MAKALAH MUKADDIMAH ANGGARAN DASAR MUHAMMADIYAH
BAB II
PEMBAHASAN
A. PengantarMukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah Persyarikatan Islam yang
didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330H, bertepatan
dengan tanggal 18 November 1912 M. Persyarikatan ini mendapatkan statusnya
sebagai organisasi yang berbadan hukum (Recht Person) melalui surat
ketetapan Goouverment Besluit nomor 22 Agustus 1914 M. Sebagai suatu
organisasisudah semestinya sewaktu akan mencatatkan dirinya menjadi sebuah
Badan Hukum terlebih dahulu harus memenuhi berbagai persyaratan, antara lain
mesti harus ada statuen atau Anggaran Dasar Muhammadiyah. Syarat adanya
anggaran dasar ini telah dipenuhi juga oleh Persyarikatan Muhammadiyah,
sekalipun dalam realitasnya anggaran dasar Muhammadiyah ketika itu sifatnya
masih sangat sederhana.
Anggaran dasar (bagi suatu negara disebut UUD
atau konstitusi ) pada umumnya terdiri dari dua komponen pokok, yaitu pertama
disebut dengan pembukaan, mukaddimah atau preambule, kedua disebut dengan batang tubuh atau The Body
of Constitution. Dalam hal ini ternyata Anggaran dasar Muhammadiyah pada
saat itu hanya memuat batang tubuhnya saja atau the body of constitution. Sedangkan Mukaddimah atau Pembukaanya belum
ada sama sekali.
Ditinjau dari ilmu hukum, Mukaddimah Anggaran
Dasar atau Pembukaan UUD menempati kedudukan yang lebih tinggi derajatnya serta
terpisah dari batang tubuhnya. Meskipun demikian Mukaddimah Anggara Dasar / UUD
tersebut tetap terjalin dengan batang tubuhnya dalam hubungan kausal organis.
Mukaddimah Anggaran Dasar / UUD memuat pokok-pokok pikiran yang sangat
fundamental, yang di dalamnya tertuang suatu pandangan hidup, tujuan hidup
serta cara dan alat untuk mencapai suatu tujuan hidup yang dicita-citakan, yang
oleh sebab itu ia harus dituangkan ke pasal-pasal dari Batang Tubuhnya.
Menyimak pengertian Konstitusi atau UUD atau Anggaran Dasar seperti di atas
dan kemudian menengok apa yang ada dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah terlihat
bahwa ternyata sampai tahun 1950 berbagai gagasan, ide, konsep, pokok-pokok
pikiran yang mendasari dan menjiwai berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah belum
sempat dituangkan ke dalam bentuk formulasi yang formal. Namun hal itu bukan
berarti bahwa berdirinya Persyarikatan ini sama sekali tanpa didasari dan tanpa
dimotivasi oleh suatu gagasan atau
konsepsi ide yang jelas dan terarah. Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad
Dahlan dengan disertai konsep yang jelas, yaitu menggalang kesatuan wijhahi,
kehendak dan kekuatan umat dalam rangka untuk merealisasikan secar konkrit dan
riel surat Ali Imran 104, demi terwujudnya ‘Izzul Islam wal muslimin, atau
kemulian Islam serta kejayaan kaum muslimin. Kalau demikian halnya mengapa sejak
semula konsep yang sedemikian jelasnya belum dapat dirumuskan juga?
Jawaban dari pertanyaan seperti ini, akhirnya
terpulang kembali kepada tokoh-tokoh perintis Muhammadiyah, dan baru berhasil
dirumuskan pada periode Ki Bagus Hadikusuma (1942-1953). Hal itu berarti bahwa
perumusan Mukaddimah baru dapat terlaksana setelah melewati empat periode
kepemimpinan dalam Persyarikatan Muhammadiyah, yaitu periode kepemimpinan K.H.
Ahmad Dahlan, K.H. Ibrahim, K.H. Ahmad Hisyam , dan K.H. Mas Mansyur Allahu
yarhamhum. Untuk dapat memahami masalah di atas maka kiranya secara sepintas
perlu disimak profil kepemimpinan dari empat tokoh tersebut.
1.
Periode K.H. Ahmad Dahlan (1912-1923)
K.H. Ahmad Dahlan yang waktu mudanya bernama
Muhammad Darwis adalah seorang ulama sekaligus sebagai cendikiawan. Beliau
seorang tokoh yang dikenal memiliki kemauan yang keras, bersungguh-sungguh,
tidak mengenal lelah dalam mengusahakan terwujudnya cita-cita, bersikap
terbuka, pemberani, dan supel dalam
peraulan. Pendidikan yang dilaluinya adalah pendidikan model pondok pesantren,
baik di dalam maupun di luar negeri dan sama sekali tidak mengenal pendidikan
formal model barat. Namun semua itu tidak mengurangi bobot beliau sebagai
seorang yang ‘alim. bahkan beliau dikenal secara luas sebagai seorang ulama
sekaligus sebagai cendikiawan yang memiliki wawasan berfikir yang mendalam lagi
luas, menjangkau jauh ke masa depan. Kedua predikat yang di sandang oleh K.H.
