Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MAKALAH MUKADDIMAH ANGGARAN DASAR MUHAMMADIYAH

BAB II
PEMBAHASAN

A.  PengantarMukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah Persyarikatan Islam yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330H, bertepatan dengan tanggal 18 November 1912 M. Persyarikatan ini mendapatkan statusnya sebagai organisasi yang berbadan hukum (Recht Person) melalui surat ketetapan Goouverment Besluit  nomor 22 Agustus 1914 M. Sebagai suatu organisasisudah semestinya sewaktu akan mencatatkan dirinya menjadi sebuah Badan Hukum terlebih dahulu harus memenuhi berbagai persyaratan, antara lain mesti harus ada statuen atau Anggaran Dasar Muhammadiyah. Syarat adanya anggaran dasar ini telah dipenuhi juga oleh Persyarikatan Muhammadiyah, sekalipun dalam realitasnya anggaran dasar Muhammadiyah ketika itu sifatnya masih sangat sederhana.

Anggaran dasar (bagi suatu negara disebut UUD atau konstitusi ) pada umumnya terdiri dari dua komponen pokok, yaitu pertama disebut dengan pembukaan, mukaddimah atau preambule, kedua  disebut dengan batang tubuh atau The Body of Constitution. Dalam hal ini ternyata Anggaran dasar Muhammadiyah pada saat itu hanya memuat batang tubuhnya saja atau the body of constitution.  Sedangkan Mukaddimah atau Pembukaanya belum ada sama sekali.
Ditinjau dari ilmu hukum, Mukaddimah Anggaran Dasar atau Pembukaan UUD menempati kedudukan yang lebih tinggi derajatnya serta terpisah dari batang tubuhnya. Meskipun demikian Mukaddimah Anggara Dasar / UUD tersebut tetap terjalin dengan batang tubuhnya dalam hubungan kausal organis. Mukaddimah Anggaran Dasar / UUD memuat pokok-pokok pikiran yang sangat fundamental, yang di dalamnya tertuang suatu pandangan hidup, tujuan hidup serta cara dan alat untuk mencapai suatu tujuan hidup yang dicita-citakan, yang oleh sebab itu ia harus dituangkan ke pasal-pasal dari Batang Tubuhnya.
Menyimak pengertian Konstitusi  atau UUD atau Anggaran Dasar seperti di atas dan kemudian menengok apa yang ada dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah terlihat bahwa ternyata sampai tahun 1950 berbagai gagasan, ide, konsep, pokok-pokok pikiran yang mendasari dan menjiwai berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah belum sempat dituangkan ke dalam bentuk formulasi yang formal. Namun hal itu bukan berarti bahwa berdirinya Persyarikatan ini sama sekali tanpa didasari dan tanpa dimotivasi oleh  suatu gagasan atau konsepsi ide yang jelas dan terarah. Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan dengan disertai konsep yang jelas, yaitu menggalang kesatuan wijhahi, kehendak dan kekuatan umat dalam rangka untuk merealisasikan secar konkrit dan riel surat Ali Imran 104, demi terwujudnya ‘Izzul Islam wal muslimin, atau kemulian Islam serta kejayaan kaum muslimin. Kalau demikian halnya mengapa sejak semula konsep yang sedemikian jelasnya belum dapat dirumuskan juga?
Jawaban dari pertanyaan seperti ini, akhirnya terpulang kembali kepada tokoh-tokoh perintis Muhammadiyah, dan baru berhasil dirumuskan pada periode Ki Bagus Hadikusuma (1942-1953). Hal itu berarti bahwa perumusan Mukaddimah baru dapat terlaksana setelah melewati empat periode kepemimpinan dalam Persyarikatan Muhammadiyah, yaitu periode kepemimpinan K.H. Ahmad Dahlan, K.H. Ibrahim, K.H. Ahmad Hisyam , dan K.H. Mas Mansyur Allahu yarhamhum. Untuk dapat memahami masalah di atas maka kiranya secara sepintas perlu disimak profil kepemimpinan dari empat tokoh tersebut.
