Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MAKALAH GERAKAN MUHAMMADIYAH

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912 Masehi atau 8 Dzulhijjah 1330 Hijriah merupakan alternatif dan jawaban dari berbagai permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia khususnya umat Islam. Masalah utama yang dihadapi pada awal kelahirannya, antara lain, meringkuk di bawah cengkraman penjajahan kolonial Belanda, kemudian hidup dalam kemiskinan dan kemelaratan serta kebodohan.
Demikianlah Muhammadiyah didirikan. Organisasi ini mempunyai tujuan maksud “menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi Muhammad s.a.w. kepada penduduk bumiputera” dan “memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya”.

B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Biografi pendiri Muhammadiyah?
2.      Bagaimana Berdirinya Muhammadiyah berikut hal-hal yang melatar belakangi berdirinya?
3.      Apa Lambang Muhammadiyah?
4.      Apakah Maksud dan tujuan Muhammadiyah?
5.      Bagaimana Struktur organisasi Muhammadiyah?
6.      Apa Amal usaha Muhammadiyah?
7.      Apasaja Periodisasi kepemimpinan Muhammadiyah?
8.      Bagaimana Khittah perjuangan Muhammadiyah?



BAB II
PEMBAHASAN MASALAH

A.      Biografi pendiri Muhammadiyah
Pendiri Muhammadiyah adalah K.H. Ahmad Dahlan. Ia lahir di kampung Kauman, Yogyakarta, pada tahun 1868 M dengan nama Muhammad Darwis. Ayahnya adalah K.H. Abu Bakar, seorang khatib besar Masjid besar Kesultanan Yogyakarta, yang apabila dilacak sisilahnya sampai kepada Maulana Malik Ibrahim. Ibunya bernama Siti Aminah, puteri K.H. Ibrahim, penghulu Kesultanan Yogyakarta. Jadi Muhammad Darwis dari pihak ibu maupun dari pihak ayahnya adalah keturunan ulama.
Di masyarakat Kauman khususnya ada pendapat umum bahwa barang siapa yang memasuki sekolah Gubernemen dianggap kafir atau Kristen. Oleh karena iti ketika menginjak usia sekolah Muhammad Darwis tidak di sekolahkan melainkan diasuh dan dididik mengaji Al-Qur’an dan dasar-dasar ilmu agama Islam oleh ayahnya sendiri di rumah. (Djarnawi Hadikusumo, hal. 74). Pada usia delapan tahun dia telah lancar membaca Al-Qur’an hingga khatam. Selanjutnya ia belajar Fiqh kepada K.H. Ahmad Shaleh, dan Nahwu kepada K.H. Muhammad Muhsin. Keduanya adalh kakak iparnya Muhammad Darwis sendiri. Ia juga berguru kepada K.H. Muhammad Nur dan K.H. Abdul Hamid dalam berbagai ilmu.
Pada tahun 1889M ia dikawinkan dengan Siti Walidah, puteri K.H. Muhammad Fadil, kepala penghulu Kesultanan Yogyakarta. (Sudjak, Muhammadiyah dan Pendirinya, 1989:2). Jadi SIti Walidah masih saudara sepupu dengan Muhammad Darwis. Beberapa bulan setelah perkawinannya, atas anjuran ayah bundanya, Muhammad Darwis menunaikan ibadah Haji. Ia tiba di Makkah pada bulan Rajab 1308 H (1890 M).setelah menunaikan umrah ia bersilaturrahim dengan para ulama Indonesia maupun Arab yang telah dipesankan oleh ayahnya. Ia juga rajin belajar menambah ilmu, antara lain kepada K.H. Mahfud Termas, K.H. Nahrowi Banyumas, K.H. Muhammad Nawawi Banten, dan juga kepada para ulama Arab di Masjidil Haram. Ia juga mendatangi ulama mazhab Syafii Bakri Syata’, dan mendapat ijazah nama Haji Ahmad Dahlan. Setelah musim haji ia segera pulang, dan tiba di Yogyakarta pada minggu pertama bulan Safar 1309H(1819M). selain berganti nama ia juga bertambah ilmu. Ia lalu membantu ayahnya mengajar santri-santri remaja. Ahirnya juga dipercaya mengajar santri dewasa maupun tua, lalu mendapar sebutan K.H. Ahmad Dahlan. (Sudjak, op.cit.,2-3)
Pada tahun 1896 M, K.H. Abubakar wafat, Jabatan Khatib masjid besar oleh kesultanan Yogyakarta lalu dilimpahkan kepada K.H. Ahmad Dahlan dengan gelar Khatib Amin.

B.       Berdirinya Muhammadiyah
Di antara para siswa Kweekschool Jetis yang tiap ahad pagi mengadakan dialog agama di ruang tamu K.H. Ahmad Dahlan sangat tertarik dengan dibangunnya sekolah. Mereka menyarankan agarv penyelenggaraan ditangani oleh suatu organisasi agar berkelanjutan sepeninggalan Kyai kelak. Kyai lalu merenungkan gambaran organisasi itu, mendiskusikan dengan para santrinya sendiri yang telah dewasa. Ketika Kyai menanyakan kepada mereka mereka sanggup duduk sebagai pengurusnya, mereka menyatakan sanggup. (Sudjak:17)
Sebenarnya, pendirian sekolah telah dibicarakan dan dibantu oleh pengurus Budi Utomo, diantara guru-guru Kweekschool Jetis, bahkan kepala Gubernurnya (kepala sekolah) R. Boediharjo, banyak memberikan nasehat dan saran. Setelah teratur benar pelaksanaannya, lengkap peralatannya, dan kerapian administrasinya, agar dimintakan kepada pemerintah Hindia Belanda. Budi Utomo sanggup membantu pengurusnya.(Sosrosugondo, loc.cit). selain itu agar ditegaskan apa nama organisasinya, apa maksud dan tujuannya; calon pengurus harus sudah dewasa; dan supaya Budi Utomo bias mengurusnya hingga berdiri. Mengenai nama organisasi dipilih “Muhammadiyah” dengan harapan para anggotanya dapat hidup beragama dan bermasyarakat sesuai dengan pribadi Muhammad SAW. (Sudjak:17-18)
Pada tanggal 20 Desember 1912 diajukan surat permohonan kepada Gubernur Jendral Hindia Belanda, agar persyarikatan ini mendapat ijin resmi dan diakui sebagai suatu badan hukum. Setelah berproses dengan surat-menyurat selama 20 bulan, akhirnya pemerintah Hindia Belanda mengakui Muhammadiyah sebagai badan hokum, tertuang dalam Gouvernement Besluit tanggal 22 Agustus 1914, No. 81, beserta lampiran statuennya. Tujuannya telah tegas, cara-cara penyampaiannya telah terarah, yang akan menghasilkan amal usaha nyata.

C.      Arti Muhammadiyah
a.       Arti Bahasa (etimologis)
Muhammadiyah berasal dari kata Bahasa Arab “Muhammad” yaitu nama Nabi dan Rasul Allah yang terahkir. Kemudian mendapatkan “ya’ nisbiyah” yang artinya menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti umat “Muhammad s.a.w” atau “pengikut Muhammad s.a.w”, yaitu semua orang Islam yang mengakui dan meyakini bahwa nabi Muhammad s.a.w adalah hamba dan pesuruh Allah yang terahir.
b.      Arti Istilah (terminologis)
Muhammadiyah adalah gerakan Islam, Dakwah Amar Makruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah, didirakan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H bertepatan dengan tanggal 18 November 1912 M di kota Yogyakarta. Gerakan ini diberi nama Muhammadiyah oleh pendirinya dengan maksud bertafa’ul (berpengharapan baik) dapat mencontoh dan meneladani jejak perjuangannya dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam semata-mata demi terwujudnya ‘Izzul Islam Wal Muslimin, kejayaan Islam sebagai realita dan kemuliaan hidup umat Islam sebagai realita.



