Makalah KEYAKINAN DAN CITA-CITA HIDUP MUHAMMADIYAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Matan
keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah diputuskan oleh Tanwir Muhammadiyah
tahun 1969 di Ponorogo,
1. Muhammadiyah
adalah Gerakan berazas Islam, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya,
2. Muhammadiyah
berkeyakinan bahwa Islam adalah agama Allah yang di wahyukan kepada rasulnya
sejak nabi Adam, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada nabi penutup
Muhammad SAW.
3. Muhammadiyah
dalam mengamalkan islam berdasarkan: Al Qur’an dan Sunah Rasul
4. Muhammadiyah
bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran islam yang meliputi Akidah, Akhlak, Ibadah dan Muamalah Duniawiyah
5. Muhammadiyah
mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia untuk berusaha bersama-sama
menjadikan suatu Negara yang adil, makmur dan di ridhoi Allah swt. Baldatun thayyibatun wa
rabbun ghafur
B.
Tujuan
Penulisan Makalah
1.
Untuk memenuhi tugas individu pada Mata
Kuliah Al Islam dan Kemuhammadiyahan.
2.
Mengetahui pengertian dari Matan
keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah.
3.
Mengetahui Sistematika
dan Pedoman Untuk Memahami Rumusan Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup
Muhammadiyah.
|
BAB II
RUMUSAN
MASALAH
Adapun
rumusan masalah dari makalah ini di antaranya:
- Apa latar belakang dirumuskannya Keyakinan dan Cita-cita Muhammadiyah
- Apakah pengertian
dari Matan keyakinan dan cita-cita hidup
Muhammadiyah ?
- Bagaimanakah Sistematika dan
Pedoman Untuk Memahami Rumusan Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup
Muhammadiyah ?
|
|||
BAB III
PEMBAHASAN
MASALAH
A.
Keyakinan
dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (KCHM)
1. Latar Belakang di
rumuskannya KCHM
Matan keyakinan dan cita-cita hidup
Muhammadiyah diputuskan oleh Tanwir Muhammadiyah tahun 1969 di Ponorogo, dalam
rangka melaksanakan amanat Muktamar Muhammadiyah ke 37 tahun 1968 di
Yogyakarta. Kemudian oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, matan ini diubah dan disempurnakan
khususnya pada segi peristilahannya berdasarkan Amanat dan Kuasa Tanwir
Muhammadiyah Tahun 1970.
Muktamar Muhammadiyah ke 37 tahun 1968
berlangsung di Yogyakarta dengan bertemakan “Tajdid Muhammadiyah” atau
Pembaharuan Muhammadiyah. Adapun yang di maksud dengan tajdid Muhammadiyah
adalah mengadakan pembaharuan dalam berbagai bidang meliputi: Ideology atau keyakinan
dan cita-cita hidup, Khittah
Perjuangan, Gerak
dan Amal Usaha, Organisasi dan Sasaran.
Pada akhir periode “Nasakom” atau
periode “Demokrasi Terpimpin” (5 Juli 1959-11 Maret 1966) bangsa Indonesia pada
umumnya, termasuk juga Persyarikatan Muhammadiyah menghadapi persoalan politik
yang sangat dilematik. Pada periode ini kehidupan politik Negara ditandai
dengan menyoloknya dominasi PKI dalam seluruh aspek kehidupan bernegara.
|
Di awal periode Nasakom PKI dengan
sukses dapat menghancurkan kekuatan partai Politik lawan tangguhnya, yaitu
partai Masyumi dan partai Sosialis Indonesia (PSI). Dengan menggunakan tangan
presiden, kedua partai ini
dipaksa harus membubarkan diri karena
dituduh terlibat baik secara langsung atau tidak langsung dalam pemberontakan
PRRI di Sumatra Barat. Dengan telah bubarnya kedua partai ini PKI merasa lebih
leluasa lagi dalam melakukan kiprah politiknya, karena tidak ada lagi kekuatan
politik yang akan menghadangnya.
Manuver demi manuver politik PKI dikembangkan secara sistematik. Pada penggal
kedua periode Nasakom PKI membagi kekuatan social politik di Indonesia menjadi
dua kelompok, yaitu kekuatan progresif revolusioner, kekuatan yang mendukung
pemerintah dan menyetujui terhadap seluruh kebijakan politik Negara seperti
setuju bahwa revolusi Indonesia belum selesai, mendukung sistem demokrasi
terpimpin, ekonomi terpimpin, mendukung poros Jakarta-Pnom Pen- Beijing dan
sebagainya.
