METODE IJTIHAD DALAM MANHAJ TARJIH MUHAMMADIYAH
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Majelis
Tarjih dalam beristidlal dasar utamanya ialah al-Quran dan as-Sunnah. Ijtihad
dan Istinbath atas dasar illah terhadap hal-hal yang tidak terdapat di dalam
nash dapat dilakukan pula sepanjang tidak menyangkut bidang ta’abuddi,
dan merupakan hal yang sangat dihajatkan dalam memenuhi kebutuhan hidup
manusia. Dengan kata lain majelis tarjih, menerima ijtihad termasuk qiyas
sebagai cara dalam menetapkan hokum yang tidak ada nashnya secara langsung.
Tidak
mengikatkan diri kepada suatu manzhab, tetapi pendapat-pendapat imam-imam
mazhab dapat menjadi pertimbangan. Dalam menetapkan hokum, sepanjang sesuai
dengan jiwa al-Quran dan as-Sunnah atau dipandang lain yang dipandang kuat.
Dalam
memutuskan sesuatu keputusan dilakukan dengan cara musyawarah.dalam menetapkan
masalah ijtihad digunakan system ijtihad ijma’iy. Dengan demikian,
pendapat perorangan dari anggota majelis tidak dapat dipandang sebagai pendapat
majelis
Majelis
Tarjih berperinsip terbuka dan toleren, dan tidak beranggapan bahwa hanya
keputusan Majelis Tarjih yang paling benar.Keputusan diambil atas dasar
landasan dalil-dalil yang dipandang paling kuat yang didapat ketika keputusan
diambil. Dan koreksi dari siapapun akan diterima, sepanjang diberikan
dalil-dalil yang kuat. Dengan demikian Majelis Tarjih dimungkinkan merubah
keputusan yang pernah ditetapkan. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai
metode-metide ijtihad yang dilakukan dalam Manhaj Tarjih Muhammadiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
- Ijtihad
Secara etimologi, ijtihad berasal
dari kata ja-ha-da yang berarti mencurahkan segala kemampuan atau
menanggung beban kesulitan. Sedangkan menurut ahli ushul fiqih, ijtihadmenurut terminologi berarti mencurahkan segala kesanggupan
mujtahid dalam mendapatkan hukum syara’amali yang tidak terdapat dalam al-Quran maupun as-sunnah dengan satu
metode. Pengertian demikian didasarkan pada kenyataan yang dihadapi kaum
muslimin sejak masa Nabi.Di masa Nabi, orang mengharapkan informasi ketentuan agama dari wahyu, baik dari
al-Qur’an maupun al-Sunnah, dengan bermula mereka bertanya kepada Nabi.
Dan Nabi menjawab dengan dasar al-Qur’an maupun al-Sunnahnya. Jika tidak, maka
al-Qur’an memberikan arahan agar kaum muslimin melakukan istinbath yakni
memahami penjelasan dari Rasul dan Uli ‘I-Amrii (al-Nisa:83)
Sabda nabi
mengenai ijtihad ini bertalian dengan hukum. Seperti hadits yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang artinya :”Apabila hakim menetapkan
hukum dan berijtihadnya, ia mendapatkan dua pahala. Dan apabila hakim
menghukumi dengan melakukan ijtihad, dan ijtihad itu salah, maka ia mendapatkan
satu pahala.”(HR. Bukhari Muslim)
- Metode Ijtihad Dalam Manhaj Tarjih Muhammdiyah
Metode yang digunakan oleh Majlis
Tarjih Muhammadiyah dalam melakukan ijtihad adalah sebagai berikut :
- Ijtihad Bayani
Ijtihad
Bayani adalah usaha yang dilakukan mujtahid dalam mendapatkan hukum dari nash-zhanni
dengan menginterpretasikan nash-nash al-Qur’an dan al-hadits, agar nashitu
menjadi lebih jelas dipahami maknanya.