Ahmad Dahlan ini dibuktikan secara
konkrit dalam bentuk dibangunnya Persyarikatan yang bercirikan sebagai gerakan
pembaharuan dengan dua sasaran utama, yaitu gerakan pembaharuan dalam bidang
pemikiran dengan titik tumpu pemurnian (purifikasi) pemahaman keagamaan,
serta pembaharuan (reformasi) dalam bidang sosial pendidikan.
Sebagai seorang pelopor pembaharuan beliau tidak
lepas dari berbagai gagasan dan cita-cita. Bahkan dapat dikatakan gagasan –
gagasan yang muncul dari kedua pembaharuannya terus mengalir tak
henti-hentinya. Akan tetapi cara-cara pengungkapannya berbeda dengan cara-cara
pengungkapan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh pembaharu pendahulu lainnya,
semacam Jamaluddin al Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridla, Ahmad Khan, Ameer
Ali dan lain sebagainya, juga berbeda dengan apa yang dilakukan oleh
tokoh-tokoh pergerakan pembaharuan Islam dari Indonesia sendiri seperti HOS.
Cokroaminoto , A.Hassan, A.Syurkati dan lainnya. Kalau tokoh-tokoh tersebut mengungkapkan ide dan gagasannya
lebih banyak disalurkan lewat tulisan semacam buku, majalah, surat kabar, dll.
Sementara oleh K.H. Ahmad Dahlan cara-cara semacam itu hampir-hampir tidak
pernah dilakukan. Dalam dokumentasi muhammadiyah yang berhasil dikumpulkan baru
didapatkan satu naskah saja dari hasil tulisan K.H. Ahmad Dahlan.
Dari perjalanan sejarah hidupnya dapat diamati
bahwa sekian banyak ide dan gagasan yang dikembangkan oleh K.H.Ahmad Dahlan
langsung dipraktekkan dalam tindakan nyata dan kongrit. Oleh karena itu
manakala ada pikiran yang hendak membedakan antara manusia teoritis dan manusia
praktisi, maka kiranya K.H.Ahmad Dahlan lebih cenderung dimasukkan ke dalam
kelompok mabusia praktisi, dan bukan termasuk kelompok manusia teoritisi.
Dari latar belakang pribadi K.H.Ahmad Dahlan
seperti di atas akhirnya dapat dimaklumi mengapa pada periodenya belum
terumuskan Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah. Menurut pemahaman beliau
hal-hal yang bersifat konseptualbelum dianggap mendesak bagi sebuah
Persyarikatan yang sedang tumbuh . Sementara itu disisi lain beliau memahami
agama islam sebagai agama yang sangat menekankan segi amaliyah, atau agama
Islam adalah agama yang menuntut pengalaman kongrit. Dan justru karena itu
sejak awal berdirinya di kalangan Muhammadiyah telah populer semboyan yang
bersiratkan etos kerja “sedikit bicara banyak bekerja”.
2.
Periode K.H. Ibrahim (1923-1934)
K.H. Ibrahim adalah adik Nyai Walidah atau lebih terkenal dengan
sebutan Nyai Haji Ahmad Dahlan, yang berarti adik ipar K.H. Ahmad Dahlan. K.H.
Ibrahim adalah seorang ulama hasil tempaan dari pondok pesantren, dan sama
halnya dengan K.H. Ahmad Dahlan ia tidak pernah mengenyam pendidikan model
barat. Ia seorang tokoh Muhammadiyah yang ‘alim, sederhana dalam hidupnya dan
bertanggung jawab terhadap amanah yang diserahkan kepada dirinya.
Dibawah kepemimpinannya terbentukklah Majelis
Tarjih, organisasi otonom Nasyiatul ‘Aisyiyah dan Pemuda Muhammadiyah, tiga
lembaga baru yang besar artinya bagi pengembangan dan pertumbuhan Muhammadiyah
di masa-masa mendatang. Dan seperti halnya dengan periode K.H.Ahmad Dahlan,
pada periode kepemimpinan K.H.A. Ibrahim ini juga rumusan yang bersifat
fundamental belum mendapat penggarapan yang memadai.
3.
Periode K.H.Hisyam (1934-1936)
K.H. Hisyam adalah seorang ulama yang
berkepribadian lugu, sederhana, dan termasuk salah seorang kader K.H.Ahmad
Dahlan dalam menumbuhkan dan mengembangkan Muhammadiyah sejak awal berdirinya.