Untuk menggalang seluruh kekuatan
progresif revolusioner ini pemerintahan Nasakom atas ide dan usul PKI juga
membentuk lembaga politik semiformal yang dikenal dengan nama “Front Nasional”,
suatu lembaga semacam mesin politik orde Nasakom yang kegiatannya hanya
terbatas memberi dukungan politik terhadap semua kebijakan pemerintah. Sedang
terhadap semua kekuatan yang tidak menyetujui terhadap berbagai kebijakan politik
Negara seperti di atas,
yang ditengarai dengan tidak bersedianya mereka masuk ke dalam Front Nasional,
mereka dikelompokkan ke dalam barisan kontra Revolusi atau lebih terkenal
dengan singkatan Barisan Kontrev. Terhadap kelompok ini bagi PKI tidak ada
sikap lain kecuali harus diganyang dan dihancurkan dengan berbagai cara.
“Roda-roda Revolusi”akan menggilas seluruh barisan kontrev, itulah semboyan
yang selalu didengungkan oleh PKI yang berlindung di balik lembaga “Front
Nasional”.
Menghadapi pilihan masuk atau tidak
masuk dalam lembaga situasi seperti ini, bagi Muhammadiyah benar-benar di
rasakan sebagai suatu persoalan yang sangat dilematis. Kalau Muhammadiyah
memiliki opsi pertama, yaitu masuk kedalam front nasional, Muhammadiyah akan
selamat dari berbagai macam rongrongan dan fitnah, namun jelas sekali bahwa
front nasional adalah merupakan lembaga politik, suatu lembaga yang teori
perjuangannya bertolak belakang dengan Gerakan Dakwah Islam, Amar Ma’ruf Nahi
Munkar. Sebaliknya kalau Muhammadiyah
memilih opsi yang kedua pasti akan dikategorikan ke dalam kelompok kontra
revolusi, suatu kekuatan yang akan dihancurkan oleh barisan progresif
revolusioner dan akan digulung sampai ke akar-akarnya oleh roda-roda revolusi.
Menghadapi dua pilihan yang
sama-sama pahitnya di atas, Muhammadiyah dalam mengambil keputusannya
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a.
Surat An-Nahl-16:106
“Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah ia
beriman (dia akan mendapatkan murka dari Allah), kecuali orang yang dipaksa
kufur, padahal hatinya tetap tenang/konsisten dalam keimananya (dia tidak
berdosa atas keterpasaanya itu). Akan tetapi orang yang lapang dadanya (tidak
sangat terpaksa) untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah akan menimpanya dan
baginya azab yang besar”.
b.
Demi keselamatan
Persyarikatan dengan seluruh Amal Usahanya
Muhammadiyah
mempertimbangkan, bahwa seandainya dalam situasi yang demikian gawatnya
Muhammadiyah tetap konsisten dengan kepribadianya, yang berarti tidak mau masuk
ke
dalam Front Nasional, jelas akibat yang harus ditanggungnya teramat berat.
Bagaimanakah akibat yang harus dihadapinya, kalau pada akhirnya Muhammadiyah
dipaksa harus membubarkan diri, dan akhirnya Persyarikatan Muhammadiyah
benar-benar bubar? Sudah dapat diperkirakan bahwa hal itu akan mengakibatkan
seluruh aset Muhammadiyah yang asalnya dari amal jariyah, wakaf, hibah, atau
hasil pembelian dan sebagainya pasti akan dijarah rayah oleh orang-orang yang
tidak bertanggungjawab. Berbagai lembaga yang dimiliki Muhammadiyah, seperti
sekolah, Rumah Sakit, Panti Asuhan dan sebagainya pasti akan menjadi terlantar
tidak ada yang mengelolanya dan sebagainya.
Dengan
pertimbangan seperti di atas, serta mengingat akan misinya dalam prespektif
jangka panjang akhirnya Muhammadiyah terpaksa harus melakukan semacam “taqiyah”
ketika memasuki Front Nasional, yaitu dengan cara menyembunyikan keyakinan yang
sebenarnya.