Dalam aliran
Hanafiah, Bayani(penjelasan) dibedakan dalam lima macam, yaitu :
a) Bayan Taqrir
Bayan Taqrir adalah
penjelasan dalam rangka mengungkapkan suatu
makna dengan dasar-dasar lain yang memberikan tambah jelasnya yang dimaksud,
baik makna kata-kata maupun ungkapan dalam nash atau dalil. Contohnya kata-kata
dalam surat Shad ayat 73:Yang artinya:”lalu
seluruh malaikat itu bersujud semuanya”
Kata
“malaikat”mengandung kata umum “seluruh malaikat” yaitu ditegaskan dengan “kulluhum
ajma’in” (seluruhnya).
b)
Bayan Tafsir
Bayan Tafsir
adalah penjelasan suatu lafazh atau kata-kata, sehingga nash tersebut
menjadi lebih jelas yang dimaksud. Seperti menafsirkan kata-kata yang mujmal
menjadi mufshal, kata-kata khafi yang tersembunyi makna dan
maksudnya, sehingga menjadi jelas yang dimaksud.Termasuk juga lafazh-lafazh musykil, yaitu lafazh
yang sulit diartikan menjadi lafazh yang dapat dicari makna yang dimaksud.
Termasuk pula dalam bayan tafsir ini adalah mencari penjelasan lafazh
yang mengandung makna ganda (musytarak), sehingga dapat ditentukan makna
yang dapat diambil untuk menentukan hukum suatu nash. Bayan Tafsir juga
dapat dilakukan pada kata-kata yang termasuk kualifikasi dallat-u
‘l-iqtidla’
Penjelasan tafsir
disini adalah mencari secara detail terhadap makna yang dimaksud dengan
lafazh-lafazh tersebut. Seperti firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 43.
Kata-kata dalam ayat itu mujmal, perlu penjelasan. Maka sabda Nabi SAW:
“Shalatlah
engkau sekalian, seperti engkau melihat aku shalat”
Maka
kata-kata itu dapat menjadi jelas makna yang dimaksud.
c)
Bayan Taghyir
Bayan
Taghyir adalah keterangan-keterangan yang mengubah makna yang zhahir menjadi makna yang dituju, seperti kata-kata
yang mengandung pengecualian atau istisna’.Dalam hal ini, usaha yang
dilakukan adalah mencari mukhashshish dari makna umum tadi.Sebagaimana
yang kita ketahui, bahwa dalam thuruq-u ‘l-istinbath adanya takhsis
itu berupa kata-kata dan bukan kata-kata.
ØBi ‘il-Kalam (berupa
kata-kata)
Yang berupa
kata-kata itu bisa berupa kata-kata yang berdiri sendiri dan bersambung, yang
disebut mustaqil dan muttashil dan juga ghairu muttashil.
Artinya, kata-kata yang tidak berdiri sendiri dan bersambung, seperti:
1)
Istitsna’, contohnya
ayat 106 surat al-Nahl, bahwa orang kafir akan mendapatkan murka Allah, kecuali
kekafirannya itu dipaksa. Sedangkan batinnya tetap beriman.
2)
Badal ba’ad min al-kull,
contohnya ayat 97 surat Ali Imran, bahwa Allah mewajibkan setiap orang untuk
menunaikan ibadah haji, hanya saja maksudnya orang yang mempunyai kemampuan.
3)
Sifat,
contohnya ayat 25 surat al-Nisa, mengandung kebolehan mengawini budak wanita yang
beriman, bukan semua budak beriman.
4)
Kata-kata
syarat, contohnya ayat 228 surat al-Baqarah, hahwa suami yang telah
mencerainya, dimasa iddah lebih berhak merujuk istrinya, bila memang maksud
baik.
5)
Ghayah,
contohnya ayat 15 surat al-Isra bahwa Allah akan meyiksa kaum yang berbuat
bertentangan dengan agama, sampai mereka (ummat/kaum) itu telah dapat dakwah
ajakan Rasul.