D.      Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah
Ditinjau dari faktor – faktor yang melatar belakangi berdirinya Perserikatan Muhammadiyah, secara garis besarnya dapat dibedakan menjadi dua faktor penyebab yaitu :
1.    Faktor Subyektif
Faktor subyektif yang sanga kuat, bahkan dapat dikatakan sebagai faktor utama dan faktor penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman K. H. Ahmad Dahlan terhadap Al Quran baik dalam hal gemar membaca maupun menelaah, membahas dan mengkaji kandungan isinya.
2.    Faktor Obyektif
Ada beberapa sebab yang bersifat obyektif yang melatar belakangi berdirinya Muhammadiyah, yang sebagian dapat dikelompokkan dalam faktor internal, yaitu faktor – faktor penyebab yang muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat islam Indonesia, dan sebagiannya dapat dimasukan ke dalam faktor eksternal, yaitu faktor – faktor penyebab yang ada di luar tubuh masyarakat islam Indonesia.
Faktor obyektif yang bersifat Internal
a.    Ketidakmurnian amalan islam akibat tidak dijadikannya Al Qur’an dan as-Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh sabagian besar umat islam Indonesia.
Sebelum masuknya agama Islam di Indonesia, masyarakat bangsa Indonesia memeluk agama Hindu dan Budha dengan segala amalan dan tradisi yang ada di dalamnya. Sementara itu agama Islam sampai ke Nusantara setelah melewati perjalanan yang sangat panjang. Oleh karena itu tidak dapat dipungkiri adanya kenyataan berbagai pengaruh kepercayaan lain menempel secara tidak sengaja ke tubuh ajaran Islam. Melihat kondisi yang semacam itu dapat dimaklumi kalau dalam kenyataan dan prakteknya umat Islam di Indonesia pada saat itu memperlihatkan hal – hal yang tidak sesuai dengan prinsip – prinsip ajaran Islam dalam kehidupan beraqidah(keyakinan hidup) agama Islam mengajarkan pada umatnya untuk memiliki tauhid yang murni, bersih dari berbagai macam syirik maupun khurafat dan bid’ah. Namun dalam prakteknya banyak orang Islam yang masih percaya juga terhadap benda – benda keramat. Mereka sering pergi ke kubur – kubur yang dianggap keramat, mereka percaya berbagai ramalan gaib.
Dalam kehidupan beribadah, khususnya ibadah madlahagama islam memberikan  tuntunan secara pasti sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah s.a.w. bertitik tolak dari prinsip ini dalam ilmu ushul fikih dirumuskan satu kaidah yang menyatakan bahwa dalam masalah ibadah mahdliyah semua amalan terlarang, kecuali hal – hal yang telah diajarkan oleh Nabi. Sedangkan dalam urusan keduniaan semua hal diperbolehkan, kecuali yang secara tegas bahwa, “semua rekaan – rekaan dalam ibadah mahdliyah adalah sesat, dan semua yang sesat akan masuk neraka.”
b.    Lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan generasi yang siap mengemban misi selaku”Khalifah Allah di atas bumi”
Pondok pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan khas milik umat Islam di Indonesia, sekaligus merupakan sistem pendidikan yang khas di Indonesia. Dilihat dari sejarahnya sistem pesantren ini sebenarnya sudah berkembang sejak zaman Hindu-Budha. Sistem ini pada zaman Hindu Budha dikenal dengan nama ‘Ashram’yang di dalamnya para cantrik ( berubah menjadi santri ) tinggal bersama – sama dengan ‘Guru’ atau ‘Resi’.sistem ini berlanjut ketika Indonesia memasuki Zaman Islam.
Namun dalam menghadapi tantangan kemajuan zaman yang tidak pernah mengenal berhenti, maka akan terasa bahwa muatan zisi yang ada dalam sistem pondok pesantren saat ini terasa kurang memadai dalam rangka mengantisipasi perkembangan zaman.  Dalam sistem Pondok Pesantren saat itu hanya mengajarkan ‘mata pelajaran agama’ dalam arti sempit, sedangkan mata pelajaran yang bersangkut paut dengan urusan keduniaan yang sering disebut dengan istilah ilmu pengetahuan umum sama skali belum diperkenalkan di lembaga pendidikan pondok pesantren. Padahal justru hanya lewat ilmu – ilmu pengetahuan ini seseorang akan mampu melaksanakan tugas – tugas keduniaan, satu dari dua tugas yang diemban oleh ‘ Khalifah Allah’. Sesungguhnyalah, bahwa lembaga pendidikan Islam sudah seharusnya menyiapkan diri menjadi lembaga pembibitan kader – kader penerus cita – cita Islam dan siap mengemban amanat Allah sebagai “Khalifah Allah” di muka bumi, yang tugas utamanya adalah mengupayakan terciptanya perdamaian sesama umat manusia, serta mengupayakan terciptanya kesejahteraan dan kemakmuran hidup umat manusia.
Faktor obyek yaitu bersifat eksternal
a.    Semakin meningkatnya Gerakan Kristenisasi di tengah-tengah masyarakat Indonesia
Sebagaimana halnya bangsa-bangsa penjajah Eropa lainnya, bangsa Belanda pun ketika masuk ke negeri Indonesia juga mengibarkan panji – panji”Tiga G”,yaitu “Glory”, “Gold” dan “Gospel”. Ketiga G ini sebenarnya menggambarkan motif kedatangan kaum penjajah ke negeri-negeri jajahannya. Yang pertama motif politik ( Glory = menang);sesuatu motif untuk menjajah dan menguasai jajahannya sebagai daerah kekuasaannya. Kedua motif ekonomi( emas, kekayaan); suatu motif untuk mengeksploitasi, memeras dan mengeruk harta kekayaan negeri jajahan. Dan ketiga motif untuk menyebar luasan ajaran Kristeni kepada anak negeri jajahan, atay motif untuk mengubah agama penduduk, yang Islam atau bukan menjadi Kristen. 
Dalam pelaksanaan mewujudkan ketiga motif tersebut, Pemerintah Hindia Belanda menggarap penduduk bumi putra lewat dua langkah besar, yaitu ; pertama apa yang disebut dengan program’Asosiasi’ dan kedua adalah program ‘Kristenisasi’. Program asosiasi adalah program pembudayaan, dalam  bentuk mengembangkan budaya Barat sedemikian rupa hingga orang Indonesia mau menerima kebudayaan Barat sebagai kebudayaan Barat sebagai kebudayaan mereka walaupun tanpa mengesampingkan kebudayaannya sendiri. Program ini sering juga disebut program Westernisasi. Sedang yang dimaksud dengan Kristenisasi yaitu program yang ditujukan untuk mengubah agama penduduk, yang Islam atau pun yang bukan Islam menjadi Kristen.
b.    Penetrasi Bangsa – Bangsa Eropa, terutama Bangsa Belanda ke Indonesia
Kedatangan bangsa – bangsa Eropa terutama bangsa Belanda ke Indonesia, khususnya dalam aspek kebudayaan, peradaban dan keagamaan telah membawa pengaruh buruk terhadap perkembangan Islam di Indonesia. Lewat pendidikan model barat yang merreka kembangkan, dengan ciri – cirinya yang sangat menonjolkan sifat intelektualistik, individualistik, elitis, diskriminatik, serta sama sekali tidak memperhatikan dasar – dasar asas – ass moral keagamaan maka lahirlah suatu generasi baru bangsa Indonesia yang terkena pengaruh paham rasionalisme dan individualisme dalam pola berfikir mereka.  Bahkan lebih jajauh dari pada itu, H. J. Benda menyatakan bahwa dalam analisisnya terakhir maka pendidikan Barat adalah alat yang paling pasti untuk mengurangi dan akhirnya mengalahkan pengaruh Islam di Indonesia.
c.    Pengaruh dari gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam
Gerakan Muhammadiyah yang dibangun oleh K.H. Ahmad Dahlan sesungguhnya merupakan salah satu mata rantai yang panjang dari gerakan pembaharuan dalam Islam.
Lewat telaah K. H. Ahmad Dahlan terhadap berbagai karya para tokoh pembaharu serta kitab – kitab lainnya yang seluruhnya menhembuskan angin segar dengan kembali pada Al Qur’an dan Sunnah Rasul beliau mendapatkan inspirasi yang kuat untuk membagun sebuah gerakan Islam yang berwibawa, teratur, tertib dan penuh disiplin guna dijadikan wahana untuk melaksanakan dakwah Islam amar makruf nahi munkar di tengah – tengah masyarakat bangsa Indonesia.
Faktor yang melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah menurut Prof. Mukti Ali dalam bukunya “ Interpretasi amalan Muhammadiyah “, yaitu :
1.      Ketidak bersihan dan campur aduknya kehidupan agama Islam di Indonesia
2.      Ketidak effisienannya lembaga – lembaga pendidikan agama Islam
3.      Aktifitas misi – misi Katholik dan Protestan
4.      Sikap acuh tak acuh, malah kadang – kadang sikap merendahkan dari golongan intelegensia terhadap Islam.

