usaha sadar untuk mengumpulkan data yang
dilakukan secara sistematis, dengan prosedur yang terstandar (Arikunto,
2006:222). Pemilihan
metode observasi oleh peneliti dalam penelitian ini didasarkan pada pendapat
Arikunto (2006: 156-157) bahwa observasi (pengamatan) meliputi kegiatan
pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat
indera. Jadi, pengobservasian dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman,
pendengaran, peraba, dan pengecap sehingga observasi dilakukan dengan
pengamatan langsung.Observasi sebagaai teknik pengumpulan data mempunyai ciri
yang spesifik apabila dibandingkan dengan teknik wawancara atau kuesioner.Observasi tidak
terbatas pada orang dan objek-objek, berbeda dengan wawancara atau kuesioner
yang selalu membutuhkan komunikasi dengan orang lain.
Peneliti memaparkan langkah-langkah
pengumpulan data dalam proses kerja proses kerja sebagai berikut.
a.
Membaca keseluruhan
koran Suara Merdeka khusus tajuk rencana edisi November 2015 secara intensif
dan berulang;
b.
Menandai teks koran
Suara Merdeka khusus tajuk rencana edisi November 2015 yang menunjukkan
deiksis;
c.
Mengelompokkan data
berdasarkan kategori yang telah ditentukan, yakni berdasarkan jenis deiksis
pada data yang ditemukan.
6.
Instrumen
Penelitian
Arikunto (2006: 160) menyatakan bahwa instrumen
penelitian adalah alat
atau fasilitas yang
digunakan oleh peneliti
dalam pengumpulan data agar pekerjaannya
lebih mudah dan hasilnya
lebih baik, dalam arti lebih
cermat, lengkap serta sistematis
sehingga lebih mudah diolah.
Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penulis, kertas
pencatat data, dan
alat tulisnya. Kertas
pencatat data dipergunakan
untuk mencatat data hasil dari pembacaan Suara Merdeka khusus tajuk rencana edisi November
2015. Kartu
data ini
berisi kata-kata yang
merupakan kutipan-kutipan Suara
Merdeka khusus tajuk rencana edisi November 2015 yang
berkaitan dengan pembahasan
7.
Teknik Anlisis Data
Peneliti
menganalisis data sesuai dengan pendapat dari Ibrahim yaitu setelah data
terkumpul, dilakukan analisis data dengan metode analisis isi (conten
analysis), yakni suatu metode yang mengambil kesimpulan dengan
mengidentifikasi berbagai karakteristik khusus suatu pesan secara objektif dan
sistematis (Ibrahim,2009:97). Peneliti mengidentifikasi dan menyimpulkan data
yang telah terkumpul. Peneliti bertindak secara objektif berarti menurut aturan
atau prosedur yang apabila dilaksanakan oleh peneliti lain dapat menghasilkan
kesimpulan yang serupa. Sistematis artinya penetapan isi atau kategori
dilakukan menurut aturan yang diterapkan secara konsisten.
Analisis data ini dibagi menjadi
dua bagian, yaitu data primer dan data sekunder. Data primernya adalah koran
Suara Merdeka khusus tajuk rencana edisi November 2015 sebagai objek penelitian, sedangkan data-data
sekundernya adalah data yang menunjang data primer, yaitu buku-buku kajian
pragmatik dan buku ilmu pragmatik yaitu teori dan penerapannya.
Dalam analisis data, peneliti
menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Memahami
keseluruhan isi tajuk rencana dalam koran Suara Merdeka edisi November 2015.
b.
Menganalisis deiksis yang terdapat dalam tajuk
rencana pada koran Suara Merdeka edisi November 2015.
c.
Mendeskripsikan deiksis yang terdapat dalam
tajuk rencana pada koran Suara Merdeka edisi November 2105.
d.
Menyimpulkan hasil analisis deiksis pada tajuk
rencana dalam koran Suara Merdeka edisi November 2015.
8.
Teknik Penyajian Hasil Analisis
Sudaryanto (1993: 145) mengemukakan bahwa dalam teknik penyajian hasil
analisis data secara informal, hasil analisis data dijabarkan dengan kata-kata
biasa tanpa menggunakan rumus atau simbol sehingga pembaca lebih memahami
hasilnya karena uraian lebih terperinci. Teknik penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini berpedoman pada
pendapat Sudaryanto (1993: 145),
yaitu teknik penyajian hasil analisis
data secara informal.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi.2006. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul.2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta
: Rineka Cipta.
Harimurti Kridalaksana. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hasan
Alwi, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Mulyasa,
E. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah:
Konsep, strategi, dan Implementasi. Bandung: Remaja Roskadarya.
Nababan, P.W.J. 1987. Ilmu
pragmatik (Teori dan Penerapannya). Jakarta : Proyek Pengembangan Lembaga
Tenaga
Purwo,
Bambang Kaswanti. 1984. Deiksis dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
P.W.J.
Nababan. 1987. Ilmu Pragmatik: Teori dan Penerapannya,
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sulfanti,Main.
2002. Strategi Pengajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia. Surakarta:Yuma Pustaka.
Tim
Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2002. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka.
Post a Comment for "ANALISIS DEIKSIS PADA HARIAN SUARA MERDEKA KHUSUS TAJUK RENCANA EDISI NOVEMBER 2015"