MAKALAH GERAKAN MUHAMMADIYAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Muhammadiyah yang didirikan oleh
K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912 Masehi atau 8 Dzulhijjah 1330
Hijriah merupakan alternatif dan jawaban dari berbagai permasalahan yang
dihadapi oleh bangsa Indonesia khususnya umat Islam. Masalah utama yang dihadapi
pada awal kelahirannya, antara lain, meringkuk di bawah cengkraman penjajahan
kolonial Belanda, kemudian hidup dalam kemiskinan dan kemelaratan serta
kebodohan.
Demikianlah
Muhammadiyah didirikan. Organisasi ini mempunyai tujuan maksud “menyebarkan
pengajaran Kanjeng Nabi Muhammad s.a.w. kepada penduduk bumiputera” dan
“memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya”.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
Biografi pendiri Muhammadiyah?
2. Bagaimana
Berdirinya Muhammadiyah berikut hal-hal yang melatar belakangi berdirinya?
3. Apa
Lambang Muhammadiyah?
4. Apakah
Maksud dan tujuan Muhammadiyah?
5. Bagaimana
Struktur organisasi Muhammadiyah?
6. Apa
Amal usaha Muhammadiyah?
7. Apasaja
Periodisasi kepemimpinan Muhammadiyah?
8. Bagaimana
Khittah perjuangan Muhammadiyah?
BAB
II
PEMBAHASAN MASALAH
A.
Biografi
pendiri Muhammadiyah
Pendiri Muhammadiyah adalah K.H. Ahmad
Dahlan. Ia lahir di kampung Kauman, Yogyakarta, pada tahun 1868 M dengan nama
Muhammad Darwis. Ayahnya adalah K.H. Abu Bakar, seorang khatib besar Masjid
besar Kesultanan Yogyakarta, yang apabila dilacak sisilahnya sampai kepada
Maulana Malik Ibrahim. Ibunya bernama Siti Aminah, puteri K.H. Ibrahim,
penghulu Kesultanan Yogyakarta. Jadi Muhammad Darwis dari pihak ibu maupun dari
pihak ayahnya adalah keturunan ulama.
Di masyarakat Kauman khususnya ada
pendapat umum bahwa barang siapa yang memasuki sekolah Gubernemen dianggap
kafir atau Kristen. Oleh karena iti ketika menginjak usia sekolah Muhammad
Darwis tidak di sekolahkan melainkan diasuh dan dididik mengaji Al-Qur’an dan
dasar-dasar ilmu agama Islam oleh ayahnya sendiri di rumah. (Djarnawi
Hadikusumo, hal. 74). Pada usia delapan tahun dia telah lancar membaca
Al-Qur’an hingga khatam. Selanjutnya ia belajar Fiqh kepada K.H. Ahmad Shaleh,
dan Nahwu kepada K.H. Muhammad Muhsin. Keduanya adalh kakak iparnya Muhammad
Darwis sendiri. Ia juga berguru kepada K.H. Muhammad Nur dan K.H. Abdul Hamid
dalam berbagai ilmu.
Pada tahun 1889M ia dikawinkan dengan
Siti Walidah, puteri K.H. Muhammad Fadil, kepala penghulu Kesultanan Yogyakarta.
(Sudjak, Muhammadiyah dan Pendirinya, 1989:2). Jadi SIti Walidah masih saudara
sepupu dengan Muhammad Darwis. Beberapa bulan setelah perkawinannya, atas
anjuran ayah bundanya, Muhammad Darwis menunaikan ibadah Haji. Ia tiba di
Makkah pada bulan Rajab 1308 H (1890 M).setelah menunaikan umrah ia
bersilaturrahim dengan para ulama Indonesia maupun Arab yang telah dipesankan
oleh ayahnya. Ia juga rajin belajar menambah ilmu, antara lain kepada K.H.
Mahfud Termas, K.H. Nahrowi Banyumas, K.H. Muhammad Nawawi Banten, dan juga
kepada para ulama Arab di Masjidil Haram. Ia juga mendatangi ulama mazhab
Syafii Bakri Syata’, dan mendapat ijazah nama Haji Ahmad Dahlan. Setelah musim
haji ia segera pulang, dan tiba di Yogyakarta pada minggu pertama bulan Safar
1309H(1819M). selain berganti nama ia juga bertambah ilmu. Ia lalu membantu
ayahnya mengajar santri-santri remaja. Ahirnya juga dipercaya mengajar santri
dewasa maupun tua, lalu mendapar sebutan K.H. Ahmad Dahlan. (Sudjak, op.cit.,2-3)
Pada tahun 1896 M, K.H. Abubakar wafat,
Jabatan Khatib masjid besar oleh kesultanan Yogyakarta lalu dilimpahkan kepada
K.H. Ahmad Dahlan dengan gelar Khatib Amin.
B.
Berdirinya
Muhammadiyah
Di antara para siswa Kweekschool Jetis
yang tiap ahad pagi mengadakan dialog agama di ruang tamu K.H. Ahmad Dahlan
sangat tertarik dengan dibangunnya sekolah. Mereka menyarankan agarv
penyelenggaraan ditangani oleh suatu organisasi agar berkelanjutan
sepeninggalan Kyai kelak. Kyai lalu merenungkan gambaran organisasi itu,
mendiskusikan dengan para santrinya sendiri yang telah dewasa. Ketika Kyai
menanyakan kepada mereka mereka sanggup duduk sebagai pengurusnya, mereka
menyatakan sanggup. (Sudjak:17)
Sebenarnya, pendirian sekolah telah
dibicarakan dan dibantu oleh pengurus Budi Utomo, diantara guru-guru Kweekschool
Jetis, bahkan kepala Gubernurnya (kepala sekolah) R. Boediharjo, banyak
memberikan nasehat dan saran. Setelah teratur benar pelaksanaannya, lengkap
peralatannya, dan kerapian administrasinya, agar dimintakan kepada pemerintah
Hindia Belanda. Budi Utomo sanggup membantu pengurusnya.(Sosrosugondo, loc.cit). selain itu agar ditegaskan apa
nama organisasinya, apa maksud dan tujuannya; calon pengurus harus sudah
dewasa; dan supaya Budi Utomo bias mengurusnya hingga berdiri. Mengenai nama
organisasi dipilih “Muhammadiyah” dengan harapan para anggotanya dapat hidup
beragama dan bermasyarakat sesuai dengan pribadi Muhammad SAW. (Sudjak:17-18)
Pada tanggal 20 Desember 1912 diajukan
surat permohonan kepada Gubernur Jendral Hindia Belanda, agar persyarikatan ini
mendapat ijin resmi dan diakui sebagai suatu badan hukum. Setelah berproses
dengan surat-menyurat selama 20 bulan, akhirnya pemerintah Hindia Belanda
mengakui Muhammadiyah sebagai badan hokum, tertuang dalam Gouvernement Besluit
tanggal 22 Agustus 1914, No. 81, beserta lampiran statuennya. Tujuannya telah
tegas, cara-cara penyampaiannya telah terarah, yang akan menghasilkan amal
usaha nyata.
C.
Arti
Muhammadiyah
a. Arti
Bahasa (etimologis)
Muhammadiyah berasal dari kata Bahasa Arab
“Muhammad” yaitu nama Nabi dan Rasul Allah yang terahkir. Kemudian mendapatkan
“ya’ nisbiyah” yang artinya menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti umat
“Muhammad s.a.w” atau “pengikut Muhammad s.a.w”, yaitu semua orang Islam yang
mengakui dan meyakini bahwa nabi Muhammad s.a.w adalah hamba dan pesuruh Allah
yang terahir.
b. Arti
Istilah (terminologis)
Muhammadiyah adalah gerakan Islam, Dakwah Amar
Makruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah,
didirakan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H bertepatan
dengan tanggal 18 November 1912 M di kota Yogyakarta. Gerakan ini diberi nama
Muhammadiyah oleh pendirinya dengan maksud bertafa’ul (berpengharapan baik)
dapat mencontoh dan meneladani jejak perjuangannya dalam rangka menegakkan dan
menjunjung tinggi agama Islam semata-mata demi terwujudnya ‘Izzul Islam Wal Muslimin, kejayaan Islam sebagai realita dan
kemuliaan hidup umat Islam sebagai realita.