Pekerjaan beliau sehari-hari sebagai pedangang kain batik di Pasar Berigharjo
Yogyakarta. Di bawah kepemimpinannya yang relatif sangat singkat dapat
dimaklumi kalau hal-hal yang bersifat konvensioal dan fundametal belum juga
dapat tergarap. Namun demikian dapat dicatat bahwa dibawah kepemimpinanya dunia
pendidikan mendapatkan perhatian yang cukup intensif. Demikian juga
masalah-masalah administrasi organisasi dalam Persyarikatan Muhammadiyah mendi
Mesir akhirnyadapatkan perhatian sendiri.
4.
Periode K.H Mas Mansur (1936-1942)
K.H. Mas Mansur berasal dari
kota Surabaya dan dikenal sebagai seorang ulama besar sekaligus sebagai
cendekiawan yang cukup berwibawa di tengah – tengah pergaulannya yang sangat
luas dan beraneka ragam. Beliau termasuk tokoh Muhammadiyah yang berasal dari luar
kota Yogyakarta yang pertama kali menduduki jabatan tertinggi di dalam
Persyarikatan Muhammadiyah.
Dengan latar belakang
pendidikan yang cukup memadai, baik yang didapat dai pengalamannya di berbagai
pondok pesantren di Jawa Timur dan hasil
pendidikan akademiknya di Mesir akhirnya tumbuh menjadi seorang yang alim, yang
mendalam pengetahuannya tentang islam, berpikiran maju dan berpandangan jauh
kedepan, serta tinggi cita-citanya.
K.H. Mas Mansur tercatat mulai
aktif dalam Persyarikatan Muhammadiyah sejak tahun 1921. Karena keaktifannya
serta ditunjang dengan keluasaan ilmu yang dimilikinya, oleh Persyarikatan
beliau ditunjuk untuk mewakili Muhammadiyah bersama-sama dengan HOS.
Cokroaminoto yang mewakili Syarikat Islam untuk memenuhi undangan Raja Ibnu Su’ud
menghadiri Muktamar Islam se-Dunia yang berlangsung di kota Makkah pada tahun
1926
Sebagai wakil dari Muhammadiyah
Daerah Surabaya beliau berkesempatan mengikuti Konggres (Muktamar) Muhammadiyah
ke 16 yang berlangung pada tahun 1927 di kota Pekalongan. Di dalam Konggres
inilah Mas Mansur mengusulkan kepada sidang agar di dalam Persyarikatan
Muhammadiyah perlu segera diadakan sebuah lembaga atau majlis ulama yang tugas
utamanya khusus membahas berbagai masalah agama (bahtsu masail lid-diniyah). Di
samping itu dengan terbentuknya lembaga ini sekaligus untuk menjaga dan
memelihara kemurnian agama Islam dari berbagai macam penyimpangan. Usulan K.H.
Mas mansur ini didukung dengan beberapa argumentasi, antara lain :
a)
Dikhawatirkan akan timbulnya perpecahan di kalangan warga Muhammadiyah,
terutama ulamanya lantaran disebabkan adanya perbedaan faham dan pendapat dalam
masalah hukum agama. Akibat lebih jauh dari sebab tersebut akan timbul
perpecahan dalam tubuh organisasi Muhammadiyah.
b)
Dikhawatirkan akan timbulnya berbagai penyelewengan di kalangan warga
Muhammadiyah dari batas-batas hukum agama karena sekedar didorong untuk
mengejar kebesaran organisasi secara lahiriyah dengan melupakan inti pokok dan
jiwa ajaran islam.
Usulan Mas Mansur ternyata
mendapat tanggapan yang sangat positif sekali dikalangan Muktamirin, dan
akhirnya leembaga yang nantinya dinamakan Majelis Tarjih diterima sebgai salah
satu keputusan Muktamar.
Pribadi Mas Mansur ternyata
tidak sekedar dimanfaatkan oleh Persyarikatan Muhammadiyah semata. Umat dan
bangsa ternyata mengharapkan akan kehadiran pribadinya juga. Hal ini terlihat
dalam keterlibatan beliau di dalam melahirkan organisasi yang bersifat federasi
antar berbagai organisasi Islam yang ada pada saat itu, yang dikenal dengan
nama majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), yang lahir pada tahun 1937.
Sekalipun beliau telah sarat
dengan berbagai tugas yang diembannya, namun karena tuntutan umat , akhirnya
beliau masih juga mengemban amanat umat, dalam wujud kesediaan beliau ikut
serta memegang kendali pimpinan Partai Islam Indonesia (PII). Bersama-sama
dengan tokoh Muhammadiyah lainnya dan tokoh-tokoh dari Jong Islamieten Bond
pada tahun 1938 bersepakat mendirikan sebuah partai Islam dengan nama PII(Partai
Islam Indonesia).
dalam kongresnya yang pertama,
yang berlangsung pad tanggal 11 April 1940 di kota Yogyakarta K.H. Mas Mansyur
menyampaikan pidato yang isinya mencerminkan pandangan beliau tentang “Hubungan
antara Islam dan Politik”:
“Memang Politik dan Islam
tidak dapat dipisahkan, sebagaimana gula dan rasa manis yang tak mungkin di
pisahkan. begitu pula antara agama dan politik. hanya semenjak jatuhnya
kerajaan Islam di Andalusia, semenjak itu pula tangan islam menhjadi tidak
laras (cocok) lgi untuk memegang politik. lama kelemaan umat islam tidak
mengerti sama sekali apa arti politik itu. mereka benar, masih mengakui
Muhammad SAW. sebagai junjungannya, Al qur’an sebagai kitabnya, dan kiblatnya
tidak berubah. tapi hanya itu saja yang mereka jalani. padahal perintqh tuhan,
umat islam harus cukup mengurus segala kebutuhanhidup di dunia sampai di
akhirat nanti”. (Subagijo LN, KH. Mas mansur, pembaharu Islam di Indonesia:36).
