Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Makalah Bahasa Sunda


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Sebagai mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia tentu kita telah dipersiapkan untuk menjadi seorang tenaga pendidik.

Tidak hanya materi tentang Bahasa Indonesia saja yang harus kita kuasai sebagai bekal untuk mengajar tetapi perlu kita pelajari dalam hal komunikasi dengan siswa agar kita tidak canggung dan gugup ketika di depan kelas.
Sebagai calon guru kita juga harus pandai untuk menyampaikan materi dengan baik dan komunikatif serta penting bagi kita untuk mengetahui perkembangan teknologi saat ini.
Perlu kita pelajari tentang model pembelajaran seperti apa pada zaman sekarang karena guru pada saat ini dituntut ntuk melakukan pembelajaran yang tidak hanya menyampaikian materi atau ceramah saja akan tetapi lebih bisa membawa siswanya untuk aktif pada saat pembelajaran.
Untuk itulah makalah ini akan membahas tentang bahasa sunda dan ada beberapa macam bahasa sunda yang di kenal.

B.       Rumusan Masalah
1.         Bagaimana  asal usul sejarah bahasa  Sunda?
2.         Bagaimana Tata Krama dalam Bahasa sunda?
3.         Apa saja keunikan dari Bahasa Sunda?

C.      Tujuan Penulisan Makalah
1.         Untuk dapat mengetahui asal-usul atau sejarah bahasa sunda.
2.         Untuk dapat mengetahui tata karma dalam bahasa sunda.
3.         Untuk mengatahui segi keunikan dan bahasa sunda.