Untuk
kedua kalinya setelah melakukan pemberontakan terhadap Negara Republik
Indonesia pada tahun 1948 yang terkenal dengan nama “Pemberontakan PKI Madiun”
pada tanggal 30 september 1965-PKI melakukan coup d’tat, perebutan kekuasaan dengan kekerasan, yang terkenal
dengan “Pemberontakan G 30 S PKI”. Pemberontakan yang dirancang dan digerakan
sepenuhnya oleh PKI dibawah pimpinan DN Aidit-Nyoto ini diikuti dengan
membantai beberapa jendral ABRI (TNI) dengan sangat kejam sekali, yang secara
signifikan direpresentasikan lewat “Peristiwa Lubang Buaya”.
Menghadapi
pemberontakan dan makar tersebut, secara spontan seluruh kekuatan non-komunis,
dengan penuh semangat bangkit
menghadapi dan melawan PKI. Di kalangan pelajar dan mahasiswa mereka berhimpun
dalam “KAPPI” dan “KAMI”, sementara seluruh kekuatan social politik non
komunis, termasuk di dalamnya Muhammadiyah berhimpun dalam wadah “Front
Pancasila”. Dengan dipelopori antara lain oleh KAMI dan KAPPI rakyat Indonesia
mengumandangkan tiga tuntutan kepada Pemerintah yang terkenal dengan singkatan
“TRITURA”, yaitu : Bubarkan PKI dan seluruh organisasi pendukungnya, Bubarkan
Kabinet 100 menteri dan Turunkan harga barang.
Dengan
cepat sekali Pemberontakan PKI dapat dilumpuhkan, dan atas desakan yang sangat
kuat dari seluruh kekuatan bangsa Indonesia non komunis akhirnya pemerintah
membubarkan PKI dengan seluruh organisasi onderbouw-nya
di seluruh wilayah Indonesia, serta dinyatakan sebagai Partai/organisasi
terlarang. Pembubaran PKI yang dilakukan oleh pemerintah ini kemudian
dikukuhkan oleh siding MPRS lewat Tap.MPRS/XXV/1966.
Dengan
berakhirnya rezim Nasakom, Negara dan bangsa Indonesia memasuki babakan baru,
bertekad untuk menata kembali kehidupan bernegara dan berbangsa dengan
tatanan baru berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Tatanan dan sikap mental bangsa Indonesia seperti inilah yang
kemudian dikenal dengan istilah “Orde Baru” di mana orde ini oleh Adi Sasono
(ketua umum ICMI) dinamakan juga sebagai “Orde Anti Komunis”. Penataan kembali
kehidupan bernegara di atas landasan UUD’45 dimulai dengan menata berbagai
lembaga kenegaraan seperti
lembaga legislative, eksekutif, yudikatif dan lain sebagainya yang bersih dari
berbagai elemen komunis.
Muhammadiyah
sebagai salah satu ekponen Orde Baru bersama-sama dengan ekponen lainya seperti
NU, PSII, Perti, PNI,IPKI, Partai Katolik, Partai Kristen Indonesia, Murba dan
berbagai kekuatan lainnya yang tergabung dalam Front Pancasila dengan telah
usainya melawan PKI secara beramai-ramai melakukan “kenduri politik” dan dalam
kenduri politik ini termasuk Muhammadiyah secara kelembagaan mendapatkan “Nasi
Kenduri Politik” berupa mendapatkan jatah untuk duduk sebagai anggota
DPRGR/MPRS, DPRD, mendapatkan jatah “kursi menteri”, dan sebagainya.
Dengan
demikian memasuki awal periode orde baru ini secara resmi Muhammadiyah terlibat
kembali dalam kegiatan politik praktis, hingga oleh karenanya Muhammadiyah
mendapat julukan baru sebagai “ORMASPOL”, artinya Muhammadiyah sebagai
organisasi kemasyarakatan yang berpolitik praktis.
Menyimak
dari sejarah yang dilalui oleh
Muhammadiyah pada periode Nasakom, maupun di awal orde baru, jelas sekali bahwa
Muhammadiyah telah terlibat secara signifikan ke dalam “dunia” yang
sesungguhnya bukan dunianya, yaitu masuk dalam perangkap “dunia politik
praktis”. Sadar atau tidak sadar pada saat itu Muhammadiyah telah terseret oleh
arus politik yang sangat kuat sekali, hingga mengakibatkan Muhammadiyah
kehilangan jati dirinya selaku “Gerakan Dakwah Islam, Amar Ma’ruf Nahi Munkar”.
