Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

ANALISIS NILAI MORAL DALAM NOVEL EDENSOR KARYA ANDREA HIRATA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA



A.    Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan karya imajinatif yang digunakan pengarang dalam  bentuk  tulisan  yang  mempunyai  nilai  estetika.  Karya  imajinatif tersebut terlahir dari kreasi dan juga daya khayal pengarang. Karya sastra merupakan  penjabaran  kehidupan  dan  pengalaman  pengarang  atas kehidupan  di  sekitarnya.  Karya  sastra  sebagai  karya  imajinasi  pengarang yang  dituangkan  dalam  bentuk  tulisan  menceritakan  berbagai  masalah kehidupan manusia (Nurgiyantoro, 2010: 3).

Akhir-akhir ini kerusakan moral remaja makin meluas. Namun sejatinya kerusakan moral remaja sudah terjadi sejak dulu. Banyak sekali uraian para pakar agama dan pendidikan yang mengupas dan membahas tentang kerusakan moral remaja di indonesia khususnya. Kenakalan remaja seperti jalan yang tak akan pernah ada putusnya. Berhenti yang satu , lalu muncul lagi jenis kenakalan remaja terbaru. Di era globalisasi seperti sekarang ini, disaat semua teknologi semakin canggih dan banyak sekali kemudahan yang di dapat seolah membuka celah bagi remaja untuk berbuat negative. Belum lagi gaya hidup yang serba modern dengan pengaruh budaya barat yang tidak sesuai dengan budaya indonesia membuat remaja di indonesia semakin banyak yang berbuat negative yang tentunya meresahkan berbagai lapisan masyarakat.
Karya  sastra  berfungsi  bukan  hanya  memberikan  hiburan  atau keindahan  saja  terhadap  pembacanya,  melainkan  karya  sastra  itu  dapat memberikan  sesuatu  yang  memang  dibutuhkan  manusia  pada  umumnya yakni  berupa  nilai-nilai  sastra seperti  nilai  pendidikan,  moral,  sosial, dan religius.  Hal  itu terjadi karena karya sastra bersifat multidimensi  yang di dalamnya  terdapat  dimensi  kehidupan,  contohnya  saja  jenis  karya  sastra berupa  novel.  Pada  saat  ini,  perkembangan  novel  di  Indonesia  sedang mengalami  kemajuan.  Hal  ini  ditunjukkan  dengan  munculnya  beraneka macam  novel-novel sastra  yang  mengangkat cerita-cerita  yang tidak  jauh dari kehidupan masyarakat saat ini (Nurgiyantoro, 2012: 17)
Novel sebagai salah satu karya sastra, merupakan sarana atau media yang menggambarkan apa yang ada didalam pikiran pengarang. Ketika seorang pengarang akan memunculkan nilai-nilai moralitas dalam karyanya, data-data atau informasi yang ia kemukakan bisa berasal dari orang lain maupun dari pengalamannya sendiri. Nilai-nilai tersebut adalah sebuah refleksi pandangan dari bagaimana tingkah laku manusia dalam bermasyarakat. Informasi-informasi yang telah diperoleh dan disertai dengan pengalaman kemudian ia bentuk dalam sebuah kehidupan fiksi berbentuk cerita panjang, yang mengetengahkan tokoh-tokoh dan menampakkan serangkaiaan peristiwa dan latar (setting) secara terstruktur (Nor, 2004:26). Melalui tokoh-tokoh dan beragam rangkaian cerita, pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan yang disampaikan atau diamanatkan. Pengarang berusaha agar pembaca mampu memperoleh nilai-nilai tersebut dan bisa merefleksikannya dalam kehidupan.
Novel  biasanya  mengandung  nilai-nilai  positif  yang  dapat dimanfaatkan  pembaca  setelah  ia  membacanya.  Namun,  tidak  jarang  ada novel  yang  beredar  mengandung  unsur-unsur  negatif,  seperti  unsur seksualitas dan kekerasan.
Menurut  Darmadi  (2009:  50)  nilai  adalah  segala  sesuatu  yang disenangi,  diinginkan,  dicita-citakan,  dan  disepakati.  Nilai  berada  dalam hati  nurani  dan  pikiran  sebagai  suatu  keyakinan  atau  kepercayaan.  Nilai memiliki  arti  yang  sangat  luas  bila  dihubungkan  dengan  unsur  yang  ada pada diri manusia berupa  akal, pikiran, perasaan, dan keyakinan. Sesuatu dikatakan sebagai  nilai apabila sesuatu itu berguna (nilai kegunaan), benar (nilai kebenaran), indah (nilai estetis), baik (moral), dan sebagainya. Nilai bersumber  pada  budi  yang  berfungsi  mendorong dan  mengarahkan  sikap dan  perilaku  manusia,  serta  menjadi  petunjuk  bertingkah  laku  manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Penelitian menggunakan novel Edensor karya Andrea hirata sebagai objek kajian. Andrea Hirata adalah seorang penulis yang lahir dan dibesarkan didaerah asalnya yaitu Bangka Belitong. Saat ini Andrea tinggal di Bandung dan masih bekerja di kantor pusat Telkom, sebenarnya dia tidak mempunyai latar belakang sebagai seorang penulis. Andrea merupakan sarjana ekonomi dari Universitas Indonesia, dan mendapat beasiswa Uni Eropa untuk studi master of science di universite de Paris, Sorbonne, prancis dan Sheffield Hallam University, United kingdom. Walaupun Andrea tidak memiliki latar belakang penulis, namun dia mampu menciptakan karya sastra berupa Novel Tetralogi sekaligus dengan gaya realis yang bertabur metafora dan digemari masyarakat. Andrea adalah jaminan bagi sebuah karya sastra bergaya saintifik dengan penyampaian yang cerdas dan menyentuh (Ahmad Tohari/sastrawan). Menurut Prof. Dr. Syafii ma’arif, mantan ketua Muhamadiyah “Andrea langsung membidik pusat kesadaran”. Hal demikian mungkin yang membuat karyanya menjadi salah satu novel Best Seller di Negeri Tetangga.
Pada novel Edensor, pengarang mampu membawa pembaca masuk dalam  suasana  yang  diceritakan  dalam  novel  tersebut.  Pembaca  seolah-olah  merasakan  keberanian bermimpi  tokoh  utama  (Ikal)  yang  telah menghantarnya  pada satu realita yang mengajarkan  arti kebahagiaan yang sesungguhnya.  Novel  Edensor  ini  secara  tidak langsung  mengandung nilai-nilai  kemasyarakatan  yang  dapat  dimanfaatkan  bagi pembacanya. Nilai-nilai yang  dapat kita ambil manfaatnya yakni nilai-nilai moral yang terkandung  pada  novel  tersebut.  Pembaca  dapat  memanfaatkan  novel Edensor untuk diambil  nilai-nilai  moral dan diterapkan  dalam kehidupan sehari-hari. 
Pendidikan  mempunyai  peranan  yang  penting  dalam  mendidik siswa.  Sekolah  dijadikan  sebagai  sarana  pendidikan  formal  untuk memberikan  pembinaan  nilai  moral  dan  kemanusiaan  di  lingkungan pelajar.  Salah  satunya  adalah  melalui  kegiatan  pembelajaran  sastra Indonesia  di  SMA.  Pembelajaran  merupakan  bagian  dari  pembelajaran bahasa  di  samping  tata  bahasa  dan  kemampuan  bahasa.  Pembelajaran sastra adalah pembinaan apresiasi sastra yang berusaha mendekatkan anak kepada  sastra,  berusaha  menambahkan  rasa  peka  dan  cinta  anak  kepada sastra  sebagai  cipta  seni.  Pendidikan  moral  berfungsi  untuk mengembangkan  kemampuan  dan  membentuk  watak  serta  peradaban bangsa  yang  bermartabat  dalam  rangka  mencerdaskan  kehidupan  bangsa dan  bertujuan  untuk  mengembangkan  potensi  peserta  didik  agar  menjadi manusia  yang  beriman  dan  bertakwa  kepada  Tuhan  Yang  Maha  Esa, berakhlak  mulia,  sehat,  berilmu,  cakap,  kreatif,  mandiri,  dan  menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab (Zuriah, 2007: 9).