Dapat pula
berupa kata-kata yang mustaqil munfashil. Dalam hal seperti ini, perlu ijtihad
dengan bayan taghyir, seperti dalam surat al-Nur ayat 4, bahwa orang
yang menuduh orang lain tanpa bukti dicambuk 80 kali. Dalam ayat 6-9, suami
istri yang dituduh menuduh berzina dapat diselesaikan tanpa cambuk dengan
sistem hukum “li’an”
ØGhairu Kalam (tidak
berupa kata-kata)
Ghairu kalam
takhsis kata-kata umum yang tidak berupa kata-kata.Itu bisa berupa logika yang
logis, bisa berupa adat kebiasaan.
Pada bayan
taghyir ini juga bisa berupa penjelasan tentang kata-kata yang mutlaq menjadi muqayyad.Dalam
hal ini usaha mencari muqayyid dari lafazh mutlag, sehingga menjadi
jelas yang dimaksud. Seperti dalam ayat 2 surat al-Maidah, bahwa allah
mengharamkan darah dan dalam ayat 145 surat al-an’am, Allah menyebutkanyang di
haramkan itu darah yang mengalir (dam masfuhan), yang disebut lafazh
muqayyad. Mencari keterangan apakah satu lafazh iyu muqayyad atau
tidak, termasuk ijtihad bayani dengan bayan taghyir
Dari segi
mencari hukum yang lebih mashlahah untuk dilakukan, makna bayan
taghyir, atau dengan menerapakan prinsip sadd-u ‘l-dzari’ah.
d)
Bayan Tabdil
Bayan Tabdil
adalah usaha mencari penjelasan dengan jalan nasakh.Maksudnya,
mencari apakah ada nasikh-mansukh dalam hukum masalah yang dicari oleh
seoranh mujtahid. Masalah nasikh-mansukh itu, terutama diperlukan dalam
dalil sunnah, karena dalam al-Qur’an akhir-akhir ini berkembang lagi pendapat
yang menanggap tidak adanya nasikh-mansukh itu adalah pada ayat-ayat
yang terdapat pada kitab-kitab sebelum al-Qur’an. Nasikh-mansukh dalam
al-Qur’an bukanlah menghapus ayat terhadap ayat lain, tetapi mentakhsisikan
ayat yang bermaksud umum oleh ayat-ayat yang khusus. Yang jelas, ada nasikh
mansukh pada sunnah/al-Hadits. Seperti contoh nabi SAW dahulu melarang
ziarah kubur, yang kemudian membolehkannya, yang terkenal dalam sabdanya yang
berbunyi:”Dahulu saya melarang engkau sekalian untuk ziarah kubur, berziarah
kuburlah kamu sekarang” (HR. Ibnu Majah)
e)
Bayan Dlarurah
Bayan
Dlarurah adalah keterangan yang tidak disebutkan, tetapi tidak boleh tidak harus
diungkapkan.Bayan ini tidak berupa kata-kata, tetapi sesuatu yang
didiamkan. Bayan Dlarurah itu ada 4 macam yaitu:
Sesuatu yang
didiamkan tetapi sebetulnya harus diucapkan. Seperti firman Allah dalam surat
an-Nisa ayat 11:
Artinya :”Dan
untuk dua orang ibu-bapak bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang
ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak, jika yang meninggal tidak
mempunyai dan dia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat
sepertiga”
Dalam ayat
itu tidak disebutkan ketentuan sisa yang diambil dari sepertiga untuk
ibunya. Padahal dalam ayat tersebut disebutkan pewarisnya adlah ayah dan
ibunya.Tidak menyebutkan yang mendapat sisa bagian sesudah diiambil ibu
sepertiga mengandung pengertian bahwa disebutkannya bagian ayah adalah sisa
warisan setelah diambil sepertiga oleh ibu, maka sisanya yaitu dua pertiga
menjadi bagian ayah.Petunjuk keterangan diamnya seseorang yang berfungsi memberi penjelasan/keterangan menunjukan keizinan,
seperti diamnya Nabi SAW waaktu menyaksikan perbuatan sahabat.Hal itu mengandung
keterangan keizinan Nabi terhadap perbuatan tersebut.Seperti penjelasan Nabi
SAW tentang diamnya seseorang anak gadis ketika ditanya oleh orangtuanya untuk
dinikahkan, diamnya anak itu dianggap setuju.