D.
Latar
Belakang Berdirinya Muhammadiyah
Ditinjau dari faktor – faktor yang
melatar belakangi berdirinya Perserikatan Muhammadiyah, secara garis besarnya
dapat dibedakan menjadi dua faktor penyebab yaitu :
1. Faktor
Subyektif
Faktor
subyektif yang sanga kuat, bahkan dapat dikatakan sebagai faktor utama dan
faktor penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman
K. H. Ahmad Dahlan terhadap Al Quran baik dalam hal gemar membaca maupun
menelaah, membahas dan mengkaji kandungan isinya.
2. Faktor
Obyektif
Ada
beberapa sebab yang bersifat obyektif yang melatar belakangi berdirinya
Muhammadiyah, yang sebagian dapat dikelompokkan dalam faktor internal, yaitu
faktor – faktor penyebab yang muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat
islam Indonesia, dan sebagiannya dapat dimasukan ke dalam faktor eksternal,
yaitu faktor – faktor penyebab yang ada di luar tubuh masyarakat islam
Indonesia.
Faktor
obyektif yang bersifat Internal
a. Ketidakmurnian
amalan islam akibat tidak dijadikannya Al Qur’an dan as-Sunnah sebagai
satu-satunya rujukan oleh sabagian besar umat islam Indonesia.
Sebelum
masuknya agama Islam di Indonesia, masyarakat bangsa Indonesia memeluk agama
Hindu dan Budha dengan segala amalan dan tradisi yang ada di dalamnya.
Sementara itu agama Islam sampai ke Nusantara setelah melewati perjalanan yang
sangat panjang. Oleh karena itu tidak dapat dipungkiri adanya kenyataan
berbagai pengaruh kepercayaan lain menempel secara tidak sengaja ke tubuh
ajaran Islam. Melihat kondisi yang semacam itu dapat dimaklumi kalau dalam
kenyataan dan prakteknya umat Islam di Indonesia pada saat itu memperlihatkan
hal – hal yang tidak sesuai dengan prinsip – prinsip ajaran Islam dalam
kehidupan beraqidah(keyakinan hidup) agama Islam mengajarkan pada umatnya untuk
memiliki tauhid yang murni, bersih dari berbagai macam syirik maupun khurafat
dan bid’ah. Namun dalam prakteknya banyak orang Islam yang masih percaya juga
terhadap benda – benda keramat. Mereka sering pergi ke kubur – kubur yang
dianggap keramat, mereka percaya berbagai ramalan gaib.
Dalam
kehidupan beribadah, khususnya ibadah madlahagama islam memberikan tuntunan secara pasti sebagaimana diajarkan
oleh Rasulullah s.a.w. bertitik tolak dari prinsip ini dalam ilmu ushul fikih
dirumuskan satu kaidah yang menyatakan bahwa dalam masalah ibadah mahdliyah
semua amalan terlarang, kecuali hal – hal yang telah diajarkan oleh Nabi.
Sedangkan dalam urusan keduniaan semua hal diperbolehkan, kecuali yang secara
tegas bahwa, “semua rekaan – rekaan dalam ibadah mahdliyah adalah sesat, dan
semua yang sesat akan masuk neraka.”
b. Lembaga
pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan generasi yang siap
mengemban misi selaku”Khalifah Allah di atas bumi”
Pondok
pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan khas milik umat Islam di
Indonesia, sekaligus merupakan sistem pendidikan yang khas di Indonesia.
Dilihat dari sejarahnya sistem pesantren ini sebenarnya sudah berkembang sejak
zaman Hindu-Budha. Sistem ini pada zaman Hindu Budha dikenal dengan nama
‘Ashram’yang di dalamnya para cantrik ( berubah menjadi santri ) tinggal
bersama – sama dengan ‘Guru’ atau ‘Resi’.sistem ini berlanjut ketika Indonesia
memasuki Zaman Islam.
Namun
dalam menghadapi tantangan kemajuan zaman yang tidak pernah mengenal berhenti,
maka akan terasa bahwa muatan zisi yang ada dalam sistem pondok pesantren saat
ini terasa kurang memadai dalam rangka mengantisipasi perkembangan zaman. Dalam sistem Pondok Pesantren saat itu hanya
mengajarkan ‘mata pelajaran agama’ dalam arti sempit, sedangkan mata pelajaran
yang bersangkut paut dengan urusan keduniaan yang sering disebut dengan istilah
ilmu pengetahuan umum sama skali belum diperkenalkan di lembaga pendidikan
pondok pesantren. Padahal justru hanya lewat ilmu – ilmu pengetahuan ini
seseorang akan mampu melaksanakan tugas – tugas keduniaan, satu dari dua tugas
yang diemban oleh ‘ Khalifah Allah’. Sesungguhnyalah, bahwa lembaga pendidikan
Islam sudah seharusnya menyiapkan diri menjadi lembaga pembibitan kader – kader
penerus cita – cita Islam dan siap mengemban amanat Allah sebagai “Khalifah
Allah” di muka bumi, yang tugas utamanya adalah mengupayakan terciptanya
perdamaian sesama umat manusia, serta mengupayakan terciptanya kesejahteraan
dan kemakmuran hidup umat manusia.
Faktor obyek yaitu bersifat eksternal
a. Semakin
meningkatnya Gerakan Kristenisasi di tengah-tengah masyarakat Indonesia
Sebagaimana
halnya bangsa-bangsa penjajah Eropa lainnya, bangsa Belanda pun ketika masuk ke
negeri Indonesia juga mengibarkan panji – panji”Tiga G”,yaitu “Glory”, “Gold”
dan “Gospel”. Ketiga G ini sebenarnya menggambarkan motif kedatangan kaum
penjajah ke negeri-negeri jajahannya. Yang pertama motif politik ( Glory =
menang);sesuatu motif untuk menjajah dan menguasai jajahannya sebagai daerah
kekuasaannya. Kedua motif ekonomi( emas, kekayaan); suatu motif untuk
mengeksploitasi, memeras dan mengeruk harta kekayaan negeri jajahan. Dan ketiga
motif untuk menyebar luasan ajaran Kristeni kepada anak negeri jajahan, atay
motif untuk mengubah agama penduduk, yang Islam atau bukan menjadi
Kristen.
Dalam
pelaksanaan mewujudkan ketiga motif tersebut, Pemerintah Hindia Belanda menggarap
penduduk bumi putra lewat dua langkah besar, yaitu ; pertama apa yang disebut
dengan program’Asosiasi’ dan kedua adalah program ‘Kristenisasi’. Program
asosiasi adalah program pembudayaan, dalam
bentuk mengembangkan budaya Barat sedemikian rupa hingga orang Indonesia
mau menerima kebudayaan Barat sebagai kebudayaan Barat sebagai kebudayaan
mereka walaupun tanpa mengesampingkan kebudayaannya sendiri. Program ini sering
juga disebut program Westernisasi. Sedang yang dimaksud dengan Kristenisasi
yaitu program yang ditujukan untuk mengubah agama penduduk, yang Islam atau pun
yang bukan Islam menjadi Kristen.
b. Penetrasi
Bangsa – Bangsa Eropa, terutama Bangsa Belanda ke Indonesia
Kedatangan bangsa – bangsa Eropa
terutama bangsa Belanda ke Indonesia, khususnya dalam aspek kebudayaan,
peradaban dan keagamaan telah membawa pengaruh buruk terhadap perkembangan
Islam di Indonesia. Lewat pendidikan model barat yang merreka kembangkan,
dengan ciri – cirinya yang sangat menonjolkan sifat intelektualistik,
individualistik, elitis, diskriminatik, serta sama sekali tidak memperhatikan
dasar – dasar asas – ass moral keagamaan maka lahirlah suatu generasi baru
bangsa Indonesia yang terkena pengaruh paham rasionalisme dan individualisme
dalam pola berfikir mereka. Bahkan lebih
jajauh dari pada itu, H. J. Benda menyatakan bahwa dalam analisisnya terakhir
maka pendidikan Barat adalah alat yang paling pasti untuk mengurangi dan
akhirnya mengalahkan pengaruh Islam di Indonesia.
c. Pengaruh
dari gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam
Gerakan
Muhammadiyah yang dibangun oleh K.H. Ahmad Dahlan sesungguhnya merupakan salah
satu mata rantai yang panjang dari gerakan pembaharuan dalam Islam.