Di kalangan Pimpinan
Muhammadiyah, Mas Mansur dikenal sebagai tokoh yang sangat tinggi ghirah
agamanya serta dikenal sebagai salah satu tokoh yang berperan serta dalam
membentuk dan mengisi jiwa gerakan Muhammadiyah
sebagai gerakan Islam, sehingga lebih berisi dan lebih mantap, seperti dengan
pengokohan kembali hidup beragama serta penegasan faham agama dalam
Muhammadiyah. (Musthafa Kamal dkk, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam ,
Persatuan,1994;41). Sebagai wujud kongrit dari upaya pengokohan kembali hidup
beragama, pada periode beliau inilah Majelis Tajrih diaktifkan kegiatannya,
sehingga pada akhirnya lahirlah sebuah rumusan Majelis Tajrih yang dikenal
dengan “Masalah Lima” atau “Masail al-Khamsah”. Adapun kelima masalah tersebut
menegaskan hakekat “Dunia, Agama, Qiyas, Sabilillah dan Ibadah”.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
sejak dari dulu mempunyai satu kegiatan pengajian rutin setiap senin malam atau
lebih terkenal dengan sebutan Pengajian Malam Selasa yang diselenggarakan di
Gedung ‘Aisyiyah Kauman. Pengajian ini dikenal luas di kalangan keluarga
Muhammadiyah . Bahakan Jendlral Sudirman ketika berada di Yokyakarta selalu
menyempatkan diri untuk menghadirinya dengan tekun. Pengajian ini juga dikenal
sebagai pengajian yang sangat disiplin sejak dahulu hingga sekarang ini, yaitu
selalu dibuka tepat jam 20.00 WIBdan harus diakhiri pada jam 22.00 WIB.
K.H. Mansur termasuk tokoh
pengisi pengajian malam selasa secara rutin. Dan hasil sekian puluh kali
pengajian yang disampaikannya akhirnya dijadikan bahan kajian Pimpinan Pusat
untuk dirumuskan untuk dapat dijadikan pegangan bagi para pimpinan Muhammadiyah
dalam menggerakkan Persyarikatan Muhammadiyah yang dikenal dengan nama “
Langkah Muhammadiyah Tahun 1938-1940”, yang berisi 12 pasal, atau lebih dikenal
dengan sebutan “ Langkah Dua Belas K.H. Mas Mansur”.
Melihat berbagai kegiatan yang dilakukan oleh K.H.
Mas Mansur, baik di dalam Persyarikatan sendiri maupun di luar, seperti
keaktifannya di dalam MIAI, GAPI,PII dan sebagainya dapat dipahami kalau masih
banyak hal yang belum terjamah. Berbagai hal yang ditangani pada periode ini
misalnya seperti Anggaran Dasar Muhammadiyah yang sampai saat ini ternyata
belum sempurna, karena di dalamnya belum termuat Mukaddimah atau preambule yang
semestinya materi tersebut harus dirumuskan terlebih dahulu, dan baru kemudian
Batang Tubuhnya (the body of constitution).
5.
Periode Ki Agus Hadikusuma (1942-1953)
Ki Agus Hadikusuma yang masa mudanya bernama
Raden Hidayat menjabat sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah dari
tahun 1942 hingga tahun 1953.
Ki Agus Hadikusuma adalah putera dari Raden
Hasyim yang tinggal di kampung Kauman, suatu kampung yang sejak lama dikenal
sebagai kampung pesantren. Keluarga Raden Hidayat termasuk keluarga yang sangat
taat beragama, serta keluarga yang berhasil mendidik putra-putrinya menjadi
seorang yang shaleh, yang berguna bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain
serta membaktikan seluruh hidupnya untuk kepentingan agama. Kelima bersaudara
dari keluarga Raden Hasyim tercatat sebagai tokoh-tokoh Muhammadiyah yang cukup
dikenal secara luas di kalangan keluarga besar Muhammadiyah. Kedua kakak Ki
Bagus adalah H.Sudjak, tokoh Muhammadiyah yang dikenal sebagai Bapak PKU
(semula singkatan dari Penolong Kesengsaraan Umum, kemudian diubah menjadi
Pembina Kesejahteraan Umat).