Novel  merupakan  salah  satu  media  yang  digunakan  dalam penanaman  nilai-nilai  moral  melalui  mata  pelajaran  bahasa  Indonesia khususnya  pembelajaran  sastra  di  lingkungan  sekolah.  Nilai-nilai  yang terkandung dalam sebuah novel tidak terlepas dari nilai-nilai realitas yang terjadi  di  kalangan  masyarakat.  Oleh  karena  itu,  melalui  pembelajaran sastra ini diharapkan dapat membantu para pendidik di dalam pendidikan menanamkan  kembali  nilai-nilai  moral  yang  ada  pada  novel  Edensor kepada  siswa  terutama  siswa  SMA.  Maka,  nilai-nilai  moral  yang terkandung dalam  sebuah  novel  Edensor  dapat dijadikan  media alternatif bahan pembelajaran sastra di SMA. Dalam silabus SMA, pengajaran novel diajarkan  pada  kelas  XI  semester  1  dan  2,  serta  kelas  XII  semester  1. Berdasarkan  uraian  di  atas,  penulis  memilih  judul  “Analisis  Nilai  Moral dalam  Novel Edensor  karya  Andrea Hirata dan Skenario  Pembelajarannya di kelas XI SMA”.
B.     Penegasan Istilah
Agar dalam penelitian ini tidak terjadi salah pengertian antara penulis dan pembaca mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam judul skripsi, penulis perlu menjelaskan arti istilah yang dipaparkan di bawah ini. Judul penelitian  ini  adalah  “Analisis  Nilai  Moral  dalam  Novel  Edensor  karya Andrea  Hirata  dan  Skenario  Pembelajarannya  di  kelas  XI  SMA”.
Beberapa istilah yang perlu dijelaskan sebagai berikut.
1.      Nilai Moral
Nilai  moral  merupakan  peraturan-peraturan tingkah  laku dan adat istiadat  seseorang  individu  dari  suatu  kelompok  yang  meliputi perilaku,  tata  karma  yang  menjunjung  budi  pekerti  dan  nilai  susila (Ginanjar, 2012: 59).
2.      Skenario
Skenario adalah rencana berupa langkah demi langkah yang tertulis secara terperinci yang digunakan sebagai acuan dalam proses interaksi antara  pendidik  dengan  peserta  didik  dan  sumber  belajar  pada  suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan pendidikan.
3.      Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan  sumber  belajar  pada  suatu  lingkungan  belajar  (Depdiknas,  2003: 7).  Menurut Hamalik (2011: 57) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun dari unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi tujuan pembelajaran. 
Berdasarkan  identifikasi  masalah  di  atas,  makna  dari  judul “Analisis Nilai Moral dalam Novel  Edensor  karya Andrea Hirata dan Skenario Pembelajarannya di kelas XI SMA” adalah penelitian terhadap unsur intrinsik, nilai moral pada novel Edensor karya Andrea Hirata dan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar di SMA.
C.    Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini dipaparkan di bawah ini.
1.      Bagaimanakah unsur intrinsik dalam novel Edensor karya Andrea Hirata?
2.      Bagaimanakah nilai moral yang terdapat dalam novel Edensor karya Andrea Hirata?
3.      Bagaimanakah skenario pembelajaran nilai moral pada novel Edensor karya Andrea Hirata di kelas XI SMA?
D.    Tujuan Penelitian
Sesuai rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini dipaparkan di bawah ini adalah untuk:
1.      Mendeskripsikan unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Edensor karya Andrea Hirata.
2.      Mendeskripsikan nilai moral yang terdapat dalam novel Edensor karya Andrea Hirata.
3.      Mendeskripsikan skenario pembelajaran nilai moral pada novel Edensor karya Andrea Hirata di kelas XI SMA. 
E.     Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut ini.
1.      Segi Teoretis
Hasil  penelitian  ini  diharapkan  dapat  memberikan  wawasan, memberikan  sumbangan  bagi  dunia  pendidikan  sastra  dalam  hal pemilihan  bahan  ajar  dan  penelitian  ini  diharapkan  memberikan sumbangan  dalam  mengkaji  nilai  moral  yang  terdapat  pada  karya sastra, khususnya novel.
2.      Segi Praktis
Secara  praktis  penelitian  ini  diharapkan  dapat  memmberi manfaat  baik  bagi  guru  maupun  siswa  yang  menjadi  sasaran  utama dalam  pembelajaran  sastra.  Bagi  guru  diharapkan  dapat  menambah alternatif-alternatif  bahan  pembelajaran  sastra  dalam  menanamkan akan nilai-nilai moral kepada siswa.
Bagi siswa diharapkan mampu menjadi sebuah wawasan untuk merangsang  kepekaan  siswa  terhadap  ajaran  moral  yang  terdapat dalam karya sastra khususnya novel.
F.     Tinjauan Pustaka
Tinjauan  Pustaka  adalah  kajian  secara  kritis  terhadap  kajian tersebut  berbentuk  skripsi  antara  yang  dilakukan  oleh  Joko  (2010)  dan Mafahir (2012).
Joko  (2010)  menulis  skripsi  berjudul  “Nilai  Pendidikan  Moral Cerita  Bersambung  Harjuna  Kawiwaha  dalam  Majalah  Djoko  Lodangkarya  Wisnu  Sri  Widodo”.  Permasalahan  yang  disajikan  pada  penelitian ini  antara  lain  pendeskripsian  nilai  pendidikan  moral  yang  berhubungan antara  manusia dengan Tuhan,  nilai pendidikan  moral  yang  berhubungan manusia  dengan  dirinya  sendiri,  dan  nilai  pendidikan  moral  yang berhubungan  antara  manusia  dengan  manusia.  Penelitian  yang  telah dilakukan  oleh  Joko  mempunyai  persamaan  dan  perbedaan  dengan penelitian  yang  dilakukan  oleh  penulis.  Kesamaannya,  keduanya membahas nilai moral novel. Perbedaannya, Joko hanya menganalisis nilai pendidikan moral tanpa  memberikan gambaran tentang pembelajarannya di SMA, sedangkan  penulis  menganalisis nilai moral dengan pembelajarannya di SMA. Perbedaan  yang  lain  terdapat  pada  subjek penelitian, penelitian Joko mengambil subjek Cerita Bersambung Harjuna Kawiwaha dalam Majalah Djoko Lodang karya Wisnu Sri Widodo dalam bahasa Jawa, sedangkan penulis pada novel Edensor karya Andrea Hirata dalam bahasa Indonesia.
G.    Kajian Teoretis
Teori  yang  dibahas  dalam  penelitian  ini  mencakup  struktur  karya sastra,  nilai moral dalam karya sastra, jenis moral dalam karya sastra, dan pembelajaran  sastra di SMA. Paparan mengenai teori-teori tersebut adalah sebagai berikut.
1.      Novel
a.       Definisi Novel
Suharianto (1982:27) mengemukakan bahwa novel merupakan karya sastra berbentuk prosa. Salah satu cirinya adalah adanya kesatuan makna dalam wujud paragraph-paragraf yang membentuk kesatuan yang disebut cerita.
Novel merupakan karya prosa rekaan panjang yang dibangun dengan unsure-unsur intrinsik. Unsure intrinsic meliputi tema, latar, penokohan, sudut pandang, gaya bahasa, alur, pusat pengisahan, dan lain-lain yang bersifat fiksi. Sebagai sesuatu yang bersifat rekaan, sebuah karya sastra dibangun pengarang dari realitas kehidupan yang ada disekitarnya yang ia munculkan dalam imajinasi-imajinasi berbentuk tokoh dan peristiwa, serta latar yang seolah tampak nyata. Setiap unsur intrinsic tersebut terjalin secara structural yang mana antara satu unsure dengan unsure lainnya saling berkaitan satu sama lain. Pengambaran cerita yang ada didalamnya bermacam-macam, hal ini tergantung dari pengarang yang menciptakannya. Semi (1993:32) mengungkapkan bahwa novel adalah karya sastra yang mengungkapkan suatu kosentrasi kehidupan pada suatu saat yang tegang, dan pemusatan kehidupan yang tegas. Ungkapan tegang dan tegas mengindikasikan bahwa karya sastra novel akan menampakan sebuah kehidupan yang tegang dimana didalamnya memunculkan suatu masalah/ persoalan sebagai ide cerita, dan tegas disini dituliskan dalam bahasa yang sederhana dengan tujuan mudah dipahami.
b.      Ciri-ciri Novel
Sebagai salah satu karya sastra (Nursito, 2003:168), novel memiliki ciri khas tersendiri bila dibandingkan dengan karya sastra lain. Dari segi jumlah kata ataupun kalimat, novel lebih mengandung banyak kata dan kalimat sehingga dalam proses pemaknaan relative jauh lebih mudah dari pada memaknai sebuah puisi yang cenderung mengandung beragam bahasa kias. Dari segi panjang cerita novel lebih panjang dari pada cerpen sehingga novel dapat mengemukakan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang komplek. Berikut adalah ciri-ciri novel:
1)      Jumlah kata, novel jumlah katanya mencapai 35.000 buah
2)      Jumlah halaman, novel mencapai maksimal 100 halaman kuarto.
3)      Jumlah waktu, waktu rata-rata yang digunakan untuk membaca novel paling diperlukan sekitar 2 jam (120 menit).
