Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

ANALISIS NASKAH DRAMA SAYANG ADA ORANG LAIN DENGAN PENDEKATAN FEMINISME


A.  PENDAHULUAN
Sejak dahulu karya sastra memiliki daya pikat kuat terhadap persoalan gender. Persoalan gender tersebut yaitu bahwa perempuan secara stereotip dinilai mewarisi sifat-sifat feminine, yaitu emosional, pasif, inferior, bergantung, lembut, dan perannya dibatasi pada bidang keluarga; sedangkan laki-laki dinilai mewarisi sifat-sifat masculine, yaitu rasional, aktif, superior, berkuasa, keras, dan menguasai peran dalam masyarakat (Moore, 1988:14 dan Budiman, 1985:1). Pandangan ini merupakan cikal bakal tekanan atau opresi terhadap perempuan. Pandangan tersebut mengakibatkan wanita diposisikan dalam tempat yang kurang penting. Posisi ini menempatkan wanita sebagai konco wingking saja.

Perempuan di mata pria sekedar menjadi obyek sebagaimana istilah bahasa Jawa swargo nunut neraka katut (Endraswara, 2011: 145). Konsep ini telah membelenggu, hingga mendorong perempuan ke sudut keterpurukan nasib. Perempuan menjadi terjajah. Perempuan yang gemar cerewet, ternyata menjadi obyek ceroboh laki-laki yang semakin mengkambing hitamkan mereka. Laki-laki umumnya memanjakan perempuan. Karena itu jangan heran kalau laki-laki sering menyekap perempuan pada sebuah akuarium indah, hanya sebagai pemandangan sedap dan panoramik belaka. Dengan kata lain, wanita dikonsepsikan sebagai sosok yang hanya bisa macak, masak, manak. Lain daripada itu adalah pekerjaan laki-laki.
Berdasarkan pemahaman tentang persoalan gender tersebut, maka pengkajian naskah drama Sayang Ada Orang Lain dengan menggunakan pendekatan feminisme, akan membantu kita membangun studi gender yang direpresentasikan dalam naskah drama tersebut.

B.  LANDASAN TEORI
Feminisme (tokohnya disebut feminis) adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria. Dalam feminisme, dikenal istilah feminisme liberal, yaitu pandangan untuk menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Dan aliran ini menyatakan bahwa berpartisipasi dalam masyarakat merupakan kunci untuk memajukan status perempuan. Akar ketertindasan dan keterbelakangan pada perempuan ialah karena disebabkan kesalahan perempuan itu sendiri. Perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka bisa bersaing di dunia dalam kerangka “persaingan bebas” dan punya kedudukan setara dengan laki-laki. Feminisme liberal mengusahakan untuk menyadarkan wanita bahwa wanita adalah golongan tertindas.
Kajian sastra feminisme secara sederhana dapat diartikan sebagai kajian yang memandang sastra dengan kesadaran khusus, kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra, dan kehidupan kita. Jenis kelamin inilah yang membuat perbedaan di antara semuanya, yang juga membuat perbedaan pada diri pengarang, pembaca, perwatakan, dan pada faktor luar yang mempengaruhi situasi karang mengarang (Sugihastuti, 2005:5).
Analisis dalam kajian feminisme hendaknya mampu mengungkap aspek-aspek ketertindasan wanita atas diri pria. Paham bahwa wanita hanyalah pendamping laki-laki, akan menjadi tumpuan kajian feminisme.
Menurut Yoder (Sugihastuti, 2002: 139) feminisme diibaratkan sebuah quilt yang dibangun dan dibentuk dari potongan-potongan kain lembut. Metafora ini mengandaikan bahwa feminisme merupakan kajian yang mengakar kuat pada pendirian membaca sastra sebagai wanita. Paham feminisme ini memang menyangkut soal hubungan kekuatan kehidupan antara wanita dan pria dalam sistem komunikasi sastra. Dari pandangan ini, peneliti feminisme sastra akan berusaha mengungkap seberapa jauh hierarki kekuatan pria dan wanita.

C.  METODE PENELITIAN
Sumber data penelitian ini berupa naskah drama berjudul Sayang Ada Orang Lain yang ditulis oleh Utuy Tatang Sontani. Data diperoleh dari  http://piiekaa.blogspot.com /2012/05/naskah-drama-sayang-ada-orang-lain.html. Data diperolah dengan metode simak (membaca) yang diikuti dengan teknik download. Teknik analisis data menggunakan content analysis yang berpijak pada teori feminis dalam penelitian sastra. Langkah pengkajian naskah drama berdasarkan feminis dapat dilakukan dengan mendeskripsikan berbagai isu berkaitan dengan wanita dalam perspektif feminis berdasarkan kenyataan teks.

D.  PEMBAHASAN
Naskah drama Sayang Ada Orang Lain merupakan salah satu naskah drama yang menyoroti nilai-nilai patriarki di dalam sebuah keluarga. Pengarang memiliki pandangan bahwa budaya patriarki di sebuah keluarga masih dominan, terbukti dari fakta sosial yang terjadi dalam naskah tersebut, yaitu seorang suami yang bekerja untuk memenuhi kehidupan keluarganya, sebagai salah satu tindakan atau wujud tanggung jawabnya sebagai kepala rumah tangga. Selain itu, pengarang juga memiliki pandangan, bahwa meskipun kepala dalam rumah tangga adalah seorang laki-laki, di mana mereka (laki-laki) mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, namun ternyata pengarang juga memiliki pandangan bahwa seorang perempuanpun juga memiliki kemampuan yang sama dengan laki-laki untuk membantu suaminya dalam hal ekonomi.
Dalam naskah drama tersebut, pengarang ingin mengkritik bahwa seorang wanita yang ingin membantu perekonomian keluarganya, haruslah sesuai dengan tuntunan agama, supaya tidak menghasilkan pola yang salah. Selain itu, pengarang juga ingin mengkritik bahwa wanita tidak seharusnya dilecehkan dalam hal seksualitas meskipun untuk tujuan yang positif, karena pada nantinya tujuan yang positif tersebut akan mengakibatkan efek yang negatif, baik efek yang berkaitan antara manusia dengan manusia, maupun manusia dengan sang Pencipta. Dan pengarang ingin mengkritik bahwa wanita, yang dikenal sebagai makhluk yang lembut hatinya, tidak seharusnya mengalami kekerasan fisik dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suaminya sendiri.
Naskah drama Sayang Ada Orang Lain menggambarkan budaya patriarki yang cukup kuat di lingkungan keluarga. Dalam naskah tersebut, seorang laki-laki digambarkan sebagai seseorang yang mempunyai tanggung jawab dalam keluarga, yaitu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini ditunjukkan melalui aktivitas yang dilakukan oleh tokoh Suminta (suami Mini) setiap harinya. Aktivitas tokoh Suminta setiap harinya, kecuali hari Minggu adalah bekerja sebagai buruh. Namun gaji dari pekerjaannya sebagai buruh itu, tidak cukup lagi untuk hidup satu bulan bersama istrinya. Hal itu karena harga-harga kebutuhan semakin naik, sedangkan gajinya sebagai buruh tidak ada kenaikan. Untuk dapat hidup, keluarga itu harus meminjam ke sana ke mari. Dan kian lama hutangnya bukan semakin sedikit, tetapi malah semakin banyak. Banyaknya hutang tersebutlah yang kemudian membuat tokoh Suminta (kepala rumah tangga) pusing dan terlihat lesu karena memikirkannya.
Kondisi tersebut di atas, seperti terdapat pada kutipan cerpen di bawah ini:
SUMINTA       : “Bagaimana takan lesu kalu gaji tdak cukup (SUARANYA MENGELUH). Coba pikir, gaji buruh sekarang sudah lagi tidak seimbang dengan harga-harga kebutuhan dengan yang kuterima sekarang. Sesungguhnya kami hanya bisa hidup untuk sepuluh hari saja, dan yang dua puluh hari lagi mesti ditutup dengan meminjam, menghutang, menggadaikan, kalau perlu menjual barang yang sudah ada dan keadaan ini sudah berbulan-bulan. Kian lama hutang itu bukan semakin sedikit. Aku takut akhir-akhirnya aku bekerja bukan buat istriku lagi, tapi semata-mata untuk mereka yang menghutangkan.”

Sedangkan tokoh wanita dalam naskah tersebut digambarkan sebagai sosok wanita yang hanya  sebagai konco wingking, yang tidak perlu untuk ikut serta dalam usaha menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Maksudnya yaitu, aktivitas yang dilakukan seorang wanita adalah hanya sebatas pekerjaan di rumah, seperti belanja untuk kebutuhan sehari-hari, dan memasak. Dan paham bahwa wanita adalah konco wingking tersebut, ternyata sudah menjadi prinsip hidup tokoh Mini dalam naskah tersebut. Bahkan tokoh Mini tidak mau disamakan dengan laki-laki dalam hal kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Hal tersebut, terbukti pada kutipan dialog di bawah ini:
SUMINTA       : “Bagiku hari minggu malah lebih memusingkan dari hari-hari kerja. Uang tak ada, pergi keluar malah banyak penglihatan yang mengerikan, diam di rumah malah banyak orang yang menagih.”
HAMID           : “Engkau sih pesimis terus, untung kau tidak, ya mini..!”
MINI               : “Perempuan jangan disamakan dengan laki-laki Bung Hamid, tapi duduklah meskipun tak ada yang disuguhkan. Aku akan pergi. Bukan karena ada tamu, tapi dari tadi juga aku mau pergi. (LALU MINI MENDEKAT PADA SUMINTA SAMBIL MENICIUM DAHINYA SUMINTA). Aku pergi ya kak..”