B. Sejarah Perumusan Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah disusun dan dirumuskan oleh Ki Bagus Hadikusuino sebagai hasil penyorotan dan pengungkapan kembali terhadap pokok-pikiran pokok-pikiran yang dijadikan dasar amal usaha dan perjuangan K.H.Ahmad Dahlandengan menggunakan wadah persyarikatan Muhammadiyah. Rumusan “Mukaddimah” diterima dan disahkan oleh Muktamar Muhammadiyah ke 31 yang dilangsungkan di kota Yogyakarta pada tahun 1950, setelah melewati penyempurnaan segi redaksional yang dilaksanakan oleh sebuah team yang dibentuk oleh sidang Tanwir. Team penyempurnaan tersebut anggota-anggotanya terdiri dari – Buya HAMKA, K.H. Farid Ma’ruf, Mr. Kasman Singodimedjo serta Zain Jambek.
Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah disusun dan dirumuskan baru pada periode Ki Bagus Hadikusumo, sebab-sebabnya antara lain:
Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah disusun dan dirumuskan oleh Ki Bagus Hadikusuino sebagai hasil penyorotan dan pengungkapan kembali terhadap pokok-pikiran pokok-pikiran yang dijadikan dasar amal usaha dan perjuangan K.H.Ahmad Dahlandengan menggunakan wadah persyarikatan Muhammadiyah. Rumusan “Mukaddimah” diterima dan disahkan oleh Muktamar Muhammadiyah ke 31 yang dilangsungkan di kota Yogyakarta pada tahun 1950, setelah melewati penyempurnaan segi redaksional yang dilaksanakan oleh sebuah team yang dibentuk oleh sidang Tanwir. Team penyempurnaan tersebut anggota-anggotanya terdiri dari – Buya HAMKA, K.H. Farid Ma’ruf, Mr. Kasman Singodimedjo serta Zain Jambek.
Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah disusun dan dirumuskan baru pada periode Ki Bagus Hadikusumo, sebab-sebabnya antara lain:
1. Belum adanya kepastian rumusan tentang cita-cita
dan dasar perjuangan Muhammadiyah
K.H. Ahmad Dahlan membangun Muhammadiyah bukannya didasarkan pada teori yang terlebih dahulu dirumuskan secara ilmiyah dan sistematis. Akan tetapi apa yang telah diresapinya dari pemahaman agama yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits beliau segera diwujudkan dalam amalan yang nyata. Oleh karena itu K.H.Ahmad Dahlan lebih tepat dikatakan sebagai seorang ulama yang praktis,bukannya ulama teoritis. Pada awal perjuangan Muhammadiyah, keadaan serupa itu tidak mengaburkan penghayatan seseorang terhadap Muhammadiyah, baik ia seorang Muhammadiyah sendiri ataupun seorang luar yang berusaha memahaminya. Akan tetapi serentak Muharrmadiyah semakin luas serta bertambah banyak anggota dan simpatisannya mengakibatkan semakin jauh mereka dari sumber gagasan. Karena itu wajar apabila terjadi kekaburan penghayatan terhadap dasar-dasar pokok yang menjadi daya pendorong K.H.Ahmad Dahlandalam menggerakkan persyarikatan Muharrmadiyah.
K.H. Ahmad Dahlan membangun Muhammadiyah bukannya didasarkan pada teori yang terlebih dahulu dirumuskan secara ilmiyah dan sistematis. Akan tetapi apa yang telah diresapinya dari pemahaman agama yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits beliau segera diwujudkan dalam amalan yang nyata. Oleh karena itu K.H.Ahmad Dahlan lebih tepat dikatakan sebagai seorang ulama yang praktis,bukannya ulama teoritis. Pada awal perjuangan Muhammadiyah, keadaan serupa itu tidak mengaburkan penghayatan seseorang terhadap Muhammadiyah, baik ia seorang Muhammadiyah sendiri ataupun seorang luar yang berusaha memahaminya. Akan tetapi serentak Muharrmadiyah semakin luas serta bertambah banyak anggota dan simpatisannya mengakibatkan semakin jauh mereka dari sumber gagasan. Karena itu wajar apabila terjadi kekaburan penghayatan terhadap dasar-dasar pokok yang menjadi daya pendorong K.H.Ahmad Dahlandalam menggerakkan persyarikatan Muharrmadiyah.
2.Kehidupan rohani keluarga Muhammadiyah menampakkan gejala menurun, akibat
terlalu berat mengejar kehidupan duniawi.
Perkembangan masyarakat terus maju, ilmu pengetahuan
dan teknologi tidak henti-hentinya menyajikan hal-hal yang membuat manusia
kager dan mence-ngangkan, membuat dunia semakin ciut dan sempit; pengaruh
budaya secara timbal-balik terjadi dengan lancarnya antara satu negara dengan
negara lainnya baik yang bersifat positif ataupun yang bersifat negatif.
