MAKALAH TEORI SASTRA BANDINGAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Kelahiran suatu karya sastra
tidak dapat dipisahkan dari keberadaan karya-karya sastra yang mendahuluinya,
yang pernah diserap oleh sastrawan. Pada mulanya, dalam menciptakan karyanya
seorang sastrawan tersebut melihat, meresapi, dan menyerap teks-teks lain yang
menarik perhatiannya baik secara sadar atau tidak. Berlatar dari pernyataan
inilah sastra bandingan perlu dikaji adanya.
Sebagai suatu aliran, kajian
sastra bandingan terlihat belum begitu populer di kancah ilmiah masyarakat
Indonesia. Perbandingan merupakan salah satu metode yang juga digunakan dalam
penelitian. Dengan demikian, uraian yang digunakan dalam sastra bandingan
tentunya bersandar pada dasar banding-membandingkan. Dalam hal
banding-membandingkan antara sastra yang satu dengan yang lainnya,
diperlukanlah adanya teori. Teori adalah hal penting untuk dapat melakukan
bandingan. Teori ini dinamakan teori sastra bandingan.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaiman membangun kerangka
teori sastra bandingan?
2. Seperti apa teori sastra
bandingan lama dan modern itu?
3. Apa maksud dari warna lokal
dan perpektif kata kunci?
4. Bagaimana latar belakang
sastra dan non sastra itu?
C.
Tujuan
1.
Mahasiswa calon guru dapat memahami tentang
bagaimana membangun
kerangka teori sastra bandingan.
2.
Mahasiswa calon guru dapat mengetahui dan
memahami tentang teori
sastra bandingan lama dan modern.
3.
Mahasiswa calon guru dapat memahami tentang maksud
dari warna lokal dan
perpektif kata kunci.
4.
Mahasiswa calon guru dapat memahami tentang latar
belakang sastra dan non sastra.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Membangun Kerangka Teori
Sastra Bandingan
Teori diartikan sebagai suatu pernyataan tentang hakekat suatu kenyataan
atau suatu fakta, atau tentang hubungan antara kenyataan atau fakta tersebut
dengan kenyataan atau fakta yang lain. Teori yang telah diseleksi, disusun,
ditata, dikemas dalam rangka kajian sastra bandingan akan menjadi kerangka,
landasan, dan atau kajian teori. Kerangka teori yaitu seperangkat pernyataan
tentang hakekat, cara memandang, merumuskan, dan menjawab suatu persoalan
dengan menggunakan cara dan tata urut tertentu, yang akan dapat menghasilkan
pernyataan tertentu tentang persoalan tersebut.
Bertumpu pada pendapat Clements (1978:7) teori dasar kajian sastra
bandingan hendaknya dapat menemukan lima obyek, yaitu: (1) tema/ mitos, (2)
genre/ bentuk, (3) aliran/ jaman, (4) hubungan sastra dengan bidang lain, (5)
sastra sebagai gambaran perkembangan teori dan kritik.
Ketika pengkaji sastra bandingan merumuskan teori secara etik, menandai
bahwa mereka bergerak pada paham positivistik. Teori yang dihasilkan sebelum
membandingkan ini, akan diikuti secara taat. Manakala hasil bandingan jauh atau
menyimpang dari teori, berarti hasil bandingan dianggap kurang tepat.
Sebaliknya, pengkaji juga dapat menggunakan pendekatan emik, yaitu menurut
fenomena teks yang ada. Teks-teks yang dianalisis justru menjadi sandaran
membangun teori baru.
B.
Teori Sastra Bandingan Lama
dan Modern
Teori kajian lama yang sudah kurang sejalan dengan perkembangan sastra
modern, mungkin yang layak diperbaharui. Telah lama para peneliti sastra
perbandingan mendambakan teori yang mapan. Teori yang dimaksud adalah
langkah-langkah analisis sastra bandingan yang dapat mengungkap makna sastra lebih komprehensif.
Tiga cakupan sastra bandingan yang perlu dipertimbangkan yaitu:
1. Teori sastra bandingan lama,
yakni sastra bandingan yang menyangkut studi naskah. Teori ini lebih ke arah
kritik teks, untuk menemukan induk naskah. Semakin jeli merunut induk naskah,
akan menemukan penyimpangan dan maknanya. Sastra bandingan ini dapat dilakukan
oleh siapa saja, yang penting memiliki bekal linguistik yang kuat.