E.       Lambang Muhammadiyah
1.      Bentuk Lambang
Lambang persyarikatan berbentuk matahariyang memancarkan dua belas sinar yang mengarah ke segala penjuru, dengan sinarnya yang putih bersih bercahaya. Di tengah – tengah matahari terhadap tulisan dengan Arab Muhammadiyah. Pada lingkaran atas yang mengelilingi tulisan Muhammadiyah terdapat tulisan berhuruf Arab, berujud kalimat syahadat tauhid, dan pada lingkaran bagian bawah tertulis kalimat syahadat Rasul. Seluruh gambar matahari dengan atributnya berwarna putih dan terletak di atas warna dasar hijau daun.
2.      Maksud Lambang
Matahari adalah merupakan salah satu benda langit cipataan Allah. Dalam sistem tata surya matahari menempati posisis sentral yaitu menjadi titik pusat dari semua planet – planet lain. Matahari merupakan benda langit yang dari dirinya sendiri memiliki kekuatan memancarkan sinar panas yang sangat berguna bagi kehidupan biologis semua makhluk hidup yang ada di bumi. Dan tanpa panas sinar matahari bumi akan membeku dan gelap gulita, sehingga semua makhluk hidup tidak mungkin dapat meneruskan kehidupannya.
Muhammadiyah menggambarkan jati diri, gerak serta manfaatnya sebagaimana matahari. Kalau matahari menjadi penyebab lahiriyah berlangsungnya kehidupan secara biologis bagi seluruh makhluk hidup yang ada di bumi, maka Muhammadiyah akan menjadi penyebab lahirnya, berlangsungnya kehidupan secara spiritual dan rohaniah bagi semua orang yang mau menerima pancaran sinarnya yang berupa ajaran agama Islam sebagaimana yang termuat dalam Al Qur’an dan as Sunnah.
Dua belas sinar matahari yang memancar keseluruh penjuru mengibaratkan tekad dan semangat pantang menyerah dari warga Muhammadiyah dalam memperjuangkan Islam ditengah –tengah masyarakat bangsa Indonesia sebagai tekad dan semangat pantang mundur dan menyerah dari kaum Hawary, yaitu sahabat nabi Isa as, yang jumlahnya dua belas orang.
Waran putih pada seluruh gambar matahari melambangkan kesucian dan keikhlasan. Muhammadiyah dalam berjuang untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam tidak ada motif lain kecuali semata – mata mengharapkan keridlaan Allah.
Warna hijau yang menjadi warna dasar melambangkan kedamainan dan kesejahteraan. Muhammadiyah berjuang ditengah – tengah masyarakat bangsa Indonesia dalam rangka merealisasikan ajaran agam aIslam yang penuh dengan kedamaian, selamat dan sejahterah bagi umat manusia.