1.    Periode K.H. Ahmad Dahlan (1912-1923)
K.H. Ahmad Dahlan yang waktu mudanya bernama Muhammad Darwis adalah seorang ulama sekaligus sebagai cendikiawan. Beliau seorang tokoh yang dikenal memiliki kemauan yang keras, bersungguh-sungguh, tidak mengenal lelah dalam mengusahakan terwujudnya cita-cita, bersikap terbuka, pemberani, dan supel  dalam peraulan. Pendidikan yang dilaluinya adalah pendidikan model pondok pesantren, baik di dalam maupun di luar negeri dan sama sekali tidak mengenal pendidikan formal model barat. Namun semua itu tidak mengurangi bobot beliau sebagai seorang yang ‘alim. bahkan beliau dikenal secara luas sebagai seorang ulama sekaligus sebagai cendikiawan yang memiliki wawasan berfikir yang mendalam lagi luas, menjangkau jauh ke masa depan. Kedua predikat yang di sandang oleh K.H. Ahmad Dahlan ini dibuktikan  secara konkrit dalam bentuk dibangunnya Persyarikatan yang bercirikan sebagai gerakan pembaharuan dengan dua sasaran utama, yaitu gerakan pembaharuan dalam bidang pemikiran dengan titik tumpu pemurnian (purifikasi) pemahaman keagamaan, serta pembaharuan (reformasi) dalam bidang sosial pendidikan.
Sebagai seorang pelopor pembaharuan beliau tidak lepas dari berbagai gagasan dan cita-cita. Bahkan dapat dikatakan gagasan – gagasan yang muncul dari kedua pembaharuannya terus mengalir tak henti-hentinya. Akan tetapi cara-cara pengungkapannya berbeda dengan cara-cara pengungkapan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh pembaharu pendahulu lainnya, semacam Jamaluddin al Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridla, Ahmad Khan, Ameer Ali dan lain sebagainya, juga berbeda dengan apa yang dilakukan oleh tokoh-tokoh pergerakan pembaharuan Islam dari Indonesia sendiri seperti HOS. Cokroaminoto , A.Hassan, A.Syurkati dan lainnya. Kalau tokoh-tokoh  tersebut mengungkapkan ide dan gagasannya lebih banyak disalurkan lewat tulisan semacam buku, majalah, surat kabar, dll. Sementara oleh K.H. Ahmad Dahlan cara-cara semacam itu hampir-hampir tidak pernah dilakukan. Dalam dokumentasi muhammadiyah yang berhasil dikumpulkan baru didapatkan satu naskah saja dari hasil tulisan K.H. Ahmad Dahlan.
Dari perjalanan sejarah hidupnya dapat diamati bahwa sekian banyak ide dan gagasan yang dikembangkan oleh K.H.Ahmad Dahlan langsung dipraktekkan dalam tindakan nyata dan kongrit. Oleh karena itu manakala ada pikiran yang hendak membedakan antara manusia teoritis dan manusia praktisi, maka kiranya K.H.Ahmad Dahlan lebih cenderung dimasukkan ke dalam kelompok mabusia praktisi, dan bukan termasuk kelompok manusia teoritisi.
Dari latar belakang pribadi K.H.Ahmad Dahlan seperti di atas akhirnya dapat dimaklumi mengapa pada periodenya belum terumuskan Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah. Menurut pemahaman beliau hal-hal yang bersifat konseptualbelum dianggap mendesak bagi sebuah Persyarikatan yang sedang tumbuh . Sementara itu disisi lain beliau memahami agama islam sebagai agama yang sangat menekankan segi amaliyah, atau agama Islam adalah agama yang menuntut pengalaman kongrit. Dan justru karena itu sejak awal berdirinya di kalangan Muhammadiyah telah populer semboyan yang bersiratkan etos kerja “sedikit bicara banyak bekerja”.
2.    Periode K.H. Ibrahim (1923-1934)
K.H. Ibrahim adalah  adik Nyai Walidah atau lebih terkenal dengan sebutan Nyai Haji Ahmad Dahlan, yang berarti adik ipar K.H. Ahmad Dahlan. K.H. Ibrahim adalah seorang ulama hasil tempaan dari pondok pesantren, dan sama halnya dengan K.H. Ahmad Dahlan ia tidak pernah mengenyam pendidikan model barat. Ia seorang tokoh Muhammadiyah yang ‘alim, sederhana dalam hidupnya dan bertanggung jawab terhadap amanah yang diserahkan kepada dirinya.