Kutipan di atas menerangkan bahwa tokoh Suminta, sebagai laki-laki, mempunyai tanggung jawab dalam keluarganya, dalam hal ekonomi. Dia mempunyai tanggung jawab untuk membayar hutang-hutangnya yang telah digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Sedangkan tokoh Mini sebagai wanita, tidak ingin  disamakan dengan laki-laki. Dia berpikiran, bahwa memang laki-lakilah yang semestinya memikirkan tentang biaya hidup keluarganya, karena posisinya sebagai kepala rumah tangga. Selain itu, dia (Mini) berpikiran juga, bahwa wanita sebagai ibu rumah tangga hanya bertugas menerima, dan menyalurkan uang dari suami untuk kebutuhan hidup. Selain pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga dalam rangka melayani suami dengan sebaik-baiknya, adalah memberikan ketenangan dan kesenangan batin kepada suaminya, seperti terdapat pada kutipan di atas, bahwa tokoh Mini tidak sungkan-sungkan mencium dahi suaminya ketika hendak pergi ke luar rumah, meskipun di sana ada tamu suaminya yang melihat adegan tersebut. Ciuman itulah yang sudah pasti membuat batin atau jiwa tokoh Suminta tenang, bahkan senang, meskipun raut muka terlihat lesu karena hutang-hutangnya pada warung.
Dari ulasan tersebut di atas, dapatlah dikatakan bahwa pekerjaan perempuan hanya melayani suami saja, atau dalam istilah bahasa Jawa yaitu konco wingking.
Tokoh dalam naskah drama Sayang Ada Orang Lain tersebut juga menggambarkan bahwa tokoh laki-laki adalah bak penguasa yang tidak mau malu karena harus meminjam uang kepada orang lain demi dapat makan. Untuk dapat terus makan, istrinyalah yang bertindak. Istrinya (Mini) berhutang ke sana ke mari; berhutang ke tukang sayur, dan tukang minyak tanpa ada rasa malu.
Hal tersebut, terbukti pada kutipan di bawah ini:
T. MINYAK     : “Saya tukang minyak.”
SUMINTA       : “Oh......, mau menagih uang minyak ya!? Istriku tidak ada. Nanti saja datang lagi ya!”
T. MINYAK     : “(CUKUP DENGAN MENGHELA NAFAS LALU IA PERGI)”

Kutipan naskah di atas menunjukkan bahwa tokoh Suminta (tokoh seorang suami) tidak mau ikut campur tentang urusan hutang yang dilakukan istrinya kepada tukang minyak, meskipun sebenarnya Suminta memikirkan hal hutang tersebut. Ketika tukang minyak datang ke rumah Suminta hendak menagih hutang kepada istrinya, tokoh Suminta bukannya berkata belum ada uang, atau sejenisnya, tapi malah menyuruh tukang minyak untuk pergi dan datang lagi nanti, jika sudah ada istrinya di rumah. Itu berarti, kemungkinan tokoh Suminta tidak mau malu dengan keadaannya yang saat itu sedang tidak memegang uang. Ia melemparkan rasa malu itu untuk istrinya. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa tokoh Suminta telah melakukan penindasan terhadap wanita, di mana wanita itu adalah istrinya sendiri. Suminta menganggap harga diri laki-laki lebih tinggi daripada harga diri wanita. Anggapan itulah yang membuat Suminta melemparkan rasa malu kepada istrinya akibat ditagihnya hutang oleh tukang minyak.
Selain itu juga terdapat pada kutipan di bawah ini:
H. SALIM       : “Bukan celaka, tadi istrimu bilang mau kemana?”
SUMINTA       : “Mau ke rumah kawannya. Mau pinjam duit.”
H. SALIM       : “Dan kau senang-senang, tidur yah?”

Kutipan naskah di atas, juga menunjukkan bahwa tokoh Suminta telah memperlakukan istrinya dengan tidak baik (menindas istrinya). Sama seperti yang telah disinggung di depan, bahwa laki-laki harga dirinya lebih tinggi dari wanita, sehingga mengakibatkan laki-laki beepandangan, bahwa memang perempuanlah yang memang sepantasnya mencari uang pinjaman kepada orang lain, apalagi uang pinjaman tersebut akan digunakan  untuk urusan dapur. Dalam kutipan di atas, ia (Suminta) enak-enakan tiduran di rumah, sedangkan istrinya di luar sana mencari uang pinjaman kepada orang lain untuk membayar hutang untuk urusan dapur. Sudah jelas, bahwa baginya urusan dapur adalah urusan wanita, bukan urusan laki-laki.
Selain itu, tokoh dalam naskah tersebut, menggambarkan bahwa tokoh Suminta (tokoh suami) tidak tau urusan istrinya, yaitu urusan dapur, terbukti pada kutipan di bawah ini:
PERM. TUA   : “Asalamualaikum...”
SUMINTA       : “Ada ap?”
PERM. TUA   : “Nyonya ada?”
SUMINTA       : “Tidak ada.”
PERM.TUA    : “Katanya mau bayar hari ini. Didatangi hari ini tidak ada. Bagaimana sih?? Putar-putar terus.”

Kutipan naskah di atas, menunjukkan bahwa urusan dapur adalah urusan wanita. Itu terbukti ketika seorang penjual sayur berkunjung ke rumah Suminta. Seharusnya, jika tokoh Suminta mengetahui tentang hutangnya untuk urusan dapur yang dilakukan istrinya, dia tidaklah perlu menanyakan kepada penjual sayur itu tentang keperluannya datang ke rumahnya. Pernyataan tentang urusan dapur adalah urusan wanita itu memang benar. Tapi, tidak seharusnya laki-laki sebagai suami, tidak mengetahui tentang urusan dapur itu, yang sudah sampai urusan hutang. Urusan dapur, yang apalagi sudah masuk ke urusan hutang tersebut, juga sudah menjadi urusan laki-laki sebagai suami, dan suami harus tahu itu. Tidak seharusnya kaum wanita saja yang memikirkan tentang urusan dapur.
Selain persoalan budaya patriarki, masalah memanfaatkan keadaan dengan mempengaruhi wanita yang dilakukan oleh kaum laki-laki juga ditampilkan pengarang dalam naskah drama Sayang Ada Orang Lain. Dalam naskah, tokoh Mini adalah tokoh wanita yang lemah, yang mudah termakan oleh omongan orang. Apalagi saat itu keadaannya yang sedang kekurangan. Keadaan tersebut membuatnya bingung harus berbuat apa supaya kekurangan berubah menjadi kecukupan. Keadaan itu ternyata diketahui oleh tetangganya, yaitu Hamid. Hamid menghasut Mini, bahwa wanita memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam hal kesempatan. Hasutan tersebut sebenarnya tersirat juga pada dialog Hamid dengan Suminta (suami Mini), seperti pada kutipan berikut:
“...Tapi kau mesti mengerti, bahwa bagiku apa yang kulakukan itu adalah karena mengingat istrimu mempunyai hak yang sama dengan kau dalam hal menggunakan kesempatan, karenanya apa yang kulakukan itu, itu untuk kebaikan kamu berdua.”

Maksud dari hasutan Hamid pada kutipan tersebut  adalah untuk membantu Mini dan Suminta terlepas dari kekurangan. Kutipan tersebut juga secara tidak langsung menunjukkan bahwa tokoh Hamid juga memberikan hasutan yang serupa terhadap tokoh Mini, bahwa wanita memiliki hak yang sama dalam hal menggunakan kesempatan.  Dalam naskah tersebut, yang dimaksudkan tokoh Hamid dengan kesempatan yang dimiliki oleh Mini adalah adanya waktu yang tepat untuk memperoleh uang, yaitu berbuat zina. Pada saat itu terdapat kesempatan, di mana Suminta berada di rumah, dan kemungkinan besar tidak akan keluar rumah karena katanya:
“Bagiku hari minggu malah lebih memusingkan dari hari-hari kerja. Uang tak ada, pergi keluar malah banyak penglihatan yang mengerikan, diam di rumah malah banyak orang yang menagih”.

Alhasil, Mini termakan omongan Hamid, dan mempercayainya. Dia mau berzina dengannya demi mendapatkan beberapa rupiah untuk menutupi kekurangannya, membayar hutang-hutang di warung. Dia diciumi oleh Hamid dan di bawa ke hotel oleh sahabat Hamid yaitu laki-laki bermata serigala. Sebagai seorang wanita yang sudah bersuami, seharusnya dia mampu menjaga nama baik suaminya, tidak malah menghinanya. Dia menghina suaminya sendiri dengan cara berbuat zina dengan sahabat suaminya sendiri. Walupun yang dia lakukan adalah untuk membantu ekonomi keluarga, tapi bagaimana dia membantu, itupun harus dengan jalan yang sesuai dengan aturan agama.
Dari tindakan pemanfaatan yang dilakukan oleh Hamid terhadap Mini, menghasilkan tindakan pelecehan seksualitas. Seperti telah disinggung sedikit di depan, di mana pelaku utama dalam tindakan tersebut adalah Hamid (sahabat Suminta), dan Mini (istri Suminta) sebagai korbannya. Pelecehan seksualitas yang dialami Mini tersebut dikarenakan pemberontakan tokoh Hamid, yang menginginkan supaya Suminta (suami Mini) berfikir secara rill, berfikir secara dialektis, seperti terdapat dalam naskah, di mana tokoh Hamid berkata kepada tokoh Suminta:
“Siapa yang menganjurkan korupsi? aku tidak menganjurkan korupsi. Tapi aku menganjurkan supaya kau berfikir secara dialektis. Dengan berfikir demikian kau tidak akan melihat, bahwa sesuatu untuk merubah keadaan itu tidak salah atau benar, tapi kau akan menganggap bahwa perbuatan itu suatu kemestian untuk hidup tidak kekurangan, supaya pikiran-pikiran jahat tidak timbul”.
Untuk membuka mata Suminta supaya berfikir dialektis, tokoh Hamid memperdagangkan Mini, istri Suminta kepada orang lain. Dia memperdagangkan Mini kepada seorang tokoh laki-laki bermata serigala, terbukti dengan kutipan naskah di bawah ini:
LAKI2 BS       : “Istri orang lain?! Apa itu istri? Dan apa itu orang lain? Aku hanya tahu, ada perempuan makanan saya.”
H SALIM        : “Tapi saudara suadah mengaku bukan? Bahwa perempuan tadi dibawa ke hotel. Apa yang terjadi di hotel?”
HAMID           : “Sudah! Tak perlu!! (TAPI LAKI-LAKI ITU TERTAWA )”
LAKI2 BS       : “Apa yang aku lakukan?! Tentu saja dia kubikin memuaskan hatiku. Dia....”
SUMINTA       : “Sudah! Sekarang aku bertanya: mau kau kawin dia?”
LAKI2 BS       : “Apa? Kawin??!!”

Kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh laki-laki bermata serigala menganggap bahwa wanita adalah makanan. Wanita merupakan kebutuhan hidup yang harus tercukupi olehnya, namun tanpa ada ikatan kawin atau nikah dengannya. Dia bebas membawa keluar masuk wanita ke dalam hotel. Salah satu wanita yang dibawanya ke hotel dalam naskah tersebut yaitu tokoh Mini. Laki-laki bermata serigala tersebut memberikan sejumlah uang kepada Mini untuk mau dibawa ke hotel dan bersenang-senang bersama di sana dengan memberi kepuasan batin kepada perempuan itu. Dibawanya  Mini ke hotel oleh laki-laki bermata serigala itu adalah berkat tokoh Hamid, sebagai upaya untuk membuka mata Suminta, bahwa memanfaatkan kesempatan itu perlu dilakukan agar hidup menjadi tidak susah lagi karena hutang di mana-mana. Dan supaya Suminta mampu berfikir bahwa sesuatu yang salah menjadi dibenarkan, karena sesuatu yang salah yang dilakukan Hamid terhadap istri Suminta tersebut akan dapat membuat hidup keluarganya tidak dibayang-bayangi hutang lagi. Dan kesempatan yang ada pada saat itu yaitu bahwa mampunya perempuan untuk bisa membuat hidup tidak pusing lagi karena biaya hidup kurang. Perempuan bisa menghasilkan uang walau dengan cara menjual diri.
Dari kejadian-kejadian tersebut, dapat disimpulkan bahwa baik Hamid maupun laki-laki bermata serigala itu sama sekali tidak menghargai keberadaan wanita. Mereka berdua menindas wanita, yaitu melakukan pelecehan seksual terhadap Mini dengan memanfaatkan kesempatan. Harga diri wanita (Mini) dibayar dengan uang.
Selain itu, Hamid sendiri juga membeli Mini. Mini diciumi di dalam mobil oleh Hamid, seperti terdapat di kutipan naskah di bawah ini:
H. SALIM       : “Ya, naik mobil tidak salah. Aku juga mau naik mobil. Tapi apa yang mau kau katakan, kalau di dalam mobil itu dia dicuimi laki-laki? Aku sampai gemetar melihatnya, Minta. Lihat! Tanganku masih gemetar (DAN IA MEMPERLIHATKAN TANGANNYA YANG GEMETAR). Aku hampir tidak percaya, Minta, demi Allah aku hampir tidak percaya, bahwa perempuan yang diciumi laki-laki bukan muhrim itu istrimu, istri tetanggaku sendiri. Ya Allah! mengapa Tuhan memberi aku cobaan seberat ini?”
SUMINTA       : “Betul Mang Haji?”
H. SALIM       : “Astagfirullah! Kau tidak percaya? Buat apa aku sembahyang tiap waktu? Kalau aku bicara dusta, kau kira aku ini si Hamid, tetangga kita yang sudah kufur itu? Coba kau tanyakan kepadanya tentang apa yang terjadi dengan istrimu tadi! Tentu dia mungkir tidak akan
SUMINTA       : “Hamid!!? Apa dia melihat juga?”
H. SALIM       : “Bukan hanya melihat, Minta. Tapi dia ikut serta di dalam mobil, duduk di depan di samping supir.”

Kutipan naskah di atas menunjukkan bahwa tokoh Hamid melakukan suatu perbuatan, di mana dia menciumi tokoh Mini, yang jelas-jelas tetangganya sendiri yang sudah bersuami, dan suaminya itu adalah sahabatnya sendiri. Perbuatan yang dilakukan Hamid tersebut merupakan ke dalam tindakan pelecehan seksual. Pada akhirnya Hamid menyerahkan sejumlah uang kepada Mini. Hal demikian juga dikatakan pula bahwa tokoh Hamid tidaklah menghargai wanita.
Dalam naskah drama Sayang Ada Orang Lain, tokoh Mini menerima sejumlah uang atas hasil kerja kerasnya bersama Hamid dan laki-laki bermata serigala. Dalam naskah, Hamid dikenal sebagai tokoh yang suka menghasut orang lain, terbukti pada kutipan naskah di bawah ini:
SUMINTA       : “Dia bukan meghasut (IA MEMBANTAH). Dia menceritakan apa yang dia lihat. Dan apa yang dia lihat itu membuktikan, bahwa kaulah penghasut, penjual isteri orang-orang.”
HAMID           : “Nanti dulu!...”

Kutipan di atas adalah sebagai salah satu bukti bahwa dimungkinkannya tokoh Hamid menghasut Mini untuk mau melakukan sesuatu untuk mendapatkan uang. Mini awalnya berpikiran bahwa wanita tidak seharusnya disamakan dengan laki-laki. Kemudian Hamid menghasut Mini bahwa wanita juga bisa seperti laki-laki, menghasilkan uang. Dan tekanan hutang yang semakin banyak karena gaji suaminya tidak cukup untuk hidup satu bulan, membuat Mini termakan oleh hasutan atau omongan Hamid. Karena Mini menyadari bahwa dia tidak memiliki keahlian apapun untuk dapat menghasilkan uang, diapun setuju dengan Hamid untuk mengambil kesempatan yang ada, yaitu digauli oleh laki-laki lain yang bukan suaminya. Kemauan Mini melakukan hal tersebut, yaitu diciumi oleh Hamid di dalam mobil, dan diberikan kepuasan batin oleh laki-laki bermata serigala di sebuah hotel adalah semata-mata untuk memperoleh uang agar hutang-hutang kepada warung terhapuskan.
Dan benar, uang yang diterima Mini dari hasil kerja kerasnya dengan Hamid dan laki-laki bermata serigala tersebut membuat hutang-hutangnya kepada tukang sayur dan tukang minyak terhapuskan. Hal tersebut, seperti terdapat pada kutipan di bawah ini:
“.....Oh iya barusan di jalan saya bertemu dengan empok penjual sayur. Dia bilang kakak marah-marah. Saya bilang salahnya juga, sebab seorang suami tidak mesti tahu urusan dapur. Tapi sekarang sudah beres, sudah saya bayar barusan.”
Kutipan naskah tersebut, menunjukkan bahwa tokoh saya, yaitu Mini telah membayar hutang sayurannya kepada empok penjual sayuran itu. Tentunya dia membayar menggunakan uang yang diberikan oleh Hamid kepadanya. Uang itu adalah uang hasil perdagangan dirinya kepada Hamid dan laki-laki bermata serigala.
Selain itu, juga tertera dalam kutipan naskah di bawah ini:
MINI               : “Oh... tukang minyak. (SETELAH MEMBUKAKAN PINTU) Tinggal berapa yang belum dibayar? Lima rupiah lagi, bukan?”
T.MINYAK      : “Betul, neng.”
MINI               : “Saya bayar semuanya. Tapi saya ambil lagi, ya?”
T.MINYAK      : “Boleh, tentu saja boleh. Masa orang yang bayar tidak dikasih lagi.”

Kutipan naskah tersebut menunjukkan bahwa Mini membayar semua hutangnya kepada tokoh tukang minyak, bahkan ia mampu untuk membelinya lagi. Sama seperti yang sudah di jelaskan di depan, bahwa ia mampu melunasi hutangnya kepada tukang minyak bukan karena suaminya telah memberinya uang, melainkan sahabat suaminyalah yang telah memberinya uang. Uang yang mampu digunakan untuk melunasi hutang-hutangnya itu adalah uang pengganti dirinya yang telah diciumi oleh sahabat suaminya itu (Hamid) dan dibawa ke hotel oleh laki-laki bermata serigala.
Dam naskah drama Sayang Ada Orang Lain tersebut, masalah kekerasan terhadap perempuan juga ditampilkan pengarang. Kekerasan dialami oleh tokoh Mini. Kekerasan tersebut dilakukan oleh suami Mini sendiri, yaitu Suminta. Kekerasan tersebut dilakukan lantaran emosi yang tidak dapat ditahannya karena perbuatan istrinya yang hina, mau menjual dirinya kepada sahabat suaminya sendiri, demi mendapatkan uang untuk membayar hutang. Emosi tersebut yang akhirnya membuat Suminta melakukan kekerasan terhadap istrinya. Wujud kekerasan yang dilakukan Suminta tersebut terdapat pada kutipan berikut ini:
“Kau tidak mau mengaku, bahwa kau tadi naik mobil bersama seorang laki-laki dan Si Hamid? Kau tidak mau mengaku, bahwa di dalam mobil kau diciumi laki-laki itu? Kau tidak mau mengaku? (MINI TERDIAM IA BANGKIT BERDIRI DARI KURSINYA. KARENA MELIHAT MINI TETAP DIAM) Mengaku tidak? (MINI TETAP DIAM, DAN MELIHAT MINI SELALU DIAM, IA MENGEPALKAN TANGANNYA SAMBIL MENCERENGKAN MATANYA) Hmmm.. kau mengaku, ya? Kau menyangka bahwa perbuatan dosa itu dapat disembunyikan? Kau mengira, bahwa dosa itu dapat kau tutup dengan sebungkus mieu goreng? (DAN IA LALU MELEMPARKAN PIRING MIE GORENG YANG DISIMPAN DI ATAS MEJA, LALU IA MENGHAMPIRI) Di bawa ke hotel mana kau tadi? Di bawa ke hotel mana? (DAN LANTARAN MINI TETAP TERDIAM, TERUS SAJA IA MENCEKIK) Mini! Kau tadi disewa ya? Kau disewa untuk memuaskan orang lain!”

Kutipan di atas menunjukkan adanya kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya. Kekerasan yang terjadi atau yang dilakukan tersebut sebenarnya tidak hanya berwujud fisik saja, namun juga berwujud psikis. Kekerasan fisik yang ditunjukkan pada kutipan naskah di atas yaitu dicekiknya leher Mini oleh Suminta (suami Mini). Sedangkan kekerasan psikis yang ditunjukkan pada kutipan tersebut yaitu adanya adegan melempar piring yang berisi mie goreng yang disimpan di atas meja dan tentulah berhamburan di lantai. Hal itu tentulah membuat Mini kaget dan akhirnya takut. Selain itu, bentakan-bentakan keras yang dilontarkan oleh Suminta kepada istrinya itu juga sudah termasuk ke dalam kekerasan psikis. Bentakan-bentakan yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang bertubi-tubi membuatnya takut, sehingga membuat istrinya terdiam.
Adanya kekerasan terhadap wanita yang dialami Mini yang ditampilkan dalam naskah drama Sayang Ada Orang lain tersebut adalah bukan semata-mata tidak ada alasan, namun karena memang kesalahan Mini yang sudah berani menghina Suminta (suami Mini). Seperti yang telah dijelaskan di depan, bahwa tokoh Mini berani berbuat zina dengan sahabat suaminya itu demi mendapatkan uang untuk menutupi hutang-hutangnya, di mana hutang-hutang itu memang tidak bisa ditutupi oleh suaminya.

E.  PENUTUP
1.    Kesimpulan
Naskah drama Sayang Ada Orang Lain memperlihatkan manifestasi budaya patriarki di dalam keluarga. Penggambaran budaya patriarki yang cukup kuat di lingkungan keluarga tampak dalam berbagai hal. Misalnya yaitu: (1) sosok laki-laki yang berkedudukan sebagai kepala keluarga, mempunyai tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dengan bekerja, dan di luar itu adalah tugas istri, seperti jika uang dari suami habis, maka istrilah yang tanpa malu harus meminjam ke sana ke mari supaya masih bisa tetap makan; (2) sosok wanita (istri) yang tidak mau disamakan dengan laki-laki yang kedudukannya sebagai kepala keluarga. Laki-lakilah yang memang harus memenuhi kebutuhan keluarga, sedangkan wanita adalah konco wingking saja, melayani suami dengan sebaik-baiknya.
Tindakan pelecehan seksualitas terhadap wanita lemah juga diperlihatkan dalam naskah tersebut, melalui tokoh Mini, Hamid dan Laki-laki bermata serigala. Hamid memperdagangkan Mini yang lemah karena sedang mengalami kekurangan dalam hal ekonomi kepada sahabatnya (laki-laki bermata serigala), dan dia sendiri juga membelinya dengan cara menghasut Mini terlebih dahulu supaya mau diperdagangkan. Hasutan itu termakan oleh Mini.
Kekerasan terhadap wanita dalam sebuah keluarga, dalam naskah drama Sayang Ada Orang Lain digambarkan melalui tokoh Mini yang mengalami kekerasan fisik dan psikis dari suaminya. Namun, kekerasan yang dilakukan itu adalah karena kesalahan Mini sendiri, bukan tanpa alasan.
Pada akhirnya, sikap-sikap Mini yang ditunjukkan melalui naskah drama tersebut mencitrakan sosok wanita yang mempunyai kemampuan yang sama seperti laki-laki, yaitu menghasilkan uang untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Pencitraan sosok wanita melalui tokoh Mini dalam naskah drama Sayang Ada Orang Lain ini tergambar dari sikapnya yang tidak malu untuk berhutang ke sana ke mari demi dapat menyambung hidup atau makan. Selain itu juga tergambar dari sikapnya yang tidak malu untuk meperdagangkan dirinya sendiri kepada sahabat suaminya sendiri.

