SHALAT JAMA’AH DAN MACAM-MACAM SHALAT SUNNAT
|
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Menjalankan shalat adalah perintah Allah SWT, yaitu shalat shubuh,
dzuhur, ashar, dan ‘isya. Kelima shalat tersebut adalah wajib untuk
dilaksanakan, dan akan lebih baiknya jika dilakukan secara berjama’ah di
masjid/ mushola.
Selain ada shalat yang wajib untuk dilaksanakan, adapula bermacam-macam
shalat yang hukumnya sunnat untuk dilaksanakan atau biasa disebut shalat
sunnat, yaitu shalat yang jika dilaksanakan akan mendapat pahala, dan jika
tidak dilaksanakan tidak berdosa.
B.
Tujuan Penulisan Makalah
1.
Mahasiswa calon guru diharapkan mampu mengerti dan
mengamalkan serta mampu mempraktekkan shalat jama’ah.
2.
Mahasiswa calon guru diharapkan dapat mengerti dan memahami
serta mempraktekkan shalat-shalat sunnat.
|
RUMUSAN MASALAH
Sejauh mana mahasiswa calon pendidik memiliki
kemampuan mengerti dan memahami tentang shalat jama’ah dan macam-macam shalat
sunnat?
BAB III
PEMBAHASAN
SHALAT JAMA’AH DAN MACAM-MACAM
SHOLAT SUNNAH
A. Sholat
Jama’ah
Sholat wajib berjama’ah adalah hal penting dan utama,
apalagi dilaksanakan tepat waktu (yakni di awal waktu) di masjid. Nabi saw
menganjurkan, dalam mengangkat imam shalat jama’ah hendaklah mengutamakan
orang-orang pilihan yaitu lebih mendahulukan orang yang lebih bagus pemahaman
dan bacaan Al- Qur’an dan hadistnya, dan yang lebih senior dengan catatan
semuanya memiliki akhlak yang baik, artinya tidak boleh mengangkat imam yang
dibenci oleh para jama’ah dan pendosa.
Tata cara shalat jama’ah:
1.
Shalat fardlu berjama’ah sebaiknya dilaksanakan
di masjid/ musholla.
2.
Sebelum takbir, imam supaya mengatur shaf
(barisan) ma’mun lebih dahulu.
3.
Dalam kasus shalat wajib empat raka’at, bila ada
orang muqim yang ikut berjamaah dengan kelompok musafir dan berma’mum kepada imam
musafir, maka setelah imam salam, ma’mum muqim tersebut tinggal menyempurnakan
jumlah rakaat yang belum dikerjakannya. Tetapi bila seorang musafir diminta
secara khusus untuk mengimami komunitas jama’ah yang muqim, maka dalam konteks
ini lebih baik bila dia menyempurnakan shalatnya seperti shalat jama’ah yang
muqim, lalu setelah salam, maka musafir tersebut tinggal melaksanakan shalat
jama’ qashar yang belum dikerjakannya.
4.
Apabila imam sudah bertakbir, maka ma’mum segera
bertakbir dan jangan sekali-kali mendahului dan menyelisihi gerak imam. Selama
tidak dalam keadaan darurat seperti ada gempa, atau binatang berbahaya, atau
gatal yang tak tertahankan, maka tidak boleh ada gerakan lain selain mengikuti
imam.
5.
Hendaklah ma’mum memperhatikan dengan tenang bacaan
imam dan tidak membaca apapun kecuali Al-Fatihah yang dibaca dalam hati
mengikuti bacaan imam.
6.
Bila keadaan ma’mum heterogen (bermacam-macam),
imam hendaknya memilih bacaan surat yang sedang (ringan) dan disesuaikan dengan
kondisi jama’ah. Namun jika shalat sendirian maka tidak apa-apa jika memilih
bacaan yang panjang.
7.
Jika ada ma’mum yang masbuq (terlambat), maka ia
harus bertakbir lalu mengikuti gerakan imam yang terakhir dalam posisi apapun.
Jika ma’mum masih mendapatkan ruku’ bersama imam maka ia sudah terhitung
mendapatkan raka’at.
8.
Jika imam lupa dengan gerakan shalat, maka
ma’mum laki-laki mengingatkan dengan ucapan subhanallah,
sedangkan ma’mum perempuan dengan menepukkan tangan di tempat terdekat, misal
di pahanya atau di lengannya. Tapi jika imam lupa bacaan shalatnya, maka ma’mum
mengingatkan dengan membaca bacaan yang seharusnya.
9.
Siapapun juga, dilarang lewat di depan orang
yang sedang shalat dengan batas tiga hasta atau sebatas tempat sujud. Bila ada
yang lewat di tempat sujud kita (dalam batas tiga hasta tadi, tidak lebih),
maka setelah dicegah dan ia tetap mengabaikannya, maka kata Nabi saw : “maka perangilah dia karena dia itu
sebenarnya syaithan!”
10.
Selesai shalat, imam hendaknya menghadap ke arah
ma’mum atau ke arah kanan imam.
B. Shalat
Jum’at
Perintah shalat jum’at terdapat dalam QS. Al- Jumu’ah/
62: 9 yang berbunyi:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) ÏqçR Ío4qn=¢Á=Ï9 `ÏB ÏQöqt ÏpyèßJàfø9$# (#öqyèó$$sù 4n<Î) Ìø.Ï «!$# (#râsur yìøt7ø9$# 4 öNä3Ï9ºs ×öyz öNä3©9 bÎ) óOçGYä. tbqßJn=÷ès? ÇÒÈ
Artinya: “Hai
orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang
demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”.
Dengan demikian hukumnya fardlu (wajib) bagi setiap
laki-laki yang sudah baligh. Bagi orang yang menyepelekan Jum’atan sehingga meninggalkannya sampai tiga kali,
dicap sebagai orang munafiq.
Shalat ini terdiri dari dua raka’at dan dilaksanakan
secara berjama’ah pada waktu masuk dzuhur, dimana sebelumnya dimulai dengan dua
khutbah. Khutbah pertama berisi wasiat taqwa yang disampaikan secara singkat
namun padat dan disunnahkan mengakhiri khutbahnya dengan do’a. Ketika khutbah
sedang berlangsung, jama’ah mendengarkan khutbah dengan tenang dan dilarang
berbuat hal-hal yang sia-sia seperti bergerak-gerak dan berbicara, bahkan
jama’ah dilarang menegur teman dengan kata “diamlah!”.
C. Macam-macam
Shalat Sunnat
Shalat sunnah disebut juga shalat tathawwu’ atau shalat
Nawafil. Shalat sunnah dibagi menjadi dua, yaitu: shalat sunnah mu’akkadah
(sangat ditekankan oleh Nabi saw karena intens dilakukan beliau) dan shalat
ghayr mu’akkadah (pernah dilaksanakan Nabi saw tapi tidak intens).
Yang termasuk shalat sunnah mu’akkadah, antara lain:
1.
Shalat Sunnah Rawatib (kontinyu)
Yaitu shalat suunat yang dikerjakan Nabi saw mengiringi
shalat fardlu. Shalat sunat ini ada dua macam yaitu:
a.
Mu’akkadah yaitu: dua raka’at sebelum subuh, dua
raka’at sebelum dzuhur, dan dua raka’at sesudahnya (atau sesudah shalat
jum’at), dua raka’at sebelum ashar, dua raka’at sesudah maghrib, dan dua
raka’at sesudah isya. Shalat-shalat rowatib ini lebih utama dilakukan di rumah.
b.
Ghayr mu’akkadah, antara lain: shalat sunnat
empat raka’at sesudah dzuhur (termasuk empat raka’at sesudah shalat jum’at),
empat raka’at sebelum ashar, dua raka’at sebelum maghrib, dan dua raka’at
sebelum ‘isya.
2.
Shalat Dluha (Shalat Al- Awwabin)
Yaitu shalat sunnat yang dikerjakan pada saat matahari
sudah naik kira-kira sepenggal (setinggi tonggak) dan berakhir saat
tergelincirnya matahari di waktu dzuhur. Jumlah raka’atnya, pada umumnya adalah
dua raka’at. Namun bisa juga 4 raka’at atau bahkan 8 raka’at (salam setiap dua
raka’at).
3.
Shalat Tahajud, Shalat Layl, atau Shalat Witr
Allah sangat menganjurkan tahajjud (bangun malam)
kepada Rasul-Nya dan orang-orang beriman untuk melaksanakan shalat al-layl
(malam). Waktu pelaksanaannya adalah setelah Isya hingga sebelum masuk waktu
Subuh.
Q. S. Al-Isra’/17:79:
z`ÏBur È@ø©9$# ô¤fygtFsù ¾ÏmÎ/ \'s#Ïù$tR y7©9 #Ó|¤tã br& y7sWyèö7t y7/u $YB$s)tB #YqßJøt¤C ÇÐÒÈ
Artinya: “Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang
tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu
mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji”.
Shalat Layl akan lebih baik jika dilakukan dengan jumlah
rakaat ganjil (witr). Nabi saw selalu menutup shalat malamnya dengan rakaat
ganjil.
4. Shalat
Dua Hari Raya
Yaitu shalat ‘Iedul-Fitri pada
tanggal 1 Syawal dan shalat ‘Iedul-Adlha pada tanggal 10 Dzulhijah. Nabi saw
menganjurkan agar semua orang muslim ikut merayakannya dengan bertakbir menuju
ke lapangan tempat shalat.
Dikerjakan sebelum khutbah tanpa
diawali dengan adzan dan iqamat dan tanpa shalat sunat sebelum dan sesudahnya.
Jumlah raka’atnya adalah dua raka’at. Pada raka’at pertama dibuka dengan takbir
7 kali sebelum membaca alfatihah, dan pada raka’at ke-dua dengan takbir 5 kali
selain takbir pindah gerakan.
5. Shalat
Istisqa’
Yaitu shalat dua raka’at dan
berdoa minta air hujan karena kekeringan akibat kemarau panjang. Shalat ini
dituntunkan untuk dilakukan secara berjama’ah di lapangan setelah matahari
terbit.
6. Shalat
Istikharah
Yaitu shalat dua raka’at untuk
meminta pilihan yang terbaik dalam segala urusan. Jumlah raka’atnya adalah dua
raka’at di luar shalat fardlu, lebih baik lagi bila dilakukan pada malam hari,
kemudian setelah salam berdoa pada Allah secara khusyu’.
7. Shalat
Tahiyyatul-Masjid
Yaitu shalat dua raka’at sebagai
penghormatan memasuki masjid.
8. Shalat
Gerhana
yaitu sholat karena terjadi gerhana, baik karena gerhana matahari maupun
gerhana bulan. Sholat gerhana dilakukan secara berjama’ah di masjid, dan
dimulai diawal terjadinya gerhana hingga gerhana berakhir. Dengan demikian,
lama waktu sholat benar-benar lama dengan bacaan yang serba panjang karena
sebenarnya tergantung pada lama gerhana berlangsung. Pada saat mulai gerhana,
salah seorang menyeru orang-orang untuk sholat gerhana berjama’ah dengan seruan
“ash-shalatu Jami’ah” tanpa azan dan iqamah. Sholat ini terjadi dua raka’at
dengan 4 ruku dan 4 sujud dimana setiap raka’at terdiri dari 2 raka’at dan 2
sujud.
9. Shalat Jenazah
Yaitu sholat yang dilakukan karena adanya muslim atau muslimah yang
meninggal dunia. Sholat ini hukummnya fardhu kifayah dan sangat dianjurkan
dilakukan secara berjama’ah. Tetapi bagi
muslim yang mati akibat bunuh diri, para ulama berbeda pendapat, apakah tetap
disholatkan ataukah tidak. Memang tidak ada keterangan bahwa Nabi SAW melarang
sahabat untuk menyolatkan muslim yang bunuh diri. Namun untuk menunjukkan
ketidaksenangan Nabi SAW terhadap perbuatan bunuh diri ini maka sebagai
pemimpin dan pendidik beliau tidak menyolatkan orang yang gampang “putus asa”
dengan memilih mati bunuh diri.
Sholat ini dilakukan 4 kali takbir tanpa ada sujud dan ruku’. Adapun tata
cara sholat ini yaitu setelah jenazah dimandikan dan dikafani, hendaklah
jenazah diletakan di depan orang yang akan menyalatkan.
Shalat-shalat sunnat yang diperselisihkan kesunnahannya:
1.
Shalat Tasbih
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum sholat tasbih karena berbeda
pendapat dalam hal kualitas hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW
mengajarkan sholat tasbih kepada ‘Abbas bin Muthalib, pamannya.
Setelah meneliti hadis ini, ternyata hadis ini memang daif karena di
dalam sanadnya terdapat Musa bin ‘Abd al-Aziz yang meskipun Ibn Ma’in
menilainya tidak ada masalah dengannya, tapi menurut ‘Ali bin al-Madini yang
menilai lebih cermat: da’if bahkan
al-Sulaymani menilai hadisnya munkar sehingga tidak layak dijadikan hujjah.
2.
Shalat Taubah
Sebagai ulama menolak memasukkan sholat Taubat sebagi sunnah Nabi SAW
karena pertama, sebagian hadis-hadisnya memang mawdlu (palsu) dan kedua, cara
pelaksanaannyapun berbeda dari sholat sunnah pada umumnya.
3.
Shalat Hajat
Sholat hajat atau sholat yang dilakukan karena ada kebutuhan tertentu
didasarkan pada hadis riwayat al-Tirmidzin dan Ibn Majah dari ‘Abdullah bin Abi
Awafa bahwa siapa saja yang miliki hajat (kebutuhan) maka hendaklah berwudlu
dengan baik lalu sholat 2 raka’at atau 4 raka’at kemudian memuji Allah dan
bershalawat atas Nabi SAW, lalu menyebutkan tahlil, tasbih, dan tahmid, lalu
berdo’a sesuai dengan hajat atau kebutuhannya.
Kalupun ada hajat yang mau disampiakan dalam sholat, maka cukup melakukan
sholat istikharah dan menyebutkan hajatnya setelah do’a istikharah yang tuntunannya
jelas berdasarkan hadis sahih.
4.
Shalat Syukur dan Sujud Syukur
Sebenarnya tidak ada istilah sholat syukur dalam hadis. Tetapi ada juga
ulama yang mendasarkannya pada riwayat bahwa Nabi SAW sholat 2 raka’at saat
mendapat kabar gembira tentang peristiwa
Fath Makkah dan kematian Abu Jahl. Mengingat hadis ini daif, maka sholat syukur
tidak dapat dikategorikan sebagai sunnah Nabi SAW.
Tetapi ada tuntunan untuk sujud syukur jika mendapatkan kenikmatan atau
lolos dari musibah yang menimpa, atu mendapat berita yang mengambitakan. Dalam
keadaan gembira seperti ini, maka dituntunkan untuk menghadap qiblat lalu
bersujud syukur satu kali dimanapun, asal di tempat yang suci dan aman.
5.
Qunut
Secara bahasa qunut berarti tata, berdiri lama, sholat, berdo’a, tenang/diam
dan khusyu’. Sedangkan secara istilah, qunut adalah berdiri lama dalam sholat
untuk membaca ayat atau berdo’a dengan tenang dan khusyu’, baik sebelum ruku’
maupun setelah ruku’ terakhir. Haya saja makna qunut yang umum dikenal
masyarakat hanyalah berdiri sementara untuk berdoa sesudah ruku’ karena jumlah
hadisnya lebih banyak.
BAB
IV
PENUTUP
Simpulan:
Sholat wajib berjama’ah adalah hal penting dan utama,
apalagi dilaksanakan tepat waktu (yakni di awal waktu) di masjid.
Shalat Jum’at adalah fardlu (wajib) bagi setiap laki-laki
yang sudah baligh. Bagi orang yang menyepelekan Jum’atan sehingga meninggalkannya sampai tiga kali,
dicap sebagai orang munafiq.
Selain ada shalat wajib, juga ada shalat sunnat, yang
apabila dikerjakan mendapat pahala, dan jika tidak dikerjakan, tidak berdosa.
DAFTAR PUSTAKA
Jamaluddin, Syakir. 2010. Kuliah Fiqih Ibadah. Yogyakarta: LPPI UMY
Post a Comment for "SHALAT JAMA’AH DAN MACAM-MACAM SHALAT SUNNAT"