4)      Novel bergantung pada perilaku dan mungkin lebih dari satu pelaku.
5)      Novel menyajikan lebih dari satu impresi. 
6)      Novel menyajikan lebih dari satu efek.
7)      Novel menyajikan lebih dari satu emosi.
8)      Novel memiliki skala yang lebih luas
9)      Seleksi pada novel lebih ketat
10)  Kelajuan dalam novel lebih lambat
11)  Dalam novel unsur-unsur kepadatan dan intensitas tidak begitu diutamakan
c.       Jenis-jenis Novel
Ada beberapa jenis novel dalam sastra. Jenis novel mencerminkan keragaman tema dan kreativitas dari sastrawan yang tak lain adalah pengarang novel. Nurgiyantoro (2005: 16) membedakan novel menjadi novel serius dan novel popular.
1)      Novel Populer
Sastra populer adalah perekam kehidupan dan tidak banyak memperbincangkan kembali kehidupan dalam serba kemungkinan. Sastra popular menyajikan kembali rekaman-rekaman kehidupan dengan tujuan pembaca akan mengenali kembali pengalamannya. Oleh karena itu, sastra populer yang baik banyak mengundang pembaca untuk mengidentifikasikan dirinya (Kayam dalam Nurgiyantoro, 2005: 18).
Berbicara tentang sastra populer, Kayam dalam Nurgiyantoro (2005: 18) menyebutkan bahwa sastra populer adalah perekam kehidupan dan tak banyak memperbincangkan kembali kehidupan dalam serba kemungkinan . ia menyajikan kembali rekaan-rekaan kehidupan itu dengan harapan pembaca akan mengenal kembali pengalaman-pengalamannya sehingga merasa terhibur karena seseorang telah menceritakan pengalamannya dan bukan penafsiran tentang emosi itu. Oleh karena itu, sastra populer yang baik banyak mengundang pembaca untuk mengidentifikasikan dirinya.
Hal seperti itu dapat dilihat dari fenomena yang terjadi pada novel Cintapucino karya Icha Rahmanti yang tahun lalu sempat diliris ke dalam bentuk film. Banyak remaja khsusnya remaja puti yang mengungkapkan kesamaan kejadian di masa SMA yang mirip dengan yang digambarkan oleh Icha Rahmanti dalam novelnya.
Adapun pengkategorian novel sebagai novel serius atau novel populer bukanlah menjadi hal baru dalam dunia sastra. Usaha ini tidak mudah dilakukan karena bersifat riskan. Selain dipengaruhi oleh hal subjektif yang muncul dari pengamat, juga banyak faktor dari luar yang menentukan. Misalnya, sebuah novel yang diterbitkan oleh penerbit yang biasa menerbitkan karya sastra yang telah mapan, karya tersebut akan dikategorikan sebagai karya yang serius, karya yang bernilai tinggi, padahal pengamat belum membaca isi novel.
Kayam dalam Nurgiyantoro (2005: 17) menyebutkan kata ”pop” erat diasosiasikan dengan kata ”populer”, mungkin karena novel-novel itu sengaja ditulis untuk ”selera populer” yang kemudian dikenal sebagai ”bacaan populer”. Jadilah istilah pop sebagai istilah baru dalam dunia sastra kita.
Nurgiyantoro juga menjelaskan bahwa novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca dikalangan remaja. Novel jenis ini menampilkan masalah yang aktual pada saat novel itu muncul. Pada umumnya, novel populer bersifat artifisial, hanya bersifat sementara, cepet ketinggalan zaman, dan tidak memaksa orang untuk membacanyasekali lagi seiring dengan munculnya novel-novel baru yang lebih populer pada masa sesudahnya (2005: 18). Di sisi lain, novel populer lebih mudah dibaca dan lebih mudah dinikmati karena semata-mata menyampaikan cerita (Stanton dalam Nurgiyantoro 2005: 19). Novel populer tidak mengejar efek estetis seperti yang terdapat dalam novel serius.
Beracuan dari beberapa pendapat di atas, ditarik sebuah simpulan bahwa novel popular adalah cerita yang bisa dibilang tidak terlalu rumit. Alur cerita yang mudah ditelusuri, gaya bahasa yang sangat mengena, fenomena yang diangkat terkesan sangat dekat. Hal ini pulalah yang menjadi daya tarik bagi kalangan remaja sebagai kalangan yang paling menggemari novel populer. Novel populer juga mempunyai jalan cerita yang menarik, mudah diikuti, dan mengikuti selera pembaca. Selera pembaca yang dimaksudkan adalah hal-hal yang berkaitan dengan kegemaran naluriah pembaca, seperti motif-motif humor dan heroisme sehingga pembaca merasa tertarik untuk selalu mengikuti kisah ceritanya.
2)      Novel Serius
Novel serius atau yang lebih dikenal dengan sebutan novel sastra merupakan jenis karya sastra yang dianggap pantas dibicarakan dalam sejarah sastra yang bermunculan cenderung mengacu pada novel serius. Novel serius harus sanggup memberikan segala sesuatu yang serba mungkin, hal itu yang disebut makna sastra yang sastra. Novel serius yang bertujuan untuk memberikan hiburan kepada pembaca, juga mempunyai tujuan memberikan pengalaman yang berharga dan mengajak pembaca untuk meresapi lebih sungguh-sungguh tentang masalah yang dikemukakan.
Berbeda dengan novel populer yang selalu mengikuti selera pasar, novel sastra tidak bersifat mengabdi pada pembaca. Novel sastra cenderung menampilkan tema-tema yang lebih serius. Teks sastra sering mengemukakan sesuatu secara implisit sehingga hal ini bisa dianggap menyibukkan pembaca. Nurgiyantoro (2005: 18) mengungkapkan bahwa dalam membaca novel serius, jika ingin memahaminya dengan baik diperlukan daya konsentrasi yang tinggi disertai dengan kemauan untuk itu. Novel jenis ini, di samping memberikan hiburan juga terimplisit tujuan memberikan pengalaman yang berharga kepada pembaca atau paling tidak mengajak pembaca untuk meresapi dan merenungkan secara lebih sungguh-sungguh tentang permasalahan yang dikemukakan.
Kecenderungan yang muncul pada novel serius memicu sedikitnya pembaca yang berminat pada novel sastra ini. Meskipun demikian, hal ini tidak menyebabkan popularitas novel serius menurun. Justru novel ini mampu bertahan dari waktu ke waktu. Misalnya, roman Romeo Juliet karya William Shakespeare atau karya Sutan Takdir, Armin Pane, Sanusi Pane yang memunculkan polemik yang muncul pada dekade 30-an yang hingga saat ini masih dianggap relevan dan belum ketinggalan zaman (Nurgiyantoro, 2005:21).
Beracuan dari pendapat di atas, ditarik sebuah simpulan bahwa novel serius adalah novel yang mengungkapkan sesuatu yang baru dengan cara penyajian yang baru pula. Secara singkat disimpulkan bahwa unsur kebaruan sangat diutamakan dalam novel serius. Di dalam novel serius, gagasan diolah dengan cara yang khas. Hal ini penting mengingat novel serius membutuhkan sesuatu yang baru dan memiliki ciri khas daripada novel-novel yang telah dianggap biasa. Sebuah novel diharapkan memberi kesan yang mendalam kepada pembacanya dengan teknik yang khas ini.
2.      Struktur Karya Sastra
Karya  sastra  (novel)  merupakan  struktur  yang  bermakna.  Novel merupakan  serangkaian  tulisan  yang  menggairahkan  ketika  dibaca, tetapi  juga  merupakan struktur pikiran yang tersusun dari unsur-unsur yang padu.
Menurut  Abrams  (dalam  Nurgiyantoro,  2012:  36)  struktur  karya sastra  dapat  diartikan  sebagai  susunan,  penegasan,  dan  gambaran semua  bahan dan  bagian  yang  menjadi komponennya  secara  bersama membentuk kebulatan yang indah.
Struktur karya sastra juga menyarankan pada hubungan antar unsur (intrinsik)  yang  bersifat  timbal  balik,  saling  menentukan,  saling mempengaruhi  yang  secara  bersama  membentuk  satu  kesatuan  yang utuh.  Menurut  Baribin  (1985:  85)  unsur  pembangun  fiksi  terdiri  dari tema, tokoh, alur, latar, dan sudut pandang.
a.       Tema
Tema  menurut  Stanton  dan  Jenny  (dalam  Nurgiyantoro, 2012: 67) adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Tema merupakan  suatu  gagasan  sentral,  sesuatu  yang  hendak diperjuangkan dalam suatu tulisan atau karya fiksi. Pengertian temaitu  tercakup  persoalan  dan  tujuan  (amanat)  pengarang  kepada pembaca.  Jadi,  tema  tidak  lain  dari  suatu  gagasan  sentral  yang menjadi  dasar  tolak  penyusunan  karangan  dan  sekaligus  menjadi sasaran  dari   karangan  tersebut  (Baribin,  1985:  59).  Berdasarkan pendapat  tersebut  dapat  disimpulkan  bahwa  tema  adalah  gagasan pokok yang mendasari pada sebuah cerita.
b.      Tokoh
Aminuddin  (1987:  79)  menyatakan  tokoh  adalah  pelaku yang  mengemban  peristiwa  dalam  cerita  fiksi  sehingga  peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita.