Dibawah kepemimpinannya terbentukklah Majelis Tarjih, organisasi otonom Nasyiatul ‘Aisyiyah dan Pemuda Muhammadiyah, tiga lembaga baru yang besar artinya bagi pengembangan dan pertumbuhan Muhammadiyah di masa-masa mendatang. Dan seperti halnya dengan periode K.H.Ahmad Dahlan, pada periode kepemimpinan K.H.A. Ibrahim ini juga rumusan yang bersifat fundamental belum mendapat penggarapan yang memadai.
3.    Periode K.H.Hisyam (1934-1936)
K.H. Hisyam adalah seorang ulama yang berkepribadian lugu, sederhana, dan termasuk salah seorang kader K.H.Ahmad Dahlan dalam menumbuhkan dan mengembangkan Muhammadiyah sejak awal berdirinya. Pekerjaan beliau sehari-hari sebagai pedangang kain batik di Pasar Berigharjo Yogyakarta. Di bawah kepemimpinannya yang relatif sangat singkat dapat dimaklumi kalau hal-hal yang bersifat konvensioal dan fundametal belum juga dapat tergarap. Namun demikian dapat dicatat bahwa dibawah kepemimpinanya dunia pendidikan mendapatkan perhatian yang cukup intensif. Demikian juga masalah-masalah administrasi organisasi dalam Persyarikatan Muhammadiyah mendi Mesir akhirnyadapatkan perhatian sendiri.
4.    Periode K.H Mas Mansur (1936-1942)
K.H. Mas Mansur berasal dari kota Surabaya dan dikenal sebagai seorang ulama besar sekaligus sebagai cendekiawan yang cukup berwibawa di tengah – tengah pergaulannya yang sangat luas dan beraneka ragam. Beliau termasuk tokoh Muhammadiyah yang berasal dari luar kota Yogyakarta yang pertama kali menduduki jabatan tertinggi di dalam Persyarikatan Muhammadiyah.
Dengan latar belakang pendidikan yang cukup memadai, baik yang didapat dai pengalamannya di berbagai pondok  pesantren di Jawa Timur dan hasil pendidikan akademiknya di Mesir akhirnya tumbuh menjadi seorang yang alim, yang mendalam pengetahuannya tentang islam, berpikiran maju dan berpandangan jauh kedepan, serta tinggi cita-citanya.
K.H. Mas Mansur tercatat mulai aktif dalam Persyarikatan Muhammadiyah sejak tahun 1921. Karena keaktifannya serta ditunjang dengan keluasaan ilmu yang dimilikinya, oleh Persyarikatan beliau ditunjuk untuk mewakili Muhammadiyah bersama-sama dengan HOS. Cokroaminoto yang mewakili Syarikat Islam untuk memenuhi undangan Raja Ibnu Su’ud menghadiri Muktamar Islam se-Dunia yang berlangsung di kota Makkah pada tahun 1926
Sebagai wakil dari Muhammadiyah Daerah Surabaya beliau berkesempatan mengikuti Konggres (Muktamar) Muhammadiyah ke 16 yang berlangung pada tahun 1927 di kota Pekalongan. Di dalam Konggres inilah Mas Mansur mengusulkan kepada sidang agar di dalam Persyarikatan Muhammadiyah perlu segera diadakan sebuah lembaga atau majlis ulama yang tugas utamanya khusus membahas berbagai masalah agama (bahtsu masail lid-diniyah). Di samping itu dengan terbentuknya lembaga ini sekaligus untuk menjaga dan memelihara kemurnian agama Islam dari berbagai macam penyimpangan. Usulan K.H. Mas mansur ini didukung dengan beberapa argumentasi, antara lain :
a)      Dikhawatirkan akan timbulnya perpecahan di kalangan warga Muhammadiyah, terutama ulamanya lantaran disebabkan adanya perbedaan faham dan pendapat dalam masalah hukum agama. Akibat lebih jauh dari sebab tersebut akan timbul perpecahan dalam tubuh organisasi Muhammadiyah.
b)      Dikhawatirkan akan timbulnya berbagai penyelewengan di kalangan warga Muhammadiyah dari batas-batas hukum agama karena sekedar didorong untuk mengejar kebesaran organisasi secara lahiriyah dengan melupakan inti pokok dan jiwa ajaran islam.