2. Sastra bandingan lisan,
yakni sastra bandingan yang menyangkut teks-teks lisan yang disampaikan dari
mulut ke mulut, dari satu generasi ke generasi dan dari satu tempat ke tempat
lain. Sastra bandingan ini banyak dianut oleh pemerhati mitos dan tradisi
lisan.
3. Sastra bandingan modern,
yakni sastra bandingan yang menyangkut teks sastra modern. Siapa saja dapat
melakukan sastra bandingan gaya modern ini, dari sisi apa saja. Sastra
bandingan modern dapat berupa teks-teks yang ditulis oleh sastrawan baik lama
maupun modern. Istilah modern ini tidak harus menyangkut karya sastra modern
saja, melainkan apa saja dapat dikaji. Yang penting cara-cara yang ditempuh
menggunakan konsepsi modern.
Beberapa teori yang layak dipahami yaitu:
1. Studi sastra bandingan
setidaknya perlu didasari oleh asumsi bahwa setiap karya sastra merupakan
bagian dan sekaligus kumpulan dari teks-teks sastra. Esensinya, fenomena
teks-teks sastra internasional juga akan bergerak ke arah sastra nasional.
Sastra internasional akan menjadi sumber pokok bagi sastra nasional, sastra
regional, dan seterusnya sampai pada lingkup yang lebih kecil lagi.
2. Kelompok sastra
internasional sering dipandang lebih orisinil dan juga lebih asli dalam
menampilkan produktivitas sastra. Dalam kaitan ini, kita perlu memahami latar
belakang dan kata kunci teks-teks sastra tertentu. Dengan cara ini kita akan
dapat memahami ide dasar, filosofi, religiusitas, dan pandangan sosial setiap
pengarang.
3. Dalam studi sastra
bandingan, memang memerlukan aneka konsep sastra untuk menopang kerja sastra
banding, sekurang-kurangnya: teori sastra, sejarah sastra, interpretasi sastra,
latar belakang non sastra, kritik sastra, dan sebagainya.
Sebelum membandingkan dua karya sastra, kata kunci apa yang harus
dipegang, selalu dipahami lebih mendalam. Studi kata kunci akan memberikan arah
terhadap studi sastra bandingan agar mampu memasuki hakikat teks sastra. Karya
sastra dan aliran sastra akan menggambarkan hakikat kehidupan melalui lukisan
yang abstrak. Para pengarang kemungkinan besar akan melukiskan sikap masyarakat
terhadap cipta sastra. Lukisan tersebut akan membentuk kata kunci penting dalam
interpretasi sastra.
Sampai detik ini, sastra bandingan cenderung sebagai “shared perspective”, yaitu melihat aktivitas sastra sebagai bagian
jaring relasi budaya yang kompleks, dan belum sampai taat pada “a set of
practices” yang membandingkan teks dari budaya yang berbeda, membandingkan
antara sastra dan non sastra, dan membandingkan sastra dengan bentuk seni
lainnya. Kegagalan sastra bandingan, tentu bisa diakibatkan oleh ketidakjelasan
arah teori yang bisa diikuti.
Teori sastra bandingan juga terkait dengan perspektif dan pendekatan yang
digunakan. Teori merupakan bingkai analisis yang mengarahkan pengkaji. Kegagalan
memilih teori tentu akan fatal. Sebaliknya, ketepatan memilih teori akan
menjadi pilar penting bagi kesuksesan.
C.
Warna Lokal dan Perpektif
Kata Kunci
Karya sastra dalam suatu gerakan sering mengungkapkan suatu alam dengan
adanya istilah (biasanya abstrak) kata kunci tertentu. Kata kunci terkait
dengan istilah-istilah khas yang frekuensinya relatif banyak. Kata kunci itu
yang perlu dibidik pengkaji sastra bandingan, hingga menjadi pintu masuk ke
sebuah teks satu ke teks lain.