2.    Saran
a.    Sebagai laki-laki, baik yang sudah menjadi kepala rumah tangga maupun yang belum, perlakukanlah wanita dengan baik dan lembut. Apabila wanita salah, maka tegurlah tanpa harus melakukan kekerasan.
b.    Sebagai wanita, jika ingin dihargai oleh baik kaum laki-laki maupun wanita lain, maka haruslah mampu mempersiapkan diri sebelumnya dengan sebaik mungkin. Jangan sampai apa yang kita lakukan, membuat mereka, khususnya kaum laki-laki berbuat sewenang-wenang terhadap wanita.
c.     Sebagai masyarakat, sebaiknya tidak membeda-bedakan antara laki-laki dan wanita tentang kesempatannya dalam menggapai impian.

F.   Daftar Pustaka
Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sastra. Yoguakarta: Caps.
http:// http://piiekaa.blogspot.com /2012/05/naskah-drama-sayang-ada-orang-lain.html (diunduh pada tanggal 10 Juni 2014)















LAMPIRAN

SAYANG ADA ORANG LAIN
Karya: Utuy Tatang Sontani

Para Pelaku:
1.        Hamid (Seorang lelaki berbadan gemuk)
2.        Suminta (Suaminya Mini)
3.        Mini (Istrinya Suminta)
4.        Sum (Penjual perhiasan)
5.        Haji salim (Seorang lelaki tua berbadan kurus)
6.        Perempuan tua /pembawa bakul
7.        Laki-laki bermata serigala
8.        Lelaki penjual minyak

Adegan I
DI RUMAH SUMINTA, DI KOTA JAKARTA. DI RUANGAN TENGAH YANG SEMPIT DIALATI OLEH PERABOTAN YANG SERBA REYOD.

PAGI HARI NAMPAK SUASANA MURAM DAN SEPI SEOLAH-OLAH DI SANA TAK PERNAH ADA MAKHLUK BERNYAWA. TIBA-TIBA MUNCUL DARI PINTU LUAR SEORANG LAKI-LAKI BERBADAN GEMUK SETELAH MELIHAT RUANGAN YANG KOSONG, IA MELONGOK LALU...

HAMID              : “Minta!! Kau masih tidur dihari siang begini! (MUNCUL MINI ISTRINYA SUMINTA DENGAN BADAN DIBUNGKUS PAKAIAN BAGUS). Suminta ada!”
MINI                   : “Ada, kak! kak! kak! ini ada Bung Hamid.” (SUMINTA MUNCUL DENGAN KAOS DAN SARUNG)
HAMID              : “Loh... aneh! istrinya perlente suaminya kayak gembel.”
SUMINTA          : “Dia mau pergi, ada urusan.”
HAMID              : “Dan kau tunggu rumah? Mengapa tidak sama-sama liburan? Kan ini hari minggu.”
SUMINTA          : “Bagiku hari minggu malah lebih memusingkan dari hari-hari kerja. Uang tak ada, pergi keluar malah banyak penglihatan yang mengerikan, diam di rumah malah banyak orang yang menagih.”
HAMID              : “Engkau sih pesimis terus, untung kau tidak, ya mini..!”
MINI                   : “Perempuan jangan disamakan dengan laki-laki Bung Hamid, tapi duduklah meskipun tak ada yang disuguhkan. Aku akan pergi. Bukan karena ada tamu, tapi dari tadi juga aku mau pergi. (LALU MINI MENDEKAT PADA SUMINTA SAMBIL MENICIUM DAHINYA SUMINTA). Aku pergi ya kak..”
HAMID              : “Aduh kalian seperti yang baru saja kawin.”
MINI                   : “Bagi kami lima tahun kawin seperti baru lima hari kawin. (SAMBIL TERUS JALAN KELUAR)
HAMID              : “Beruntung, sungguh kau beruntung beristrikan dia. Tetapi, anehnya kau selalu kelihatan lesu saja seperti bagimu langit ini akan ambruk menimpa kepala.”
SUMINTA          : “Bagaimana takan lesu kalu gaji tdak cukup (SUARANYA MENGELUH). Coba pikir, gaji buruh sekarang sudah lagi tidak seimbang dengan harga-harga kebutuhan dengan yang kuterima sekarang. Sesungguhnya kami hanya bisa hidup untuk sepuluh hari saja, dan yang dua puluh hari lagi mesti ditutup dengan meminjam, menghutang, menggadaikan, kalau perlu menjual barang yang sudah ada dan keadaan ini sudah berbulan-bulan. Kian lama hutang itu bukan semakin sedikit. Aku takut akhir-akhirnya aku bekerja bukan buat istriku lagi, tapi semata-mata untuk mereka yang menghutangkan.”
HAMID              : “Salahmu juga sih. Kan aku sudah beberapa kali menganjurkan supaya kau mengubah cara berfikir. Coba kau berfikir rill, berfikir secara dialektis. Kau kira aku pesimis gara-gara gajiku tidak cukup? Tidak!  Itu tidak benar lantaran gaji tidak cukup. Kau mesti berusaha menggunakan segala kesempatan, supaya kau bisa membangun rumah tangga yang kuat. Supaya sudah mempunyai rumah tangga yang kuat pikiranmu jadi sehat, tidak diganggu oleh kekurangan.”
SUMINYA         : “lantas? Memangnya aku harus korupsi untuk menutupi kekurangan sekarang? Mesti melakukan perbuatan curang?”
HAMID              : “Siapa yang menganjurkan korupsi ? aku tidak menganjurkan korupsi. Tapi aku menganjurkan supaya kau berfikir secara dialektis. Dengan berfikir demikian kau tidak akan melihat, bahwa sesuatu untuk merubah keadaan itu tidak salah atau benar, tapi kau akan menganggap bahwa perbuatan itu suatu kemestian untuk hidup tidak kekurangan, supaya pikiran-pikiran jahat tidak timbul. Mengerti kan? Tapi sudahlah! Kedatanganku ke sini sebenarnya ada perlu. Aku mau pinjam raket badmintonmu.”
SUMINTA          : “Mana ada.”
HAMID              : “Kemana?!”
SUMINTA          : “Sudah kujual! Kujual untuk menutupi kekurangan.”
HAMID              : “(TERTAWA) Sudah sampai kesana? Bagaimana kalau nanti tinggal baju, kaos , sarung yang kau pakai sekarang? Ah, Minta! Kau jangan terus diam saja, memangnya kau mau menunggu datangnya Tuhan dari langit?!!”
SUMINTA          : “Aku belum tahu apa yang mesti aku lakukan.”
HAMID              : “Kalau kau belum tahu apa yang mesti kau lakukan, mengapa tidak istrimu yang melakukan? Dia mempunyai hak yang sama seperti kau. Tapi sudahlah! Kalau kau sudah tidak lagi mempunyai raket badminton, aku akan mencarinya di tempat lain. (PERGI KELUAR. DAN SUMINTAPUN MASUK KE KAMAR)”
Adegan II
T. MINYAK       : “(DARI LUAR ) Asalamualaikum!!”
SUMINTA          : “Salam (IA KELUAR DARI KAMARNYA, LALU MEMBUKA PINTU)”
T. MINYAK       : “Saya tukang minyak.”
SUMINTA          : “Oh......, mau menagih uang minyak ya!? Istriku tidak ada. Nanti saja datang lagi ya!”
T. MINYAK       : “(CUKUP DENGAN MENGHELA NAFAS LALU IA PERGI)”
SUMINTA          : “(LALU IAPUN MASUK KEKAMAR LAGI)”
SUM                    : “Mini! MINI..!!( YANG DATANG DENGAN DIHIASI PERHIASAN)”
SUMINTA          : “Siapa? (IA KELUAR ) Oh, engkau Sum. Istriku tidak ada.”
SUM                    : “Kemana?”
SUMINTA          : “Katanya sih mau mendatangi kawannya. Ada apa sih Sum?”
SUM                    : “(LALU IA MEMPERLIHATKAN PENITI BROSNYA) Belum lama istrimu mengatakan ingin memiliki brosku ini. Waktu itu aku tidak mau kasih. Tapi sekarang boleh saja, sebab aku sudah ada gantinya.”
SUMINTA          : “Maksudmu istriku mau membelinya?”
SUM                    : “Ya!”
SUMINTA          : “Mana ada uang?”
SUM                    : “Uangnya tidak usah sekarang. Habis bulan juga boleh.”
SUMINTA          : “Sama saja Sum. Bros ini dibayar, tapi hutang ke toko tidak dibayar. Itu kan berabe...!”
SUM                    : “Bros ini cuman dua puluh rupiah Minta! Masa untuk hiasan istrimu seharga dua puluh rupiah saja mesti kau pikir sulit!”
SUMINTA          : “Jangankan bros ini Sum, semua barang perhiasan di toko mau kujadikan perhiasan istriku. Tapi kau tahu, gaji pegawai sekarang cukup untuk apa?”
SUM                    : “Bicara tentang gaji, siapa yang mengatakan tidak kurang, kalau segala digantungkan pada gaji mana bisa suamiku membelikan barang-barang perhiasan semacam ini, tapi suamiku sering mendapatkan penghasilan ekstra.”
SUMINTA          : “Pengahasilan ekstra bagaimana?”
SUM                    : “Suamiku kan mengurus uang pemulihan pegawai. Nah dari para pegawai yang menerima uang pemulihan itu dia sering menerima persenan sebagai tanda terima kasih mereka lantaran sudah ditolong diuruskan.”
SUMINTA          : “Ya, aku mengerti. Suamimu mengurus uang pemulihan. Kepada mereka yang menerima uang pemulihan itu dia tentu mengatakan: tidak bisa lekas diterima, sebab ada ini dan itu. Dan orang-orang yang butuh uang itu lalu menjanjikan akan mengasih persen, asal bisa lekas diterima. Padahal mengasih persen itu tidak mesti. Toh itu sudah menjadi kewajiban atau tugas suamimu. Tahu kau bahwa dalam hal itu suamimu menjalankan korupsi?”
SUM                    : “Itu bukan korupsi, minta!! Kalau seorang kondektur kereta api menerima uang dari penumpang dengan tidak memberikan karcis, itu betul korupsi.”
SUMINTA          : “Ya, tapi bagaimanapun juga bagiku masih jadi pertanyaan apakah di dunia sekarang ketidak jujuran itu dimestikan?”
SUM                    : “Yang memestikan tidak ada, tapi dimana ada bukti yang menyatakan bahwa yang jujur itu makmur?!”
SUMINTA          : “Itu sih pendapatmu dan pendapatmu adalah satu kebenaran, tapi satu kebenaran di antara sekian banyaknya yang ada di dunia sekarang. Tapi, ya, tentang bros itu, kalau kau sudah ada pembicaraan dengan istriku kau lebih baik bicara lagi saja dengan dia.”
SUM                    : “Kapan kira-kira dia datang?!”
SUMINTA          : “Nanti siang dia ada di rumah.”
SUM                    : “Baik, nanti saja aku datang lagi. (LALU DIA PERGI KELUAR)”
SUMINTA          : “(KEMBALI MASUK KAMAR)”