Usulan Mas Mansur ternyata mendapat tanggapan yang sangat positif sekali dikalangan Muktamirin, dan akhirnya leembaga yang nantinya dinamakan Majelis Tarjih diterima sebgai salah satu keputusan Muktamar.
Pribadi Mas Mansur ternyata tidak sekedar dimanfaatkan oleh Persyarikatan Muhammadiyah semata. Umat dan bangsa ternyata mengharapkan akan kehadiran pribadinya juga. Hal ini terlihat dalam keterlibatan beliau di dalam melahirkan organisasi yang bersifat federasi antar berbagai organisasi Islam yang ada pada saat itu, yang dikenal dengan nama majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), yang lahir pada tahun 1937.
Sekalipun beliau telah sarat dengan berbagai tugas yang diembannya, namun karena tuntutan umat , akhirnya beliau masih juga mengemban amanat umat, dalam wujud kesediaan beliau ikut serta memegang kendali pimpinan Partai Islam Indonesia (PII). Bersama-sama dengan tokoh Muhammadiyah lainnya dan tokoh-tokoh dari Jong Islamieten Bond pada tahun 1938 bersepakat mendirikan sebuah partai Islam dengan nama PII(Partai Islam Indonesia).
dalam kongresnya yang pertama, yang berlangsung pad tanggal 11 April 1940 di kota Yogyakarta K.H. Mas Mansyur menyampaikan pidato yang isinya mencerminkan pandangan beliau tentang “Hubungan antara Islam dan Politik”:
Memang Politik dan Islam tidak dapat dipisahkan, sebagaimana gula dan rasa manis yang tak mungkin di pisahkan. begitu pula antara agama dan politik. hanya semenjak jatuhnya kerajaan Islam di Andalusia, semenjak itu pula tangan islam menhjadi tidak laras (cocok) lgi untuk memegang politik. lama kelemaan umat islam tidak mengerti sama sekali apa arti politik itu. mereka benar, masih mengakui Muhammad SAW. sebagai junjungannya, Al qur’an sebagai kitabnya, dan kiblatnya tidak berubah. tapi hanya itu saja yang mereka jalani. padahal perintqh tuhan, umat islam harus cukup mengurus segala kebutuhanhidup di dunia sampai di akhirat nanti”. (Subagijo LN, KH. Mas mansur, pembaharu Islam di Indonesia:36).
Di kalangan Pimpinan Muhammadiyah, Mas Mansur dikenal sebagai tokoh yang sangat tinggi ghirah agamanya serta dikenal sebagai salah satu tokoh yang berperan serta dalam membentuk dan mengisi jiwa gerakan Muhammadiyah  sebagai gerakan Islam, sehingga lebih berisi dan lebih mantap, seperti dengan pengokohan kembali hidup beragama serta penegasan faham agama dalam Muhammadiyah. (Musthafa Kamal dkk, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam , Persatuan,1994;41). Sebagai wujud kongrit dari upaya pengokohan kembali hidup beragama, pada periode beliau inilah Majelis Tajrih diaktifkan kegiatannya, sehingga pada akhirnya lahirlah sebuah rumusan Majelis Tajrih yang dikenal dengan “Masalah Lima” atau “Masail al-Khamsah”. Adapun kelima masalah tersebut menegaskan hakekat “Dunia, Agama, Qiyas, Sabilillah dan Ibadah”.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah sejak dari dulu mempunyai satu kegiatan pengajian rutin setiap senin malam atau lebih terkenal dengan sebutan Pengajian Malam Selasa yang diselenggarakan di Gedung ‘Aisyiyah Kauman. Pengajian ini dikenal luas di kalangan keluarga Muhammadiyah . Bahakan Jendlral Sudirman ketika berada di Yokyakarta selalu menyempatkan diri untuk menghadirinya dengan tekun. Pengajian ini juga dikenal sebagai pengajian yang sangat disiplin sejak dahulu hingga sekarang ini, yaitu selalu dibuka tepat jam 20.00 WIBdan harus diakhiri pada jam 22.00 WIB.