Ketika kita mempertimbangkan sastra pada periode kita sendiri, kita
menemukan bahwa istilah-istilah seperti “anti-puisi”, “anti-novel”, anti-jaman”
atau secara singkat tetapi komprehensif, “anti-sastra” adalah sangat
signifikan. Kata-kata demikian memiliki implikasi psikologis dan sosiologis
dalam wacana sastra. Kata anti merupakan kata kunci yang akan melukiskan sebuah
fenomena besar.
Studi tentang kata kunci tersebut, dapat memberikan akses ke esensi teks,
sekolah, atau gerakan, konteks, baik langsung maupun tidak langsung. “Konteks
langsung” di sini berarti teks di mana istilah tersebut dan yang terjadi
sebagai sebuah aturan yang menyajikan kontribusi utama untuk memahami konsep
yang ditunjukkan oleh istilah itu. “Konteks tidak langsung” termasuk teks-teks
yang mengandung istilah sinonim yaitu, kata-kata dengan perspektif yang mirip
dengan kata kunci atau kata-kata yang mencerminkan bagian teks. Bagian-bagian
yang berisi istilah tersebut harus dikumpulkan dan diatur sedemikian rupa sehingga
mereka menjelaskan satu sama lain saling berkaitan dengan konsep yang sedang
dipertimbangkan. Intinya, kata kunci akan membuka wawasan pada pengkaji, untuk
menentukan apakah karya sastra yang dihadapi ada pertautan atau tidak.
Akan repot, jika penyelidik menemukan banyak sekali istilah semantik yang
kurang begitu dikenal. Fakta bahwa sejumlah istilah dalam berbagai bahasa
secara resmi serumpun (sering sebagai hasil derivasi) tidak dengan sendirinya
berarti bahwa istilah ini identik maknanya. Dalam meniru futuris Italia,
misalnya, pembebasan kata itu yang dianjurkan dalam banyak bahasa, namun tidak
hampir hal yang sama dimaksud dalam semua kasus.
Pembebasan kata bisa terjadi karena beda suara, irama atau nilai metafora
dan akhirnya untuk berbagai kombinasi ini seringkali membingungkan pengkaji.
Suwardi Endraswara pernah menemukan dua teks cerita pendek yang oleh penulis
berikutnya hanya diganti kata dan bahasa. Penulis tersebut tidak menjelaskan
bahwa karyanya sebuah terjemahan. Dalam konteks ini berarti perlu memahami kata
kunci yang sama maknanya dalam berbagai ragam bahasa.
Dalam pengertian “warna lokal” menunjukkan bagaimana ia mengatur tentang
menemukan jawaban atas pertanyaan tentang arti dari istilah kata kunci warna
lokal, romantisisme pada sekitar tahun 1820 dalam pandangan Barat tentang
sastra. Titik awalnya adalah pengamatan bahwa kita dapat berharap untuk
menemukan istilah tersebut dalam tulisan-tulisan awal sekitar tahun 1820 di
mana pandangan yang diungkapkan tentang tujuan sastra menyajikan gambaran masa
lalu melalui bahasa.
Akurasi membaca karya-karya yang dipilih jelas menghasilkan banyak
bagian-bagian yang berisi istilah warna lokal dalam konteks lokal mereka.
Namun, istilah itu lebih mudah diucapkan daripada dilakukan karena sangat
penting untuk penyelidikan bahwa awal dan akhir dari bagian yang diambil dari
teks secara akurat tetap. Seharusnya tidak berarti dianggap tambahan untuk teks
yang dikutip terdiri dari kalimat di mana istilah tersebut terjadi,
bersama-sama dengan satu atau dua kalimat sebelumnya atau berikutnnya. Dengan
cara ini beresiko, yaitu mengabaikan informasi penting tentang berbagai makna
istilah itu. Prosedur lebih produktif adalah untuk melacak alur pemikiran yang
mengarah penulis dengan penggunaan istilah itu.