Lewat
telaah K. H. Ahmad Dahlan terhadap berbagai karya para tokoh pembaharu serta
kitab – kitab lainnya yang seluruhnya menhembuskan angin segar dengan kembali
pada Al Qur’an dan Sunnah Rasul beliau mendapatkan inspirasi yang kuat untuk
membagun sebuah gerakan Islam yang berwibawa, teratur, tertib dan penuh
disiplin guna dijadikan wahana untuk melaksanakan dakwah Islam amar makruf nahi
munkar di tengah – tengah masyarakat bangsa Indonesia.
Faktor
yang melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah menurut Prof. Mukti Ali dalam
bukunya “ Interpretasi amalan Muhammadiyah “, yaitu :
1. Ketidak
bersihan dan campur aduknya kehidupan agama Islam di Indonesia
2. Ketidak
effisienannya lembaga – lembaga pendidikan agama Islam
3. Aktifitas
misi – misi Katholik dan Protestan
4. Sikap
acuh tak acuh, malah kadang – kadang sikap merendahkan dari golongan
intelegensia terhadap Islam.
E.
Lambang
Muhammadiyah
1. Bentuk
Lambang
Lambang
persyarikatan berbentuk matahariyang memancarkan dua belas sinar yang mengarah
ke segala penjuru, dengan sinarnya yang putih bersih bercahaya. Di tengah –
tengah matahari terhadap tulisan dengan Arab Muhammadiyah. Pada lingkaran atas
yang mengelilingi tulisan Muhammadiyah terdapat tulisan berhuruf Arab, berujud
kalimat syahadat tauhid, dan pada lingkaran bagian bawah tertulis kalimat
syahadat Rasul. Seluruh gambar matahari dengan atributnya berwarna putih dan
terletak di atas warna dasar hijau daun.
2. Maksud
Lambang
Matahari
adalah merupakan salah satu benda langit cipataan Allah. Dalam sistem tata
surya matahari menempati posisis sentral yaitu menjadi titik pusat dari semua
planet – planet lain. Matahari merupakan benda langit yang dari dirinya sendiri
memiliki kekuatan memancarkan sinar panas yang sangat berguna bagi kehidupan
biologis semua makhluk hidup yang ada di bumi. Dan tanpa panas sinar matahari
bumi akan membeku dan gelap gulita, sehingga semua makhluk hidup tidak mungkin
dapat meneruskan kehidupannya.
Muhammadiyah
menggambarkan jati diri, gerak serta manfaatnya sebagaimana matahari. Kalau
matahari menjadi penyebab lahiriyah berlangsungnya kehidupan secara biologis
bagi seluruh makhluk hidup yang ada di bumi, maka Muhammadiyah akan menjadi
penyebab lahirnya, berlangsungnya kehidupan secara spiritual dan rohaniah bagi
semua orang yang mau menerima pancaran sinarnya yang berupa ajaran agama Islam
sebagaimana yang termuat dalam Al Qur’an dan as Sunnah.
Dua
belas sinar matahari yang memancar keseluruh penjuru mengibaratkan tekad dan
semangat pantang menyerah dari warga Muhammadiyah dalam memperjuangkan Islam
ditengah –tengah masyarakat bangsa Indonesia sebagai tekad dan semangat pantang
mundur dan menyerah dari kaum Hawary, yaitu sahabat nabi Isa as, yang jumlahnya
dua belas orang.
Waran
putih pada seluruh gambar matahari melambangkan kesucian dan keikhlasan.
Muhammadiyah dalam berjuang untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam
tidak ada motif lain kecuali semata – mata mengharapkan keridlaan Allah.
Warna
hijau yang menjadi warna dasar melambangkan kedamainan dan kesejahteraan.
Muhammadiyah berjuang ditengah – tengah masyarakat bangsa Indonesia dalam
rangka merealisasikan ajaran agam aIslam yang penuh dengan kedamaian, selamat
dan sejahterah bagi umat manusia.
F.
Maksud
Dan Tujuan Muhammadiyah
Segala
hal yang dikerjakan oleh Muhammadiyah, didahului dengan adanya maksud dan
tujuan tertentu. Dan dengan maksud dan tujuan itu pula yang aka mengarahkan
gerak perjuangan , menentukan besar kecilnya kegiatan serta macam – macam amal
usaha Muhammadiyah. Berikut ini akan dijelaskan sejarah perumusan serta
pengertian yang terkandung di dalamnya.
1. Sejarah
perumusan
Rumusan
maksud dan tujuan Muhamadiyah sejak berdiri sampai sekarang ini mengalami
beberapa kali perubahan redaksional, perubahan susunan bahasa dan istilah.
Sekalipun begitu tidak dengan sendirinya berubah isi dan jiwanya, karena
hakekatnya antara yang lama dan yang baru tetap sama.
Pertama :
Pada waktu
permulaan berdirinya dirumuskan sebagai berikut :
a. Menyebarkan
pengajaran Kanjeng Nabi Muhammadd s.a.w kepada penduduk bumi putra di dalam
residensi Yogyakarta.
b. Memajukan
hal agama Islam kepada anggota – anggotanya.
Kedua :
Sesudah Muhammadiyah meluas ke luar
daerah Yogyakarta dan berdiri beberapa cabang di beberapa tempat di wilayah
Hindia Belanda ( Indonesia), maka rumusannya disempurnakan menjadi :
a. Memajukan
dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran agama Islam i Hindia Belanda
b. Memajukan
dan menggembirakan hidup sepanjang kemauan agama Islam kepada sekutu – sekutu.
Ketiga :
Sewaktu pemerintahan dan pendudukan
facis Jepang, di mana segala macam dan bentuk pergerakan mendapat pengawasan
yang sangat keras, tak terkecuali Muhammadiyah, maka pada masa itu Jepang ikut
berusaha mendikte rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah, sehingga rumusan dan
tujuan Muhammadiyah menjadi : “ Sesuai dengan kepercayaan untuk mendirikan
kemakmuran bersama seluruh Asia Timur Raya di bawah pimpinan Dai Nippon, dan
memang diperintahkan oleh Tuhan Allah, maka perkumpulan ini :
a. Hendak
menyiarkan agama Islam, serta melatihkan hidup yang selaras dengan tuntunannya
b. Hendak
melakukan pekerjaan kebaikan umum
c. Hendak
memajukan pengetahuan dan kepandaian serta budi pekerti yang baik kepada
anggota – anggotanya.
Kesemuanya itu
ditujukan untuk berjaya mendidik masyarakat ramai.
Keempat :
Setelah
masa kemerdekaan, dalam Muktamar Muhammadiyah ke 31 di Yogyakarta tahun 1950,
rumusan maksud dan tujuan dirubah dan disempurnakan sehingga lebih mendekati
jiwa dan gerak yang sesungguhnya dari Muhammadiyah.
Rumusan berbunyi, “ Maksud dan
tujuan Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam yang
sebenar – benarnya.”
Kelima :
Pada waktu Muktamar Muhammadiyah ke
34 yang berlangsung pada tahun 1959 di Yogyakarta rumusan maksud dan tujuan
Muhammadiyah hasil rumusan Muktamar Muhammadiyah ke 31 disempurnakan
redaksionalnya. Terhadap ‘dua kata’ yang terdapat dalam rumusan yang terdahulu,
yaitu kata ‘ dapat mewujudkan’ diubah menjadi ‘terwujud’. Dengan perubahan
tersebut akhirnya rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah yang kelima adalah
sebagai berikut : “ Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga
terwujud masyarakat Islam yang sebenar – benarnya.”