Keadaan yang serpua itu tidak terkecuali mengenai masyarakat Indonesia. Tersebab
adanya perkembangan zaman serupa itu yang seluruhnya hampir dapat dinyatakan
mengarah kepada kehidupan duniawi dan sedikit sekali yang mengarah kepada
peningkatan kebahagiaan rohani, menyebabkan masyarakat Indonesia termasuk di
dalamnya keluarga Muhammadiyah terhimbau oleh gemerlapan kemewahan duniawi.
3.
Makin kuatnya berbagai pengaruh dari luar yang langsung atau tidak berhadapan dengan
faham dan keyakinan hidup Muhammadiyah.
Bersama dengan perkembangan zaman yang membawa berbagai perubahan dalam masyarakat, maka tidak ketinggalan pengaruh cara-cara berfikir, sikap hidup atau pandangan hidup masuk ke tengah-tengah masyarakat Indonesia. Selain banyak yang bermanfaat, tak sedikit yang dapat merusak keyakinan dan faham Muhammadiyah.
Bersama dengan perkembangan zaman yang membawa berbagai perubahan dalam masyarakat, maka tidak ketinggalan pengaruh cara-cara berfikir, sikap hidup atau pandangan hidup masuk ke tengah-tengah masyarakat Indonesia. Selain banyak yang bermanfaat, tak sedikit yang dapat merusak keyakinan dan faham Muhammadiyah.
4.
Dorongan disusunnya Pembukaan Undang-Undang
Dasar RI tahun 1945
Sesaat menjelang proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, tokoh-tokoh pergerakan bangsa Indonesia dihimpun oleh pemerintah Jepang dalam wadah “Badan Penyelidik” usaha persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yang tugasnya antara lain mempelajari Negara Indonesia Merdeka. Dan di antara hal yang penting adalah terumuskannya “Piagam Jakarta” yang kelak dijadikan “Pembukaan UUD 1945″ setelah diadakan beberapa perubahan dan penyempurnaan di dalamnya. Pada saat merumuskan materi tersebut, para pimpinan pergerakan bangsa Indonesia benar-benar memusyawarahkan secara matang dengan disertai debat yang seru antara satu dengan yang lain, yang ditempuh demi mencari kebenaran. Pengalaman ini dialami sendiri oleh Ki Bagus Hadikusumo yang kebetulan terlibat di dalamnya karena termasuk sebagai anggota BPUPKI. Beliau merasakan betapa pentingnya rumusan Piagam Jakarta, sebab piagam ini akan memberikan gambaran kepada dunia luar atau kepada siapapun tentang cita-cita dasar, pandangan hidup serta tujuan luhur bangsa Indonesia bernegara.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada saat periode Ki Bagus Hadikusumo, adanya “Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah” benar-benar sudah sangat diperlukan karena adanya beberapa alasan dan kenyataan tersebut.
Sesaat menjelang proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, tokoh-tokoh pergerakan bangsa Indonesia dihimpun oleh pemerintah Jepang dalam wadah “Badan Penyelidik” usaha persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yang tugasnya antara lain mempelajari Negara Indonesia Merdeka. Dan di antara hal yang penting adalah terumuskannya “Piagam Jakarta” yang kelak dijadikan “Pembukaan UUD 1945″ setelah diadakan beberapa perubahan dan penyempurnaan di dalamnya. Pada saat merumuskan materi tersebut, para pimpinan pergerakan bangsa Indonesia benar-benar memusyawarahkan secara matang dengan disertai debat yang seru antara satu dengan yang lain, yang ditempuh demi mencari kebenaran. Pengalaman ini dialami sendiri oleh Ki Bagus Hadikusumo yang kebetulan terlibat di dalamnya karena termasuk sebagai anggota BPUPKI. Beliau merasakan betapa pentingnya rumusan Piagam Jakarta, sebab piagam ini akan memberikan gambaran kepada dunia luar atau kepada siapapun tentang cita-cita dasar, pandangan hidup serta tujuan luhur bangsa Indonesia bernegara.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada saat periode Ki Bagus Hadikusumo, adanya “Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah” benar-benar sudah sangat diperlukan karena adanya beberapa alasan dan kenyataan tersebut.
C.
Hakekat dan Fungsi Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah.
a)
Hakekat Mukaddimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah
Mukaddimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah pada hakekatnya merupakan suatu kesimpulan dari perintah dan
ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang pengabdian manusia kepada Allah SWT.,
amal dan perjuangan bagi setiap muslim yang sadar akan kedudukannya selaku hamba
dan khalifah dimuka bumi.
b)
Fungsi Mukaddimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah
Bagi persyarikatan Muhammadiyah, Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah berfungsi sebagai . “Jiwa,nafas dan semangat pengabdian serta perjuangan persyarikatan Muhammadiyah”.
Bagi persyarikatan Muhammadiyah, Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah berfungsi sebagai . “Jiwa,nafas dan semangat pengabdian serta perjuangan persyarikatan Muhammadiyah”.