Muktamar
Muhammadiyah ke 37 yang berlangsung di Yogyakarta pada tahun 1967 merupakan
muktamar yang pertama kali setelah Indonesia memasuki zaman Orde Baru. Beberapa
saat menjelang berlangsungnya muktamar para pimpinan dan tokoh-tokoh
Muhammadiyah melakukan semacam muhasabah, otokritik, mulat sarira hangroso wani, terhadap berbagai langkah persyarikatan
yang dirasa cukup mengganjal, baik di akhir periode Nasakom maupun di awal Orde
Baru. Di kedua penggal sejarah ini Muhammadiyah telah melakukan kebijakan yang
sama sekali keliru, yang semestinya tidak harus dilakukan. Oleh karena itu
bersamaan akan dilaksanakannya Muktamar, Muhammadiyah perlu melakukan koreksi
total terhadap berbagai langkah yang telah dilakukannya. Tekad ini menjadi
tekad dari seluruh pimpinan Muhammadiyah, dan untuk itu dalam Muktamar yang
akan segera digelar perlu melakukan gerakan tajdid atau pembaharuan dalam
berbagai aspek, termasuk juga tajdid dalam bidang ideology. Tajdid pada bidang
ideology akhirnya menjadi salah satu keputusan muktamar, yang terkenal dengan
istilah “Keyakinan dan Cita-cita hidup Muhammadiyah”.
B.
Matan
Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (Keputusan Tanwir tahun 1969 di
Ponorogo)
1.
Muhammadiyah adalah
Gerakan berazas Islam, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya, untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai
hamba dan khalifah Allah di muka bumi.
2.
Muhammadiyah
berkeyakinan bahwa Islam adalah agama Allah yang di wahyukan kepada rasulnya
sejak nabi Adam, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada nabi penutup
Muhammad SAW.
3.
Muhammadiyah dalam
mengamalkan islam berdasarkan:
a. Al
Qur’an : Kitab Allah yang di wahyukan kepada Nabi Muhammad saw.
b. Sunah
Rasul : penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Al Qur’an yang di berikan oleh
nabi Muhammad saw. Dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran
islam.
4.
Muhammadiyah bekerja
untuk terlaksananya ajaran-ajaran islam yang meliputi bidang-bidang:
a. Akidah
b. Akhlak
c. Ibadah
d. Muamalah
Duniawiyah
4.1 Muhammadiyah
bekerja untuk tegaknya akidah Islam yang murni, bersih
dari gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan khurafat, tanpa mengabaikan
prinsip toleransi menurut ajaran islam.
4.2 Muhammadiyah
bekerja untuk tegaknya nila-nilai akhlak mulia dengan berpedoman pada
ajaran-ajaran Al Qur’an dan sunah rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai
ciptaan manusia.
4.3 Muhammadiyah
bekerja untuk tegaknya ibadah yang di tuntunkan oleh rasulullah saw tanpa
tambahan dan perubahan dari manusia.
4.4 Muhammadiyah
bekerja untuk tegaknya muamalat duniawiyat (pengolahan dunia dan pembinaan
masyarakat) dengan berdasarkan ajaran agama serta menjadikan semua kegiatan
dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.
5.
Muhammadiyah mengajak
segenap lapisan bangsa Indonesia untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu
Negara yang adil, makmur dan di ridhoi Allah SWT. Baldatun thayyibatun wa
rabbun ghafur
C.
Sistematika
dan Pedoman Untuk Memahami Rumusan Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup
Muhammadiyah
1.
Sistematika
Rumusan
Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah terdiri dari lima (5) angka.
Lima
(5) angka tersebut dibagi menjadi 3 kelompok.
KELOMPOK
KESATU :
Mengandung
pokok-pokok persoalan yang bersifat ideologis (terdiri dari nomor 1 dan 2).
KELOMPOK
KEDUA:
Mengandung
pokok-pokok persoalan mengenai faham agama menurut Muhammadiyah (terdiri dari
nomor 3 dan 4).
KELOMPOK
KETIGA:
Mengandung
persoalan mengenai fungsi dan misi Muhammadiyah dalam masyarakat Negara
Republik Indonesia (terdiri dari nomor 5).
2.
Pedoman
untuk memahami “Keyakinan dan Cita-cita
Hidup Muhammadiyah” (KCHM) memuat hal-hal sebagai berikut :
a.