Keenam
:
Muktamar Muhammadiyah ke 41 yang
diselenggarakan di Kota Surakarta pada tahun 1985 tercatat sebagai Muktamar
Muhammadiyah yang sangat bersejarah. Dikatakan bersejarah sebab pada waktu
muktamar tersebut, di samping memutuskan hal – hal pokok yang bersifat rutin,
seperti merumuskan program persyarikatan serta memilih anggota Pimpinan Pusat
Muhammadiyah, ada pula keputusan yang sangat prinsip bagi Persyarikatan
Muhammadiyah. Keputusan tersebut adalah menyangkut perubahan Anggaran Dasar
Muhammadiyah, antara lain pada rumusan nama dan kedudukan, azas dan maksud
tujuan Persyarikatan. Alasan diadakannya perubahan tersebut adalah dikarenakan
telah disahkannya Undang –Undang Pokok Keormasan nomor 8 tahun 1985. Didalam UU
tersebut intinya menegaskan bahwa seluruh organisasi masa, harus mencantumkan
Pancasila sebagai satu – satunya aza organisasi.
Sesunguhnya bagi Muhammadiyah
adanya keharusan untuk mengubah asas seperti di atas diraakan sangat berat
sekali, sebab sesungguhnya inti atau ruh Muhammadiyah itu justru tergambar
dalam masalah asas / dasar.
Adanya perubahan terhadap asas,
memaksa pula untuk mengubah maksud dan tujuan Muhammadiyah yang rumusannya
adalah: “ Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud
masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah subhanahu wa taala.”
Ketujuh :
Muktamar Muhammadiyah ke 44 yang
berlangsung di Jakarta pada tanggal 7 sampai dengan 11 Juli 2000 dalam salah
satu keputusannya telah mengembalikan Islam sebagai asas persyarikatan. Hanya
saja perumusan asas Islam dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah yang diubah dalam
Muktamar ini tidak dicantumkan secara eksplisit dalam salah satu pasal,
melainkan dimasukan dalam pasal 1 ayat (2), yang berbunyi: “ Muhammadiyah
adalah Gerakan Islam, Dakwah Amar Makruf, berasaskan Islam yang bersumber pada
al – Qur’an dan as-Sunnah.”
Adapun alasnnya Muhammadiyah dalam
mengubah asas tersebut didasarkan pada hasil sidang Istimewah MPR tahun 1998,
yang dalam salah satu hasil ketetapannya, yakti TAP MPR nomor XVIII / MPR /
1998 yang intinya menetapkan mengembalikan fungsi Pancasila sebagai Dasar
Negara Republik Indonesia. Hal ini
mengandung pengertian bahwa Pancasila tidak harus dijadikan asas bagi lembaga
keagamaan, lembaga lembaga sosial kemasyarakatan maupun lembaga politik
sebagaimana yang semula diatur dalam UU nomor 5 tahun 1985 maupun UU nomor 8
tahun 1985.
Dengan begitu rumusan maksud dan
tujuan Muhammadiyah masih tetap berbunyi: “ Menegakkan dan menjunjung tinggi
agama Islam, sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai
Allah subhanahu wa taala”.
Pasal 3 : Maksud
dan Tujuan
Dalam pasal ini hakekatnya memuat
dua komponen, yaitu Maksud Persyarikatan dan Tujuan Persyarikatan. Perubahan
terhadap pasal ini hanyalah menyangkut pada rumusan tujuan, sementara rumusan
maksud yang berbunyi “menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam” tidak
berubah sama sekali. Sehingga dengan demikian rumusan maksud dan tujuan
Persyarikatan hasil Muktamar ke 41 adalah sebagai berikut : Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam
sehingga terwujud masyarakat utama, adil, dan makmur yang diridlai Allah
Subhanahu wata’ala.
2. Penjelasan
maksud dan tujuan Muhammadiyah
a. Menegakkan,
berarti membuat dan mengupayakan agar tetap tegak dan tidak condong apalagi
roboh
b. Menjunjung Tinggi,
berarti membawa atau menjunjung diatas segala-galanya, mengindahkan serta
menghormatinya
c. Agama Islam,
yaitu agama Allah yang diwahyukan kepada para Rasul-Nya sejak Nabi Adam, Nuh,
Ibrahim, Musa, Isa sampai kepada Nabi penutup Muhammad SAW sebagai hidayah dan
rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang zaman, serta menjamin kesejahteraan
hakiki duniawi maupun ukhrawi.
d. Terwujud,
berarti menjadi satu kenyataan akan adanya atau akan wujudnya
e. Masyarakat utama,
yaitu masyarakat yang senantiasa mengejar keutamaan dan kemaslahatan untuk
kepentingan hidup umat manusia, masyarakat yang selalu bersikap takzim terhadap
Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa, mengindahkan dengan penuh keikhlasan terhadap
ajaran-ajaran-Nya serta menaruh hormat terhadap sesama manusia selaku makhluk
Allah yang memiliki martabat ahsanu taqwim
f.
Adil
dan makmur
1. Adil,
suatu kondisi masyarakat yang positif dari aspek batiniah, dimana keadaan ini
bilamana dapat diwujudkan secara konkrit, riel atau nyata maka akan terciptalah
masyarakat yang damai, aman dan tentram, sepi dari perasaan terancam dan
ketakutan
2. Makmur,
yaitu suatu kondisi masyarakat yang positif dari aspek lahiriyah, yang sering
digambarkan secara sederhana dengan rumusan terpenuhinya kebutuhan sandang,
papan, dan kesehatan
g. Yang diridlai Allah
Subhanahu Wata’ala, artinya dalam rangka
mengupayakan terciptanya keadilan dan kemakmuran masyarakat maka jalan dan cara
yang ditempuh haruslah selalu bermotifkan semata-mata mencari keridlaan Allah
belaka
Dengan dan dengan kata lain, bahwa
maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah : “Membangun, memelihara dan memegang
teguh agam Islam dengan rasa ketaatan melebihi ajaran dan faham-faham lainnya,
untuk mendapatkan suatu kehidupan dalam diri, keluarga dan masyarakat yang
sungguh adil, makmur, bahagia-sejahtera, aman-sejahtera, lahir dan batindalam
naungan dan ridla Allah SWT”
G.
Struktur
organisasi Muhammadiyah
H.
Amal
Usaha Muhammadiyah
Dengan maksud dan tujuan
Muhammadiyah yang luas dan besar itu, maka luas dan besar pula amal usaha
Muhammadiyah. Sudah barang tentu pada mula-mula usahanya belum sebesar yang ada
sekarang ini, lebih-lebih pada saat itu banyak pula rintangan dan halangan yang
dihadapi, baik dari ulama-ulama yang belum dapat menerima cara pemahaman agama
Islam K.H.A Dahlan maupun kaum pemegang adat yang gigih mempertahankan tradisi
nenek moyangnya. Dengan segala kesabaran dan keuletannya K.H Ahmad Dahlan terus
berusaha mengatasinya tanpa memperhatikan betapa beratnya rintangan dan
halangan.
Dengan pengajian-pengajian dan
tabligh-tablighnya, beliau selalu menekankan agar menegakkan Islam yang benar,
jangan sampai dirusak oleh berbagai macam bid’ah dan khurafat meskipun hanya
sedikit. Selain itu setiap habis pengajian selalu diikuti dengan pengamalan apa
yang telah diketahui dan dikajinya.
Disinilah kelebihan K.H Ahmad
Dahlan. Dalam setiap pengajian beliau selalu menganjurkan sekaligus
melaksanakan bersama-sama isi pengajiannya, sehingga Islam tidak hanya bersifat
ucapan akan tetapi nyata-nyata menjadi bukti amalan yang konkrit.