Dilihat  dari  segi  peranan  atau  tingkat  pentingnya  tokoh dalam  sebuah  cerita,  ada  tokoh  yang  tergolong  penting  dan ditampilkan  terus-menerus  sehingga  terasa  mendominasi  sebagian cerita,  dan  sebaliknya,  ada  tokoh-tokoh  yang  hanya  dimunculkan sekali atau  beberapa kali  dalam cerita dan  itupun  mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek. Tokoh yang disebut pertama adalah  tokoh  utama  cerita  (central  character,  main  character), sedangkan  yang  kedua  adalah  tokoh  tambahan  (peripheral character)  (Nurgiyantoro,  2012:  176).  Jadi,  tokoh  adalah  pelaku dalam cerita.
c.       Alur (Plot)
Aminuddin  (1987:  83)  menyatakan  alur  adalah  rangkaian cerita  yang  dibentuk  oleh  tahapan-tahapan  peristiwa  sehingga menjalin  suatu  cerita  yang  dihadirkan  oleh  para  pelaku  dalam cerita.  Tahapan-tahapan  peristiwa  yang  ada  di  dalam  cerita terbentuk dalam rangkaian peristiwa yang berbagai macam.
Berdasarkan  kriteria  urutan  waktu  ada  tiga  macam  alur sebagai   berikut ini.
1)      Alur maju
Alur  maju  ini  berisi  peristiwa-peristiwa  tersusun  secara kronologis,  artinya  peristiwa  pertama  diikuti  peristiwa  kedua,dan  selanjutnya.  Ceritanya  umum  dimulai  dari  tahap  awal sampai tahap akhir.
2)      Alur sorot balik
Alur  ini  berisi  peristiwa-peristiwa  yang  dikisahkan  tidak kronologis (tidak runtut ceritannya).
3)      Alur campuran
Alur  ini  berisi  peristiwa-peristiwa  gabungan  dari  plot progesif dan regresif.
Dari  pendapat  di  atas,  dapat  disimpulkan  bahwa  alur merupakan  rangkaian  cerita  yang  dihadirkan  oleh  para  pelaku dalam cerita, dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita.
d.      Latar (Setting)
Latar  adalah  lingkungan  tempat  peristiwa  terjadi.  Latar cerita  itu  berkaitan  dengan  dimana,  kapan,  dan  suasana  peristiwa itu berlangsung (Baribin, 1985: 63).
Menurut  Nurgiyantoro  (2012:  227)  membedakan  unsur latar ke dalam tiga unsur pokok, yaitu:
a)      latar  tempat,  menyaran  pada  lokasi  terjadinya  peristiwa  yang diceritakan  dalam  sebuah  karya  fiksi,  misalnya  desa,  gunung, kota, hotel, rumah, dan sebagainya;
b)      latar  waktu,  menyaran  pada  kapan  terjadinya  peristiwa  yang diceritakan  dalam  sebuah  karya  fiksi,  misalnya  tahun,  siang, malam, dan jam;
c)      latar  sosial,  menyaran  pada  hal-hal  yang  berhubungan  dengan perilaku  kehidupan  sosial  masyarakat  di  suatu  tempat  yang diceritakan  dalam  karya  fiksi,  misalnya  kebiasaan  hidup, tradisi,   keyakinan,  pandangan  hidup,  cara  berpikir,  dan bersikap.
e.       Sudut Pandang (Point of View)
Menurut Abrams (Nurgiyantoro, 2012: 246), sudut pandang adalah  cara  yang  dipergunakan  pengarang,  sarana  untuk menyajikan  tokoh,  tindakan,  latar  dan  sebagai  peristiwa  yang membentuk  cerita  dalam  sebuah  karya  fiksi  kepada  pembaca. Sudut  pandang  merupakan  penyebutan  kata  ganti  nama  untuk  tokoh-tokoh dalam cerita, dan posisi narator dalam cerita.
Ada dua metode dalam pusat pengisahan, yaitu (1) metode orang  pertama  tunggal  (aku),  pengarang  menceritakan  kisah  aku. Aku  berkemungkinan  pengarangnya  tetapi  dapat  pula  hanya sebagai narator (pencerita), dan (2) metode orang kedua (dia), yaitu pengarang  menceritakan  kisah  dia  atau  mereka.  Dalam  hal  ini, pengarang  menjadi  seseorang  yang  serba  tahu.  Kedudukan pengarang  dapat  sebagai  tokoh  utama  akan  tetapi  dapat  pula sebagai tokoh tambahan (bukan tokoh utama).
3.      Nilai Moral dalam Karya Sastra
Karya  sastra  fiksi  senantiasa  menawarkan  pesan  moral  yang berhubungan  dengan  sifat-sifat  luhur  kemanusiaan,  memperjuangkan hak dan martabat manusia. Sifat-sifat luhur kemanusiaan tersebut pada hakikatnya  bersifat  universal.  Artinya,  sifat-sifat  itu  dimiliki  dan diyakini  kebenarannya  oleh  manusia  sejagad  (Nurgiyantoro,  2012: 321).
Menurut Nurgiyantoro (2012: 321) moral pada cerita biasanya dimaksudkan  sebagai  suatu  saran  yang  berhubungan  dengan  ajaran moral  tertentu  yang  bersifat  praktis,  yang  dapat  diambil  atau ditafsirkan  lewat  cerita  yang  bersangkutan  dengan  pembaca.  Ia merupakan  petunjuk  yang  sengaja  diberikan  oleh  pengarang  tentang berbagai hal  yang berhubungan dengan tingkah laku dan sopan santun dalam pergaulan.
4.      Jenis Moral dalam Karya Sastra
Karya  fiksi  yang  mengadung  nilai-nilai  moral  atau  pesan moral, tentunya banyak sekali jenis dan wujudnya. Sebuah karya fiksi yang  panjang  pasti  terdapat  lebih  dari  satu  pesan  moral.  Jenis  moral dalam karya sastra sangat bervariasi dan tidak terbatas jumlahnya baik itu  mengenai  persoalan  hidup  maupun  persoalan  yang  menyangkut harkat dan martabat manusia yang dapat diangkat sebagai ajaran moral dalam karya sastra.
Secara garis besar persoalan hidup dan kehidupan manusia itu dapat  dibedakan  ke  dalam  persoalan  hubungan  manusia  dengan  diri sendiri, hubungan  manusia dengan  manusia  lain  dalam  lingkup sosial termasuk  hubungannya  dengan  lingkungan  alam,  dan  hubungan manusia dengan Tuhannya (Nurgiyantoro, 2012: 323).
a.       Nilai  moral  hubungan  manusia  dengan  diri  sendiri 
Nilai  moral  hubungan  manusia  dengan  diri  sendiri  meliputi niat  baik,  ramah,  prasangka  baik,  berpikir  cerdas,  sabar,  bijaksana, tanggung jawab, sikap sadar, kasih sayang, intropeksi diri, sikap bijak, rela  berkorban,  pantang  menyerah,  dan  berpendirian.
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan memiliki kaidah yang sepatutnya dipatuhi oleh dirinya sendiri dalam melakukan tinkadan, ataupun perbuatan. Keutamaan moral sehubungan dengan batin atau kata hati manusia untuk perbuatan baik meliputi kerendahan hati, penuh percaya diri,  keterbukaan, kejujuran, kerja keras, keandalan, dan penuh kasih (Bakry, 1990:124).
Bakry (1990:128) mengungkapkan bahwa:
“Yang digolongkan nilai moral yang terkandung dalam hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri antara lain: pengendalian diri, mawas diri, berani mengakui dosa, atau perbuatan salah, senang hidup sederhana, bertindak wajar dan jujur, dapat berpikir panjang, bekerja keras, percaya diri, bertindak hati-hati, dan berlaku adil.”
Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa nilai moral yang terkandung dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri adalah kaidah atau aturan yang dipatuhi oleh diri sendiri yang meliputi kerendahan hati, pengendalian diri, berkata jujur,  berlaku adil, danpenuh kasih.
b.      Nilai  moral hubungan  manusia  dengan  manusia  lain
Nilai  moral hubungan  manusia  dengan  manusia  lain  meliputi  sikap  tolong-menolong,  berbakti  kepada  orang  tua,  keakraban,  kerjasama,  memuji (menyanjung  orang  lain),  persahabatan,  memberi  semangat, perasaudaraan,  menasehati,  dan  sikap  kekeluargaan.