D.
Matan :” Mukaddimah Anggaran
Dasar Muhammadiyah”
“Dengan nama
Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang. Segala puji bagi Allah yang mengasuh
semua alam; yang Maha Pemurah dan Penyayang; yang memegang pengadilan pada hari
kemudian; Hanya kepada Kau hamba menyembah dan hanya kepada Kau hamba mohon
pertolongan; Berilah petunjuk kepada hamba jalan yang lapang; Jalan orang-orang
yang telah Kau beri kenikmatan, yang tidak dimurkai dan tidak tersesat lagi”.
(Q.S. Al-Fatihah).
“Saya ridha,
bertuhan kepada Allah, beragama kepada Islam dan bernabi kepada MuhammadRasulullah
Shallal ahu ‘alaihi wasallam”.
Amma ba’du,
Bahwa sesungguhnya ke-Tuhanan itu adalah hak Allah semata-mata. Bertuhan dan
beribadah serta tunduk dan ta’at kepada Allah adalah satu-satunya ketentuan
yang wajib atas tiap-tiap makhluk, terutama manusia.
Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah (hukum qudrat-iradat) Allah atas kehidupan manusia.
Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah (hukum qudrat-iradat) Allah atas kehidupan manusia.
Masyarakat yang
sejahtera, aman, damai, makmur dan bahagia hanyalah dapat diujudkan di atas
dasar keadilan, kejujuran, persaudaraan dan gotong-royong bertolong-tolongan
dengan bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari pada pengaruh
syaitan dan hawa nafau. Agama Allah yang dibawa dan diajarkan oleh sekalian
Nabi yang bijaksana dan berjiwa suci, adalah satu-satunya pokok hukum dalam
masyarakat yang utama dan sebaik-baiknya.
Menjunjung
tinggi hukum Allah lebih dari pada hukum yang manapun juga, adalah kawajiban
mutlak bagi tiap-tiap orang yang mengaku ber-Tuhan kepada Allah.
Agama Islam
adalah agama Allah yang dibawa oleh sekalian Nabi, sejak Nabi Adam sampai Nabi
Muhammad SAW.. dan diajarkan kepada unmatnya masing-masing untuk mendapatkan
hidup bahagia dunia dan akhirat.
Syahdan, untuk menciptakan masyarakat yang baha¬gia dan sentosa sebagai
yang tersebut di atas itu, tiap-tiap orang, terutama ummat Islam, ummat yang
percaya akan Allah dan Hari Kemudian, wajiblah mengikuti jejak sekalian Nabi
yang suci itu; beribadah kepada Allah dan berusaha segiat-giatnya mengumpulkan
segala kekuatan dan mempergunakannya untuk menjelmakan masyarakat itu di dunia
ini, dengan niat yang kurni-tulus dan ikhlas karena Allah semata-mata dan hanya
mengharapkan karunia Allah dan ridla-Nya belaka serta mempunyai rasa
tanggung-jawab di hadirat Allah atas segala perbuatannya; lagi pula harus sabar
dan tawakkal bertabah hati menghadapi segala kesukaran atau kesulitan yang
menimpa dirinya, atau rintangan yang menghalangi pekerjaannya dengan penuh
pengharapan akan perlindungan dan pertolongan Allah Yang Maha Kuasa.
Untuk melaksanakan
terwujudnya masyarakat yang demikian itu, maka dengan berkat dan rahmat Allah
dan didirong oleh firman Allah dalam al-Qur’an :
“Adakanlah dari kamu sekalian golongan
yang mengajak kepada ke-Islaman, menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari
pada keburukan. Mereka itulah-golongan yang beruntung berbahagia”. (Q.S Ali
‘Imran ayat 104)
Pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330
Hijriyah atau 18 Nopember 1912 Miladiyah oleh Almarhum K.H.A. Dahlan
didirikanlah suatu Persyarikatan sebagai “GERAKAN ISLAM’ dengan nama “MUHAMMADIYAH”
yang disusun dengan majlis-majlis (Bagian-bahgian)¬nya, mengikuti peredaran
zaman serta berdasarkan “syura” yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan atau Muktamar.
Kesemuanya itu perlu untuk
menunaikan kewa,jiban mengamalkan perintah-perintah Allah dan mengikuti Sunnah
Rasul-Nya, Nabi Muhamnad SAW., guna mendapatkan karunia dan ridla-Nya, di dunia
dan akhirat, dan untuk mencapai masyarakat yang sentosa dan bahagia, disertai
nikmat dan rahmat Allah yang melimpah-limpah, sehingga merupakan :
“Suatu negara yang indah, bersih,
suci dan makmur di bawah perlindungan Tuhan Yang Maha Pengampun”.
Maka degan Muhammadiyah ini
mudah-mudahan umnat Islam dapatlah diantarkan ke pintu gerbang Syurga “Jannatun
Na’imi’ dengan keridlaan Allah Yang Rahman dan Rahim.
E.