K.H. Mansur termasuk tokoh pengisi pengajian malam selasa secara rutin. Dan hasil sekian puluh kali pengajian yang disampaikannya akhirnya dijadikan bahan kajian Pimpinan Pusat untuk dirumuskan untuk dapat dijadikan pegangan bagi para pimpinan Muhammadiyah dalam menggerakkan Persyarikatan Muhammadiyah yang dikenal dengan nama “ Langkah Muhammadiyah Tahun 1938-1940”, yang berisi 12 pasal, atau lebih dikenal dengan sebutan “ Langkah Dua Belas K.H. Mas Mansur”.
Melihat  berbagai kegiatan yang dilakukan oleh K.H. Mas Mansur, baik di dalam Persyarikatan sendiri maupun di luar, seperti keaktifannya di dalam MIAI, GAPI,PII dan sebagainya dapat dipahami kalau masih banyak hal yang belum terjamah. Berbagai hal yang ditangani pada periode ini misalnya seperti Anggaran Dasar Muhammadiyah yang sampai saat ini ternyata belum sempurna, karena di dalamnya belum termuat Mukaddimah atau preambule yang semestinya materi tersebut harus dirumuskan terlebih dahulu, dan baru kemudian Batang Tubuhnya (the body of constitution).
5.    Periode Ki Agus Hadikusuma (1942-1953)
Ki Agus Hadikusuma yang masa mudanya bernama Raden Hidayat menjabat sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah dari tahun 1942 hingga tahun 1953.
Ki Agus Hadikusuma adalah putera dari Raden Hasyim yang tinggal di kampung Kauman, suatu kampung yang sejak lama dikenal sebagai kampung pesantren. Keluarga Raden Hidayat termasuk keluarga yang sangat taat beragama, serta keluarga yang berhasil mendidik putra-putrinya menjadi seorang yang shaleh, yang berguna bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain serta membaktikan seluruh hidupnya untuk kepentingan agama. Kelima bersaudara dari keluarga Raden Hasyim tercatat sebagai tokoh-tokoh Muhammadiyah yang cukup dikenal secara luas di kalangan keluarga besar Muhammadiyah. Kedua kakak Ki Bagus adalah H.Sudjak, tokoh Muhammadiyah yang dikenal sebagai Bapak PKU (semula singkatan dari Penolong Kesengsaraan Umum, kemudian diubah menjadi Pembina Kesejahteraan Umat).
B. Sejarah Perumusan Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
            Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah disusun dan dirumuskan oleh Ki Bagus Hadikusuino sebagai hasil penyorotan dan pengungkapan kembali terhadap pokok-pikiran pokok-pikiran yang dijadikan dasar amal usaha dan perjuangan K.H.Ahmad Dahlandengan menggunakan wadah persyarikatan Muhammadiyah. Rumusan “Mukaddimah” diterima dan disahkan oleh Muktamar Muhammadiyah ke 31 yang dilangsungkan di kota Yogyakarta pada tahun 1950, setelah melewati penyempurnaan segi redaksional yang dilaksanakan oleh sebuah team yang dibentuk oleh sidang Tanwir. Team penyempurnaan tersebut anggota-anggotanya terdiri dari – Buya HAMKA, K.H. Farid Ma’ruf, Mr. Kasman Singodimedjo serta Zain Jambek.
Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah disusun dan dirumuskan baru pada periode Ki Bagus Hadikusumo, sebab-sebabnya antara lain:
1. Belum adanya kepastian rumusan tentang cita-cita dan dasar perjuangan Muhammadiyah
K.H. Ahmad Dahlan membangun Muhammadiyah bukannya didasarkan pada teori yang terlebih dahulu dirumuskan secara ilmiyah dan sistematis. Akan tetapi apa yang telah diresapinya dari pemahaman agama yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits beliau segera diwujudkan dalam amalan yang nyata. Oleh karena itu K.H.Ahmad Dahlan lebih tepat dikatakan sebagai seorang ulama yang praktis,bukannya ulama teoritis. Pada awal perjuangan Muhammadiyah, keadaan serupa itu tidak mengaburkan penghayatan seseorang terhadap Muhammadiyah, baik ia seorang Muhammadiyah sendiri ataupun seorang luar yang berusaha memahaminya. Akan tetapi serentak Muharrmadiyah semakin luas serta bertambah banyak anggota dan simpatisannya mengakibatkan semakin jauh mereka dari sumber gagasan. Karena itu wajar apabila terjadi kekaburan penghayatan terhadap dasar-dasar pokok yang menjadi daya pendorong K.H.Ahmad Dahlandalam menggerakkan persyarikatan Muharrmadiyah.