Dapat disimpulkan, bahwa warna lokal dan semangat zaman adalah konsep
saling berhubungan. Karena itu kita boleh menyimpulkan dari data bahwa skala
warna lokal memiliki dua fungsi saling menunjuk ke semangat zaman, hingga ke
detail yang indah tersebut, serta dengan semangat zaman itu sendiri. Fungsi
pertama, warna lokal menggantikan kostum yang lebih lazim untuk pakaian, telah
menjadi kurang memadai untuk menunjukkan manifestasi eksternal dari semangat
waktu. Fungsi ke-dua mungkin telah menjadi penyebab transformasi yang disertai
langkah ini, untuk istilah pelukis adalah warna lokal, dan ini sekarang berubah
menjadi sastra (atau dalam arti yang lebih luas, budaya-sejarah). Istilah warna
lokal mungkin dianggap sebagai refleksi formal dari kesadaran bahwa gagasan
tentang semangat zaman harus mengakomodasi sejumlah besar fenomena.
Para penulis sendiri, dari yang karya-karyanya berasal dari suatu sumber
tertentu kadang-kadang, tak terpahami. Untuk tujuan ini, mereka merekrut
ekspresi sinonim yang memasok dengan konteks terminologi.
D.
Latar Belakang Sastra dan
Non Sastra
Latar belakang adalah faktor yang melingkupi karya sastra. Berbagai aspek
seperti kultural, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya sering menjadi latar
belakang lahirnya karya sastra.
Latar belakang sastra biasanya terkait dengan teks, yakni berupa
dorongan, spirit, ketertarikan ide, ketertarikan gaya, tipografi, dan
seterusnya yang sering diikuti oleh pengarang selanjutnya. Bekal sastrawan yang
cukup banyak membaca sastra nasional, sastra dunia, sering mempengaruhi
karya-karyanya. Sebuah pengetahuan tentang latar belakang filosofis ilmiah,
seni kritis, andalan keagamaan, dan sosial dari sebuah karya sastra adalah
kebutuhan untuk studi sastra bandingan.
Sedangkan latar belakang non sastra sering berbalut dengan latar belakang
sastra, hingga sulit ditafsirkan. Tanpa bekal latar belakang pembacaan karya
sastra yang bervariasi, pengkaji sastra bandingan jelas kurang memadai. Studi
eksplorasi dalam banyak ilmu, amat membantu untuk memahami latar belakang non
sastra. Yang paling utama aspek non sastra itu misalnya antropologi, sosiologi,
psikologi, filsafat, agama, moral, dan sebagainya. Aspek non sastra ini memang
memerlukan penafsiran serius.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Kerangka teori yaitu seperangkat pernyataan tentang hakekat, cara
memandang, merumuskan, dan menjawab suatu persoalan dengan menggunakan cara dan
tata urut tertentu, yang akan dapat menghasilkan pernyataan tertentu tentang
persoalan tersebut. Teori yang telah diseleksi, disusun, ditata, dikemas dalam
rangka kajian sastra bandingan akan menjadi kerangka, landasan, dan atau kajian
teori.
Dalam sastra terdapat istilah teori sastra bandingan lama dan modern. Istilah
modern ini tidak harus menyangkut karya sastra modern saja, melainkan apa saja
dapat dikaji. Yang penting cara-cara yang ditempuh menggunakan konsepsi modern.
Karya sastra dalam suatu gerakan sering mengungkapkan suatu alam dengan
adanya istilah (biasanya abstrak) kata kunci tertentu. Kata kunci terkait
dengan istilah-istilah khas yang frekuensinya relatif banyak.
Baik sastra, maupun non sastra memiliki latar belakang. Latar belakang
sastra biasanya terkait dengan teks, yakni berupa dorongan, spirit,
ketertarikan ide, ketertarikan gaya, tipografi, dan seterusnya yang sering
diikuti oleh pengarang selanjutnya. Sedangkan latar belakang non sastra sering
berbalut dengan latar belakang sastra. Tanpa bekal latar belakang pembacaan
karya sastra yang bervariasi, pengkaji sastra bandingan jelas kurang memadai.
B. Saran
Sebagai
anak bangsa Indonesia, sudah sepantasnya kita tidak hanya mengoleksi teks-teks
baik itu sastra maupun non sastra, tetapi juga untuk kita jadikan pedoman yang
nantinya dapat memberikan kita inspirasi walaupun sedikit, bagaimana supaya sastra di Indonesia semakin berkembang, layaknya
zaman yang semakin berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
Endraswara, Suwardi. 2011. Sastra Bandingan. Yogyakarta: Lumbung Ilmu
Post a Comment for "MAKALAH TEORI SASTRA BANDINGAN"