Ideology
Istilah
ideology dibentuk oleh kata ‘ideo’ yang artinya pemikiran, khayalan, konsep, atau
keyakinan dan ‘logoi’ artinya logika, ilmu atau pengetahuan. Secara harfiah
ideology berarti pengetahuan tentang ide, keyakinan atau tentang berbagai
gagasan. Destutt de Tracy (1796-Perancis) mengartikan ideology sebagai ‘science
of ideas’, di mana di dalamnya ideology dijabarkan sebagai sejumlah program
yang diharapkan membawa perubahan institusional dalam suatu masyarakat.
Selanjutnya
ia menyatakan bahwa pada setiap ideology pasti mengandung tiga unsur, yaitu :
a)
Adanya suatu penafsiran
terhadap kenyataan atau realitas (interpretasi). Dalam hal ini Kuntowibisono
mengistilahkanya dengan keyakinan, setiap ideology selalu menunjuk adanya
gagasan-gagasan vital yang sudah diyakini kebenaranya untuk dijadikan dasar dan
arah strategic bagi tercapainya tujuan yang telah ditentukan.
b)
Setiap ideology memuat
seperangkat nilai atau suatu ketentuan (preskirpsi) moral.
c)
Ideology memuat suatu
orientasi pada tindakan (program aksi), ideology merupakan suatu pedoman
kegiatan untuk mewujudkan nilai-nilai yang termuat di dalamnya.
Dengan memahami makna ideology dengan
ketiga unsurnya seperti di atas dapat ditegaskan bahwa pada setiap ideology
terdapat tiga aspek yang merupakan satu kesatuan yang utuh, yaitu:
1.
Adanya suatu realitas
yang diyakini dalam hidupnya (keyakinan hidup)
2.
Keyakinan ini dijadikan
asas atau landasan untuk merumuskan tujuan hidup yang dicita-citakannya
(cita-cita hidup)
3.
Cara atau ajaran yang
digunakan untuk merealisasikan tujuan hidup yang dicita-citakan
Pada pertama kalinya ketika masih dalam
konsep, Keyakinan dan
Cita-Cita Hidup Muhammadiyah ini dinamakan ideology Muhammadiyah. Namun setalah
didiskusikan dan ditelaah lebih mendalam akhirnya tim perumus memutuskan
istilah ideology perlu diganti dengan mencari padananya. Dan akhirnya tim
mengganti istilah ideology Muhammadiyah dengan istilah Keyakinan dan Cita-cita
Hidup Muhammadiyah.
Dalam matan Keyakinan dan Cita-cita
Hidup Muhammadiyah pokok-pokok persoalan yang bersifat ideologis terkandung
dalam angka 1 dan 2 yang mengandung inti persoalan :
a)
Asas : Muhammadiyah
adalah gerakan berasas Islam
b)
Keyakinan hidup :
bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya
c)
Ajaran : agama Islam
ialah agama Allah sebagai hidayah melaksanakan “asas” hidayah dan rahmat Allah
kepada umat dalam mencapai cita-cita : manusia sepanjang masa dan menjamin
kesejahteraan materiil dan spiritual, duniawi dan ukhrawi.
b.
Fungsi
“asas”
Dalam
persoalan ideology atau keyakinan dan cita-cita hidup maka asas / dasar atau
keyakinan hidup berfungsi sebagai sumber yang menentukan bentuk keyakinan dan
cita-cita hidup itu sendiri. Berdasarkan islam, artinya ialah islam sebagai
sumber ajaran yang menentukan keyakinan dan cita-cita hidupnya. Ajaran islam
yang inti ajaranya berupa kepercayaan “tauhid” membentuk keyakinan dan
cita-cita hidup bahwa hidup manusia
di dunia ini semata-mata hanyalah untuk beribadah kepada Allah SWT, demi untuk
mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Hidup beribadah menurut ajaran
islam, ialah hidup bertaqarrub kepada Allah SWT dengan menunaikan amanahNya
serta mematuhi ketentuan-ketentuan yang menjadi peratutanNya, guna mendapatkan
keridhoanNya. Amanah Allah yang menentukan fungsi dan misi manusia dalam
hidupnya di dunia ialah manusia sebagai hamba Allah dan khalifah (penggantiNya)
yang bertugas mengatur dan membangun dunia serta menciptakan dan memelihara
keamanan dan ketertiban untuk kemakmuranya.
c.