Hartini (1993:54) mengatakan bahwa manusia diharapkan saling kenal mengenal, sehingga terjalin hubungan baik dalam hidupnya harus saling membantu karena dalam kenyataan tidak ada orang yang biasa hidup sendiri tanpa ada bantuan dari orang lain. Hal ini sependapat dengan Ismuhendro dkk (1990:109) yang mengakatan
“yang mengatakan nilai moral yang terkandung dalam hubungan antara manusia dengan sesama manusia meliputi jujur terhadap orang lain, pertalian persahabatan, tolong menolong, kewajiban berbakti atau mengabdi kepada orang lain dan melaksanakan peraturan pemerintah.”
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nilai moral yang terkandung dalam hubungan manusia antara sesama manusia adalah interaksi antarmanusia dalam kegiatan saling mengenal, tolong menolong, saling menghargai, karena tidak ada manusia yang hidup tanpa bantuan dari orang lain.
c.         Nilai  moral hubungan  manusia  dengan  lingkungan  alam
  Nilai  moral hubungan  manusia  dengan  lingkungan  alam  seperti  sayang  binatang dan  memuji  keindahan  alam. 
Menurut Nurhadi (1994:57) mengatakan bahwa manusia mempunyai tugas dan kewajiban terhadap alam semesta yaitu menjaga dan melestarikan semua sumber alam untuk menghindari semua bencana yang disebabkan kecerobohan serta dapat mendapatkan alam semesta dalam alam kehidupan dengan memperhatikan agar dapat berjalan menurut kodratnya.
Nilai moral yang terkandung dalam hubungan manusia dengan alam meliputi pemanfaatan sumber daya alam, menjaga dan melestarikan alam. Apabila setiap manusia telah menyadari rasa tanggung jawabnya terhadap alam berarti kelangsungan hidup manusia akan terjaga kedamaian, kebahagiaan, dan kesejahteraannya.
d.      Nilai  moral  hubungan  manusia  dengan Tuhannya
Nilai  moral  hubungan  manusia  dengan Tuhannya  meliputi  beribadah,  berdoa,  bersyukur,  dan  memohon ampun kepada Allah.
Fachrudin (1984:52) mengatakan:
“Dalam bentuk manusia yang bermental yang baik, selalu dituntut sifat yang sabar, manusia harus mendekatkan diri kepada Tuhan atau sembahyang, berdoa dan bersyukur kepadanya, memohon ampun dari segala dosa yang telah terlanjur dibuat, berjanji akan mengerjakan suruhan-suruhannya dan menghentikan larangannya dengan segala kesungguhan-Nya dan keikhlasan hati.”
Sedangkan Mansyur (1987:52) mengemukakan bahwa akhlak manusia kepada Tuhan adalah sebagai berukut:
“Akhlak Manusia kepada Tuhan meliputi: (1) cinta dan ikhlas kepada-nya; (2) berbaik sangka kepada-Nya; (3) rela atas qodo dan qodar-Nya; (4) bersyukur atas nikmat-Nya; (5) bertawakal kepada-Nya; (6) senantiasa mengingat-Nya; (7) melaksanakan apa-apanya yang disuruh-Nya.”
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai moral yang terkandung dalam hubungan manusia dengan Tuhan meliputi sifat sabar dan selalu mematuhi perintah-Nya serta tidak melakukan hal yang dilarang-Nya, berbaik sangka kepada-Nya, bersyukur atas nikmat-nya, dan rela atas qodo dan qodar-Nya.
Persoalan  hidup  manusia  dalam  hubungan  dengan  manusia lain,  Nurgiyantoro  (2012:  325)  menyatakan  bahwa  masalah  yang berupa  kemasyarakatan,  persahabatan,  dan  kesetiaan,  hubungan kekeluargaan;  cinta  kasih  antara  orang  tua  terhadap  anak,  anak terhadap orang tua, kakak terhadap adik dan lain-lain yang melibatkan interaksi antar manusia.
4. Pembelajaran Sastra di SMA
a. Pengertian Pembelajaran Sastra
Menurut  Hamalik  (2011: 57)  pembelajaran  adalah  suatu kombinasi  yang  tersusun  meliputi  unsur-unsur  manusiawi, material,  fasilitas,  perlengkapan,  dan  prosedur  yang  saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.
Manusia terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga  lainnya,  misalnya tenaga  laboratorium. Material, meliputi buku-buku, papan tulis, kapur, fotografi, side, film, audio, dan  video tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruang kelas, perlengkapan  audio  visual,  dan  komputer. 
Prosedur  meeliputi jadwal  dan  metode penyampaian  informasi, praktik,  belajar, ujian dan sebagainya. Pembelajaran  sastra di samping bicara tentang se jarah sastra dan teori sastra, perlu diarahkan kepada pembinaan apresiasi sastra yang  mencakup  adanya  pemberian  kesempatan  untuk  berekreasi, mencoba  sendiri  menciptakan  karya  sastra.  Oleh  karena  itu, pembelajaran  yang  dilakukan  dengan  benar  akan  menyediaka n kesempatan  untuk  mengembangkan  keterampilan  sehingga memungkinkan timbulnya proses belajar pada diri siswa.
b. Tujuan Pembelajaran Sastra
Pembelajaran  sastra  harus  diarahkan  kepada  pembinaan apresiasi  sastra  peserta  didik  agar  anak  memiliki  kesanggupan untuk  memahami,  menikmati,  dan  menghargai  suatu  cipta  sastra.
Tujuan  dari  pembelajaran  sastra  di  sekolah  yaitu  untuk keterampilan  berbahasa,  meningkatkan  pengetahuan, mengembangkan  cipta  dan  rasa,  serta  menunjang  pembentukan watak (Rahmanto, 1988: 16).
c. Fungsi Pembelajaran Sastra
Menurut  Rahmanto  (1988:  16)  pembelajaran  sastra  dapat membantu  pendidikan  yang  cakupannya  meliputi  empat  manfaat, sebagai berikut ini.
1.      Membantu keterampilan berbahasa
Pembelajaran  sastra  akan  membantu  siswa  berlatih kemampuan  menyimak,  berbicara,  membaca,  dan  menulis. Pada  pembelajaran  sastra,  siswa  dapat  melatih  keterampilan menyimak  dengan  mendengarkan  suatu  karya  yang  dibacakan oleh  guru,  teman,  atau  rekaman.  Siswa  dapat  melatih keterampilan  berbicara  dengan  ikut  berperan  dalam  suatu drama. Siswa juga dapat meningkatkan keterampilan membaca dengan  membacakan  puisi  atau  prosa.  Siswa  dapat meningkatkan kemampuan menulis dengan sebuah karya sastra seperti cerpen atau puisi.
2.      Meningkatkan pengetahuan budaya
Setiap  karya  sastra  selalu  menghadirkan  sesuatu  dan menyajikan  banyak  hal  yang  apabila  dihayati  akan  semakin menambah  pengetahuan  orang  yang  menghayatinya. Pembelajaran  sastra  dapat  mengantar  para  siswa  untuk mengetahui budaya-budaya yang ada dalam suatu masyarakat.
3.      Menunjang pembentukan watak
Pembelajaran  sastra  mempunyai  kemungkinan  untuk mengantar  siswa  mengenal  seluruh  rangkaian  kehidupan manusia  seperti  kebahagiaan,  kebebasan,  kesetiaan, kebanggaan  diri,  dan  keputusan.  Pembelajaran  sastra  dapat memberikan bantuan dalam mengembangkan berbagai kualitas kepribadian siswa.
4.      Pemilihan Bahan Pembelajaran Sastra
Bahan  pembelajaran  yang  akan  disajikan  kepada  siswa haruslah sesuai dengan kemampuan siswanya yang berdasarkan pada tahapan pembelajaran tertentu. Guru harus dapat memilih bahan ajar yang tepat sesuai dengan perkembangan siswanya.
Menurut  Rahmanto  (1988:  27)  untuk  menentukan  bahan pembelajaran  sastra,  harus  diperhatikan  dari  sudut  bahasa, kematangan  jiwa  (psikologis),  latar  belakang  kebudayaan siswa.  Seorang  guru  hendaknya  selalu  berusaha  memahami tingkat  kebahasaan  siswanya  sehingga  guru  dapat  memilih materi  yang  cocok  untuk  disajikan.  Karya  sastra  yang  dipilih untuk diajarkan hendaknya juga sesuai dengan tahap psikologi pada umumnya dalam suatu kelas. Guru sebaiknya menyajikan karya  sastra  yang  dapat  menarik  minat  siswa  dalam  kelas  itu. Pada  latar  belakang  kebudayaan  siswa,  biasanya  siswa  akan lebih  tertarik  pada  karya-karya  sastra  dengan  latar  belakang budaya yang sudah diketahuinya dan erat hubungannya dengan kehidupan siswa.