F.       Maksud Dan Tujuan Muhammadiyah
Segala hal yang dikerjakan oleh Muhammadiyah, didahului dengan adanya maksud dan tujuan tertentu. Dan dengan maksud dan tujuan itu pula yang aka mengarahkan gerak perjuangan , menentukan besar kecilnya kegiatan serta macam – macam amal usaha Muhammadiyah. Berikut ini akan dijelaskan sejarah perumusan serta pengertian yang terkandung di dalamnya.
1.    Sejarah perumusan
Rumusan maksud dan tujuan Muhamadiyah sejak berdiri sampai sekarang ini mengalami beberapa kali perubahan redaksional, perubahan susunan bahasa dan istilah. Sekalipun begitu tidak dengan sendirinya berubah isi dan jiwanya, karena hakekatnya antara yang lama dan yang baru tetap sama.
Pertama :
Pada waktu permulaan berdirinya dirumuskan sebagai berikut :
a.       Menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi Muhammadd s.a.w kepada penduduk bumi putra di dalam residensi Yogyakarta.
b.      Memajukan hal agama Islam kepada anggota – anggotanya.
Kedua :
Sesudah Muhammadiyah meluas ke luar daerah Yogyakarta dan berdiri beberapa cabang di beberapa tempat di wilayah Hindia Belanda ( Indonesia), maka rumusannya disempurnakan menjadi :
a.       Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran agama Islam i Hindia Belanda
b.      Memajukan dan menggembirakan hidup sepanjang kemauan agama Islam kepada sekutu – sekutu.
Ketiga :
Sewaktu pemerintahan dan pendudukan facis Jepang, di mana segala macam dan bentuk pergerakan mendapat pengawasan yang sangat keras, tak terkecuali Muhammadiyah, maka pada masa itu Jepang ikut berusaha mendikte rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah, sehingga rumusan dan tujuan Muhammadiyah menjadi : “ Sesuai dengan kepercayaan untuk mendirikan kemakmuran bersama seluruh Asia Timur Raya di bawah pimpinan Dai Nippon, dan memang diperintahkan oleh Tuhan Allah, maka perkumpulan ini :
a.       Hendak menyiarkan agama Islam, serta melatihkan hidup yang selaras dengan tuntunannya
b.      Hendak melakukan pekerjaan kebaikan umum
c.       Hendak memajukan pengetahuan dan kepandaian serta budi pekerti yang baik kepada anggota – anggotanya.
Kesemuanya itu ditujukan untuk berjaya mendidik masyarakat ramai.
            Keempat :
            Setelah masa kemerdekaan, dalam Muktamar Muhammadiyah ke 31 di Yogyakarta tahun 1950, rumusan maksud dan tujuan dirubah dan disempurnakan sehingga lebih mendekati jiwa dan gerak yang sesungguhnya dari Muhammadiyah.
Rumusan berbunyi, “ Maksud dan tujuan Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam yang sebenar – benarnya.”
Kelima :
Pada waktu Muktamar Muhammadiyah ke 34 yang berlangsung pada tahun 1959 di Yogyakarta rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah hasil rumusan Muktamar Muhammadiyah ke 31 disempurnakan redaksionalnya. Terhadap ‘dua kata’ yang terdapat dalam rumusan yang terdahulu, yaitu kata ‘ dapat mewujudkan’ diubah menjadi ‘terwujud’. Dengan perubahan tersebut akhirnya rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah yang kelima adalah sebagai berikut : “ Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar – benarnya.”
            Keenam :
Muktamar Muhammadiyah ke 41 yang diselenggarakan di Kota Surakarta pada tahun 1985 tercatat sebagai Muktamar Muhammadiyah yang sangat bersejarah. Dikatakan bersejarah sebab pada waktu muktamar tersebut, di samping memutuskan hal – hal pokok yang bersifat rutin, seperti merumuskan program persyarikatan serta memilih anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah, ada pula keputusan yang sangat prinsip bagi Persyarikatan Muhammadiyah. Keputusan tersebut adalah menyangkut perubahan Anggaran Dasar Muhammadiyah, antara lain pada rumusan nama dan kedudukan, azas dan maksud tujuan Persyarikatan. Alasan diadakannya perubahan tersebut adalah dikarenakan telah disahkannya Undang –Undang Pokok Keormasan nomor 8 tahun 1985. Didalam UU tersebut intinya menegaskan bahwa seluruh organisasi masa, harus mencantumkan Pancasila sebagai satu – satunya aza organisasi.
Sesunguhnya bagi Muhammadiyah adanya keharusan untuk mengubah asas seperti di atas diraakan sangat berat sekali, sebab sesungguhnya inti atau ruh Muhammadiyah itu justru tergambar dalam masalah asas / dasar.
Adanya perubahan terhadap asas, memaksa pula untuk mengubah maksud dan tujuan Muhammadiyah yang rumusannya adalah: “ Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah subhanahu wa taala.”
Ketujuh :
Muktamar Muhammadiyah ke 44 yang berlangsung di Jakarta pada tanggal 7 sampai dengan 11 Juli 2000 dalam salah satu keputusannya telah mengembalikan Islam sebagai asas persyarikatan. Hanya saja perumusan asas Islam dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah yang diubah dalam Muktamar ini tidak dicantumkan secara eksplisit dalam salah satu pasal, melainkan dimasukan dalam pasal 1 ayat (2), yang berbunyi: “ Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Dakwah Amar Makruf, berasaskan Islam yang bersumber pada al – Qur’an dan as-Sunnah.”
Adapun alasnnya Muhammadiyah dalam mengubah asas tersebut didasarkan pada hasil sidang Istimewah MPR tahun 1998, yang dalam salah satu hasil ketetapannya, yakti TAP MPR nomor XVIII / MPR / 1998 yang intinya menetapkan mengembalikan fungsi Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.  Hal ini mengandung pengertian bahwa Pancasila tidak harus dijadikan asas bagi lembaga keagamaan, lembaga lembaga sosial kemasyarakatan maupun lembaga politik sebagaimana yang semula diatur dalam UU nomor 5 tahun 1985 maupun UU nomor 8 tahun 1985.
Dengan begitu rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah masih tetap berbunyi: “ Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah subhanahu wa taala”.   
Pasal 3 : Maksud dan Tujuan
Dalam pasal ini hakekatnya memuat dua komponen, yaitu Maksud Persyarikatan dan Tujuan Persyarikatan. Perubahan terhadap pasal ini hanyalah menyangkut pada rumusan tujuan, sementara rumusan maksud yang berbunyi “menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam” tidak berubah sama sekali. Sehingga dengan demikian rumusan maksud dan tujuan Persyarikatan hasil Muktamar ke 41 adalah sebagai berikut : Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil, dan makmur yang diridlai Allah Subhanahu wata’ala.
2.    Penjelasan maksud dan tujuan Muhammadiyah
a.       Menegakkan, berarti membuat dan mengupayakan agar tetap tegak dan tidak condong apalagi roboh
b.      Menjunjung Tinggi, berarti membawa atau menjunjung diatas segala-galanya, mengindahkan serta menghormatinya
c.       Agama Islam, yaitu agama Allah yang diwahyukan kepada para Rasul-Nya sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa sampai kepada Nabi penutup Muhammad SAW sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang zaman, serta menjamin kesejahteraan hakiki duniawi maupun ukhrawi.
d.      Terwujud, berarti menjadi satu kenyataan akan adanya atau akan wujudnya
e.       Masyarakat utama, yaitu masyarakat yang senantiasa mengejar keutamaan dan kemaslahatan untuk kepentingan hidup umat manusia, masyarakat yang selalu bersikap takzim terhadap Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa, mengindahkan dengan penuh keikhlasan terhadap ajaran-ajaran-Nya serta menaruh hormat terhadap sesama manusia selaku makhluk Allah yang memiliki martabat ahsanu taqwim
f.       Adil dan makmur
1.    Adil, suatu kondisi masyarakat yang positif dari aspek batiniah, dimana keadaan ini bilamana dapat diwujudkan secara konkrit, riel atau nyata maka akan terciptalah masyarakat yang damai, aman dan tentram, sepi dari perasaan terancam dan ketakutan
2.    Makmur, yaitu suatu kondisi masyarakat yang positif dari aspek lahiriyah, yang sering digambarkan secara sederhana dengan rumusan terpenuhinya kebutuhan sandang, papan, dan kesehatan
g.      Yang diridlai Allah Subhanahu Wata’ala, artinya dalam rangka mengupayakan terciptanya keadilan dan kemakmuran masyarakat maka jalan dan cara yang ditempuh haruslah selalu bermotifkan semata-mata mencari keridlaan Allah belaka
Dengan dan dengan kata lain, bahwa maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah : “Membangun, memelihara dan memegang teguh agam Islam dengan rasa ketaatan melebihi ajaran dan faham-faham lainnya, untuk mendapatkan suatu kehidupan dalam diri, keluarga dan masyarakat yang sungguh adil, makmur, bahagia-sejahtera, aman-sejahtera, lahir dan batindalam naungan dan ridla Allah SWT”
G.      Struktur organisasi Muhammadiyah