Penjelasan
tentang diamnya seseorang dianggap untuk menghindari adanya tipuan.Seperti
diamnya wali atau pengampu atas anak yang diampunya melakukan akad jual beli.
Untuk menghindari kerugian bagi orang lain, didasarkan sabda Nabi SAW.
Keterangan
sesuatu yang didiamkan atau tidak disebutkan, tetapi mengandung sesuatu
penjelasan yang disebutkan kebiasaan orang arab menghitungnya.
2. Ijtihad
Qiyasi
Ijtihad ini
dilakukan untuk mendapatkan hukum suatu masalah yang tidak ada nashnya secara langsung, seperti menghisap ganja. Tetapi
ada nash al-Qur’an maupun al-sunnah yang menunjukan keharaman zat sejenis,
seperti keharaman khamr.
Dengan
mendasarkan masalah yang akan dicari hukumnya,menghisap ganja itu, tidak didapati pada al-Qur’an maupun al-Sunnah, yang
ada kesaaman adalah larangan al-Qur’an tentang khamr. Menyamakan hukum
keharaman ganja dengan hukum keharaman khamr, menurut ahli ushul disebut
menetapkan hukum berdasarkan qiyas (anologi, menurut ilmu logika/mantiq). Menafsirkan ayat al-Qur’an dengan metode ini dapat saja dilakukan
dengan namaIjtihad Qiyasi
3. Ijtihad
Istishlahi
Ijtihad
dalam usaha mendapatkan hukum yang tidak ada nash langsung yang mengandung hukum masalah yang dicari, dengan mendasarkan
masalah yang akan dicapai, yang disebut ijtihad istishlahi disini dapat
ditempuh dengan beberapa metode yaitu:
Yaitu Mengecualikan dari qiyas
yang berdasar illah jail menggunakan qiyas khafi.Mengecualikan dari nash umum yang melarang
dengan membolehkannya karena adanya kemaslahatan yang akan dicapai atas dasar darurat maupun menghindari
kesempitan.
b)
Metode Sadd-u
‘l-dzari’ah
Yaitu
kebalikan dari ihtisan.dalam nash membolehkan sesuatu itu. Tetapi
kalau dibolehkan itu dibuka sama sekali dalam kondisi tertentu akan membawa mafsadah
(kerusakan) maka patut dilarang, dengan dasar sad-u ‘l-dzari’ah.Artinya
menutup sesuatu (yang dibolehkan) yang dapat menuju kerusakan.
c)
Metode Istislah
Yakni
mencari ketentuan suatu masalah yang tidak ada ketentuan hukumnya berdasarkan
nash, baik yang melarang atau memerintah (menyuruh), dengan dasar kemaslahatan
yang akan dicapai. Kemaslahatan yang ingin dicari itu disebut mashlahah
mursalah.Ijtihad dalam halini adalah melakukan penelitian sejauh mana maslahah
yang akan dicapai dan mafsadah yang akan terdapat, apabila ada juga penelitian
terhadap nash, baik al-Qur’an maupun al-Sunnah, yang menyebutkan untuk dicapai
suatu mashlahah atau mafsadat yang harus dihindari.
Menetapakan
hukum sesuatu, didasarkan pada kebiasaan (‘urf) yang telah ada, berlaku
mendatangkan manfaat dan tidak dilarang oleh nash serta tidak mendatangkan
mafsadah yang lebih besar
Ijtihad dalam
menafsirkan ayat kauniyah. Ijtihad ini menafsirkan ayat yang mengandung
ketentuan sunnatullah, yang berupa gejala alam yang disebut kauniyah ini dapat
dilakukan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Seperti
dalam memahami ayat 12 Saba’, yang menyebutkan bahwa Nabi Sulaiman as diberi
kemampuan (oleh Allah) mengendalikan angin.Itu merupakan mukjizat yang
diberikan Allah kepada nabi Sulaiman as. Kita bukan berfikir, bagaimana cara
untuk mendapatkan kemampuan mengendalikan angin yang bersifat mukjizat itu.