5.      Metode Pembelajaran Sastra
Metode  pembelajaran  sastra  dalam  KTSP  adalah pembelajaran  yang  memberikan  kebebasan  peserta  didik  di dalam  proses  belajar  mengajar.  Guru  dapat  memilih  metode yang  dianggap  tepat  dan  sesuai  dengan  tujuan,  bahan  dan keadaan  siswa  untuk  menghindari  kejenuhan  disarankan  agar guru menggunakan metode yang beragam. Metode yang dapat digunakan  dalam  pembelajaran  sastra,  antara  lain  dengan metode  ceramah,  tanya  jawab,  diskusi,  apersepsi,  danpemberian tugas.
a.       Metode ceramah
Metode  ceramah  yaitu  suatu  cara  yang  dilakukan oleh  guru  untuk  menyampaikan/mengajarkan  materi pembelajaran  secara  langsung  terhadap  peserta  didik.Metode  ini  digunakan  jika  pelajaran  tersebut  banyak mengandung  informasi  baru  atau  bahan-bahan  yang memerlukan penjelasan guru.
b.      Metode tanya jawab
Metode  tanya  jawab  adalah  suatu  cara  mengelola pembelajaran  dengan  menghasilkan  pertanyaan-pertanyaan yang  mengarahkan  siswa  memahami  materi  tersebut. Metode tanya jawab akan menjadi efektif bila materi yang menjadi  topik  bahasan  menarik,  menantang  dan  memiliki nilai  aplikasi  tinggi.  Pertanyaan  yang  diajukan  bervariasi, meliputi  pertanyaan  tetutup  (pertanyaan  yang  dijawab hanya  satu  kemungkinan)  dan  pertanyaan  terbuka (pertanyaan  dengan  banyak  kemungkinan  jawaban),  serta disajikan dengan cara yang menarik. 
c.       Metode Diskusi
Metode  diskusi  adalah  suatu  cara  penyampaian bahan pelajaran di  mana guru  membantu siswa  menguasai bahan  pelajaran  melalui  wahana  diskusi  berdasarkan pengetahuan  dan  pengalaman.  Metode  ini  merupakan metode yang paling baik dalam pembelajaran sastra.  Sebab, siswa  diberikan  kesempatan  oleh  guru  untuk mengumpulkan  pendapat  membuat  kesimpulan  atau menyusun berbagai alternatif pemecahan masalah.
d.      Metode Apersepsi
Apersepsi  berasal  dari  kata  apperception  yang berarti  menafsirkan  buah  pikiran,  jadi  menyatukan  dan mengasimililasi suatu pengamatan berdasarkan pengalaman yang  telah  dimiliki  dan  dengan  demikian  memahami  dan dapat  menafsirkannya.  Apersepsi  adalah  menerima tanggapan-tanggapan baru dengan bantuan tanggapan yang telah ada.
e.       Metode Pemberian Tugas
Metode  pemberian  tugas  adalah  cara mengajar/penyajian  materi  melalui  penugasan  siswa  untuk melakukan  suatu  pekerjaan.  Pemberian  tugas  dapat  secara individual/kelompok.  Pemberian  tugas  untuk  setiap siswa/kelompok dapat sama dan dapat pula berbeda.
6.      Langkah-langkah Pembelajaran Sastra
Rahmanto  (1988:  43)  mengatakan  bahwa  guru  hendaknya selalu  memberikan  variasi dalam  menyampaikan  pembelajaran, sehingga siswa tidak  jenuh dan  selalu siap dalam  menanggapi berbagai rangsangan.
Tata  cara  penyajian  yang  perlu  dipertimbangkan  dalam memberikan  pembelajaran  sastra  antara  lain  melalui  tahapan sebagai berikut ini. 
1.      Pelacakan Pendahuluan
Guru  mempelajari  terlebih  dahulu  materi  yang  akan diajarkan  untuk  memperoleh  pemahaman  awal  tentang novel  yang  akan  disajikan  sebagai  bahan  ajar  agar  dapat menetukan  aspek-aspek  yang  perlu  mendapat  perhatian khusus dan masih dijelaskan.
2.      Penyajian
Tahap  penyajian  ialah  menyajikan  materi  yang  telah disiapkan  untuk  diajarkan  kepada  siswa.  Guru  sebaiknya menggunakan  cara  yang  bervariasi  agar  materi  yang disajikan dapat lebih menarik sehingga siswa tidak bosan.
3.      Tugas-tugas praktis
Pada tahap ini, siswa diberi tugas-tugas praktis diawali dengan pertanyaan-pertanyaan  yang ringan.
4.      Skenario pembelajaran novel Endesor di kelas XI SMA berdasarkan KTSP
Skenario pembelajaran novel Endesor di kelas XI SMA berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di awali dengan membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), sebagai berikut ini.
A.      Standar Kopetensi
7.1 Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia atau novel terjemahan.
B.       Kompetensi Dasar
7.2 Menganalisis unsur-unsur intrinsik novel Endesor karya Andrea Hirarta.
C.      Indikator Pembelajaran
1.         Mampu menganalisis unsur-unsur intrinsik novel Endesor karya Andrea Hirarta
2.         Mampu menganalisis nilai-nilai moral yang ada dalam novel Endesor karya Andrea Hirarta.
D.      Tujuan Pembelajaran
1.         Siswa dapat menganalisis unsur-unsur intrinsik novel Endesor karya Andrea Hirarta dengan tepat.
2.         Siswa dapat menganalisis nilai-nilai moral yang ada dalam novel Endesor karya Andrea Hirarta.
E.       Materi Pembelajaran
1.         Materi pokok dalam pembelajaran ini adalah novel Endesor karya Andrea Hirarta.
2.         Unsur-unsur intrinsik novel Endesor karya Andrea Hirarta meliputi: tema, tokoh dan penokohan, latar, dan alur.
3.         Nilai-nilai pendidikan moral  yang berhubungan dengan diri sendiri, meliputi: kejujuran, tidak putus asa, menghargai waktu, tanggung jawab, sabar.
4.         Nilai-nilai pendidikan moral  yang berhubungan dengan orang lain, meliputi: dermawan, tolong menolong, setia kawan, dan suka memberi nasihat.
5.         Nilai-nilai pendidikan moral yang berhubungan Tuhannya, meliputi: beribadah, berdoa, bersyukur, dan memohon ampun kepada Allah.
F.       Kegiatan Pembelajaran
Pendahuluan
1.         Memotivasi siswa.
2.         Menunjukan materi pembelajaran kepada siswa.
3.         Menjelaskan indikator dan tujuan yang ingin dicapai.
Inti
1.         Mengkaji unsur-unsur intrinsik novel Endesor karya Andrea Hirarta, meliputi: tema, tokoh dan penokohan, latar, dan alur.
2.         Mengkaji nilai-nilai pendidikan moral yang berhubungan dengan diri sendiri, meliputi: kejujuran, tidak putus asa, menghargai waktu, tanggung jawab, sabar.
3.         Mengkaji nilai-nilai pendidikan moral yang berhubungan dengan orang lain, meliputi: dermawan, tolong menolong, setia kawan, dan suka memberi nasihat.
4.         Mengakaji nilai-nilai pendidikan moral yang berhubungan Tuhannya, meliputi: beribadah, berdoa, bersyukur, dan memohon ampun kepada Allah.
Penutup
1.         Refleksi: Guru memberikan penguatan terhadap kegiatan yang dilakukan siswa.
2.         Tugas Terstruktur: Carilah nilai-nilai pendidikan moral novel Endesor karya Andrea Hirarta.

7.      Sumber Belajar
Sumber  belajar  adalah  orang  dapat  dijadikan  tempat bertanya tentang berbagai pengetahuan. Dalam kegiatan belajar mengajar, sumber belajar todak hanya diperoleh dari guru saja, melainkan  buku  pelajaran  juga  dapat  sebagai  sumber  belajar. Pelajaran  akan  menjadi  menarik,  mudah  dipahami,  hemat waktu  dan  tenaga,  dan  hasil  belajar  akan  lebih  bermakna dengan  menggunakan  bantuan  berbagai  alat.  Sumber  belajar dapat berupa:
1.      Buku-buku referensi
a.       Buku pelajaran yang diwajibkan;
b.      Buku  pelengkap,  artinya  buku  yang  menunjang  (buku acuan)  bahan ajar  atau  materi  pelajaran  selain  buku wajib atau utama;
2.      Media cetak (surat kabar dan majalah); media  cetak  sebagai  sumber  belajar  harus mempertimbangkan segi bahasa, estetika, psikologi, materi dan  tujuan  belajar.  Contohnya  cerpen,  puisi  yang  ada  di surat kabar.