H.      Amal Usaha Muhammadiyah
Dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah yang luas dan besar itu, maka luas dan besar pula amal usaha Muhammadiyah. Sudah barang tentu pada mula-mula usahanya belum sebesar yang ada sekarang ini, lebih-lebih pada saat itu banyak pula rintangan dan halangan yang dihadapi, baik dari ulama-ulama yang belum dapat menerima cara pemahaman agama Islam K.H.A Dahlan maupun kaum pemegang adat yang gigih mempertahankan tradisi nenek moyangnya. Dengan segala kesabaran dan keuletannya K.H Ahmad Dahlan terus berusaha mengatasinya tanpa memperhatikan betapa beratnya rintangan dan halangan.
Dengan pengajian-pengajian dan tabligh-tablighnya, beliau selalu menekankan agar menegakkan Islam yang benar, jangan sampai dirusak oleh berbagai macam bid’ah dan khurafat meskipun hanya sedikit. Selain itu setiap habis pengajian selalu diikuti dengan pengamalan apa yang telah diketahui dan dikajinya.
Disinilah kelebihan K.H Ahmad Dahlan. Dalam setiap pengajian beliau selalu menganjurkan sekaligus melaksanakan bersama-sama isi pengajiannya, sehingga Islam tidak hanya bersifat ucapan akan tetapi nyata-nyata menjadi bukti amalan yang konkrit.
Usaha yang mula-mula, disamping dalam bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah Muhammadiyah lebih banyak ditekankan pada pemurnian taukhid dan ibadah dalam Islam, seperti :
1.    Meniadakan kebiasaan menujuhbulani, yaitu selamatan bagi orang yang hamil pertama kali memasuki bulan ke tujuh, kebiasaan ini merupakan peninggalan dari adat istiadat Jawa Kuno
2.    Menghilangkan tradisi keagamaan yang tumbuh dari kepercayaan Islam sendiri, seperti selamatan untuk menghormati Syekh Abdul Qadir Jaelani, Syekh Saman dan lain-lain yang dikenal dengan manakiban, perayaan mana banyak diisi dengan puji-pujian serta meminta syafaat (pertolongan) kepada tokoh yang sedang diperingatinya. Selain itu terdapat pula kebiasaan membaca barzanji, yaitu suatu karya puisi serta syair-syair yang mengandung banyak pujian kepada Nabi Muhammad SAW yang disalah artikan. Begitu pula perayaan Khaul atau yang lebih populer dengan sebutan khal yaitu memperingati hari dan tanggal kematian seseorang setiap tahun sekali, dengan melakukan ziarah dan penghormatan secara besar-besaran terhadap arwah-arwah orang ‘alim dengan upacara yang berlebih-lebihan dipandang dapat mengeruhkan jiwa tauhid. Dan dalam hal serupa diberantas kebiasaan meminta-minta rejeki, keselamatan, jodoh dan lain-lain kepada kuburan-kuburan keramat.
3.    Bacaan surat Yasin dan bermacam-macam dzikir yang hanya khusus dibaca pada malam Jum’at dan hari-hari tertentu adalah suatu bid’ah. Begitu pula ziarah hanya pada waktu-waktu tertentu dan pada kuburan tertentu, ibadah yang tak ada dasarnya dalam agama juga harus ditinggalkan, yang boleh ialah ziarah kubur dengan tujuan untuk mengingat adanya kematian pada setiap makhluk Allah.
Mendoakan kepada orang yang masih hidup atau pun yang sudah mati justru sangat dianjurkan oleh Islam. Demikian juga memperbanyak dzikir adalah merupakan amalan yang utama sekali yang sangat dianjurkan oleh agama.
Akan tetapi kalau niat membaca Al Qur’an atau bacaan lain seperti tahlil dimaksudkan agar pahala yang didapatkannya bisa dihadiahkan kepada jenazah yang ada dalam kubur jelas tidak berdasar pada ajaran agama, oleh karena itu harus ditinggalkan. Demikian juga tahlilan dan selawatan pada hari kematian ke 3, ke 7, ke 40, ke 100, ke setahun dan ke 1000 hari merupakan bid’ah yang mesti ditinggalkan dari peribadatan Islam.
Selain yang tersebut diatas, sebagai usaha untuk menegakkan aqidah Islam yang murni serta mengamalkan ibadah yang sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad, masih banyak lagi usaha-usaha di bidang keagamaan, pendidikan, kemasyarakatan dan politik yeng telah dan sedang dilaksanakan Muhammadiyah.
1.    Bidang Keagamaan
Pada bidang inilah sesungguhnya pusat seluruh kegiatan Muhammadiyah, dasar dan jiwa setiap amal usaha Muhammadiyah.
a.    Terbentuknya Majlis Tarjih, suatu lembaga yang menghimpun ulama-ulama dalam Muhammadiyah yang secara tetap mengadakan permusyawaratan dan memberi fatwa-fatwa dalam bidang keagamaan serta memberi tuntunan mengenai hukum yang sangat bermanfaat bagi khalayak umum. Seperti :
1.    Memberi tuntunan dan pedoman dalam bidang ubudiyah sesuai dengan contoh yang telah diberikan oleh Rasulullah.
2.    Memberi pedoman dalam penentuan ibadah Puasa dan Hari Raya dengan jalan perhitungan Hisab atau astronomi sesuai dengan jalan perkembangan ilmu pengetahuan modern.
3.    Mendirikan mushalla khusus bagi kaum wanita yang merupakan usaha pertama kali diselenggarakan oleh umat Islam Indonesia.
4.    Melaksanakan dan mensponsori pengeluaran zakat pertanian, perikanan, peternakan, dan hasil perkebunan, serta mengatur pengumpulan dan pembagian zakat fitrah.
5.    Memberi fatwa dan tuntunan dalam bidang keluarga sejahtera dan keluarga berencana.
b.    Terbentuknya Departemen Agama Republik Indonesia tidak bisa dipisahkan dari kepeloporan pemimpin Muhammadiyah.
c.    Tersusunnya rumusan tentang “Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah” adalah suatu hasil yang sangat besar, penting, dan belum ada duanya di Indonesia sampai dewasa ini.
d.   Penanaman kesadaran dan kenikmatan beragama, beramal, dan berorganisasi dengan kesadaran itu maka tumbuh dan berkembang hasil-hasil yang nyata di berbagai wilayah berupa tanah wakaf, infaq, bangunan-bangunan, kesediaan mengorbankan harta untuk kepentingan agama dan sebagainya.
2.    Bidang Pendidikan
Salah satu sebab didirikannya Muhammadiyah ialah karena lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia sudah tidak memenuhi lagi kebutuhan dan tuntunan zaman. Tidak saja isi dan metode pengajaran yang tidak sesuai bahkan sistem pendidikannya pun harus diadakan perombakan yang mendasar.
Karena tidak mungkin menghapus sama sekali sistem sekolah umum dan sistem pesantren maka ditempuh usaha perpaduan antara keduanya, yaitu dengan :
a.    Mendirikan sekolah-sekolah umum dengan memasukkan kedalamnya ilmu-ilmu keagamaan
b.    Mendirikan madrasah-madrasah yang juga diberi pendidikan pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan umum
Dengan usaha perpaduan tersebut, tidak ada lagi pembedaan mana ilmu agama dan ilmu umum. Semuanya adalah perintah dan dalam naungan agama.
3.    Bidang Kemasyarakatan
Sudah dengan sendirinya banyak usaha-usaha ditempatkan dalam bidang kemasyarakatan, seperti :
a.         Mendirikan rumah-rumah sakit modern, lengkap dengan segala peralatan, membangun balai-balai pengobatan, rumah bersalin, apotik, dan sebagainya.
b.         Mendirikan panti-panti asuhan anak yatim baik putra maupun putri
c.         Mendirikan perusahaan percetakan, penerbitan, dan toko buku
d.        Pengusahaan dana bantuan hari tua
e.         Memberikan bimbingan dan penyuluhan keluarga mengenai hidup sepanjang tuntunan Ilahi
4.    Bidang Politik Kenegaraan
Muhammadiyah bukan suatu organisasi politik dan tidak akan menjadi partai politik. Meskipun demikian, dengan keyakinannya bahwa agama Islam adalah agama yang mengatur segenap kehidupan manusia di dunia ini maka dengan sendirinya segala hal yang berhubungan dengan dunia juga menjadi bidang garapannya, tak terkecuali soal-soal politik kenegaraan.
Tak dapat disebutkan satu persatu seluruh perjuangan Muhammadiyah yang dapat digolongkan ke dalam bidang politik kenegaraan, hanya beberapa diantaranya :
a.    Pemerintah kolonial Belanda selalu berusaha agar perkembangan agama Islam bisa dikendalikan dengan bermacam-macam cara, diantaranya menetapkan agar semua binatang yang dijadikan qurban harus dibayar pajaknya. Hal ini ditentang oleh Muhammadiyah dan akhirnya berhasil dibebaskan.
b.    Pengadilan Agama di zaman kolonial Belanda dalam kekuasaan penjajah yang tentu saja beragama Kristen. Agar urusan agama di Indonesia yang sebagian besar penduduknya beragama Islam, juga dipegang oleh orang Islam, Muhammadiyah berjuang ke arah cita-cita itu
c.    Ikut mempelopori berdirinya Partai Islam Indonesia. Begitu pula pada tahun 1945 termasuk menjadi pendukung utama berdirinya Partai Islam Masyumi dan akhirnya tahun 1967 Muhammadiyah tampil lagi sebagai tulang punggung utama berdirinya Partai Muslimin Indonesia
d.   Ikut menanamkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air Indonesia di kalangan umat Islam Indonesia, dengan menggunakan bahasa Indonesia dalam tabligh-tablighnya, dalam khutbah ataupun tulisan-tulisannya
e.    Pada waktu Jepang berkuasa di Indonesia pernah seluruh bangsa Indonesia diperintahkan untuk menyembah dewa matahari, Tuhan bangsa Jepang. Tak terkecuali Muhammadiyah pun diperintah untuk melakukan Sei-kerei, membungkuk tanda hormat kepada Tenno Heika, tiap-tiap pagi sesaat matahari sedang terbit. Tentu saja perintah Dai Nippon tersebut ditolak oleh Muhammadiyah karena sei-kerei tak lain adalah perbuatan syirik, yaitu menyekutukan Tuhan Allah
f.     Ikut aktif dalam keanggotaan MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) dan menyongkong sepenuhnya tuntutan Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Begitu pula pada kegiatan-kegiatan Islam Internasional, seperti Konferensi Islam Asia Afrika, dan Muktamar Masjid se-Dunia dan sebagainya
g.    Muhammadiyah tampil sebagai gerakan dakwah Islam amar makruf nahi munkar yang sekaligus mempunyai fungsi politik riil. Pada saat itu, tahun 1966/1967, Muhammadiyah dikenal sebagai ormaspol yaitu organisasi kemasyarakatan yang juga berfungsi sebagai partai politik