2.Kehidupan rohani keluarga Muhammadiyah menampakkan gejala menurun, akibat terlalu berat mengejar kehidupan duniawi.
Perkembangan masyarakat terus maju, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak henti-hentinya menyajikan hal-hal yang membuat manusia kager dan mence-ngangkan, membuat dunia semakin ciut dan sempit; pengaruh budaya secara timbal-balik terjadi dengan lancarnya antara satu negara dengan negara lainnya baik yang bersifat positif ataupun yang bersifat negatif. Keadaan yang serpua itu tidak terkecuali mengenai masyarakat Indonesia. Tersebab adanya perkembangan zaman serupa itu yang seluruhnya hampir dapat dinyatakan mengarah kepada kehidupan duniawi dan sedikit sekali yang mengarah kepada peningkatan kebahagiaan rohani, menyebabkan masyarakat Indonesia termasuk di dalamnya keluarga Muhammadiyah terhimbau oleh gemerlapan kemewahan duniawi.
3.    Makin kuatnya berbagai pengaruh dari luar yang langsung atau tidak berhadapan dengan faham dan keyakinan hidup Muhammadiyah.
Bersama dengan perkembangan zaman yang membawa berbagai perubahan dalam masyarakat, maka tidak ketinggalan pengaruh cara-cara berfikir, sikap hidup atau pandangan hidup masuk ke tengah-tengah masyarakat Indonesia. Selain banyak yang bermanfaat, tak sedikit yang dapat merusak keyakinan dan faham Muhammadiyah.
4.    Dorongan disusunnya Pembukaan Undang-Undang Dasar RI tahun 1945
Sesaat menjelang proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, tokoh-tokoh pergerakan bangsa Indonesia dihimpun oleh pemerintah Jepang dalam wadah “Badan Penyelidik” usaha persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yang tugasnya antara lain mempelajari Negara Indonesia Merdeka. Dan di antara hal yang penting adalah terumuskannya “Piagam Jakarta” yang kelak dijadikan “Pembukaan UUD 1945″ setelah diadakan beberapa perubahan dan penyempurnaan di dalamnya. Pada saat merumuskan materi tersebut, para pimpinan pergerakan bangsa Indonesia benar-benar memusyawarahkan secara matang dengan disertai debat yang seru antara satu dengan yang lain, yang ditempuh demi mencari kebenaran. Pengalaman ini dialami sendiri oleh Ki Bagus Hadikusumo yang kebetulan terlibat di dalamnya karena termasuk sebagai anggota BPUPKI. Beliau merasakan betapa pentingnya rumusan Piagam Jakarta, sebab piagam ini akan memberikan gambaran kepada dunia luar atau kepada siapapun tentang cita-cita dasar, pandangan hidup serta tujuan luhur bangsa Indonesia bernegara.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada saat periode Ki Bagus Hadikusumo, adanya “Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah” benar-benar sudah sangat diperlukan karena adanya beberapa alasan dan kenyataan tersebut.
C.      Hakekat dan Fungsi  Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah.
a)    Hakekat Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah pada hakekatnya merupakan suatu kesimpulan dari perintah dan ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang pengabdian manusia kepada Allah SWT., amal dan perjuangan bagi setiap muslim yang sadar akan kedudukannya selaku hamba dan khalifah dimuka bumi.
b)   Fungsi Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
Bagi persyarikatan Muhammadiyah, Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah berfungsi sebagai . “Jiwa,nafas dan semangat pengabdian serta perjuangan persyarikatan Muhammadiyah”.
D.      Matan :” Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah”
“Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang. Segala puji bagi Allah yang mengasuh semua alam; yang Maha Pemurah dan Penyayang; yang memegang pengadilan pada hari kemudian; Hanya kepada Kau hamba menyembah dan hanya kepada Kau hamba mohon pertolongan; Berilah petunjuk kepada hamba jalan yang lapang; Jalan orang-orang yang telah Kau beri kenikmatan, yang tidak dimurkai dan tidak tersesat lagi”. (Q.S. Al-Fatihah).