Fungsi
“Cita-cita/ Keyakinan”
Dalam
persoalan ideology (keyakinan dan cita-cita hidup), cita-cita hidup berfungsi
sebagai kelanjutan atau konsekuensi dari adanya ‘asas”. Hidup yang berasaskan
islam tidak bisa lain kecuali menimbulkan kesadaran dan pendirian bahwa
cita-cita yang akan di capai dalam hidupnya di dunia ini, ialah terwujudnya
tata kehidupan masyarakat yang baik guna beribadah kepada Allah SWT. Dalam
hubungan ini Muhammadiyah telah menegaskan cita-cita perjuangannya dengan
rumusan “…sehingga terwujud masyarakat islam yang sebenar-benarnya” (AD. Pasal
3). Bagaimana bentuk/ wujud masyarakat islam yang sebenar-benarnya yang
dimaksud itu, harus di rumuskan dalam satu konsepsi yang jelas, gamblang dan
menyeluruh.
Berdasarkan
keyakinan dan cita-cita hidup yang berasas islam dan dikuatkan oleh hasil
penyelidikan secara ilmiah, historis dan sosiologis, Muhammadiyah berkeyakinan
bahwa ajaran yang dapat di gunakan untuk melaksanakan hidup yang sesuai dengan
asasnya dan cita-cita/ tujuan perjuangannya sebagai yang dimaksud, hanyalah
ajaran islam. Dan oleh karena itu, sangat perlu, bahkan mutlak adanya rumusan
secara konkrit, sistematis dan menyeluruh tentang berbagai konsepsi ajaran
islam yang meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia atau masyarakat,
sebagai isi dari masyarakat islam yang sebenarnya.
Keyakinan
dan cita-cita hidup Muhammadiyah, yang persoalan-persoalan pokoknya sebagaimana
telah di uraikan dengan singkat di atas, adalah di bentuk atau di tentukan oleh
pengertian dan pahamnya mengenai agama islam. Agama islam adalah sumber
keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah. Oleh karena itu, paham agama bagi
Muhammadiyah adalah merupakan persoalan yang esensiil bagi adanya keyakinan dan
cita- cita hidup Muhammadiyah.
d.
Faham
Agama
Agama
Islam adalah agama Allah yang di turunkan kepada rasulnya sejak nabi Adam as
hingga nabi terakhir, ialah nabi Muhammad saw. Sebagai nabi terakhir, ia diutus
dengan membawa syariat agama yang sempurna, untuk seluruh umat manusia
sepanjang masa. Maka dari itu agama yang di turunkan kepada nabi Muhammad saw
itulah yang tetap berlaku sampai sekarang dan untuk masa selanjutnya.
Dasar
Agama
1.
Al Qur’an : Kitab Allah
yang di wahyukan kepada Nabi Muhammad saw.
2.
Sunah Rasul :
penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Al Qur’an yang di berikan oleh nabi
Muhammad saw. dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran islam.
Al
Qur’an dan sunah rasul sebagai penjelasannya adalah pokok dasar hukum atau ajaran islam
yang mengandung ajaran yang mutlak kebenarannya. Akal pikiran adalah alat
untuk:
a)
Mengungkap dan
mengetahui kebenaran yang terkandung dalam Al Qur’an dan sunah rasul.
b)
Mengetahui maksud yang
tercakup dalam Al Qur’an dan sunah rasul.
.
BAB IV
PENUTUP
A.
Simpulan
1.
Latar belakang
dirumuskannya Keyakinan dan Cita-cita Muhammadiyah adalah Muhammadiyah
perlu melakukan pembaharuan dalam berbagai aspek, termasuk juga tajdid dalam
bidang ideology.
2.
Matan Keyakinan dan
Cita-cita Muhammadiyah:
a.
Muhammadiyah adalah
Gerakan berazas Islam,
b.
Muhammadiyah
berkeyakinan bahwa Islam adalah agama Allah yang di wahyukan kepada rasulNya
c.
Muhammadiyah dalam
mengamalkan islam berdasarkan Al
Qur’an dan Sunah Rasul
d. Muhammadiyah
bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran islam yang meliputi bidang Akidah, Akhlak, Ibadah dan Muamalah Duniawiyah
e. Muhammadiyah
mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia untuk berusaha bersama-sama
menjadikan suatu Negara yang adil, makmur dan di ridhoi Allah SWT. Baldatun thayyibatun wa
rabbun ghafur
B.
Saran
Dalam penyusunan makalah ini
penyusun telah mencurahkan segala tenaga dan pikiran, namun kami telah
menyadari sepenuhnya apabila makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, dengan kerendah hatian kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Post a Comment for "Makalah KEYAKINAN DAN CITA-CITA HIDUP MUHAMMADIYAH"