Adegan III
TIBA-TIBA MASUK DENGAN TERGOPOH-GOPOH SEORANG LELAKI TUA BERBADAN KURUS. DAN DENGAN TERGOPOH-GOPOH PULA IA MEMANGGIL.
H. SALIM           : “Minta! Minta!”
SUMINTA          : “Ada apa mang Haji (SERAYA TAMPIL MENGGOSOK-GOSOK   MATA)”
H. SALIM           : “Aku hampir-hampir tidak percaya pada mataku sendiri, Minta, demi Allah, aku hampir tidak percaya.”
SUMINTA          : “Ada apa sih?”
H. SALIM           : “Istrimu!”
SUMINTA          :” Mengapa? Celaka?”
H. SALIM           : “Bukan celaka, tadi istrimu bilang mau kemana?”
SUMINTA          : “Mau ke rumah kawannya. Mau pinjam duit.”
H. SALIM           : “Dan kau senang-senang, tidur yah?”
SUMINTA          : “Ada apa sih Mang Haji?”
H. SALIM           : “Barusan kulihat dia naik mobil, Minta. Dia naik mobil!”
SUMINTA          : “Naik mobil apa salahnya?”
H. SALIM           : “Ya, naik mobil tidak salah. Aku juga mau naik mobil. Tapi apa yang mau kau katakan, kalau di dalam mobil itu dia dicuimi laki-laki? Aku sampai gemetar melihatnya, Minta. Lihat! Tanganku masih gemetar (DAN IA MEMPERLIHATKAN TANGANNYA YANG GEMETAR). Aku hampir tidak percaya, Minta, demi Allah aku hampir tidak percaya, bahwa perempuan yang diciumi laki-laki bukan muhrim itu istrimu, istri tetanggaku sendiri. Ya Allah! mengapa Tuhan memberi aku cobaan seberat ini?”
SUMINTA          : “Betul Mang Haji?”
H. SALIM           : “Astagfirullah! Kau tidak percaya? Buat apa aku sembahyang tiap waktu? Kalau aku bicara dusta, kau kira aku ini si Hamid, tetangga kita yang sudah kufur itu? Coba kau tanyakan kepadanya tentang apa yang terjadi dengan istrimu tadi! Tentu dia mungkir tidak akan
SUMINTA          : “Hamid!!? Apa dia melihat mengaku.juga?”
H. SALIM           : “Bukan hanya melihat, Minta. Tapi dia ikut serta di dalam mobil, duduk di depan di samping supir.”
SUMINTA          : “Mana bisa jadi! Dia tadi dari sini, mau pinjam raket.”
H. SALIM           : “Apa katamu? Dia tadi dari sini? Kapan dia datang di sini? Sewaktu istrimu masih di rumah?”
SUMINTA          : “Tepat pada waktu istriku mau berangkat.”
H. SALIM           : “Setelah istrimu pergi, Si Hamidpun pergi?”
SUMINTA          : “Ya, dia pergi setelah dia tidak jadi pinjam raket.”
H. SALIM           : “Itu dia!! Dasar manusia kufur! Tidak terfikir olehmu sekarang betapa jahatnya kawanmu itu! Aku memang sudah lama tidak percaya kepadanya, Minta coba kau fikir!! Di mana-mana dia selalu mengejek orang yang percaya kepada Tuhan. Katakanlah dia menganut paham isme ini isme itu. Tapi bagiku, orang yang tidak mengakui adanya Tuhan itu adalah orang murtad, orang yang sudah bejad akhlak, bejad iman, bejad segala-galanya. Dan sekarang kebejadan akhlaknya itu digunakannya sebagai modal untuk menjual istri orang.”
SUMINTA          : “Nanti dulu, Mang Haji. Kita jangan tergesa-gesa menuduh.”
H. SALIM           : “Apa yang menyebabkan jangan tergesa-gesa? Tapi ya, baik. Kita jangan menuduh Si Hamid. Kita belum tahu rol apa yang dia mainkan. Tapi tahu kau, Minta, apa hukumnya menurut agama, jika istrimu itu jinah?”
SUMINTA          : “Sudah Mang Haji, jangan dikatan sampai ke sana pula. Kepala saya sudah sakit.”
H. SALIM           : “Lho, aneh!! Maksudku datang di sini bukan untuk menyuruh kau sakit. Aku mengabarkan perbuatan dosa padamu. Kita tak usah membayangkan perbuatan istrimu itu lebih jauh. Kita lihat bukti saja. Dan aku tadi melihat bukti bahwa istrimu diciumi orang. Apakah dia tidak berdosa? Ibumu, Nenekmu, jangankan diciumi laki-laki bukan muhrim. Bertemu tangan saja sudah dianggap haram. (SUMINTA TERDIAM. DAN MELIHAT SUMINTA TERDIAM, HAJI YANG BERBADAN KURUS ITU TERUS MENYUSUL). Ya, ya, aku mengerti, Minta. Aku mengerti bahwa jaman sudah maju, bahwa sekarang sudah bukan dulu. Tapi agama tetap agama, aturan Tuhan tetap aturan Tuhan. Kalau kau menganggap bahwa istrimu yang diciumi orang lain tidak berdosa, kau ikut berdosa, kau jadi orang bejad akhlak juga, bejad akhlak seperti istrimu, seperti Si Hamid, kebanyakan seperti penduduk dunia sekarang.”
SUMINTA          : “Lantas apa yang mesti saya lakukan?”
H. SALIM           : “Sebagai suaminya kau mesti menghakimi dia. Kalau dia sudah mengaku atas kesalahannya, kalau dia sudah mengaku melakukan jinah, jangan kau ragu-ragu lagi: Jatuhkanlah hukumannya! Tahu kau hukuman apa yang mesti kau jatuhkan atas dosa jinah? Lucuti dia! Lucuti sampai telanjang meninggalkan rumah, itulah hukumannya.”
SUMINTA          : “(SEKALI LAGI MEMEGANG KEPALANYA) Tidak menyangka! Sungguh tidak menyangka. Mang haji...... tahu... betapa besar cinta Mini kepada saya. Kalau bukan mang haji yang bukan menyampaikan kabar ini, saya tidak mungkin percaya.”
H. SALIM           : “Memangya kau mengira, bahawa cinta itu bisa dijadikan pegangan? Bukan, Minta apa arti cinta, kalau iman tidak ada, kalau agama tidak diacuhkan, Tuhan dibelakangi? Inilah buktinya! Kau bilang istrimu cinta kepadamu. Tapi istrimu tidak mengacuhekan agama, istrimu membelakngi Tuhan. Kejadiannya ia berbuat jahat. Apa arti cinta di sini ? Dan kau Minta, jangan kau pula mengatakan, bahwa kau cinta kepada istrimu, dan karena cinta itu kau tidak berdaya menghukum dia. (SUMINTA TERDIAM LAGI ) Ya....ya...ya aku mengerti. Kau bingung. Tapi ini adalah cobaan dari Tuhan, Minta. Atau kau akan jadi umat terkutuk karena membelakangi kepadanya, atau kau akan jadi umat yang mulia lantaran menghadap kepadanya. (SUMINTA MENJATUHKAN BADAN DI ATAS KURSI, LALU IA MERENUNG LALAI, DAN MELIHAT DEMIKIAN, MANG HAJIPUN KELUAR ) Nanti aku ke sini Suminta!! ( SEKALI DUDUK SUMINTA TERUS SAJA MERENUNG, LALU IA MASUK KE KAMAR. TAPI TIDAK LAMA IA KELUAR LAGI DENGAN MEMAKAI PANTOLAN DAN KEMEJA, IA TERUS BERJALAN AKAN KELUAR, TAPI BARU SAJA DIAMBANG PINTU IA SUDAH BALIK LAGI. DAN TERUS MERENUNG LAGI IA BANGUN SETELAH DI LUAR ADA ORANG YANG MEMANGGIL ).