8.      Evaluasi
Evaluasi  hasil  belajar  adalah  keseluruhan  pengukuhan, penafsiran,  dan  pertimbangan  untuk  membuat  keputusan tentang  tingkat  hasil  belajar  yang  dicapai  oleh  siswa  setelah melakukan  kegiatan  belajar  dalam  upaya  mencapai  tujuan pembelajaran yang telah ditentukan (Hamalik, 2008: 159).
Jadi,  evaluasi  adalah  suatu  upaya  untuk  mengetahui sejauh mana siswa telah mengalami kemajuan belajar atau telah mencapai  tujuan  pembelajaran.  Evaluasi  ditujukan  untuk mengetahui  tingkat  perkembangan  untuk  diarahkan  terhadap semua  aspek  pribadi  siswa,  bukan  hanya  terhadap  aspek penguasaan pengetahuan saja. Namun, ranah afektif (sikap dan nilai)  dan  psikomotorik  (keterampilan)  juga  perlu  mendapat penilaian.
Ada dua bentuk tes tertulis yang dapat digunakan untuk melaksanankan evaluasi, yaitu tes esai dan tes objektif.
a.       Tes Esai
Tes  esai  adalah  sejenis  tes  kemajuan  belajar  yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata  (Arikunto,  2006:  162).  Soal-soal  bentuk  esai biasanya  jumlah  tidak  banyak,  hanya  sekitar  5-10  soal. Soal-soal  bantu  esai  menuntut  kemampuan  siswa  untuk dapat  menghubungkan  pengertian-pengertian  yang  telah dimiliki.
Kelebihan tes esai antara lain:  (1)  mudah disiapkan dan disusun;  (2)  tidak  memberi  banyak  kesempatan  untuk berspekulasi  atau  keberuntungan;  (3)  memberikan kesempatan  kepada  siswa  untuk  mengutarakan  pendapat dengan bahasanya sendiri;  (4)  dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami sesuatu masalah yang dujikan.
Kelemahan  tes  esai  antara  lain:  (1)  waktu  untuk mengoreksi lama dan tidak dapat diwakilkan kepada oranglain;  (2)  pemeriksaannya  lebih  sulit  karena  memerlukan pertimbangan individual lebih banyak dari penilai;  (3)  cara pemeriksaan  banyak  dipengaruhi  oleh  unsur-unsur subjektif;  (4)  kurang  representatif  dalam  hal  mewakili seluruh  bagian  bahan  pelajaran  yang  akan  diujikan  karena soal hanya beberapa saja.
Cara mengatasi kelemahan tes esai antara lain:  (1)  pada waktu  menyusun  soal,  soal -soal  itu  sudah  dilengkapi dengan  kunci  jawaban  serta  pedoman  penilaiannya sehingga orang lain dapat mengoreksi juga;  (2)  hendaknya ditegaskan  model  jawaban  apa  yang  dikehendaki  oleh penyusun  tes  sehingga  tidak  diperlukannya  pertimbangan individual;  (3)  rumusan  soal  dibuat  sedemikian  rupa sehingga mudah dipahami oleh orang lain;  (4)  soal-soal tes dapat meliputi ide-ide pokok  dari bahan yang diteskan dan kalau mungkin disusun soal yang sifatnya komprehensif.
b.      Tes Objektif
Tes  objeksif  adalah  tes  yang  dalam  pemeriksaannya dapat  dilakukan  secara  objektif  (Arikunto,  2006:  164). Jumlah  soal  yang  diajukan  dalam  tes  objektif  jauh  lebih banyak dari tes.
Kelebihan tes objektif antara lain:  (1)  lebih mudah dan cepat  pemeriksaannya  karena  dapat  menggunakan  kunci tes;  (2) pemeriksaan dapat diserahkan orang lain;  (3) dalam pemeriksaan tidak ada unsur subjektif yang mempengaruhi;(4)  lebih representative  mewakili isi materi.
Kelemahan tes objektif antara lain:  (1)  persiapan untuk menyusun  jauh  lebih  sulit  karena  soal  lebih  banyak;  (2) soal-soal  cenderung  untuk  mengungkapkan  ingatan  saja, dan  sukar  untuk  mengukur  pemahaman;  (3)  banyak kesempatan  untuk  main  keberuntungan;  (4)  kerja  sama antarsiswa  pada  waktu  untuk  mengerjakan  soal  tes  lebih terbuka.
Menurut  Arikunto  (2006:  165),  cara  mengatasi kelemahan  tes objektif  antara lain:  (1)  kesulitan menyusun tes objektif dapat diatasi dengan jalan  banyak berlatih terusmenerus  hingga  betul-betul  mahir;  (2)  menggunakan  tabel spesifikasi  untuk  mengatasi  kelemahan  yang  kedua;  (3) menggunakan  norma  (standar)  penilaian  yang memperhitungkan  faktor  tebakan  yang  bersifat  spekulatif;(4)  posisi duduk siswa diatur agar tidak terjalin kerja sama antarsiswa.
Tes  bentuk  objektif  dan  tes  bentuk  esai  sama-sama memiliki  kelemahan  dan  kelebihan.  Kedua  bentuk  tes tersebut  dapat  digunakan  sebagai  alat  evaluasi.  Namun, perlu diketahui bahwa tes esai dapat dipergunakan  sebagai alat  mengukur  kepandaian  anak  dalam  menyusun  buah pikiran mereka untuk menyimpulkan sesuatu.
H.    Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan  data  penelitiannya  (Arikunto,  2006:136).  Dalam  hal  ini dipaparkan  objek  penelitian,  jenis  penelitian,  fokus  penelitian,  data  dan sumber  data,  teknik  pengumpulan  data,  instrumen  penelitian,  teknik analisis data, dan teknik penyajian hasil analisis.
1.      Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian tidak terikat pada satu tempat karena objek yang dikaji berupa naskah (teks) sastra, yaitu novel Endesor karya Andrea Hirata. Penelitian ini bukan penelitian yang analisisnya bersifat statis melainkan sebuah analisis yang dinamis yang dapat terus dikembangkan. Waktu penelitian ini berlangsung selama kurang lebih 2 bulan, mulai bulan Januari sampai dengan bulan februari 2016.
2.      Jenis Penelitian
Penelitian  ini  termasuk  jenis  penelitian  deskriptif  kualitatif artinya  data  yang  dideskripsikan  merupakan  data  kualitatif  yang berakar  pada  latar  alamiah  sebagai  keutuhan  yang  mengandalkan manusia sebagai alat penelitian.  Penelitian ini hanya mendeskripsikan nilai  moral  dalam  novel  Edensor  karya  Andrea  Hirata  berdasarkan nilai moral  beserta pembelajarannya di kelas XI SMA.
3.      Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian menurut Arikunto (2010: 102) adalah orang atau benda atau hal yang melekat pada variabel penelitian.Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian penelitian (Arikunto, 2010: 99).Berdasarkan pengertian tersebut, subjek penelitian ini adalah novel  Edensor  karya  Andrea  Hirata memiliki  tebal  xii  +  290  halaman,  diterbitkan  oleh  Bentang  di Yogyakarta tahun 2010
Objek  penelitian  ini  difokuskan  pada  nilai-nilai  moral  yang terdapat  dalam  novel  Edensor  karya  Andrea  Hirata.  Penelitian  ini merupakan  penelitian  kepustakaan  yang  berupa  novel  Edensor  karya Andrea  Hirata,  bukan  merupakan  penelitian  empiris  yang  berobjek pada tempat tertentu.
4.      Data dan Sumber Penelitian
Data adalah segala fakta dan angka yang dijadikan bahan untuk menyusun  suatu  informasi  (Arikunto,  2006:  95).  Data-data  yang digunakan  pada  penelitian  ini  berupa  kutipan  langsung  maupun  tidak langsung dari teks novel tersebut. Selain itu, data tambahan (sekunder) diperoleh  dari  referensi-referensi  lain  yang  berkaitan  dengan  objek penelitian.
Arikunto  (2006:  172)  menyatakan  bahwa  yang  dimaksud sumber  data  dalam  penelitian  adalah  subjek  dari  mana  data  dapat diperoleh. Dalam penelitian ini, sumber data utama (primer) diperoleh dari  objek  penelitian,  yakni  novel  Edensor  karya  Andrea  Hirata memiliki  tebal  xii  +  290  halaman,  diterbitkan  oleh  Bentang  di Yogyakarta tahun 2010.