I.         Perkembangan Muhammadiyah
Secara garis besar perkembangan Muhammadiyah dapat dibedakan menjadi :
1.         Perkembangan secara vertikal, yaitu perkembangan dan perluasan gerakan Muhammadiyah ke seluruh penjuru tanah air, berupa berdirinya wilayah-wilayah di tiap-tiap propinsi, daerah-daerah di tiap-tiap kabupaten/kotamadya, cabang-cabang dan ranting-ranting serta jumlah anggota yang bertebaran dimana-mana
2.         Perkembangan secara horizontal, yaitu perkembangan dan perluasan amal usaha Muhammadiyah yang meliputi berbagai bidang kehidupan. Hal ini dengan pertimbangan karena bertambah luas serta banyaknya hal-hal yang harus diusahakan oleh Muhammadiyah sesuai dengan maksud dan tujuannya. Maka dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yang berkedudukan sebagai badan pembantu pimpinan persyarikatan. Kesatuan-kesatuan kerja tersebut berupa majelis-majelis dan badan-badan.
Disamping majlis dan lembaga, terdapat organisasi otonom yaitu organisasi yang bernaung di bawah organisasi induk dengan masih tetap memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Dalam Persyarikatan Muhammadiyah organisasi otonom (ORTOM) ini ada beberapa buah, yaitu :
Ø ‘Aisyiyah
Ø Nasyiatul ‘Aisyiyah
Ø Pemuda Muhammadiyah
Ø Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM)
Ø Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)
Ø Tapak Suci Putra Muhammadiyah
Ø Gerakan Kepanduan Hizbul-Wathan