“Saya ridha, bertuhan kepada Allah, beragama kepada Islam dan bernabi kepada MuhammadRasulullah Shallal ahu ‘alaihi wasallam”.
Amma ba’du, Bahwa sesungguhnya ke-Tuhanan itu adalah hak Allah semata-mata. Bertuhan dan beribadah serta tunduk dan ta’at kepada Allah adalah satu-satunya ketentuan yang wajib atas tiap-tiap makhluk, terutama manusia.
Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah (hukum qudrat-iradat) Allah atas kehidupan manusia.
Masyarakat yang sejahtera, aman, damai, makmur dan bahagia hanyalah dapat diujudkan di atas dasar keadilan, kejujuran, persaudaraan dan gotong-royong bertolong-tolongan dengan bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari pada pengaruh syaitan dan hawa nafau. Agama Allah yang dibawa dan diajarkan oleh sekalian Nabi yang bijaksana dan berjiwa suci, adalah satu-satunya pokok hukum dalam masyarakat yang utama dan sebaik-baiknya.
Menjunjung tinggi hukum Allah lebih dari pada hukum yang manapun juga, adalah kawajiban mutlak bagi tiap-tiap orang yang mengaku ber-Tuhan kepada Allah.
Agama Islam adalah agama Allah yang dibawa oleh sekalian Nabi, sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad SAW.. dan diajarkan kepada unmatnya masing-masing untuk mendapatkan hidup bahagia dunia dan akhirat.
Syahdan, untuk menciptakan masyarakat yang baha¬gia dan sentosa sebagai yang tersebut di atas itu, tiap-tiap orang, terutama ummat Islam, ummat yang percaya akan Allah dan Hari Kemudian, wajiblah mengikuti jejak sekalian Nabi yang suci itu; beribadah kepada Allah dan berusaha segiat-giatnya mengumpulkan segala kekuatan dan mempergunakannya untuk menjelmakan masyarakat itu di dunia ini, dengan niat yang kurni-tulus dan ikhlas karena Allah semata-mata dan hanya mengharapkan karunia Allah dan ridla-Nya belaka serta mempunyai rasa tanggung-jawab di hadirat Allah atas segala perbuatannya; lagi pula harus sabar dan tawakkal bertabah hati menghadapi segala kesukaran atau kesulitan yang menimpa dirinya, atau rintangan yang menghalangi pekerjaannya dengan penuh pengharapan akan perlindungan dan pertolongan Allah Yang Maha Kuasa.
Untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang demikian itu, maka dengan berkat dan rahmat Allah dan didirong oleh firman Allah dalam al-Qur’an :
“Adakanlah dari kamu sekalian golongan yang mengajak kepada ke-Islaman, menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari pada keburukan. Mereka itulah-golongan yang beruntung berbahagia”. (Q.S Ali ‘Imran ayat 104)
Pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah atau 18 Nopember 1912 Miladiyah oleh Almarhum K.H.A. Dahlan didirikanlah suatu Persyarikatan sebagai “GERAKAN ISLAM’ dengan nama “MUHAMMADIYAH” yang disusun dengan majlis-majlis (Bagian-bahgian)¬nya, mengikuti peredaran zaman serta berdasarkan “syura” yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau Muktamar.
Kesemuanya itu perlu untuk menunaikan kewa,jiban mengamalkan perintah-perintah Allah dan mengikuti Sunnah Rasul-Nya, Nabi Muhamnad SAW., guna mendapatkan karunia dan ridla-Nya, di dunia dan akhirat, dan untuk mencapai masyarakat yang sentosa dan bahagia, disertai nikmat dan rahmat Allah yang melimpah-limpah, sehingga merupakan :
“Suatu negara yang indah, bersih, suci dan makmur di bawah perlindungan Tuhan Yang Maha Pengampun”.
Maka degan Muhammadiyah ini mudah-mudahan umnat Islam dapatlah diantarkan ke pintu gerbang Syurga “Jannatun Na’imi’ dengan keridlaan Allah Yang Rahman dan Rahim.
E.       Tafsir Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
Sebelum memasuki keterangan secara terperinci, terlebih dahulu perlu diketahui bahwa apabila Mukaddimah tersebut di atas disimpulkan, maka akan didapatkan tujuh pokok pikiran, yaitu :
(1) hidup manusia harus mentauhidkan Allah; ber-Tuhan, beribadah serta tunduk dan taat hanya kepada Allah.