5.      Teknik Sampling
Teknik yang digunakan adalah Purposive Sampling, sampel dalam  penelitian ini adalah novel Endesor karya Andrea Hirata. Sampling adalah  proses yang umum dalam pemilihan sampel dalam riset yang mengarah pada seleksi (Sutopo, 2002: 21). Bertolak dari pendapat Sutopo tersebut, maka teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini bersifat selektif dan mengikuti  paradigma penelitian kualitatif. Peneliti menggunakan pertimbangan berdasarkan konsep teoretis, keingintahuan pribadi, dan karakteristik empiris. Jadi teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling
6.      Teknik Pengumpulan Data
Teknik  pengumpulan  data  adalah  teknik  yang  digunakan  oleh peneliti dalam pengumpulan data penelitiannya (Arikunto, 2006: 160). Teknik    pengumpulan  data  yang  digunakan  dalam  penelitian   ini adalah  teknik studi pustaka, yaitu dengan membaca seluruh teks novel Edensor  karya  Andrea  Hirata  secara  teliti.  Pengumpulan  data  dalam penelitian  ini  juga  menggunakan  teknik  observasi  dengan  bertumpu pada  teori  struktural  dan  ekstrinsik  sastra  terutama  pada  nilai  moral.
Langkah-langkah  yang  digunakan  penulis  dalam  mengumpulkan  data adalah sebagai berikut ini.
a.       Membaca keseluruhan secara intensif
Setelah  menemukan  objek  penelitian,  kemudian  objek tersebut  dibaca  secara  intensif  dan  berulang-ulang  secara keseluruhan.  Objek  tersebut  dapat  berupa  novel  atau  buku-buku pedamping lainnya.
b.      Mengelompokkan  aspek-aspek  nilai  moral  yang  terdapat  dalam novel Edensor karya Andrea Hirata
Dari  objek  novel  tersebut  kemudian  ditentukan  kutipan-kutipan yang merupakan aspek-aspek moral, dan mencari hubungan aspek-aspek nilai moral yang terdapat pada novel tersebut.
c.       Mencatat data-data yang diperoleh dalam kartu pencatat data Setelah  kita  mendapatkan  data-data  yang  benar-benar  lengkap, maka  penulis  memindahkannya  dalam  kartu  pencatat  data-data yang kemudian data tersebut akan dibahas lebih mendalam.
7.      Instrumen Penelitian
Arikunto (2006: 160) menyatakan bahwa  instrumen  penelitianadalah  alat  atau  fasilitas  yang  digunakan  oleh  peneliti  dalam pengumpulan data agar pekerjaannya  lebih  mudah dan  hasilnya  lebih baik, dalam  arti  lebih  cermat, lengkap  serta sistematis sehingga  lebih mudah diolah.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini  adalah penulis, kertas  pencatat  data,  dan  alat  tulisnya.  Kertas  pencatat  data dipergunakan untuk  mencatat  data hasil dari pembacaan  novel.  Kartu data  ini  berisi  kata-kata  yang  merupakan  kutipan-kutipan  novel  yang berkaitan dengan pembahasan.
8.      Validitas Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan trianggulasi teori untuk menjaga keabsahan data yang dikumpulkan. Hal ini dikarenakan penelitian ini berupa analisis dokumen. Trianggulasi teori dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengkroscekkan data hasil penelitian dengan perspektif teori yang berbeda. Menurut Moleong (1994: 178) trianggulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang berfungsi sebagai pembanding atau mengecek terhadap data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dari data itu. Di samping itu digunakan juga trianggulasi sumber yaitu melakukan wawancara dengan beberapa sastrawan.
9.      Teknik Analisis Data
Penelitian  yang  penulis  lakukan  dalam  novel  Edensor  karya Andrea  Hirata  merupakan  penelitian  deskriptif  kualitatif  dengan menggunakan teknik contect analysis  atau metode analisis isi.  Metode analisis isi adalah lebih mengenai sebuah strategi penelitian dari pada sekadar  sebuah  metode  analisis  teks  tunggal  (Tischer,  2009:  94), artinya penulis membahas dan mengkaji novel  Edensor  karya Andrea Hirata berdasarkan aspek nilai  moral.  Adapun  langkah-langkah    yang penulis tempuh dalam penulisan sebagai berikut  ini.
1.      Mencatat data nilai-nilai moral  yang terdapat dalam novel Edensor karya  Andrea  Hirata,  yaitu  hubungan  manusia  dengan  Tuhan, hubungan  manusia  dengan  manusia,  hubungan  manusia  dengan dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan alam sekitar.
2.      Menafsirkan  data  nilai-nilai  moral  yang  terdapat  dalam  novel Edensor  karya  Andrea  Hirata,  yaitu  hubungan  manusia  dengan tuhan,  hubungan  manusia  dengan  manusia,  hubungan  manusia dengan dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan alam sekitar secara pragmatis dan semantik.
3.      Menganalisis  data  yang  terdapat  dalam  novel  Edensor  karya Andrea  Hirata  sesuai  atau  tidak  dengan  pembelajaran  di  kelas  XI SMA.
4.      Mengambil  kesimpulan  berdasarkan  komponen-komponen  hasil analisis tersebut.
10.  Teknik Penyajian Hasil Analisis
Penelitian  yang  penulis  lakukan  adalah  penelitian  deskriptif kualitatif.  Penelitian  deskriptif  kualitatif  adalah  penelitian  yang mengumpulkan data dan dalam memberikan penafsiran terhadap hasil tidak  menggunakan  angka,  menekankan  pada  dekripsi  (Arikunto, 2006: 12). Teknik yang digunakan untuk menyajikan hasil analisis data adalah  teknik  penyajian  informal.  Teknik  penyajian  informal  adalah perumusan dengan  menggunakan kata-kata biasa  tanpa  menggunakan tanda  dan  lambang  (Sudaryanto,  1993:  145).  Jadi,  teknik  penyajian hasil  analisis  data  dalam  penelitian  ini  dipaparkan  dengan  kata-kata tanpa menggunakan tanda dan lambang-lambang.












DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin.  1987.  Pengantar  Apresiasi  Karya  Sastra.  Bandung:  C.V. Sina Baru.
Arikunto,  Suharsimi.  2006.  Dasar-Dasar  Evaluasi  Pendidikan.  Jakarta: Bumi Aksara.
Bakry, Noor Ms. 1990. Orientasi Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Liberty.
Darmadi,  Hamid.  2009.  Dasar  Konsep  Pendidikan  Moral.  Bandung: Alfabeta.
Depdikbud.  2008.  Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia.  Jakarta:  Gramedia Pustaka.
Fachrudin. 1984. Pembinaan Bimbingan Al-Quran. Jakarta: Bina Angkasa.
Ginanjar,  Nurhayati.  2012.  Pengkajian  Prosa  Fiksi  teori  dan  praktik. Surakarta.
Hamalik, Oemar. 2007. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Hartini, Sri, dkk. 1993. Pengkajian Nilai-nilai Luhur Budaya Spiritual Bangsa Provinsi Daerah Khusus Ibo Kota Jakarta II. Jakarta: Debdikbud.
Hirata, Andrea. 2010. Edensor. Yogyakarta: Bentang.
Ismuhendro, Hengki, dkk. 1993. Pengkajian Nilai-Nilai Luhur Budaya Spiritual Bangsa Daerah Jawa Timur. Jakarta: Debdikbud.
Mansyur, Kahar. 1987. Membina Moral dan Akhlak. Jakarta: Kala Mulia.
Moleong, L. J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Noor, Redyanto. 2007. Pengantar Pengkajian Sastra. Semarang: Fasindo.

Nurgiyantoro, Burhan. 2012.  Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Nurhadi, Gendro, dkk. Pengkajian Nilai-Nilai Luhur Budaya Spiritual Bangsa Daerah Jawa Timur. Jakarta: Debdikbud.
Nursito. 2003. Ikhtisar Kesusastraan Indonesia. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa
Pradopo,  Rachmat  Djoko.  2007.  Prinsip-Prinsip  Kritik  Sastra. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Rahmanto,  B.  1988.  Metode  Pengajaran  Sastra.  Yogyakarta:  Penerbit Kanisius.
Semi, Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.
Suharianto, S. 1982. Dasar-dasar Teori Sastra. Surakarta: Widyaduta.
Sulakso, Joko. 2010. “Nilai Pendidikan Moral Cerita Bersambung Harjuna Kawiwaha dalam Majalah Joko Lodang Karya Wisnu Sri Widodo”. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Purworejo.
Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Lembaga Penelitian Universitas Sebelas Maret.
Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara.

Post a Comment for "ANALISIS NILAI MORAL DALAM NOVEL EDENSOR KARYA ANDREA HIRATA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA"