Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Contoh drama "Menangis Bahagia"


karya Fitria arum ningsih
ADEGAN I
DISEBUAH RUANG KELUARGA TAMPAK BEBERAPA ORANG SEDANG MENONTON TELEVISI.
IBU DATANG

Ibu       : “Kok nonton TV terus? Kapan belajarnya?”
Fitri     : “Iiiih nanti ajah.”
Agus    : “Iya nanti aja bu. Masih sore ini. Lagian gak ada PR.”
Ibu      : “Ada atau tidak adanya PR, kalian harus belajar. Ini udah jam 8 malam sayang, masa masih sore sih. Udah-udah,,TV nya buat besok lagi! (mematikan TV)”
Fitri     : “AAAH ibu! (cemberut)”
Ibu      : “Belajar!”
MEREKAPUN BELAJAR

KEESOKAN HARINYA, DI RUANG MAKAN
Ibu      : “Dhe, belajar yang bener ya di sekolah. Perhatikan guru. Biar besok kalau sudah gede, tidak seperti abangmu.”
Agus   : “Pasti donk bu. Emmmm bu, koq bang Irgham gak ikut makan?”
Fitri     : “Abangmu kan gak doyan masakan ibu dhe. (sambil menikmati sarapan paginya)”
Ibu      : “Kamu kaya gak tau abangmu aja dhe.”
Ahmad            : “(tidak memperdulikannya karena begitu menikmati sarapan)”
Fitri     : “Abang belum pulang bu?”
Ibu      : “Iya. Seperti biasanya, abangmu berangkat malam dan pulang tak tau waktu. Pulang dari kerja bukannya makan dulu atau istirahat, tapi malah pergi lagi. Abangmu tak lagi mau mendengarkan omongan ibu. Sudahlah, jangan kau pikirkan hal itu. Cepat selesaikan makanmu itu, kamu juga dhe (menengok ke Agus). Ini sudah siang. Nanti kalian terlambat loh.”
Agus   : “Adhe udah selesai bu (beranjak dari kursinya). Kakak lelet banget makannya.”
Fitri     : “Kakak juga udah selesai weeeeek.”
Ibu       : “Ya sudah sana berangkat bareng.”
Fitri     : “Iya bu. Ayuh dhe.”
F&A    : “Assalamu’alaikum? (menjabat dan mencium tangan ibu)”
Ibu       : “Wa’alaikumsalam. Hati-hati di jalan ya sayang.”

IBU TAMPAK SEDANG SIBUK MEMBERSIHKAN RUMAH (MENYAPU) DAN TIBA-TIBA MENDENGAR SUARA MOTOR ANAK SULUNGNYA.
Irgham : “Assalamu’alaikum? (masuk rumah)”
Ibu      : “Wa’alaikumsalam. Kamu selalu pulang pagi. Ibu malu dengan para tetangga dengan kelakuan kamu yang selalu pulang pagi. Tadi tidur dimana?”
Irgham : “Halllah bu. Ga usah dengerin omongan tetangga. Mereka syirik sama kita.”
Ibu      : “Syirik katamu? Apa yang disyirikin sama kita! Kamu kalau dibilangin ibu, didengeriiiin, dilakuin!”
Irgham : “Aku udah dewasa bu. Ibu gak usah cape-cape nyerewetin aku deh. Gak tau anaknya lagi cape pah!”
Ibu      : “Ibu cerewet untuk kebaikanmu. Ibu sayang kamu.”
Irgham : “Hallllaaah kalau ibu sayang aku, ibu diam! Berisik! Aku mau mandi terus berangkat kerja.”
Ibu      : “Ibu kasihan sama kamu. Kamu seperti gak ada istirahatnya. Ibu juga jarang liat kamu makan. Setiap pulang kerja, kamu terus pergi maen. Selalu begitu kamu.”
Irgham : (diam dan pergi ke kamar)
Ibu      : “(mengelus dada) Astaghfirullah..(berbisik)”

ADEGAN II
SUATU SIANG, TAMPAK IBU SEDANG DUDUK DI TERAS RUMAH. DAN DUA TETANGGANYA DATANG.
Jumini  : “Eh Jeng Irgham, anakmu kalau malam kok selalu keluyuran sih.”
Waroh : “Ho oh. Ngeluyurnya kemana yaah?”
Ibu       : “Anakku maen di tempat temen kok.”
Jumini  : “Maen kok brangkat malam pulang pagi. Maen apa itu?”
Waroh : “Emmm jeng, maaf ya jeng sebelumnya. Tapi kami kira jeng Irgham wajib tahu tentang ini.”
Ibu       : “Tahu apa si jeng?”
J&W    : (saling lirik)
Jumini : “Emmmm, gini loh jeng. Kemarin malam suami saya pas lagi pulang dari kerja mampir beli bensin di depan Hotel deket Pasar Baledono. Nah saat itu juga suami saya melihat anakmu sedang berada di pintu gerbang hendak memasuki hotel itu. Khawatirnya dia melakukan hal-hal yang tidak diinginkan.”
Ibu      : “Hal-hal yang tidak diinginkan apa maksud jeng-jeng ini?”
Waroh : “Masa jeng Irgham gak paham dengan perkataan kami. (melirik Jumini)”
Jumini : “Emmm, maksud kami begini loh jeng. Sekarang ini kan pergaulan anak muda sudah tak seperti dulu. Coba jeng Irgham pikirkan, anak jeng Irgham masuk hotel, ngapain lagi kalau bukan untuk mencari kesenangan di sana. Ya seperti bermain dengan perempuan malam. Maaf loh jeng sebelumnya.”
Ibu      : “Astaghfirullah. Jeng ini jangan mengada-ada. Gak mungkin anak saya berbuat seperti itu. Biar dia suka keluyuran, tapi dia tahu agama. Dia tahu mana yang baik, mana yang gak. Aku yakin anakku tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Dan mungkin saja suami jeng ini salah liat.”
Waroh : “Iya jeng. Semoga aja suaminya salah liat. Tapi alangkah baiknya jika jeng Irgham menanyakan langsung sama anak jeng Irgham sendiri.”
Jumini : “Ho oh betul. Aku juga berharap kalau itu semua tidak benar.”
Waroh : “Jeng-jeng aku pulang dulu yah. Takut anak pulang, gak ada orang di rumah.”
Jumini : “Iya sama, aku juga pulang deh.”
Ibu      : (mengangguk tanpa kata)

SUATU MALAM, SETELAH MAGHRIB. TAMPAK IBU DAN ANAK SULUNGNYA SEDANG DUDUK DI RUANG KELUARGA.
Ibu       : “Irgham, udah makan belum?”
Irgham : “Udah bu. Besok masak rendang telur lagi ya bu. Rendang masakan ibu tak ada duanya.”
Ibu      : “Syukurlah kalau sudah makan. Ibu sengaja masakin rendang telur, biar kamu mau makan di rumah.”
Irgham : “Aaaah ibu bisa saja. Loh bu, adhe pada kemana? (melihat kanan-kiri)”
Ibu      : “Ya seperti biasa, ngaji. Pulangnya entar habis ‘Isya. Kamu sebagai anak yang paling gede, seharusnya bisa memberi contoh yang baik sama adhe-adhe  kamu. Bisa memberi perhatian lebih sama adhe-adhe kamu. Bukan pergi malam pulang pagi buat kumpul sama teman-teman kamu.”
Irgham : “Ibuku sayang, mumpung masih muda! Menikmati hidup lah bu.”
Ibu      : “Selalu begitu jawabanmu. Ibu mau menanyakan sesuatu hal padamu. Kamu jawab jujur yah.”
Irgham : “Apa bu?”
Ibu      : “Tadi siang tetangga ibu bilang sama ibu, kalau suaminya pernah liat kamu sedang memasuki pintu gerbang hotel. Bisa kamu jelaskan hal itu kepada ibu?”
Irgham : “Tetangga, tetangga, dan selalu tetangga. Kapan ibu percaya sama aku bu?”
Ibu      : “Ibu percaya sama kamu nak. Tapi ibu ingin memperjelas dengan menanyakan langsung padamu.”
Irgham : “Dengan ibu percaya denganku, itu akan membuatku bisa lebih jaga diri. Tapi kalau ibu menanyakan hal itu padaku, berarti ibu tidak percaya padaku, dan itu bisa membuatku malah bisa berbuat nekad bu. Pertanyaan ibu tak perlu aku jawab.”
Ibu      : “Jangan begitu. Walau bagaimanapun, ibu harus menanyakan ini.”
Irgham : “Sudahlah aku mau keluar dulu, cari angin.”
Ibu      : “Nak. .tunggu. Ibu belum selesai bicara...!”
Irgham : (pergi dengan NINJAnya)
Ibu      : “Masyaallah...”

KEESOKAN PAGINYA. DI RUANG MAKAN.
Irgham : “Bu, nanti Putri mau main ke sini katanya.”
Ibu      : “Y udah ke sini aja.”
Irgham : “Iya bu, tapi aku ada lembur kerja hari ini.”
Ibu      : “Oh. Y udah gak papa ke sini aja. Ibu hari ini gak ke mana-mana kok. Hari ini kan hari minggu, adekmu juga pasti di rumah aja.”
Irgham : “Hmmmm iya.”

SIANG HARI MENJELANG SORE. IBU SEDANG TIDURAN BERSAMA KEDUA ANAKNYA DI RUANG KELUARGA SAMBIL MENONTON TV. TIBA-TIBA SUARA KETUK PINTU TERDENGAR.
Putri    : “(ketuk pintu) Assalamu’alaikum?”
Ibu       : “(terperanjat dari tidurannya) Wa’alaikumsalam, sebentar!”
Fitri     : “Kaya suara Kak Putri bu.”
Agus    : “Aaaah Kak Fitri sotoi!”
Ibu         : “Sssst. Kalian di sini saja, jangan berisik ya. Biar ibu yang lihat. (berjalan mendekati pintu depan dan sesampainya membuka pintu pelan-pelan). Oooh ada tamu cantik rupanya.”
Putri       : “(senyum sambil menganggukkan kepala kemudian menjabat dan mencium tangan ibu) Aaaah ibu bisa saja. Putri jadi malu.”
Ibu         : “(senyum) Ayuuuh Ayuh masuk. Silahkan duduk.”
Putri       : “Iya bu, terimakasih.”
Ibu         : “Kak Fitri! Bikinin minum. Ini calon mbakyumu yang dateng! (teriak)”
Putri       : “Ibu, nggak usah repot-repot. Putri di sini kan cuman pengen maen. Jadi ibu gak usah repot-repot ngejamu Putri layaknya tamu.”
Ibu         : “Sssst ngomong apa sih kamu. Orang ibu yang haus kok. (senyum)”
Putri       : “Hehe. Ibu bisa aja. Emmmm bu, Putri ganggu istirahat ibu ya?”
Ibu         : “Ganggu apa? Orang dari tadi ibu bersantai ria di depan TV kok sama Fitri dan Agus.”
Putri       : “Oh ya syukur kalo gitu.”
Fitri        : “(berjalan membawa minuman) Ini Kak Putri, silahkan dicicipin. Emm kak Putri ke sini sama siapa?”
Putri       : “Iya dhe, makasih yah. Kakak ke sini sendirian dhe. Kamu tumben hari minggu di rumah aja.”
Fitri        : “Lagi banyak PR kak. Jadi gak keluar deh.”
Putri       : “Ciyeee yang lagi rajin ngerjain PR.”
Fitri        : “Hahaha. Kakak ini bisa aja. Emm ya udah aku masuk dulu ya kak.”
Putri       : (menganggukkan kepala sambil senyum)
Ibu         : “Ayuh Put dicicipin minuman dan kuenya.”
Putri       : “Iya bu. (meminumnya)”
Ibu         : “Put, ibu mau cerita sama kamu tentang Maz Irgham.”
Putri       : “Iya bu. Gimana?”
Ibu         : “Si Irgham orangnya keras banget. Tak pernah ia mau mendengarkan ibu sekarang. Berangkat pagi pulang maghrib, setelah itu pergi lagi, pulangnya pagi. Jarang sekali dia makan di rumah sekarang. Ibu kangen sama dia. Tapi dia tak mau mengerti itu. Ibu juga jarang lihat dia sholat di rumah akhir-akhir ini. Kamu tau kenapa dia sekarang jadi begitu? Apa setiap malam dia ke rumahmu?”
Putri       : “Maz Irgham ke rumahku gak setiap malam kok bu. Mungkin dia cari hiburan di luar sama temen-temennya.”
Ibu         : “Apa hiburannya itu di Hotel deket pasar Baledono?”
Putri       : “Ibu! Maksud ibu apa ngomong kaya gitu?”
Ibu         : “Kemaren suami tetangga ibu sepulang dari kerjanya melihat Mas Irgham sedang masuk ke dalam Hotel itu. Apa lagi maksudnya kalo bukan....”
Putri       : “Ibu! Ibu gak percaya sama Mas Irgham? Ibu gak boleh bicara seperti itu bu.”
Ibu         : “Ibu tidak tau harus percaya apa tidak. Karena ibu tidak mendapat jawaban yang pasti dari Masmu itu. Apa kamu bisa memberi jawaban yang jelas pada ibu? Ibu ingin tau yang sebenarnya.”
Putri       : “Emmmm.... emmmmmm...Emmmm (gelisah)”
Ibu         : “Emmm knapa? Kamu jangan bikin ibu tambah cemas.”
Putri       : “Sebenarnya yang dilihat sama suami tetangga ibu itu bisa jadi benar bu.”
Ibu         : “Hah? Maksudnya?”
Putri       : “Emmm maksud Putri, memang Mas Irgham hampir setiap malam di Hotel itu bu. Tapi,,,”
Ibu         : “Astaghfirullohal’adziiiim!!!!! (mengelus dada)”
Putri       : “Ibu dengerin Putri dulu.”
Ibu         : “Apa lagi yang mesti didengerin? Semua sudah jelas. Dan herannya, kamu masih mau sama dia.”
Putri    : “Mas Irgham di hotel bukan untuk bersenang-senang dengan perempuan atau semacamnya bu. Tapi untuk mengais rejeki.”
Ibu       : “Apa yang kau katakan Put! Masa di hotel mengais rejeki. Ada-ada saja kamu ini. Tak perlu kamu membela dia Put.”
Putri    : “Sebenarnya Mas Irgham melarangku menceritakan ini pada ibu. Tapi saya kira ibu memang harus tahu. Jadi begini bu, Mas Irgham di sana sebenarnya mencari tambahan uang dengan rela menjadi kurir di sana. Setiap ada tamu di Hotel itu yang ingin minuman, makanan, dan lain-lain, Maz Irghamlah yang membuat dan menyuguhkannya. Setiap malam dia tidur di kasur dapur hotel itu. Dia tidak mau siapapun tahu, karena dia malu dengan pekerjaannya itu. Dan kalaupun tidak malu, pasti ibu dan bapak melarang keras.”
Ibu       : “Haduuh haduuuh kamu becanda Put. Masa seorang Irgham mau jadi kurir seperti itu. Di rumah aja dia gak pernah yang namanya cuci piring, cuci baju sendiri, menyapu, dan semacamnya. Kamu jangan mengada-ada Put.”
Putri    : “Ibu, Putri gak mengada-ada. Inilah kenyataannya bu. Ibu harus percaya. Ibu harus percaya bu..”
Ibu       : (Menggeleng-gelengkan kepala, kecewa)
Putri    : “Putri berkata yang sebenarnya bu. Demi Allah!”
Ibu       : “Masyaalloh!! Benarkah itu Put?”
Putri    : “Iya, itu semua benar bu.”
Ibu       : “Hati ibu trenyuh sekali mendengar itu semua. Ibu telah salah menilai Mazmu itu. Ibu sudah hampir tidak percaya dengan anak ibu sendiri.”

TIBA-TIBA SUARA NINJA TERDENGAR, PERTANDA IRGHAM PULANG. DAN LANGSUNG  MASUK KE DALAM RUMAH.
Irgham : “Assalamu’alaikum? Waaah tampaknya ada tamu di rumah ini.”
Putri    : “(senyum) Wa’alaikumsalam. Baru pulang mas?”
Irgham : (duduk di depan ibu) Iya Put. Loooh bu, kenapa ibu menangis? Put! Kenapa ibu? Apa dan siapa yang membuat ibu menangis? Cepat katakan! Biar aku samperin dia! Pasti tetangga ibu lagi!”
Ibu       : “(memeluk Irgham sambil menangis) Owalah Irghaaam Irgaaaam. Kenapa kamu tidak cerita sama ibu. Maafkan ibu sudah tidak mempercayaimu. Kini ibu tau semuanya, tentang kenapa kamu berangkat malam dan pulang pagi. Ibu bangga punya anak sepertimu nak. Ibu sangat trenyuh sekali, kamu begitu prihatin dan kamu tidak mau kalo ibu tahu tentang keprihatinanmu itu. Ibu minta maaf nak.”
Irgham : “Iiiii....Ibuuuuu.”
Ibu       : “ Iya nak. Ibu sudah tahu semuanya.”
Irgham : “Tapi, ibu tahu dari siapa tentang ini?”
Putri    : “Maaf maz, aku harus menceritakan ini semua. Ibu wajib tahu mas.”
Irgham : “Tapi,,,, Ya sudahlah kau memang benar dhe. Bu, maafin Irgham ya bu. Irgham menyembunyikan ini dari ibu. Irgham sayang sama ibu. Irgham gak mau ibu mengkhawatirkanku bu.”
Putri    : “(mengelus punggung Irgham) Mas...”
Ibu       : “Iya nak, ibu memaafkanmu. Ibu juga minta maaf. Ibu juga sayang sekali sama kamu. Tapi jangan pernah lagi kamu menyembunyikan sesuatu dari ibu.”
F&A    : “(masuk ke ruang tamu) Ibu!!! (berlari dan memeluk ibu)”
Fitri     : “Ibu kenapa menangis bu?”
Ibu       : “Tak apa-apa nak. Ibu hanya bangga sekali punya anak-anak seperti kalian. Ibu sayang banget sama kalian.”
Agus : “Dede juga sayang ibu. Ibu orang paling baik sedunia bu.”
Fitri     : “Kak Fitri juga sayang ibu dhe. Sayaaaaaang banget.”


MEREKA BERPELUKAN BAHAGIA.

Post a Comment for "Contoh drama "Menangis Bahagia""