Usaha yang mula-mula, disamping
dalam bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah Muhammadiyah lebih banyak
ditekankan pada pemurnian taukhid dan ibadah dalam Islam, seperti :
1. Meniadakan
kebiasaan menujuhbulani, yaitu selamatan bagi orang yang hamil pertama kali
memasuki bulan ke tujuh, kebiasaan ini merupakan peninggalan dari adat istiadat
Jawa Kuno
2. Menghilangkan
tradisi keagamaan yang tumbuh dari kepercayaan Islam sendiri, seperti selamatan
untuk menghormati Syekh Abdul Qadir Jaelani, Syekh Saman dan lain-lain yang
dikenal dengan manakiban, perayaan mana banyak diisi dengan puji-pujian serta
meminta syafaat (pertolongan) kepada tokoh yang sedang diperingatinya. Selain
itu terdapat pula kebiasaan membaca barzanji, yaitu suatu karya puisi serta
syair-syair yang mengandung banyak pujian kepada Nabi Muhammad SAW yang disalah
artikan. Begitu pula perayaan Khaul atau yang lebih populer dengan sebutan khal
yaitu memperingati hari dan tanggal kematian seseorang setiap tahun sekali,
dengan melakukan ziarah dan penghormatan secara besar-besaran terhadap
arwah-arwah orang ‘alim dengan upacara yang berlebih-lebihan dipandang dapat
mengeruhkan jiwa tauhid. Dan dalam hal serupa diberantas kebiasaan
meminta-minta rejeki, keselamatan, jodoh dan lain-lain kepada kuburan-kuburan
keramat.
3. Bacaan
surat Yasin dan bermacam-macam dzikir yang hanya khusus dibaca pada malam
Jum’at dan hari-hari tertentu adalah suatu bid’ah. Begitu pula ziarah hanya
pada waktu-waktu tertentu dan pada kuburan tertentu, ibadah yang tak ada
dasarnya dalam agama juga harus ditinggalkan, yang boleh ialah ziarah kubur
dengan tujuan untuk mengingat adanya kematian pada setiap makhluk Allah.
Mendoakan
kepada orang yang masih hidup atau pun yang sudah mati justru sangat dianjurkan
oleh Islam. Demikian juga memperbanyak dzikir adalah merupakan amalan yang
utama sekali yang sangat dianjurkan oleh agama.
Akan
tetapi kalau niat membaca Al Qur’an atau bacaan lain seperti tahlil dimaksudkan
agar pahala yang didapatkannya bisa dihadiahkan kepada jenazah yang ada dalam
kubur jelas tidak berdasar pada ajaran agama, oleh karena itu harus
ditinggalkan. Demikian juga tahlilan dan selawatan pada hari kematian ke 3, ke
7, ke 40, ke 100, ke setahun dan ke 1000 hari merupakan bid’ah yang mesti
ditinggalkan dari peribadatan Islam.
Selain
yang tersebut diatas, sebagai usaha untuk menegakkan aqidah Islam yang murni
serta mengamalkan ibadah yang sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad, masih
banyak lagi usaha-usaha di bidang keagamaan, pendidikan, kemasyarakatan dan
politik yeng telah dan sedang dilaksanakan Muhammadiyah.
1.
Bidang
Keagamaan
Pada
bidang inilah sesungguhnya pusat seluruh kegiatan Muhammadiyah, dasar dan jiwa
setiap amal usaha Muhammadiyah.
a. Terbentuknya
Majlis Tarjih, suatu lembaga yang menghimpun ulama-ulama dalam Muhammadiyah
yang secara tetap mengadakan permusyawaratan dan memberi fatwa-fatwa dalam bidang
keagamaan serta memberi tuntunan mengenai hukum yang sangat bermanfaat bagi
khalayak umum. Seperti :
1. Memberi
tuntunan dan pedoman dalam bidang ubudiyah sesuai dengan contoh yang telah
diberikan oleh Rasulullah.
2. Memberi
pedoman dalam penentuan ibadah Puasa dan Hari Raya dengan jalan perhitungan
Hisab atau astronomi sesuai dengan jalan perkembangan ilmu pengetahuan modern.
3. Mendirikan
mushalla khusus bagi kaum wanita yang merupakan usaha pertama kali
diselenggarakan oleh umat Islam Indonesia.
4. Melaksanakan
dan mensponsori pengeluaran zakat pertanian, perikanan, peternakan, dan hasil
perkebunan, serta mengatur pengumpulan dan pembagian zakat fitrah.
5. Memberi
fatwa dan tuntunan dalam bidang keluarga sejahtera dan keluarga berencana.
b. Terbentuknya
Departemen Agama Republik Indonesia tidak bisa dipisahkan dari kepeloporan
pemimpin Muhammadiyah.
c. Tersusunnya
rumusan tentang “Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah” adalah suatu
hasil yang sangat besar, penting, dan belum ada duanya di Indonesia sampai
dewasa ini.
d. Penanaman
kesadaran dan kenikmatan beragama, beramal, dan berorganisasi dengan kesadaran
itu maka tumbuh dan berkembang hasil-hasil yang nyata di berbagai wilayah
berupa tanah wakaf, infaq, bangunan-bangunan, kesediaan mengorbankan harta
untuk kepentingan agama dan sebagainya.
2.
Bidang
Pendidikan
Salah
satu sebab didirikannya Muhammadiyah ialah karena lembaga-lembaga pendidikan di
Indonesia sudah tidak memenuhi lagi kebutuhan dan tuntunan zaman. Tidak saja
isi dan metode pengajaran yang tidak sesuai bahkan sistem pendidikannya pun
harus diadakan perombakan yang mendasar.
Karena
tidak mungkin menghapus sama sekali sistem sekolah umum dan sistem pesantren
maka ditempuh usaha perpaduan antara keduanya, yaitu dengan :
a. Mendirikan
sekolah-sekolah umum dengan memasukkan kedalamnya ilmu-ilmu keagamaan
b. Mendirikan
madrasah-madrasah yang juga diberi pendidikan pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan
umum
Dengan
usaha perpaduan tersebut, tidak ada lagi pembedaan mana ilmu agama dan ilmu
umum. Semuanya adalah perintah dan dalam naungan agama.
3.
Bidang
Kemasyarakatan
Sudah
dengan sendirinya banyak usaha-usaha ditempatkan dalam bidang kemasyarakatan,
seperti :
a.
Mendirikan rumah-rumah
sakit modern, lengkap dengan segala peralatan, membangun balai-balai
pengobatan, rumah bersalin, apotik, dan sebagainya.
b.
Mendirikan panti-panti
asuhan anak yatim baik putra maupun putri
c.
Mendirikan perusahaan
percetakan, penerbitan, dan toko buku
d.
Pengusahaan dana
bantuan hari tua
e.
Memberikan bimbingan
dan penyuluhan keluarga mengenai hidup sepanjang tuntunan Ilahi
4.
Bidang
Politik Kenegaraan
Muhammadiyah
bukan suatu organisasi politik dan tidak akan menjadi partai politik. Meskipun
demikian, dengan keyakinannya bahwa agama Islam adalah agama yang mengatur
segenap kehidupan manusia di dunia ini maka dengan sendirinya segala hal yang
berhubungan dengan dunia juga menjadi bidang garapannya, tak terkecuali
soal-soal politik kenegaraan.
Tak
dapat disebutkan satu persatu seluruh perjuangan Muhammadiyah yang dapat
digolongkan ke dalam bidang politik kenegaraan, hanya beberapa diantaranya :
a. Pemerintah
kolonial Belanda selalu berusaha agar perkembangan agama Islam bisa
dikendalikan dengan bermacam-macam cara, diantaranya menetapkan agar semua
binatang yang dijadikan qurban harus dibayar pajaknya. Hal ini ditentang oleh
Muhammadiyah dan akhirnya berhasil dibebaskan.
b. Pengadilan
Agama di zaman kolonial Belanda dalam kekuasaan penjajah yang tentu saja
beragama Kristen. Agar urusan agama di Indonesia yang sebagian besar
penduduknya beragama Islam, juga dipegang oleh orang Islam, Muhammadiyah
berjuang ke arah cita-cita itu
c. Ikut
mempelopori berdirinya Partai Islam Indonesia. Begitu pula pada tahun 1945
termasuk menjadi pendukung utama berdirinya Partai Islam Masyumi dan akhirnya
tahun 1967 Muhammadiyah tampil lagi sebagai tulang punggung utama berdirinya
Partai Muslimin Indonesia
d. Ikut
menanamkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air Indonesia di kalangan umat
Islam Indonesia, dengan menggunakan bahasa Indonesia dalam tabligh-tablighnya,
dalam khutbah ataupun tulisan-tulisannya
e. Pada
waktu Jepang berkuasa di Indonesia pernah seluruh bangsa Indonesia
diperintahkan untuk menyembah dewa matahari, Tuhan bangsa Jepang. Tak
terkecuali Muhammadiyah pun diperintah untuk melakukan Sei-kerei, membungkuk tanda hormat kepada Tenno Heika, tiap-tiap
pagi sesaat matahari sedang terbit. Tentu saja perintah Dai Nippon tersebut
ditolak oleh Muhammadiyah karena sei-kerei
tak lain adalah perbuatan syirik, yaitu menyekutukan Tuhan Allah
f. Ikut
aktif dalam keanggotaan MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) dan menyongkong
sepenuhnya tuntutan Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Begitu pula pada
kegiatan-kegiatan Islam Internasional, seperti Konferensi Islam Asia Afrika,
dan Muktamar Masjid se-Dunia dan sebagainya
g. Muhammadiyah
tampil sebagai gerakan dakwah Islam amar makruf nahi munkar yang sekaligus
mempunyai fungsi politik riil. Pada saat itu, tahun 1966/1967, Muhammadiyah
dikenal sebagai ormaspol yaitu organisasi kemasyarakatan yang juga berfungsi
sebagai partai politik
I.