J.        Periodisasi Kepemimpinan Muhammadiyah
Sejak muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan hingga periode sejarahnya yang paling mutakhir, Nampak nyata bahwa sejarah muhammadiyah dari waktu ke waktu telah melahirkan putera-puteranya yang penuh pengabdian dan keiklasan.
Untuk menggambarkan bagaimana dan berkembangnya Muhammadiyah dari waktu ke waktu, di sini akan diwakili oleh pimpinan-pimpinan Muhammadiyah yang berkesempatan tampil sebagai pucuk pimpinan gerakan, serta ciri-ciri yang menonjol pada saat mereka memimpin
1.    Periode KH. Ahmad Dahlan (1912-1923)
Pada saat ini merupakan masa-masa perintisan, pembentukan jiwa dan amal usaha serta organisasi, sehingga gerakan Islam di Indonesia yang berfaham modern.
a.       Kondisi sosial, politik, ekonomi pada masa itu:
1)      Kehidupan keberagaman memprihatinkan, dalam kepercayaan tercampur khurafat, dalam beribadat banyak tercampur bid‟ah, pemahaman agama sempit, pola pikirnya taklid.
2)      Pendidikan terbelakang, anak-anak yang dapat memasuki sekolah hanyalah anak-anak para bangsawan dan orang-orang berpangkat
3)      Anak-anak muda kurang diperhatikan
4)      Perekonomian lemah, bangsa Indonesia menjadi bangsa yang terjajah.
5)      Kegiatan Nasranisasi sangat menonjol, kegiatan dakwah sangat lemah, umat Islam menjadi umat kelas bawah.
b.      Usaha-usaha KHA Dahlan
1)      Peningkatan kualitas keislaman bangsa
2)      Peningkatan kualitas pendidikan dengan mendirikan berbagai macam sekolah
3)      Peningkatan martabat kaum wanita dengan mengadakan berbagai macam pengajian
4)      Persatuan Umat Islam Indonesia dengan mengadakan silaturahmi dengan para  pemimpin Islam dan Lain-lain
5)      Membentuk persyarikatan Muhammadiyah
6)      Mendirikan kepanduan „Hizbul Wathan‟ (WH)
7)      Menerbitkan majalah Sworo Muhammdiyah untuk menyebarluaskan cita-cita dan gagasan Muhammdiyah
8)      Menggerakan tabligh Islam, meningkatkan harkat dan martabat umat islam
9)      Membantu fakir miskin dengan memelihara dan menyantuni mereka
10)  Menganjurkan hidup sederhana, terutama dalam menyelenggarakan pesta perkawinan (Walimatul „ursy).
2.    Periode K.H. Ibrahim (1923-1932)
Dalam masa ini Muhammadiyah semakin berkembang meluas sampai ke daerah-daerah luar Jawa. Selain itu terbentuk pula Majlis Tarjih yang menghimpun para ulama Muhammadiyah untuk mengadakan penelitian dan pengembangan hokum-hukum agama. dan dalam periode ini  pula angkatan muda memperoleh bentuk organisasi yang nyata, dimana pada tahun 1931 Nasyiatul „Aisyah berdiri dan menyusul satu tahun kemudian Pemuda Muhammadiyah.
Beberapa kegiatan yang menonjol antara lain,
a.       Tahun 1924 mengadakan “Fonds -Dachlan‟, yang bertujuan membiayai sekolah anak -anak miskin.
b.      Mengadakan Badan Perbaikan Perkawinan untuk menjodohkan putri-putri Muhammadiyah.
c.       Menyebarluaskan Muhammadiyah ke luar Jawa.
d.      Mengadakan khitanan masal 1925.
e.       Kongres ke XV di Surabaya 1926, antara lain diputuskan:
1)      Shalat hari raya di tanah lapang dimana ada ranting Muhammadiyah.
2)      Pemakaian tahun Islam dalam catat mencatat.
f.       Persoalan politik muncul dalam kongres XVI di Pekalongan tahun 1927, isinya:
1)      Muhammadiyah wajib mengadakan Majlis Tarjih, Tanfidz dan Taftisyi
2)      Muhammadiyah tidak bergerak di bidang politik, tapi memperbaikai budi  pekerti atau akhlak.
3)      Muhammadiyah tidak melarang orang yang akan berpolitik.
g.      Mulai tahun 1928 mengirim putra-putri lulusan sekolah Muhammadiyah ke seluruh pelosok tanah air, yang kemudian dikenal dengan „anak panah‟ Muhammadiyah.
h.      Kongres ke XVII 1928 (Konggres Agung), untuk pertama kalinya diadakan pemilihan  pemilihan Hoofd Bestuur Muhammadiyah.
i.        Kongres ke XVIII di Solo 1929, Muhammadiyah mendirikan Uitgeefster My, yaitu badan usaha Penerbit buku-buku sekolah Muhammadiyah, yang berada di bawah Majlis Taman Pustaka
j.        Kongres ke XIX di Minangkabau 1930 muncul istilah „Consul Hofd Bestuur Muhammadiyah‟ (sekarang ketua PWM).
k.      Kongres XX memakai makromah (sekarang semacam jilbab).
l.        Kongres XXI di Makasar 1932 antara lain memutuskan supaya Muhammadiyah menerbitkan surat kabar harian (Dagblad).
3.    Periode K.H. Hisyam (1932-1936)
Usaha-usaha dalam bidang pendidikan mendapatkan perhatian yang mantap, karena dengan pendidikan bisa lebih banyak diharapkan tumbuhnya kader-kader umat dan bangsa yang akan meneruskan amal usaha Muhammadiyah.
a.       Konggres ke XXIII 1934 antara lain memutuskan penggantian nama-nama Belanda menjadi nama-nama Indonesia.
b.       Konggres XXIV 1935 antara lain memutuskan membentuk Majlis Pimpinan Perekonomian untuk memperbaiki ekonomi anggota.
c.       Konggres seperempat abad di Jakarta tahun 1936, antara lain:
1)      Memutuskan berdirinya sekolah tinggi.
2)      Berdirinya Majlis Pertolongan dan Kesehatan Muhammadiyah (MPKPM) untuk memperhatikan pertolongan dan kesehatan pada seluruh cabang dan ranting.
4.    Periode K.H. Mas Mansyur (1936-1942)
KH Mas Mansyur adalah salah seorang pemimpin Muhammadiyah yang ikut membentuk dan mengisi jiwa gerakan Muhammadiyah, sehingga lebih berisi dan mantap, seperti dengan pengokohan kembali hidup beragama serta penegasan faham agama dalam Muhammadiyah. Selain itu untuk menggerakkan kembali Muhammadiyah agar lebih dinamis dan berbobot, disusun pula langkah langkah dua belas yaitu:
a.       Memperdalam masuknya iman.
b.      Memperluas faham agama.
c.       Memperluas budi pekerti.
d.      Menuntun amal intiqad (mawas diri).
e.       Menguatkan keadilan.
f.       Menegakkan keadilan.
g.      Mengakkan persatuan.
h.      Menguatkan majelis tanwir.
i.        Mengadakan konferensi bagian.
j.        Mempermusyarahkan gerakan luar.
5.      Periode Ki Bagus Hadikusumo (1942-1953)
Ki Bsgus Hadikusumo adalah pemimpin Muhammadiyah yang juga banyak mengisi dan membentuk jiwa gerakan Muhammadiyah dan dalam periodenya tersusun Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah.
Kondisi sosial politik pada masa jabatan Ki Bagus Hadikusumo dalam suasana transisi dari penjajah Belanda, usaha-usaha Pemerintah Koloni Belanda untuk menjajah Indonesia kembali dan revolusi kemerdekaan. Pada masa itu para pemimpin Muhammadiyah banyak terlibat dalam perjuangan, sementara di tingkat  bawah hampir seluruh angkatan muda Muhammadiyah terjun dalam kancah revolusi dalam berbagai lascar kerakyatan. Meskipun demikian Muhammadiyah masih dapat melaksanakan  berbagai kegiatan keorganisasian antara lain:
a.       Tahun 1944 mengadakan muktamar darurat di Yogyakarta.
b.      Taun 1946 mengadakan silaturahmi cabang-cabang se Jawa.
c.       Tahun 1950 mengadakan siding Tanwir perwakilan
d.      Tahun 1951, siding Tanwir di Yogyakarta.
e.       Tahun 1952, siding Tanwir di Bandung.
f.       Tahun 1953, siding Tanwir di Solo.
6.      Periode A.R. Sutan Mansyur (1952-1959)
Secara kebetulan, bahwa Muhammadiyah memiliki dua pemimpin yang sama-sama hebat ialah Mansur di timur yaitu Mas Mansur dan Mansur di Barat, tak lain Sutan Mansur. Keduanya memiliki jiwa tauhid yang kokoh. Oleh karena itu tidak mengherankan bila periode ini “Ruh tauhid” ditanamkan kembali. Selain itu disusun suatu langkah perjuangan yang dibatasi dalam waktu tertentu, yaitu 1956-1959. Langkah perjuangan ini kemudian dikenal dengan nama Khittah Palembang.
KH Mas Mansyur dipilih sebagai ketua pada Muktamar Muhammadiyah ke 32 di Purwokerto. Sebenarnya beliau tidak termasuk 9 terpilih akan tetapi karena 9 orang terpilih itu sepakat untuk menunjuk beliau sebagai ketua PB Muhammadiyah. Beberapa keputusan penting yang diambil  pada masa jabatan beliau antara lain:
a.       Tahun 1955, siding Tanwir di Pekajangan membicarakan pokok-pokok konsepsi Negara Islam.
b.      Tahun 1956, siding tanwir di Yogyakarta antara lain memutuskan:
1)      Muhammadiyah tetap Muhammadiyah
2)      Anggota-anggota Muhammadiyah yang akan aktif di bidang politik dianjurkan supaya masuk partai politik Islam.
3)      Disepakati bersama oleh PP Muhammadiyah dengan DPP Masyumi, bahwa kenggotaan istimewa tidak wajar dan secara perlahan dan tidak menggoncangkan dihapus.
4)      Perlu dibina hubungan baik antara Muhammadiyah dengan Masyumi.
5)      Pada Muktamar Muhammadiyah ke XXXII di Palembang 1956 ini juga diputuskan khittah Palembang.  
7.      Periode H.M. Yunus Anis (1959-1968)
Dalam periode ini kebetulan negara Indonesia sedang berada dalam kegoncangan sosial dan politik, sehingga langsung atau tidak langsung mempengaruhi gerak perjuangan Muhammadiyah. Dalam rangka mengatasi berbagai kesulitan, akhirnya mampu merumuskan suatu pedoman penting berupa kepribadian Muhammadiyah bisa menempatkan kembali kedudukannya sebagai gerakan dakwah Islam amar makruf nahi munkar dalam bidang kemasyarakatan.