Adegan ke IV
PERM. TUA       : “Asalamualaikum...”
SUMINTA          : “Ada ap?”
PERM. TUA       : “Nyonya ada?”
SUMINTA          : “Tidak ada.”
PERM.TUA        : “Katanya mau bayar hari ini. Didatangi hari ini tidak ada. Bagaimana sih?? Putar-putar terus.”
SUMINTA          : “Lantas mau apa? Gajiku memang tidak cukup!”
PERM. TUA       : “Loh, tuan tak usah marah. Saya tidak perlu tahu cukup atau tidaknya gaji tuan. Hutang ya tinggal hutang. Dan tiap hutang mesti dibayar. Tidak cukup hanya dengan janji.”
SUMINTA          : “Tapi kau tidak perlu ngomel. Kalau tidak ada, ya, tidak ada. Memangnya aku perlu korupsi? (PEREMPUAN YANG MEMBAWA BAKUL ITU MELONGO, CEPAT-CEPAT SUMINTA MENUTUPKAN PINTU) Terlalu, terlalu! (SAMBIL MENGEPAL-NGEPAL TANGAN, IA TERUS MENGHELA NAFAS, IA DUDUK LAGI DAN TERUS MERENUNG LAGI. KETIKA PINTU LUAR ADA YANG MEMBUKA IA LANGSUNG TEGAK, TAPI SETELAH DILIHATNYA YANG DATANG ADALAH MINI, DAN IAPUN DUDUK LAGI SAMBIL MERUNDUKAN KEPALA)”
MINI                   : “Belum makan, ya kak? Ini saya membawa mie goreng (DAN IA TERUS MENGAMBIL PIRING DARI DAPUR. SAMBIL MENARUH PIRING DIISI MIE GORENG DI ATAS MEJA) Tidak ada tamu tadi kak? Oh iya barusan di jalan saya bertemu dengan empok penjual sayur. Dia bilang kakak marah-marah. Saya bilang salahnya juga, sebab seorang suami tidak mesti tahu urusan dapur. Tapi sekarang sudah beres, sudah saya bayar barusan.”
SUMINTA          : “Bagus, kau dapat uang banyak ya?”
MINI                   : “Empat puluh rupiah ka. Lumayan untuk belanja beberapa hari.”
SUMINTA          : “Dari mana kau dapat uang sebanyak itu? Empat puluh rupiah sama dengan gajiku dua hari kerja. Dan kau mendapatkannya beberapa jam saja.”
MINI                   : “Saya pinjam.”
SUMINTA          : “Dari siapa?”
MINI                   : “Dari Nyonya Kusman, kenalan lama.”
SUMINTA          : “Alangkah dia baik hati, suka meminjamkan uang, ingin aku berkenalan dengan dia.”
MINI                   : “Biarlah lain kali kita bertamu di rumahnya. Tapi, mengapa mie itu tidak dimakan, kak? Dia nanti dingin.”
SUMINTA          : “Biarlah dia dingin. Aku tidak mengharapkan kau membawa mie. Aku mengharapkan kau membawa cerita yang terus terang.”
MINI                   : “Cerita yang terus terang?”
SUMINTA          : “Ya, cerita yang terus terang, yang tidak putar-putar.”
MINI                   : “Apa maksudmu??”
SUMINTA          : “Kau tidak tahu? Atau kau mau pura-pura tidak tahu? Mengapa kau mesti berputar-putar juga.”
MINI                   : “Siapa yang berputar-putar kak?”
SUMINTA          : “(IA MELIRIK KEMBALI, IA KEMBALI MENUNDUKAN KEPALA LALU) Sebenarnya kau tadi dari mana?”
MINI                   : “Dari nyonya Kusman. Habis, dari mana lagi?”
SUMINTA          : “Kau lebih baik terus terang saja. Dengan berterus terang orang bisa mengurangi dosa.”
MINI                   : “Dosa? Kau seperti hakim saja, kak?”
SUMINTA          : “Yang nyata dosamu sekarang tidak mau terus terang.”
MINI                   : “Saya tidak mengerti, kak. Mengapa kau tiba-tiba saja seolah-olah mencurigai?”
SUMINTA          : “Aku bukan mencurigai. Aku sudah punya saksi. Dan saksi itu seorang tua yang patut dipercaya. Tahu kau Haji Salim? Nah, itulah saksinya. Sekarang kau tinggal mengaku  saja.”
MINI                   : “Apa yang mesti saya akui?”
SUMINTA          : “Kau belum mau mengaku juga?”
MINI                   : “Ya, apa yang mesti saya akui itu?”
SUMINTA          : “Kau tidak mau mengaku juga?”
MINI                   : “Apa, kak? Apa yang mesti saya akui?”
SUMINTA          : “Kau tidak mau mengaku, bahwa kau tadi naik mobil bersama seorang laki-laki dan Si Hamid? Kau tidak mau mengaku, bahwa di dalam mobil kau diciumi laki-laki itu? Kau tidak mau mengaku? (MINI TERDIAM IA BANGKIT BERDIRI DARI KURSINYA. KARENA MELIHAT MINI TETAP DIAM) Mengaku tidak? (MINI TETAP DIAM, DAN MELIHAT MINI SELALU DIAM, IA MENGEPALKAN TANGANNYA SAMBIL MENCERENGKAN MATANYA) Hmmm.. kau mengaku, ya? Kau menyangka bahwa perbuatan dosa itu dapat disembunyikan? Kau mengira, bahwa dosa itu dapat kau tutup dengan sebungkus mie goreng? (DAN IA LALU MELEMPARKAN PIRING MIE GORENG YANG DISIMPAN DI ATAS MEJA, LALU IA MENGHAMPIRI) Di bawa ke hotel mana kau tadi? Di bawa ke hotel mana? (DAN LANTARAN MINI TETAP TERDIAM, TERUS SAJA IA MENCEKIK) Mini! Kau tadi disewa ya? Kau disewa untuk memuaskan orang lain!”
HAMID              : “(TIBA-TIBA) Hei! Hei! Ada apa ini? Istri sendiri mau disiksa pula, seperti orang biadab saja.”
SUMINTA          : “Ini dia setannya (IA MELEPASKAN CEKIKKAN, DAN MENUNJUK-NUNJUK).”
HAMID              : “Nanti dulu, sabar dulu! Bicara dengan nafsu memang gampang.”
SUMINTA          : “Kau setan! Kau yang bikin gara-garanya!”
HAMID              : “Ya, ya, aku disebut setan boleh, disebut Tuhan juga boleh, sebab setan dan Tuhan itu cuman ada dalam kepala yang menyebutkannya. Tapi aku datang di sini tidak sembarangan. Aku mau membereskan. Tapi selama dalam fikiranmu masih ada setan, aku tidak akan memulai. Sebetulnya aku bukan kebetulan datang ke sini. Aku barusan didatangi Haji Salim. Dia berkata, bahwa dia tadi datang padamu dan mengatakan apa yang dia lihat tentang istrimu. Dan aku tahu siapa dia, orang selemah kau sudah pasti kena hasutannya.”
SUMINTA          : “Dia bukan meghasut (IA MEMBANTAH). Dia menceritakan apa yang dia lihat. Dan apa yang dia lihat itu membuktikan, bahwa kaulah penghasut, penjual isteri orang-orang.”
HAMID              : “Nanti dulu! Kau masih saja cara dengan nafsu menuduh. Kau masih saja kena hasutan si tua bangka itu. Coba dengarkan dengan tenang. Kau tadi ada keinginan menyiksa istrimu sebenarnya karena apa? Karena istrimu kau anggap berdosa? Karena menurut perintah Tuhan orang berdosa itu mesti dihukum? Bukan! Bagiku kau hendak menyiksa istrimu karena kau gelap mata. Dan apa sebab kau gelap mata? Sebab pikiranmu sempit. Tapi apa sebab pikiranmu sempit? Sebab selama ini kau selalu kekurangan, selalu hidup dalam serba susah.”
SUMNTA           : “Sudah jangan banyak bual. Dari kau aku minta keterangan, bukan bualan.”
HAMID              : “Ya, ya, aku juga akan memberikan keterangan. Aku bukan Haji Salim yang berpikiran sempit, yang karena berpikiran sempit hanya becus menghasut. Aku akan memberikan keterangan yang seterang-terangnya. Suatu keterangan yang cukup tenang, bahwa istrimu itu bersih dari dosa dan bersih dari kesalahan. Kau kira istrimu melakukan perbuatan yang membuat kau gelap mata itu karena apa? Kau kira karena dia berpikiran sempit seperti kau? Bukan! Tapi karena dia berpikir aktif, karena di dalam hidup serba kekurangan dia tidak mau tinggal diam. Dan untuk apa dia berbuat demikian? Untuk menutupi kekurangan dalam rumah tangga, supaya kekurangan itu tidak ada, supaya kamu berdua terlepas dari kekurangan yang selama ini menyebabkan kau terus-terusan berpikiran sempit. Coba pikir! Berdosakah dia? Patutkah dia dihukum? Kalau kau mau mencari siapa yang berdosa, kaulah sebenarnya yang berdosa. Berdosa karena mau menyiksa istri sendiri, yang notabene mempunyai hak yang sama dengan kau, tapi tidak pesimis seperti kau!”
SUMINTA          : “Hmm... kau kira akan berbahagiakah hidup orang dalam rumah tangga yang ditegakkan dalam kecurangan?”
HAMID              : “Itu dia kau peseimis terus, kapan kau akan mengubah cara berfikir? Akan menunggu dulu perintah dari Tuhan?”
SUMINTA          : “Sudah!! Tahu kau apa yang tersimpan dalam hatiku sekarang? Aku ingin membunuh kau, sebab kau sudah menghina aku.”
HAMID              : “E...e..e.. dalil-dalil si tua bangka Haji Salim rupanya masih saja bersarang dalam otakmu ya? Membunuh orang memang gampang, sama gampanya seperti menghasut, menuduh dosa kepada orang lain. Yang sudah menolong orang, supaya rumah tangga orang tidak jadi sumber pesimisme.”
SUMINTA          : “Hhh... Monolong orang! Kau kira aku merasa ditolong dengan perbuatanmu sekeji itu? Kau kira istriku itu istrimu juga yang boleh diperdagangkan?”
HAMID              : “Siapa sih yang sudah memperdagangkan istri orang? Kau kira istrimu itu apa? Benda yang mati? Kaulah benda yang mati, yang tidak ada daya sehingga hasutan seorang tua bangka semacam Haji Salim kau terima dengan begitu saja.”
SUMINTA          : “Aku percaya kepadanya. Lebih percaya dari pada kepada kau!”
HAMID              : “Itu hakmu. Bagiku, aku tidak minta kepercayaan dari kau. Sebab aku bukan seorang Haji yang suka sembahyang seperti dia. Aku cuma minta pengertian dari kau. Kau boleh menuduh aku sudah mendagangkan istrimu, kau boleh menuduh aku sesuka hatimu. Tuduhan tinggal tuduhan. Tapi kau mesti mengerti, bahwa bagiku apa yang kulakukan itu adalah karena mengingat istrimu mempunyai hak yang sama dengan kau dalam hal menggunakan kesempatan, karenanya apa yang kulakukan itu, itu untuk kebaikan kamu berdua.”
SUMINTA          : “Aku tidak bisa terima!”
HAMID              : “Kalau kau tidak bisa menerima, itu terserah. Cuma dengan begitu jelaslah bagiku bahwa berlainan dengan istrimu, kau ini adalah benda yang mati. Dan terhadap benda yang mati aku tidak bisa bicara lagi. (LALU IA PERGI KELUAR. SEPENINGGALNYA HAMID, SUMINTA TINGGAL DIAM DAN MINIPUN DIAM. DAN MEREKA TERDIAM SAMBIL SALING MEMBELAKANGI)”
SUMINTA          : “(SUARANYA MENGELUH) Aku jadi bertanya, siapa diantara kita yang mesti menghilang? Masing-masing dari kita mempunyai kebenaran yang salah bagi pihak lain. (IA TERDIAM LAGI) Aku tidak menyangka, Mini. Sungguh aku tidak menyangka bahwa kau akan sampai hati membenarkan sesuatu kebenaran yang tidak bisa kubenarkan. Bertahun-tahun kita mendirikan rumah tangga. Bertahun-tahun pula rumah tangga yang kita dirikan itu kita pelihara, kita pupuk dengan cinta. Tiba-tiba sekarang. (DAN IA TERUS MENGELUH). Ya, aku mengerti, Mini aku mengerti apa sebab kau sampai hati mengerjakan ini semua. Kau mau menutupi kekurangan ongkos rumah tangga, bukan? Tapi tidak terpikir olehmu, Mini, tidak terpikir olehmu, bahwa sebenarnya kau sudah melumpuhkan aku?”
MINI                   : “Hukumlah aku kak, hukumlah aku sesuka hatimu!”
SUMINTA          : “Tidak Mini. Bukan kau yang mesti kuhukum, tapi aku. Aku mesti menghukum diriku sendiri demi kebenaran orang lain yang tidak bisa kubenarkan. Tahu kau Mini, hukuman apa yang mesti kujatuhkan atas diriku sendiri? Aku sudah salah karena tidak mampu memberikan rumah tangga yang sempurna kepada seorang istri yang kucintai. Tapi selain dari itu, aku juga tidak sanggup menghapus perasaan malu lantaran dihina oleh istriku.”
MINI                   : “Aku cinta padamu Kak, aku tidak mau melihat kau terus-terusan susah meikirkan kita berdua.”
SUMINTA          : “Aku juga mengerti, Mini. Kau mau menggunakan hakmu yang sama bukan? Tapi selama kau bernama manusia, dapatkah kau menghapus perasaan malu karena dihina? Aku tidak dapat, Mini. Karena itu aku harus menghapuskan diriku sendiri.”