Perkembangan
Muhammadiyah
Secara garis besar perkembangan
Muhammadiyah dapat dibedakan menjadi :
1.
Perkembangan secara
vertikal, yaitu perkembangan dan perluasan gerakan Muhammadiyah ke seluruh
penjuru tanah air, berupa berdirinya wilayah-wilayah di tiap-tiap propinsi,
daerah-daerah di tiap-tiap kabupaten/kotamadya, cabang-cabang dan
ranting-ranting serta jumlah anggota yang bertebaran dimana-mana
2.
Perkembangan secara
horizontal, yaitu perkembangan dan perluasan amal usaha Muhammadiyah yang
meliputi berbagai bidang kehidupan. Hal ini dengan pertimbangan karena
bertambah luas serta banyaknya hal-hal yang harus diusahakan oleh Muhammadiyah
sesuai dengan maksud dan tujuannya. Maka dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja
yang berkedudukan sebagai badan pembantu pimpinan persyarikatan.
Kesatuan-kesatuan kerja tersebut berupa majelis-majelis dan badan-badan.
Disamping majlis dan lembaga,
terdapat organisasi otonom yaitu organisasi yang bernaung di bawah organisasi
induk dengan masih tetap memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya
sendiri. Dalam Persyarikatan Muhammadiyah organisasi otonom (ORTOM) ini ada
beberapa buah, yaitu :
Ø ‘Aisyiyah
Ø Nasyiatul
‘Aisyiyah
Ø Pemuda
Muhammadiyah
Ø Ikatan
Remaja Muhammadiyah (IRM)
Ø Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)
Ø Tapak
Suci Putra Muhammadiyah
Ø Gerakan
Kepanduan Hizbul-Wathan
J.
Periodisasi Kepemimpinan
Muhammadiyah
Sejak muhammadiyah didirikan
oleh K.H. Ahmad Dahlan hingga periode sejarahnya yang paling mutakhir, Nampak
nyata bahwa sejarah muhammadiyah dari waktu ke waktu telah melahirkan
putera-puteranya yang penuh pengabdian dan keiklasan.
Untuk menggambarkan
bagaimana dan berkembangnya Muhammadiyah dari waktu ke waktu, di sini akan
diwakili oleh pimpinan-pimpinan Muhammadiyah yang berkesempatan tampil sebagai
pucuk pimpinan gerakan, serta ciri-ciri yang menonjol pada saat mereka memimpin
1. Periode KH.
Ahmad Dahlan (1912-1923)
Pada
saat ini merupakan masa-masa perintisan, pembentukan jiwa dan amal usaha serta
organisasi, sehingga gerakan Islam di Indonesia yang berfaham modern.
a. Kondisi sosial, politik, ekonomi
pada masa itu:
1) Kehidupan keberagaman
memprihatinkan, dalam kepercayaan tercampur khurafat, dalam beribadat banyak
tercampur bid‟ah, pemahaman agama sempit, pola pikirnya taklid.
2) Pendidikan terbelakang, anak-anak
yang dapat memasuki sekolah hanyalah anak-anak para bangsawan dan orang-orang
berpangkat
3) Anak-anak muda kurang diperhatikan
4) Perekonomian lemah, bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang terjajah.
5) Kegiatan Nasranisasi sangat
menonjol, kegiatan dakwah sangat lemah, umat Islam menjadi umat kelas bawah.
b. Usaha-usaha KHA Dahlan
1) Peningkatan kualitas keislaman
bangsa
2) Peningkatan kualitas pendidikan
dengan mendirikan berbagai macam sekolah
3) Peningkatan martabat kaum wanita
dengan mengadakan berbagai macam pengajian
4) Persatuan Umat Islam Indonesia
dengan mengadakan silaturahmi dengan para pemimpin Islam dan Lain-lain
5) Membentuk persyarikatan Muhammadiyah
6) Mendirikan kepanduan „Hizbul Wathan‟
(WH)
7) Menerbitkan majalah Sworo
Muhammdiyah untuk menyebarluaskan cita-cita dan gagasan Muhammdiyah
8) Menggerakan tabligh Islam,
meningkatkan harkat dan martabat umat islam
9) Membantu fakir miskin dengan
memelihara dan menyantuni mereka
10) Menganjurkan hidup sederhana,
terutama dalam menyelenggarakan pesta perkawinan (Walimatul „ursy).
2. Periode K.H.
Ibrahim (1923-1932)
Dalam
masa ini Muhammadiyah semakin berkembang meluas sampai ke daerah-daerah luar Jawa.
Selain itu terbentuk pula Majlis Tarjih yang menghimpun para ulama Muhammadiyah
untuk mengadakan penelitian dan pengembangan hokum-hukum agama. dan dalam
periode ini pula angkatan muda memperoleh bentuk organisasi yang nyata,
dimana pada tahun 1931 Nasyiatul „Aisyah berdiri dan menyusul satu tahun
kemudian Pemuda Muhammadiyah.
Beberapa
kegiatan yang menonjol antara lain,
a. Tahun 1924 mengadakan “Fonds
-Dachlan‟, yang bertujuan membiayai sekolah anak -anak miskin.
b. Mengadakan Badan Perbaikan
Perkawinan untuk menjodohkan putri-putri Muhammadiyah.
c. Menyebarluaskan Muhammadiyah ke luar
Jawa.
d. Mengadakan khitanan masal 1925.
e. Kongres ke XV di Surabaya 1926,
antara lain diputuskan:
1) Shalat hari raya di tanah lapang dimana
ada ranting Muhammadiyah.
2) Pemakaian tahun Islam dalam catat
mencatat.
f. Persoalan politik muncul dalam
kongres XVI di Pekalongan tahun 1927, isinya:
1) Muhammadiyah wajib mengadakan Majlis
Tarjih, Tanfidz dan Taftisyi
2) Muhammadiyah tidak bergerak di
bidang politik, tapi memperbaikai budi pekerti atau akhlak.
3) Muhammadiyah tidak melarang orang
yang akan berpolitik.
g. Mulai tahun 1928 mengirim
putra-putri lulusan sekolah Muhammadiyah ke seluruh pelosok tanah air, yang
kemudian dikenal dengan „anak panah‟ Muhammadiyah.
h. Kongres ke XVII 1928 (Konggres
Agung), untuk pertama kalinya diadakan pemilihan pemilihan Hoofd Bestuur
Muhammadiyah.
i.
Kongres ke XVIII di Solo 1929, Muhammadiyah mendirikan
Uitgeefster My, yaitu badan usaha Penerbit buku-buku sekolah Muhammadiyah, yang
berada di bawah Majlis Taman Pustaka
j.
Kongres ke XIX di Minangkabau 1930 muncul istilah „Consul
Hofd Bestuur Muhammadiyah‟ (sekarang ketua PWM).
k. Kongres XX memakai makromah
(sekarang semacam jilbab).
l.
Kongres XXI di Makasar 1932 antara lain memutuskan supaya
Muhammadiyah menerbitkan surat kabar harian (Dagblad).