Tafsir Mukaddimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah
Sebelum
memasuki keterangan secara terperinci, terlebih dahulu perlu diketahui bahwa
apabila Mukaddimah tersebut di atas disimpulkan, maka akan didapatkan tujuh
pokok pikiran, yaitu :
(1) hidup manusia harus
mentauhidkan Allah; ber-Tuhan, beribadah serta tunduk dan taat hanya kepada
Allah.
(2) Hidup manusia adalah
bermasyarakat.
(3) Hanya hukum Allah
satu-satunya hukum Yang dapat dijadikan sendi pembentuk pribadi utama, dan
mengatur tertib hidup bersama menuju kehidupan berbahagia-sejahtera yang hakiki
dunia dan akhirat.
(4) Berjuang menegakkan dan
menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya adalah wajib sebagai ibadah kepada Allah dan berbuat ihsan kepada
sesama manusia.
(5)Perjuangan menegakkan dan
menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya hanya akan berhasil bila mengikuti jejak perjuangan Nabi
Muhammad SAW..
(6) Perjuangan mewujudkan maksud
dan tujuan di atas hanya dapat dicapai apabila dilaksanakan dengan cara
berorganisasi.
(7) seluruh perjuangan memadu ke
satu titik tujuan Muhammadiyah, yakni “Terwujudnya masyarakat Utama, adil dan makmur
yang diridlai Allah Subhanahu wata’ala”.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Perumusan Mukaddimah baru dapat
terlaksana setelah melewati empat periode kepemimpinan dalam Persyarikatan
Muhammadiyah, yaitu periode kepemimpinan K.H. Ahmad Dahlan, K.H. Ibrahim, K.H.
Ahmad Hisyam , dan K.H. Mas Mansyur.
Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah disusun dan dirumuskan oleh Ki Bagus
Hadikusuino sebagai hasil penyorotan dan pengungkapan kembali terhadap
pokok-pikiran pokok-pikiran yang dijadikan dasar amal usaha dan perjuangan
K.H.Ahmad Dahlandengan menggunakan wadah persyarikatan Muhammadiyah. Rumusan
“Mukaddimah” diterima dan disahkan oleh Muktamar Muhammadiyah ke 31 yang
dilangsungkan di kota Yogyakarta pada tahun 1950, setelah melewati
penyempurnaan segi redaksional yang dilaksanakan oleh sebuah team yang dibentuk
oleh sidang Tanwir.
Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah disusun dan dirumuskan baru pada
periode Ki Bagus Hadikusumo, sebab-sebabnya antara lain:
1.
Belum adanya kepastian rumusan
tentang cita-cita dan dasar perjuangan Muhammadiyah.
2.
Kehidupan rohani keluarga
Muhammadiyah menampakkan gejala menurun, akibat terlalu berat mengejar
kehidupan duniawi.
3.
Makin kuatnya berbagai pengaruh
dari luar yang langsung atau tidak berhadapan dengan faham dan keyakinan hidup
Muhammadiyah.
4.
Dorongan disusunnya Pembukaan
Undang-Undang Dasar RI tahun 1945
Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah pada
hakekatnya merupakan suatu kesimpulan dari perintah dan ajaran Al-Qur’an dan
As-Sunnah tentang pengabdian manusia kepada Allah SWT., amal dan perjuangan
bagi setiap muslim yang sadar akan kedudukannya selaku hamba dan khalifah
dimuka bumi.
Bagi persyarikatan Muhammadiyah, Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah berfungsi sebagai . “Jiwa, nafas dan semangat pengabdian serta perjuangan persyarikatan Muhammadiyah”.
Bagi persyarikatan Muhammadiyah, Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah berfungsi sebagai . “Jiwa, nafas dan semangat pengabdian serta perjuangan persyarikatan Muhammadiyah”.
B.
Saran
Dalam penyusunan makalah ini
penyusun telah mencurahkan segala tenaga dan pikiran, namun kami telah
menyadari sepenuhnya apabila makalah ini masih jauh dari sempurna. Olehkarenaitu,
dengankerendahhatian kami mengharapkankritikdan saran yang
bersifatmembangundaripembaca demi kesempurnaanmakalahini.
DAFTAR PUSTAKA
K.H.Sahlan
Rosidi.1982. Kemuhammadiyahan Untuk Perguruan Tinggi. Mutiara:Solo.
Mustafa Kemal Pasha dan A. Adaby
Darban, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, Yogyakarta: Citra Kasa
Mandiri, 2005.
Mh. Djaldan
Badawi, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga Muhammadiyah 1912-1985, Yogyakarta: Sekertatiat P.P. Muhammadiyah,
1998.
Manhaj Gerakan Muhammadiyah, Idiologi, Khittah dan
Langkah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah dan Majelis Pendidikan Kader P.P
Muhammadiyah, 2010.
Post a Comment for "MAKALAH MUKADDIMAH ANGGARAN DASAR MUHAMMADIYAH"