TIBA-TIBA HAJI SALIM DATANG SAMBIL ISTIGHFAR
H. SALIM           : “Sampai jadi aku yang istighfar, Minta! Kau kira menghapuskan diri itu apa? Aku sudah lama mendengarkan di luar. Tadinya aku tidak akan masuk. Tapi aku tidak tahan. Aku tidak tahan menyaksikan gelegat yang serupa ini. Seolah-olah dunia ini sudah kiamat saja. Setelah istrimu berdosa, kau pula mau bunuh diri? Kau kira membunuh diri itu kau tidak lebih berdosa, tidak lebih bejad akhlak dari istrimu.”
SUMINTA          : “Saya tidak tahu siapa sebenarnya yang bersalah.”
H. SALIM           : “Kau tidak tahu? Kau tidak mau mengaku adanya kebenaran, bahwa istrimu yang bersalah melakukan jinah? Ya Allah! Ke mana dibuangnya akhlakmu, Minta? Kemana?”
MINI                   : “Mang Haji, alangkah gampang Mang Haji melemparkan tuduhan jinah kepada saya.”
H. SALIM           : “Lantas? Kau mau mungkir? Kau tak akan mengaku, bahwa kau diciumi laki-laki yang bukan muhrim di dalam mobil? Aku melihat itu semua, Mini, Aku melihat! Dan aku tahu apa pula yang tidak kulihat. Kau tadi dibawa kehote!”
MINI                   : “Itu sangkan!!”
H. SALIM           : “Jadi kau mau bukti? Baik, aku tahu siapa laki-laki itu. Akan kubawa nanti dia ke sini.”
MINI                   : “Memang haji ini suami saya, mau banyak tutur campur?”
H. SALIM           : “Betul aku bukan suamimu, tapi waktu kau kawin secara apa? Secara islam, bukan artinya kau mengaku agama islam. Tapi sekarang larangan agama kau injak-injak dengan melakukan perbuatan jinah. Memangnya kau mengaku beragama islam hanya untuk kawin saja? Sedang di luar waktu kawin kau bukan beragama islam? Itu suatu penghinaan, tahu? Suatu penghinaan terhadap setiap perjuangan agama islam.”
MINI                   : “Apa mang Haji pernah menyumbang saya dalam kekurangan ongkos rumah tangga.”
H. SALIM           : “Apa? Maksudmu kau mau mengatakan, bahwa kau berbuat dosa karena kekurangan? Karena benda? Karena kau membenarkan faham si Hamid, itu orang kufur? Istriku juga kekurangan, tapi mereka tidak membuat dosa seperti kau, sebab mereka tidak bejad iman seperti kau!! (MINI MENANGIS, TAPI HAJI SALIM TERUS SAJA MENINGGALKANNYA) Minta! Nanti aku kesini lagi.”
SUMINTA YANG SEJAK TADI TERDIAM TINGGAL TETAP TERDIAM, DAM MINI TERUS MENANGIS.
MINI                   : “(MERATAP) Mengapa aku merasa dihina...... kak, kau tahu, bahwa orang lain tidak turut campur menghina aku.”
SUMINTA          : “Memang sayang, Mini,.... sayang ada orang lain, orang lain dengan kebenarannya yang berlain-lain. Dan sebagai suamimu aku tidak berdaya melindungi kau, sebagai suami aku sudah kau hina dengan adanya itu orang lain!!”
MINI                   : “Kak..... (SERAYA MENGHAMPIRI  TAPI SUMINTA BURU-BURU MENJAUH)”
SUMINTA          : “Jangan kau dekat, Mini. Tau kau bagaimana fikiranku  kalau aku membayangkan apa yang sudah kau lakukan bersama denagn itu orang lain? Tahu kau? (MENDENGAR SEMUA ITU MINI MEJATUHAN DIRINYA KE LANTAI SAMBIL MENANGIS)”
NINI                   : “Aku tahu, Kak, Aku tahu. Hukumlah aku sesuka hatimu. Jangan orang lain yang menghukum aku.”
SUMINTA          : “Aku tidak ada hak menghukum kau, Mini, tapi akupun tidak ada hak untuk menahan kau untuk terus diam di rumah dengan Aku!!”
MINI                   : “Katakanlah, bahwa aku harus pergi sekarang juga, Kak. (LALU DIA BANGKIT) Akupun akan rela pergi, sebab bagiku sudah terang, bahwa aku salah jalan. (DAN IA TERUS MEMANDANG SUMINTA, SUMINTA TETAP MEMBELAKANGI, LALU MINIPUN MASUK KAMAR, SEBENTAR KEMUDIAN IA KELUAR LAGI MEMBAWA KOPER, LALU IA TERUS MELANGKAH KELUAR) Kau, tahu kak, kau tahu, bahwa aku sudah tidak beribu tidak berbapak. Aku tidak tahu aku akan pergi. Tapi ketahuilah kak, bahwa aku rela menerima hukuman ini. (MENDENGAR PERKATAAN DEMIKIAN. SUMINTA YANG DITINGGALKAN JADI BINGUNG. IA MENGGIGIT-GIGIT BIBIR, LALU IA MENYUSUL KELUAR)”
SUMINTA          : “Mini! (DAN SEBENTAR KEMUDIAN MEREKA BERDUA SUDAH MUNCUL LAGI, TAPI MEREKA SALING TERDIAM DAN SALING BELAKANG MEMBELAKANGI). Mini, kau maafkan aku?”
MINI                   : “Kau tetap kucintai kak (SUARA SERAK).”
SUMINTA          : “Ya, kau cinta padaku, aku juga cinta padamu. Tapi kau sudah menghina aku, lantaran gajiku tidak cukup. Mini, akhirnya aku jadi menyesal, mengapa kita ini bukan anjing!!”
TIBA-TIBA DARI LUAR
T.MINYAK        : “Asalamualaikum.”
MINI                   : “Oh... tukang minyak. (SETELAH MEMBUKAKAN PINTU) Tinggal berapa yang belum dibayar? Lima rupiah lagi, bukan?”
T.MINYAK        : “Betul, neng.”
MINI                   : “Saya bayar semuanya. Tapi saya ambil lagi, ya?”
T.MINYAK        : “Boleh, tentu saja boleh. Masa orang yang bayar tidak dikasih lagi.”
MINI                   : “Tunggu sebentar. Saya ambil botol dulu ( IA PERGI KE DAPUR DAN MELIHAT MINI PERGI KE DAPUR. SUMINTAPUN PERGI KE KAMAR KEMUDIAN MINI MUNCUL LAGI MEMBAWA BOTOL)”
T. MINYAK       : “Satu liter, neng?”
MINI                   : “Ya, dan ini uang yang lima rupiah (MENGAMBIL BOTOL MINYAK DAN PERGI KE DAPUR, LALU IA MUNCUL LAGI MEMBAWA SAPU DAN MENYAPUKAN MIE YANG BERHAMBURAN DI LANTAI, TIBA-TIBA SUM DATANG MEMBAWA PERHIASAN).”
SUM                    : “Mini, tadi aku ke sini. Kau tidak ada. Bagaimana dengan maksud kau membeli brosku ini? Jadi?”
MINI                   : “Berapa jadinya akan kau jual???”
SUM                    : “Murah, murah. Dua puluh rupiah.”
MINI                   : “Tapi sayang Sum, aku tidak ada uang.”
SUM                    : “Itu perkara gampang, bisa kau bayar nanti habis bulan.”
MINI                   : “(IA BERFIKIR) Tidak, Sum, aku tidak berani. Bukan aku tidak mau memilikinya. Tapi kami mesti menghemat pengeluaran Sum.”
SUM                    : “Apa yang mesti dihemat, kalau setiap menerima gaji memang ya sudah kekurangan dalam keadaan sekarang. Mini, bukan kita mesti menghemat, sebab sudah tidak ada lagi yang mesti dihemat. Tahu kau yang mesti dilakukan? Lihat aku! Bagiku sekarang di dunia ini mesti cakap bermain sandiwara. Kekurangan tinggal kekurangan, banyak hutang tinggal banyak hutang, tetapi badan kita mesti tetap berisi, tetap dihias, biar hiasan itu didapat dengan jalan memperbanyak hutang.”
MINI                   : “Betul  Sum, tapi aku tidak berani.”
SUM                    : “Jadi bros ini tidak jadi dibeli? Meskipun dimurahkan? Dan meskipun tidak kontan?”
MINI                   : “Tawarkanlah pada orang lain, Sum.”
SUM                    : “Kau tidak akan menyesal?!”
MINI                   : “Apa boleh buat. Kalau memang ada milikku, akhir-akhirnya aku akan memilikinya juga. (SUM MENGELA NAFAS, LALU IA PERGI MENINGGALKAN MINI. KEMUDIAN MINI MENERUSKAN MEMBERSIHKAN LANTAI, DAN IA MASUK KE KAMAR DAN TIDAK MUNCUL LAGI).”