3. Periode K.H.
Hisyam (1932-1936)
Usaha-usaha
dalam bidang pendidikan mendapatkan perhatian yang mantap, karena dengan
pendidikan bisa lebih banyak diharapkan tumbuhnya kader-kader umat dan bangsa
yang akan meneruskan amal usaha Muhammadiyah.
a. Konggres ke XXIII 1934 antara lain
memutuskan penggantian nama-nama Belanda menjadi nama-nama Indonesia.
b. Konggres XXIV 1935 antara lain memutuskan
membentuk Majlis Pimpinan Perekonomian untuk memperbaiki ekonomi anggota.
c. Konggres seperempat abad di Jakarta
tahun 1936, antara lain:
1) Memutuskan berdirinya sekolah
tinggi.
2) Berdirinya Majlis Pertolongan dan
Kesehatan Muhammadiyah (MPKPM) untuk memperhatikan pertolongan dan kesehatan
pada seluruh cabang dan ranting.
4. Periode K.H.
Mas Mansyur (1936-1942)
KH
Mas Mansyur adalah salah seorang pemimpin Muhammadiyah yang ikut membentuk dan
mengisi jiwa gerakan Muhammadiyah, sehingga lebih berisi dan mantap, seperti
dengan pengokohan kembali hidup beragama serta penegasan faham agama dalam
Muhammadiyah. Selain itu untuk menggerakkan kembali Muhammadiyah agar lebih
dinamis dan berbobot, disusun pula langkah langkah dua belas yaitu:
a. Memperdalam masuknya iman.
b. Memperluas faham agama.
c. Memperluas budi pekerti.
d. Menuntun amal intiqad (mawas diri).
e. Menguatkan keadilan.
f. Menegakkan keadilan.
g. Mengakkan persatuan.
h. Menguatkan majelis tanwir.
i.
Mengadakan konferensi bagian.
j.
Mempermusyarahkan gerakan luar.
5. Periode Ki
Bagus Hadikusumo (1942-1953)
Ki
Bsgus Hadikusumo adalah pemimpin Muhammadiyah yang juga banyak mengisi dan
membentuk jiwa gerakan Muhammadiyah dan dalam periodenya tersusun Muqaddimah
Anggaran Dasar Muhammadiyah.
Kondisi
sosial politik pada masa jabatan Ki Bagus Hadikusumo dalam suasana transisi
dari penjajah Belanda, usaha-usaha Pemerintah Koloni Belanda untuk menjajah Indonesia
kembali dan revolusi kemerdekaan. Pada masa itu para pemimpin Muhammadiyah
banyak terlibat dalam perjuangan, sementara di tingkat bawah hampir
seluruh angkatan muda Muhammadiyah terjun dalam kancah revolusi dalam berbagai
lascar kerakyatan. Meskipun demikian Muhammadiyah masih dapat melaksanakan
berbagai kegiatan keorganisasian antara lain:
a. Tahun 1944 mengadakan muktamar
darurat di Yogyakarta.
b. Taun 1946 mengadakan silaturahmi
cabang-cabang se Jawa.
c. Tahun 1950 mengadakan siding Tanwir
perwakilan
d. Tahun 1951, siding Tanwir di
Yogyakarta.
e. Tahun 1952, siding Tanwir di Bandung.
f. Tahun 1953, siding Tanwir di Solo.
6. Periode A.R.
Sutan Mansyur (1952-1959)
Secara
kebetulan, bahwa Muhammadiyah memiliki dua pemimpin yang sama-sama hebat ialah
Mansur di timur yaitu Mas Mansur dan Mansur di Barat, tak lain Sutan Mansur.
Keduanya memiliki jiwa tauhid yang kokoh. Oleh karena itu tidak mengherankan
bila periode ini “Ruh tauhid” ditanamkan kembali. Selain itu disusun suatu
langkah perjuangan yang dibatasi dalam waktu tertentu, yaitu 1956-1959. Langkah
perjuangan ini kemudian dikenal dengan nama Khittah Palembang.
KH Mas Mansyur dipilih sebagai ketua
pada Muktamar Muhammadiyah ke 32 di Purwokerto. Sebenarnya beliau tidak
termasuk 9 terpilih akan tetapi karena 9 orang terpilih itu sepakat untuk
menunjuk beliau sebagai ketua PB Muhammadiyah. Beberapa keputusan penting yang
diambil pada masa jabatan beliau antara lain:
a. Tahun 1955, siding Tanwir di
Pekajangan membicarakan pokok-pokok konsepsi Negara Islam.
b. Tahun 1956, siding tanwir di Yogyakarta
antara lain memutuskan:
1) Muhammadiyah tetap Muhammadiyah
2) Anggota-anggota Muhammadiyah yang
akan aktif di bidang politik dianjurkan supaya masuk partai politik Islam.
3) Disepakati bersama oleh PP
Muhammadiyah dengan DPP Masyumi, bahwa kenggotaan istimewa tidak wajar dan
secara perlahan dan tidak menggoncangkan dihapus.
4) Perlu dibina hubungan baik antara
Muhammadiyah dengan Masyumi.
5) Pada Muktamar Muhammadiyah ke XXXII
di Palembang 1956 ini juga diputuskan khittah Palembang.
7. Periode H.M.
Yunus Anis (1959-1968)
Dalam
periode ini kebetulan negara Indonesia sedang berada dalam kegoncangan sosial
dan politik, sehingga langsung atau tidak langsung mempengaruhi gerak
perjuangan Muhammadiyah. Dalam rangka mengatasi berbagai kesulitan, akhirnya
mampu merumuskan suatu pedoman penting berupa kepribadian Muhammadiyah bisa
menempatkan kembali kedudukannya sebagai gerakan dakwah Islam amar makruf nahi
munkar dalam bidang kemasyarakatan.
8. Periode K.H.
Ahmad Badawi (1962-1968)
K.H. Ahmad Badawi beliau dipilih dalam Muktamar ke 35
di Jakarta tahun 1962 dan muktamar ke 36 di Bandung tahun 1965 sebagai formatur
tunggal. Pada masa jabatan beliau ini Muhammadiyah mengalami ujian berat karena
Muhammadiyah harus berjuang keras mempertahankan eksistensinya agar tidak
dibubarkan. Sebagaimana diketahui kehidupan politik Indonesia didominasi oleh
PKI dan Bung Karno, Presiden RI I banyak memberi angin kepada PKI. Karena itu
eksistensi Muhammadiyah juga ikut terancam. Namun demikian berkat usaha keras
beliau bersama pemimpin Muhammadiyah, Allah masih melindungi
Muhammadiyah.
9. Periode K.H.
Fakih Usman/H.AR. Fakhrudin (1968-1971)
Pada
periode ini lebih menonjol usaha ”Muhammadiyahkan kembali Muhammadiyah”, yaitu
usaha untuk mengadakan pembaharuan pada diri dan dalam Muhammadiyah sendiri.
Baik pembaharuan dalam bidang ideologinya, dengan merumuskan ”Matan Keyakinan
dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah”, maupun dalam bidang organisasi dan usaha
perjuangannya dengan menyusun ”Khittah Perhuangan dan bidang -bidang lainnya”
Adapun
Khittah Perjuangan yang disahkan dalam sidang Tanwir di Ponorogo pada tahun
1989 adalah sebagai berikut:
Khittah
perjuangan Muhammadiyah
a. Pola
Dasar Perjuangan
1. Muhammadiyah
berjuang untuk mencapai atau mewujudkan suatu cita-cita dan Keyakinan Hidup, yang
bersumber pada ajaran Islam.
2. Dakwah
Islam dan amar makruf nahi munkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya
sebagaimana yang dituntunkan oleh Muhammad Rosullullah s.a.w adalah
satu-satunya jalan untuk mencapai cita-cita dan keyakinan hidup tersebut.
3. Dakwah
Islam dan amar makruf nahi munkar seperti dimaksud harus melalui dua saluran
atau bidang secara simultan:
·
Saluran politik
kenergaraan (politik praktis)
·
Saluran masyarakat
4. Untuk
melaksanakan perjuangan dakwah Islam dan amar makruf nahi munkar seperti yang
dimaksud diatas, dibuat alatnya masing-masing yang berupa organisasi :
·
Untuk saluran atau
bidang politik kenegaraan (politik praktis) dengan organisasi politik (partai).
·
Untuk saluran atau
bidang masyarakat dengan organisasi non partai.
5. Muhammadiyah
sebagai organisasi memilih dan menempatkan diri sebagai “GERAKAN ISLAM AMAR
MAKRUF NAHI MUNKAR DALAM BIDANG MASYARAKAT”. Sedang untuk alat perjuangan dalam
bidang kenegaraan , muhammadiyah menyerahkan kepada partai di luar organisasi
muhammadiyah.
6. Muhammadiyah
harus menyadari bahwa partai tersebut adalah merupakan sasaran amar makruf nahi
munkar.
7. Antara
Muhammadiyah dan partai tidak ada hubungan organisasi tetapi tetap mempunyai
hubungan kemasyarakatan.
8. Masing-masing
berdiri dan berjalan sendiri sendiri menurut caranya sendiri-sendiri.
9. Pada
pinsipnya tidak dibenarkan ada perangkapan jabatan, terutama jabatan pimpinan
antara keduanya demi tercipnya pembagian pekerjaan (spesialisasi).
b. Program
dasar perjuangan
Dengan
dakwak Islam dan amar makruf nahi munkar dalam arti yang sebenar-benarnya,
Muhammadiyah harus dapat membuktikan secara teoritis konsepsional, operasional
dan konkrit riel, bahwa ajaran islam mampu mengatur masyarakat dalam Negara
Republik Indonesia yang berpancasila dan UUD 1945 menjadi masyarakat yang adail
dan makmur serta sejahtera, bahagia material dan sphiritual yang diridhoi Allah
Subhanahu wa ta’ala.
10. Periode KH.
Abdur Razak Fakhrudin (1971-1990)
Pada
periode ini usaha untuk meningkatkan kualitas persyarikatan selalu diusahakan,
baik kualitas organisasi maupun kualitas operasionalnya. Beliau dipilih
sebagai ketua dalam Muktamar ke 38 tahun 1971 di Ujungpandang (Makassar), ke ke
40 tahun 1978 di Surabaya dan ke 41 tahun 1985 di Surakarta.
Pada
masa jabatan beliau ada masa krisis yaitu keharusan untuk menjadikan Pancasila
sebagai satu-satunya azas. Pada masa jabatan beliau juga terjadi peristiwa
penting yaitu kunjungan Pasu Yohanes Paulus II dan sebagai reaksi terhadap
kunjungan itu beliau mengeluarkan buku “Mangayubagya Sugeng Rawuh lan Sugeng
Kondur”, yang isinya bahwa Indonesia adalah negara yang penduduknya sudah
beragama Islam jadi jangan menjadikan rakyat sebagai obyek kristenisasi.
Pada
masa jabatan beliau ada beberapa keputusan penting yang diambil dan hasil-hasil
penting dalam penataan organisasi antara lain :
a. Khittah Muhammadiyah, yang dikenal
dengan Khittah Ponorogo yang kemudian dikuatkan dan disempurnakan dalam
Muktamar ke 40 di Surabaya.
b. Melakukan pendekatan dengan
pemerintah Soeharto (atas saran Jendral Srabini)
c. Ikut andil dalam pembentukan Partai
Muslim Indonesia.
d. Perubahan AD Muhammadiyah dengan
menetapkan Pancasila sebagai asas organisasi.
e. Tersusunnya konsep-konsep dakwah
oleh PPM Majlis Tabligh beserta beberapa tuntunan praktisnya.
f. Tersusunnya konsep kaderisasi dan
pedoman praktisnya oleh Badan Pendidikan Kader (BPK).
g. Tersusunnya berbagai pedoman
pendidikan oleh Majlis Pendidikan Dasar dan Menengah.
h. Terkonslidasinya berbagai
majlis-majlis yang lain.
11. Periode KH. A.
Azhar Basyir, MA (1990-1995)
Pada Periode KH. A. Azhar Basyir, MA
telah dirumuskan :
a. Program Persyarikatan Muhammadiyah
jangka panjang (25 tahun)
b. Program Muhammadiyah (1990-1995)
a) Bidang Konsolidasi Gerakan
b) Bidang Pengkajian dan Pengembangan
c) Bidang Dakwah, Pendidikan dan
Pembinaan kesejahteraan Umat
12. Periode Prof.
DR.H.M.Amien Rais/Prof.DR.H.A.Syafii Maarif (1995-2000)
Pada
periode Prof. Dr. H.M. Amien Rais, telah dirumuskan program Muhammadiyah tahun
1995-2000, dengan mengacu kepada :
a. Masalah global
b. Masalah dunia Islam
c. Permasalahan Muhammadiyah
d. Masalah nasional
e. Pengembangan Pemikiran
Berdasarkan
hal-hal tersebut di atas, telah dirumuskan program Muhammadiyah tahun 1995-2000
sebagai :
a. Tujuan Program Peningkatan
konsolidasi pergerakan dan peningkatan kualitas gerakan dakwah dalam era
industrialisasi dan globalisasi dengan memperluas sarana dakwah
b. Arah Program
Program Muhammadiyah periode 1995-2000 diarahkan pada empat
hal sebagai berikut :
1) Pengembangan pemikiran dan wawasan
2) Peningkatan kualitas SDM
3) Peningkatan kualitas dan
pengembangan amal usaha sebagai sarana dakwah
4) Perluasan sasaran dakwah
c. Jenis Program Dengan merujuk pada
berbagai pokok pikiran yang disampaikan dalam muktamar Muhammadiyah ke 43,
program Muhammadiyah periode 1995-2000 disusun menurut empat bidang utama
sebagai berikut :
1) Pengembangan manajemen Muhammadiyah
2) Pendidikan, perkaderan dan
pengembangan SDM
3) Dakwah pengembangan masyarakat,
pembinaan kesejahteraan sosial dan ekonomi
4) Peningkatan dana Muhammadiyah
Pada
periode ini terjadi pergantian ketua pimpian pusat Muhammadiyah dar
Prof.Dr.H.M. Amien Rais kepada Prof.Dr.H.A. Syafii Maarif. Pergantian ini
bermula adanya keputusan Sidang Tanwir Muhammadiyah di Semarang pada tahun 1998
agar PP. Muhammadiyah melakukan ijtihad politik
13. Periode
Prof.DR.HA.Syafii Maarif (2000-2005)
Dalam
periode ini telah dirumuskan beberapa keputusan Muktamar, antara lain di
samping telah dikembalikannya lagi Islam sebagai asas Muhammadiyah, juga telah
dirumuskan Khitah Perjuangan Muhammadiyah.
14. Prof. Dr. H.
Din Syamsuddin (2005-sekarang)
Seusai
terpilih sebagai Ketua Umum Muhammadiyah hasil Mukatamar ke-45 yang belangsung
di Malang (periode 2005-2010), Din Syamsuddin senantiasa istiqomah mengabdikan
amal dakwahnya. Sosok dan pemikiran yang humanis demokratis kian tampak jelas
dalam langkah-langkah gerakannya yang tak henti menerjang sekat-sekat “kekakuan
dan kebekuan” gerakan dakwah Islam.
BAB III
PENUTUP
Dari hasil pembahasa di atas penulis
hanya dapat memberikan kesimpulan bahwa Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H.
Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912 Masehi atau 8 Dzulhijjah 1330
Hijriah merupakan alternatif dan jawaban dari berbagai permasalahan yang
dihadapi oleh bangsa Indonesia khususnya umat Islam. Masalah utama yang
dihadapi pada awal kelahirannya, antara lain, meringkuk di bawah cengkraman
penjajahan kolonial Belanda, kemudian hidup dalam kemiskinan dan kemelaratan
serta kebodohan.
Maksud dan
tujuan muhammadiyah ialah: “Membangun, memelihara dan memegang teguh agama
Islam dengan rasa ketaatan melebihi ajaran dan faham-faham lainnya, untuk
mendapatkan suatu kehidupan dalam diri, keluarga dan masyarakat yang sungguh
adil, makmur, bahagia-sejahtera, aman-sejahtera, lahir dan batin dalam naungan
dan ridho Allah Swt.
Post a Comment for "MAKALAH GERAKAN MUHAMMADIYAH"