(2) Hidup manusia adalah bermasyarakat.
(3) Hanya hukum Allah satu-satunya hukum Yang dapat dijadikan sendi pembentuk pribadi utama, dan mengatur tertib hidup bersama menuju kehidupan berbahagia-sejahtera yang hakiki dunia dan akhirat.
(4) Berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya adalah wajib sebagai ibadah kepada Allah dan berbuat ihsan kepada sesama manusia.
(5)Perjuangan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya hanya akan berhasil bila mengikuti jejak perjuangan Nabi Muhammad SAW..
(6) Perjuangan mewujudkan maksud dan tujuan di atas hanya dapat dicapai apabila dilaksanakan dengan cara berorganisasi.
(7) seluruh perjuangan memadu ke satu titik tujuan Muhammadiyah, yakni “Terwujudnya masyarakat Utama, adil dan makmur yang diridlai Allah Subhanahu wata’ala”.












BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Perumusan Mukaddimah baru dapat terlaksana setelah melewati empat periode kepemimpinan dalam Persyarikatan Muhammadiyah, yaitu periode kepemimpinan K.H. Ahmad Dahlan, K.H. Ibrahim, K.H. Ahmad Hisyam , dan K.H. Mas Mansyur.
Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah disusun dan dirumuskan oleh Ki Bagus Hadikusuino sebagai hasil penyorotan dan pengungkapan kembali terhadap pokok-pikiran pokok-pikiran yang dijadikan dasar amal usaha dan perjuangan K.H.Ahmad Dahlandengan menggunakan wadah persyarikatan Muhammadiyah. Rumusan “Mukaddimah” diterima dan disahkan oleh Muktamar Muhammadiyah ke 31 yang dilangsungkan di kota Yogyakarta pada tahun 1950, setelah melewati penyempurnaan segi redaksional yang dilaksanakan oleh sebuah team yang dibentuk oleh sidang Tanwir.
Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah disusun dan dirumuskan baru pada periode Ki Bagus Hadikusumo, sebab-sebabnya antara lain:
1.      Belum adanya kepastian rumusan tentang cita-cita dan dasar perjuangan      Muhammadiyah.
2.      Kehidupan rohani keluarga Muhammadiyah menampakkan gejala menurun, akibat terlalu berat mengejar kehidupan duniawi.
3.      Makin kuatnya berbagai pengaruh dari luar yang langsung atau tidak berhadapan dengan faham dan keyakinan hidup Muhammadiyah.
4.      Dorongan disusunnya Pembukaan Undang-Undang Dasar RI tahun 1945
Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah pada hakekatnya merupakan suatu kesimpulan dari perintah dan ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang pengabdian manusia kepada Allah SWT., amal dan perjuangan bagi setiap muslim yang sadar akan kedudukannya selaku hamba dan khalifah dimuka bumi.
Bagi persyarikatan Muhammadiyah, Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah berfungsi sebagai . “Jiwa, nafas dan semangat pengabdian serta perjuangan persyarikatan Muhammadiyah”.
B.     Saran
Dalam penyusunan makalah ini penyusun telah mencurahkan segala tenaga dan pikiran, namun kami telah menyadari sepenuhnya apabila makalah ini masih jauh dari sempurna. Olehkarenaitu, dengankerendahhatian kami mengharapkankritikdan saran yang bersifatmembangundaripembaca demi kesempurnaanmakalahini.




DAFTAR PUSTAKA

K.H.Sahlan Rosidi.1982. Kemuhammadiyahan Untuk Perguruan Tinggi. Mutiara:Solo.
Mustafa Kemal Pasha dan A. Adaby Darban, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, Yogyakarta: Citra Kasa Mandiri, 2005.
Mh. Djaldan Badawi, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah 1912-1985, Yogyakarta: Sekertatiat P.P. Muhammadiyah, 1998.
Manhaj Gerakan Muhammadiyah, Idiologi, Khittah dan Langkah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah dan Majelis Pendidikan Kader P.P Muhammadiyah, 2010.

Post a Comment for "MAKALAH MUKADDIMAH ANGGARAN DASAR MUHAMMADIYAH"