8.      Periode K.H. Ahmad Badawi (1962-1968)
K.H. Ahmad Badawi beliau dipilih dalam Muktamar ke 35 di Jakarta tahun 1962 dan muktamar ke 36 di Bandung tahun 1965 sebagai formatur tunggal. Pada masa jabatan beliau ini Muhammadiyah mengalami ujian berat karena Muhammadiyah harus berjuang keras mempertahankan eksistensinya agar tidak dibubarkan. Sebagaimana diketahui kehidupan politik Indonesia didominasi oleh PKI dan Bung Karno, Presiden RI I banyak memberi angin kepada PKI. Karena itu eksistensi Muhammadiyah juga ikut terancam. Namun demikian berkat usaha keras  beliau bersama pemimpin Muhammadiyah, Allah masih melindungi Muhammadiyah.
9.      Periode K.H. Fakih Usman/H.AR. Fakhrudin (1968-1971)
Pada periode ini lebih menonjol usaha ”Muhammadiyahkan kembali Muhammadiyah”, yaitu usaha untuk mengadakan pembaharuan pada diri dan dalam Muhammadiyah sendiri. Baik pembaharuan dalam bidang ideologinya, dengan merumuskan ”Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah”, maupun dalam bidang organisasi dan usaha perjuangannya dengan menyusun ”Khittah Perhuangan dan bidang -bidang lainnya”
Adapun Khittah Perjuangan yang disahkan dalam sidang Tanwir di Ponorogo pada tahun 1989 adalah sebagai berikut:
Khittah perjuangan Muhammadiyah
a.       Pola Dasar Perjuangan
1.      Muhammadiyah berjuang untuk mencapai atau mewujudkan suatu cita-cita dan Keyakinan Hidup, yang bersumber pada ajaran Islam.
2.      Dakwah Islam dan amar makruf nahi munkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya sebagaimana yang dituntunkan oleh Muhammad Rosullullah s.a.w adalah satu-satunya jalan untuk mencapai cita-cita dan keyakinan hidup tersebut.
3.      Dakwah Islam dan amar makruf nahi munkar seperti dimaksud harus melalui dua saluran atau bidang secara simultan:
·         Saluran politik kenergaraan (politik praktis)
·         Saluran masyarakat
4.      Untuk melaksanakan perjuangan dakwah Islam dan amar makruf nahi munkar seperti yang dimaksud diatas, dibuat alatnya masing-masing yang berupa organisasi :
·         Untuk saluran atau bidang politik kenegaraan (politik praktis) dengan organisasi politik (partai).
·         Untuk saluran atau bidang masyarakat dengan organisasi non partai.
5.      Muhammadiyah sebagai organisasi memilih dan menempatkan diri sebagai “GERAKAN ISLAM AMAR MAKRUF NAHI MUNKAR DALAM BIDANG MASYARAKAT”. Sedang untuk alat perjuangan dalam bidang kenegaraan , muhammadiyah menyerahkan kepada partai di luar organisasi muhammadiyah.
6.      Muhammadiyah harus menyadari bahwa partai tersebut adalah merupakan sasaran amar makruf nahi munkar.
7.      Antara Muhammadiyah dan partai tidak ada hubungan organisasi tetapi tetap mempunyai hubungan kemasyarakatan.
8.      Masing-masing berdiri dan berjalan sendiri sendiri menurut caranya sendiri-sendiri.
9.      Pada pinsipnya tidak dibenarkan ada perangkapan jabatan, terutama jabatan pimpinan antara keduanya demi tercipnya pembagian pekerjaan (spesialisasi).
b.      Program dasar perjuangan
Dengan dakwak Islam dan amar makruf nahi munkar dalam arti yang sebenar-benarnya, Muhammadiyah harus dapat membuktikan secara teoritis konsepsional, operasional dan konkrit riel, bahwa ajaran islam mampu mengatur masyarakat dalam Negara Republik Indonesia yang berpancasila dan UUD 1945 menjadi masyarakat yang adail dan makmur serta sejahtera, bahagia material dan sphiritual yang diridhoi Allah Subhanahu wa ta’ala.
10.  Periode KH. Abdur Razak Fakhrudin (1971-1990)
Pada periode ini usaha untuk meningkatkan kualitas persyarikatan selalu diusahakan,  baik kualitas organisasi maupun kualitas operasionalnya. Beliau dipilih sebagai ketua dalam Muktamar ke 38 tahun 1971 di Ujungpandang (Makassar), ke ke 40 tahun 1978 di Surabaya dan ke 41 tahun 1985 di Surakarta.
Pada masa jabatan beliau ada masa krisis yaitu keharusan untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya azas. Pada masa jabatan beliau juga terjadi peristiwa penting yaitu kunjungan Pasu Yohanes Paulus II dan sebagai reaksi terhadap kunjungan itu beliau mengeluarkan buku “Mangayubagya Sugeng Rawuh lan Sugeng Kondur”, yang isinya bahwa Indonesia adalah negara yang penduduknya sudah beragama Islam jadi jangan menjadikan rakyat sebagai obyek kristenisasi.
Pada masa jabatan beliau ada beberapa keputusan penting yang diambil dan hasil-hasil penting dalam penataan organisasi antara lain :
a.       Khittah Muhammadiyah, yang dikenal dengan Khittah Ponorogo yang kemudian dikuatkan dan disempurnakan dalam Muktamar ke 40 di Surabaya.
b.      Melakukan pendekatan dengan pemerintah Soeharto (atas saran Jendral Srabini)
c.       Ikut andil dalam pembentukan Partai Muslim Indonesia.
d.      Perubahan AD Muhammadiyah dengan menetapkan Pancasila sebagai asas organisasi.
e.       Tersusunnya konsep-konsep dakwah oleh PPM Majlis Tabligh beserta beberapa tuntunan  praktisnya.
f.       Tersusunnya konsep kaderisasi dan pedoman praktisnya oleh Badan Pendidikan Kader (BPK).
g.      Tersusunnya berbagai pedoman pendidikan oleh Majlis Pendidikan Dasar dan Menengah.
h.      Terkonslidasinya berbagai majlis-majlis yang lain.
11.  Periode KH. A. Azhar Basyir, MA (1990-1995)
Pada Periode KH. A. Azhar Basyir, MA telah dirumuskan :
a.       Program Persyarikatan Muhammadiyah jangka panjang (25 tahun)
b.      Program Muhammadiyah (1990-1995)
a)      Bidang Konsolidasi Gerakan
b)      Bidang Pengkajian dan Pengembangan
c)      Bidang Dakwah, Pendidikan dan Pembinaan kesejahteraan Umat
12.  Periode Prof. DR.H.M.Amien Rais/Prof.DR.H.A.Syafii Maarif (1995-2000)
Pada periode Prof. Dr. H.M. Amien Rais, telah dirumuskan program Muhammadiyah tahun 1995-2000, dengan mengacu kepada :
a.       Masalah global
b.      Masalah dunia Islam
c.       Permasalahan Muhammadiyah
d.      Masalah nasional
e.       Pengembangan Pemikiran
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, telah dirumuskan program Muhammadiyah tahun 1995-2000 sebagai :
a.       Tujuan Program Peningkatan konsolidasi pergerakan dan peningkatan kualitas gerakan dakwah dalam era industrialisasi dan globalisasi dengan memperluas sarana dakwah
b.      Arah Program
Program Muhammadiyah periode 1995-2000 diarahkan pada empat hal sebagai berikut :
1)      Pengembangan pemikiran dan wawasan
2)      Peningkatan kualitas SDM
3)      Peningkatan kualitas dan pengembangan amal usaha sebagai sarana dakwah
4)      Perluasan sasaran dakwah
c.       Jenis Program Dengan merujuk pada berbagai pokok pikiran yang disampaikan dalam muktamar Muhammadiyah ke 43, program Muhammadiyah periode 1995-2000 disusun menurut empat bidang utama sebagai berikut :
1)      Pengembangan manajemen Muhammadiyah
2)      Pendidikan, perkaderan dan pengembangan SDM
3)      Dakwah pengembangan masyarakat, pembinaan kesejahteraan sosial dan ekonomi
4)      Peningkatan dana Muhammadiyah
Pada periode ini terjadi pergantian ketua pimpian pusat Muhammadiyah dar Prof.Dr.H.M. Amien Rais kepada Prof.Dr.H.A. Syafii Maarif. Pergantian ini bermula adanya keputusan Sidang Tanwir Muhammadiyah di Semarang pada tahun 1998 agar PP. Muhammadiyah melakukan ijtihad politik
13.  Periode Prof.DR.HA.Syafii Maarif (2000-2005)
Dalam periode ini telah dirumuskan beberapa keputusan Muktamar, antara lain di samping telah dikembalikannya lagi Islam sebagai asas Muhammadiyah, juga telah dirumuskan Khitah Perjuangan Muhammadiyah.
14.  Prof. Dr. H. Din Syamsuddin (2005-sekarang)
Seusai terpilih sebagai Ketua Umum Muhammadiyah hasil Mukatamar ke-45 yang belangsung di Malang (periode 2005-2010), Din Syamsuddin senantiasa istiqomah mengabdikan amal dakwahnya. Sosok dan pemikiran yang humanis demokratis kian tampak jelas dalam langkah-langkah gerakannya yang tak henti menerjang sekat-sekat “kekakuan dan kebekuan” gerakan dakwah Islam. 


BAB III
PENUTUP

Dari hasil pembahasa di atas penulis hanya dapat memberikan kesimpulan bahwa Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912 Masehi atau 8 Dzulhijjah 1330 Hijriah merupakan alternatif dan jawaban dari berbagai permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia khususnya umat Islam. Masalah utama yang dihadapi pada awal kelahirannya, antara lain, meringkuk di bawah cengkraman penjajahan kolonial Belanda, kemudian hidup dalam kemiskinan dan kemelaratan serta kebodohan.
Maksud dan tujuan muhammadiyah ialah: “Membangun, memelihara dan memegang teguh agama Islam dengan rasa ketaatan melebihi ajaran dan faham-faham lainnya, untuk mendapatkan suatu kehidupan dalam diri, keluarga dan masyarakat yang sungguh adil, makmur, bahagia-sejahtera, aman-sejahtera, lahir dan batin dalam naungan dan ridho Allah Swt.

Post a Comment for "MAKALAH GERAKAN MUHAMMADIYAH"