Tetapi hendaknya kita berfikir dan meneliti, apakah angin itu?Bagaimana dapat
terjadinya angin?Apa yang dapat diketahui tentang sebab musabab terjadinya
angin? Apa mudlarat dan manfaat yang ditimbulkan oleh adanya angin?
Dengan
melihat pada ayat-ayat yang menyebutkan tentang pada surat ar-Rum aytat 48,
bahwa hakikat terjadinya angin adlah kehendak Allah, yang fenomenanya angin itu
menyebabkan awan yang merata sesuai dengan kehendakNya dan membawa hujan, yang
hujan itu dapat menyuburkan tanah/bumi, yang dapat dimanfaatkan oleh manusia.
Dalam ayat
selanjutnya, Allah memerintahkan kita agar berfikir tentang rahmat Allah yang
ditimbulkan oleh angin yang meratakan awan, meratakan/menurunkan hujan dan
menyuburkan tanah. Sebaliknya angin juga dapat membuat bencana fenomena lain,
angin dapaat menjadi perkawinan bunga, sehingga menjadi buah, seperti tersebut
dalam surat al-Hijr ayat 22
Memahami
ayat-ayat tersebut tidaklah berarti kita berfikir secara tekstual, bahwa untuk
mengkawinkan bunga-bunga agar menghasilkan buah hanya yang ditimbulkan oleh
angin belaka, tetapi juga menggunakan nalar berdasarkan tajribiyah
(percobaan-percobaan), sebagaimana yang disabdakan Nabi Muhammad SAW tatkala
menjumpai orang-orang Madinah melakukan memindahkan sari bunga, dengan cara
yang telah dilakukan sejak lama dan berhasil yang kemudian Nabi pun menyerahkan
kepada ummat dan sekaligus membolehkan cara-cara tersebut (cara-cara itu merupakan
embrio teknologi tepat guna dalam Islam), dengan sabdanya:”Kamu lebih
mengetahui urusan-urusan dunia mu”
BAB
III
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pada bab ii maka
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1.
Secara bahasa, ijtihad
berasal dari kata ja-ha-da yang artinya mencurahkan segala kemampuan
atau menanggung beban kesulitan, sedangkan secara istilah ijtihad
berarti mencurahkan segala kesanggupan mujtahid dalam mendapatkan hukum syara’amali
yang tidak terdapat dalam al-Quran
maupun as-sunnah dengan satu metode.
2.
Metode ijtihad dalam Manhaj Tarjih
Muhammadiyah dapat dirumuskan ke dalam 3 bentuk yaitu:
a.
Ijtihad Bayani, adalah usaha
yang dilakukan mujtahid dalam mendapatkan hukum dari nash-zhanni dengan
menginterpretasikan nash-nash al-Qur’an dan al-hadits, agar nash itu
menjadi lebih jelas dipahami maknanya. Terdapat lima bayan yaitu:
·
BayanTaqrir
·
Bayan Tafsir
·
Bayan Taghyir
·
Bayan Tabdil
·
Bayan Dlarurah
b.
Ijtihad Qiyasi, adalah ijtihad yang dilakukan untuk mendapatkan hukum suatu masalah yang tidak ada nashnya secara langsung.
c.
Ijtihad Istishlahi, adalah ijtihad dalam
usaha mendapatkan hukum yang tidak ada nash langsung yang mengandung hukum masalah yang dicari, dengan mendasarkan
masalah yang akan dicapai, yang disebut ijtihad istishlahi disini dapat
ditempuh dengan beberapa metode yaitu:
·
Metode Istihsan
·
Metode Sadd-u ‘l-dzari’ah
· Metode Istishlah
DAFTAR
PUSTAKA
Asjmuni, Abdurrahman. 2004. Manhaj
Tarjih Muhammadiyah. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Post a Comment for "METODE IJTIHAD DALAM MANHAJ TARJIH MUHAMMADIYAH"