Adegan V
DENGAN TERGOPOH-GOPOH HAJI SALIM DAN HAMID ITU DATANG LAGI, DAN MEREKA DATANG DENGAN DIGIRINGI SEORANG LAKI-LAKI MASIH MUDA BERMATA SERIGALA.
HAMID              : “Terlalu! Sungguh terlalu Mang Haji ini. Soal tet-tek benget dibesar-besarkan minta!!! (MINTA MUNCUL DARI KAMAR) Begini, inilah kelakuan mang haji. Maunya menghasut, terus menghasut. Sampai-sampai ia dibawa sama orang lain ke sini.”
H. SALIM           : “Kau yang menghasut, kau memang kufur. Justru aku datang lagi hendak membuktikan, bahwa kaulah biang keladinya. Minta!! Inilah orang yang menciumi istrimu di dalam mobil. Dia mengaku sudah membawa istrimu ke hotel, mana istrimu?”
HAMID              : “Mang haji! Dari tadi saya sudah bilang, bahwa perbuatan semacam ini tidak perlu terjadi. Sekarang lihat itu Suminta! Sudah selesu itu dia. Mengapa ditambah menghasut lagi? Ayo kembali!”
H. SALIM           : “Dihasut! Dihasut! Siapa yang menghasut? Aku tidak sudi, tahu? Aku tidak sudi ikut berdosa lantaran aku menutupi sesuatu perbuatan dosa yang mencolok mata. Kau sebagai orang kufur memangnya menginginkan supaya di dunia ini lebih banyak lagi orang kufur. Tapi aku tidak!!”
HAMID              : “Enak saja kau membenarkan diri sendiri, menyalahkan orang lain. Dasar tua bangka. Tadinya aku tidak marah, tapi sekarang aku marah, tahu? (DAN HAMID TERUS MENJEMBA BAJU HAJI SALIM DAN TERUS AKAN MEMUKUL, TAPI LAKI-LAKI BERMATA SERIGALA LANGSUNG TERTAWA)”
LAKI2 BS           : “Apa ini semua?! Ribut-ribut perkara tai kebo!!”
HAMID              : “Kau lebih baik kembali saja, Din! Tak usah kau perdulikan omong kosng si tua bangka ini.”
LAKI2 BS           : “Kau kira pergiku ke sini lantaran memperdulikan omongan orang lain? Kau tahu aku tidak terikat pada apapun juga.”
HAMID              : “Tapi untuk apa? Untuk apa kau datang ke sini.”
LAKI2 BS           : “Pak tua ini bilang, aku mesti mengatakan apa yang terjadi tadi. Dan aku jawab baik. Bagaimana sekarang pak tua? Teruskan?”
H. SALIM           : “Mana istrimu?”
SUMINTA          : “Tidak perlu, saya sendiri sudah cukup.”
HAMID              : “Apa perlunya ini semua? Apa perlunya Din, kepadamu aku minta sekali lagi, aku minta supaya kau pergi dari sini.”
LAKI2 BS           : “Memang apa perlunya? Di dunia ini tidak ada apa-apa. Tapi orang goblok maunya ribut-ribut.”
H.SALIM            : “Bukan makan perempuan, tapi saudara sudah menduri istri orang lain.”
LAKI2 BS           : “Istri orang lain?! Apa itu istri? Dan apa itu orang lain? Aku hanya tahu, ada perempuan makanan saya.”
H SALIM            : “Tapi saudara suadah mengaku bukan? Bahwa perempuan tadi dibawa ke hotel. Apa yang terjadi di hotel?”
HAMID              : “Sudah! Tak perlu!! (TAPI LAKI-LAKI ITU TERTAWA )”
LAKI2 BS           : “Apa yang aku lakukan?! Tentu saja dia kubikin memuaskan hatiku. Dia....”
SUMINTA          : “Sudah! Sekarang aku bertanya: mau kau kawin dia?”
LAKI2 BS           : “Apa? Kawin??!!”
SUMINTA          : “Ya. (TANGANNYA DIKEPALKAN) Kau mesti kawin dengan dia, itu tuntutan!! (LAKI-LAKI ITU TERTAWA KEMBALI)”
LAKI2 BS           : “Tuntutan? Ya, ya, ya. Setiap orang boleh menuntut. Itu sih kemauan. Dan kemauan adalah kemauan!! (DAN MENDENGAR JAWABAN DEMIKIAN, SUMINTA YANG MENGEPALKAN TANGAN TERUS SAJA MENYERBU. DAN TERUS HENDAK MENYERBU/ MENINJU. TAPI HAMID MENGHALANGI  DAN LAKI-LAKI BERMATA SERIGALAPUN CEPAT MUNDUR) kau mau membunuh aku, ya? Itulah manusia! Bertanya berfikir, mencari, dan akhirnya mau membunuh. Hanya sedikit saja dengan binatang!!”
SUMINTA          : “Pergi kau! Pergi!!”
LAKI2 BS           : “Tentu saja aku akan pergi dengan tanpa kau suruh lagi. Sebab aku bukan binatang lunak seperti kau. Selamat tinggal dalam kandang, kebo piaraan!! (LAKI-LAKI BERMATA SERIGALA ITU SENANG KELUAR)”
H. SALIM           : “Nanti dulu!! Jangan pergi dulu karena persoalan ini belum selesai.”
LAKI2 BS           : “Apa itu soal? (SAMBIL MELANGKAH PERGI KELUAR) Kau kira ini apa menganggap dunia ada soal yang mesti dibereskan? Cih, kebo semua.”
H. SALIM           : “Audubillahimindalik! Sampai serusak itu akhlak manusia sekarang.”
HAMID              : “Dan kau sudah membawanya pula ke sini, seperti kau ini hakim.”
H. SALIM           : “Memangnya aku mesti diam? Mesti kudiamkan setiap perbuatan dosa yang menyorot mata? Alangkah bejad seperti ahlak kamu, tahu ?”
HAMID              : “Siapa yang melakukan perbuatan dosa? Kau atau orang lain? Pikir dulu sebelum kau menuduh. Yang salah itu bukan apa yang kau pikirkan. Tapi pikiranmu itu setumpuk benak dalam kepalamu, itulah yang salah. Sebab benakmu mengira bahwa perempuan tidak berhak menggunakan kesempatan. Dan benakmu juga menyangka, bahwa di atas kepalamu itu ada Tuhan yang memerintahkan mesti begini mesti begitu terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan orang lain.”
H. SALIM           : “Berani pula kau mengurus aku dengan is-me mu? Cih, kau kira aku ini siapa setelah menghasut orang lain, setelah mendagangkan istri orang lain, berani pula kau mengurus aku?”
HAMID              : “Aku tidak menghasut tua bangka! Kaulah yang menghasut. Kau dengan otakmu yang beku.”
H. SALIM           : “Kufur! Kau kufur!”
SUMINTA          : “Sudah! Sudah! Kalian ini sebenarnya mau apa? Aku tidak tahu siapa di antara kalian yang mesti kusebut penghasut. Tapi aku minta supaya kalian berhenti, mengacau pikiranku.”
H. SALIM           : “Minta! Kau mesti tahu, minta....”
SUMINTA          : “Sudah mang haji, saya sudah tidak mau lagi mendengar pendapat orang lain. Pendapat kalian memang ada yang mengandung kebenaran. Tapi kalian tidak mersakan apa yang orang lain rasakan, tidak merasakan apa yang kurasakan. Kepada kalian aku jadinya tidak mengerti. Sungguh, aku tidak mengerti! Karena itu aku minta kalian meninggalkan aku.”
H. SALIM           : “Betul, Minta?! Kau sudah tidak membutuhkan aku? Baik, kalau aku mesti pergi akupun pergi. (DAN HAJI SALIMPUN ITU TERUS MELANGKAH AKAN KELUAR. TAPI KETIKA DILIHATNYA HAMID MASIH BERDIRI DIHADAPAN SUMINTA, IA BERHENTI MELANGKAH) Buat apa kau masih berdiri, kufur? Emangnya mau semena-menanya kau menghasut?( LALU IAPUN KELUAR )”

Adegan VI

(SETELAH LAMA DUDUK SENDIRIAN, SUMINTA MEMANGGIL)
SUMINTA          : “Mini! (MINI MUNCUL ) Mini, kau tahu betapa besar cintaku padamu. Aku juga tahu betapa besar cintamu padaku. Baik kau, maupun aku akan merasa untuk bercerai, karena kita sudah melakukan perbuatan yang indah untuk dijadikan kenangan. Baik kau, maupun aku tidak mungkin bisa melupakan masa kita lalu, sebab masa kita yang lalu adalah kekayaan batin kita berdua. ( SAMPAI DI SITU IA TERUS DIAM. TAPI TIDAK LAMA KEMUDIAN). Tapi tahu kau, Mini. Tahu kau apa artinya kenangan yang indah bagi kita, kita gelap melihat ke hari ini? Kita jadi kehilangan kemerdekaan, Mini. Kita jadi terumbang-ambing, diumbang-ambingkan keadaan. Karena itu Mini, karena itu aku ada pikiran lebih baik jadi manusia yang melihat hari depan dengan mata terbuka, daripada jadi manusia yang terikat kepada kenangan. Lebih baik menyerah kepada hari besok daripada terkubur oleh hari kemarin. Mengerti kau Mini?”
MINI                   : “Aku mengerti, kak. Aku, aku mengerti....”
SUMINTA          : “Banyak, Mini, banyak sekali yang ingin aku katakan. Tapi aku tidak tahu bagaimana mengatakanya. Sudikah kau menolong aku, Mini? Menolong mengemas pakaianku ke dalam koper dan membawanya ke sini?”
MINI                   : “Kak. (SUARANAY SERAK) Kau... kau..... kau... mau ke mana? Kau mau... meninggalka aku...?”
SUMINTA          : “Jangan bimbang Mini. Nanti kuterangkan. (SAMBIL MENYAPU-NYAPU MATA, MINI MASUK KE KAMAR DAN SEBENTAR KEMUDIAN IA MUNCUL LAGI SAMBIL MEMBAWA KOPER LALU DILETAKAN DIHADAPAN SUMINTA) Dengan koper ini, Mini, aku akan pergi meninggalkan kau. Aku tahu, kita akan berpisah dengan hati yang remuk, lebih remuk dari tadi. Tapi aku harap, Mini, aku harap kau tidak lagi jadi istriku, kau akan melihat hari depanmu dengan mata terbuka, kuharap akan berbahagialah kau nanti di dalam menempuh hidaup bersama orang lain. Orang lain yang berlainan dengan aku, tapi mungkin juga berlebihan dengan aku.”
MINI                   : “Tidak mungkin, kak. Tidak... mungkin.”
SUMINTA          : “Apa yang tidak mungkin.”
MINI                   : “Tidak mungkin aku mencintai orang lain selain kau....”
SUMINTA          : “Sangkamu aku akn mudah mencintai orang lain dengan cinta yang pernah kukasihkan padamu? Tidak, Mini, di dalam saling memberikan cinta, kita tidak mesti mengikatkan diri kita. Mulai saat ini setiap dari kita adalah kepunyaan kita masing-masing. Kau adalah kepunyaanmu dan bukan kepunyaan siapapun juga. Mengerti kau, Mini? Mulai saat ini kau adalah kepunyaamu, buka kepunyaanku dan bukan kepunyaan siapapun juga! (MINI YANG MENYAPU MATA TIDAK MEMBALAS. DAN MELIHAT MINI TIDAK MEMBALAS SUMINTA TERUS SAJA MELANGKAH MEMBAWA KOPER)”
SUMINTA          : “Aku pergi Mini. (TAPI SEBEUM MENGHULANG KELUAR) Selamat tinggal kekasihku! Aku pergi dengan perasaan sepi sendirian, tapi inilah pilihanku. (DAN MINI YANG DITINGGALKAN HANYA BISA MENANGIS)”
MINI                   : “Kak!!! (IA TERUS SAJA MENANGIS DAN MENANGIS)”

SELESAI


Post a Comment for "ANALISIS NASKAH DRAMA SAYANG ADA ORANG LAIN DENGAN PENDEKATAN FEMINISME"