BAB II
PEMBAHASAN MASALAH

A.       Sejarah Bahasa Sunda
Bahasa Sunda dituturkan oleh sekitar 27 juta orang dan merupakan bahasa dengan penutur terbanyak kedua di Indonesia setelah Bahasa Jawa. Sesuai dengan sejarah kebudayaannya, bahasa Sunda dituturkan di provinsi Banten khususnya di kawasan selatan provinsi tersebut, sebagian besar wilayah Jawa Barat (kecuali kawasan pantura yang merupakan daerah tujuan urbanisasi dimana penutur bahasa ini semakin berkurang), dan melebar hingga batas Kali Pemali (Cipamali) di wilayah Brebes, Jawa Tengah.
Dialek (basa wewengkon) bahasa Sunda beragam, mulai dari dialek Sunda-Banten, hingga dialek Sunda-Jawa Tengahan yang mulai tercampur bahasa     Jawa. Para pakar bahasa biasanya membedakan enam dialek yang berbeda. Dialek-dialek ini adalah:
·         Dialek Barat (Bahasa Banten)
·         Dialek Utara
·         Dialek Selatan (Priangan)
·         Dialek Tengah Timur
·         Dialek Timur Laut (termasuk Bahasa Sunda Cirebon)
·         Dialek Tenggara
Dialek barat dipertuturkan di daerah Banten dan Lampung. Dialek Utara mencakup daerah Sunda utara termasuk Kota Bogor dan sebagian daerah Pantura. Lalu dialek Selatan adalah dialek Priangan yang mencakup kota Bandung dan sekitarnya. Sementara itu dialek Tengah Timur adalah dialek di sekitar Kabupaten Majalengka dan sebagian Kabupaten Indramayu. Dialek Timur Laut adalah dialek di sekitar Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan juga sebagian Kabupaten Brebes dan Kabupaten Tegal di Jawa Tengah. Dan akhirnya dialek Tenggara adalah dialek sekitar Kabupaten Ciamis juga Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Banyumas di Jawa Tengah.
Bahasa Sunda Kuna adalah bentuk bahasa Sunda yang ditemukan pada beberapa catatan tertulis, baik di batu (prasasti) maupun lembaran daun kering (lontar). Tidak diketahui apakah bahasa ini adalah dialek tersendiri atau merupakan bentuk yang menjadi pendahulu bahasa Sunda modern. Sedikitnya literatur berbahasa Sunda menyulitkan kajian linguistik varian bahasa ini.
1.         Sejarah dan penyebaran
Bahasa Sunda terutama dipertuturkan di sebelah barat pulau Jawa, di daerah yang dijuluki Tatar Sunda. Namun demikian, bahasa Sunda juga dipertuturkan di bagian barat Jawa Tengah, khususnya di Kabupaten Brebes dan Cilacap. Banyak nama-nama tempat di Cilacap yang masih merupakan nama Sunda dan bukan nama Jawa seperti Kecamatan Dayeuhluhur, Cimanggu, dan sebagainya. Ironisnya, nama Cilacap banyak yang menentang bahwa ini merupakan nama Sunda. Mereka berpendapat bahwa nama ini merupakan nama Jawa yang "disundakan", sebab pada abad ke-19 nama ini seringkali ditulis sebagai "Clacap".
Selain itu menurut beberapa pakar bahasa Sunda sampai sekitar abad ke-6 wilayah penuturannya sampai di sekitar Dataran Tinggi Dieng di Jawa Tengah, berdasarkan nama "Dieng" yang dianggap sebagai nama Sunda (asal kata dihyang yang merupakan kata bahasa Sunda Kuna). Seiring mobilisasi warga suku Sunda, penutur bahasa ini kian menyebar. Misalnya, di Lampung, di Jambi, Riau dan Kalimantan Selatan banyak sekali, warga Sunda menetap di daerah baru tersebut.
2.         Undak-usuk
Karena pengaruh budaya Jawa pada masa kekuasaan kerajaan Mataram-Islam, bahasa Sunda terutama di wilayah Parahyangan, mengenal undak-usuk atau tingkatan berbahasa, mulai dari bahasa halus, bahasa loma/lancaran, hingga bahasa kasar. Namun, di wilayah-wilayah pedesaan atau pegunungan dan mayoritas daerah Banten, bahasa Sunda loma (bagi orang-orang daerah Bandung terdengar kasar) tetap dominan.
3.         Tradisi tulisan
Bahasa Sunda memiliki catatan tulisan sejak milenium kedua, dan merupakan bahasa Austronesia ketiga yang memiliki catatan tulisan tertua, setelah bahasa Melayu dan bahasa Jawa. Tulisan pada masa awal menggunakan aksara Pallawa. Pada periode Pajajaran, aksara yang digunakan adalah aksara Sunda Kaganga. Setelah masuknya pengaruh Kesultanan Mataram pada abad ke-16, aksara hanacaraka (cacarakan) diperkenalkan dan terus dipakai dan diajarkan di sekolah-sekolah sampai abad ke-20. Tulisan dengan huruf latin diperkenalkan pada awal abad ke-20 dan sekarang mendominasi sastra tulisan berbahasa Sunda.
Bilangan dalam bahasa Sunda
Bilangan Lemes :
1: hiji
2: dua
3: tilu
4: opat
5: lima
6: genep
7: tujuh
8: dalapan
9: salapan
10: sapuluh 
Berbeda dengan bahasa Sunda, kata 'Jatuh' mempunyai banyak arti tersendiri
Jatuh ke depan - 'TIKUSRUK'
Jatuh ke belakang - 'NGAJENGKANG'
Jatuh dari atas - 'MURAG'
Jatuh terlempar - 'NGAJUNGKEL'
Jatuh karena tersandung - 'TIKOSEWAD'
Jatuh lalu meluncur - 'NGAGOLOSOR'
Jatuh ke lubang - 'TIGEBRUS'
Jatuh terpeleset - 'TISEUREULEU'
Belum lagi jika ditambah maknanya
Jatuh dari tempat tidur - 'NGAGUBRAG'
Jatuh tertidur - 'KASIREP'
Jatuh sampai kehilangan kesadaran - 'SAKARAT'
Jatuh ga bangun-bangun - 'BOA-BOA KOJOR'
Jatuh ga sengaja - 'TUALIKEUH'
Jatuh terguling-guling - 'NGAGULUNDUNG'
Jatuh meluncur ga ada penahannya - 'MOROSOT'
Jatuh meluncur dari mainan luncuran - 'POROSOTAN'
Jatuh cinta - 'BEGER'
Jatuh miskin - 'MALARAT'
Jatuh dari lantai 5 - 'MODAR MEREUN' (?)

B.       Beberapa macam dalam Bahasa Sunda
Pertama : dalam Bahasa Sunda, huruf vokalnya ada 6. 
Bahasa Sunda memiliki 6 huruf vokal, yaitu a, i, u, é, o, dan eu. Huruf e biasa tanpa tanda curek diatas berbeda dengan é dengan curek diatasnya. (apa atuh yah curek téh Bahasa Indonesianya?). Beda pengucapannya. Huruf e biasa diucapkan seperti e pada kata ‘berenang’ atau ‘terbang’. Sedangkan é seperti ini dibaca seperti ‘e’ pada kata ‘sate’ atau ‘tokek'. Jadi jangan disamakan antara kecap dengan kécap dalam Bahasa Sunda. Kecap dengan huruf 'e' tanpa curek artinya 'kata'. Sedangkan kécap tau kan? Bukan alat musik petik. Kécap itu cairan kental hitam manis/asin yang itu téa gening yang suka dicampurin ke baso!
Kedua : orang sunda terkenal dengan soméahnya. (Haha apa ya soméah)? 
Soméah dalam Bahasa Indonesia artinya orang yang selalu tebar senyuman dan sopan santun. Memang, orang sunda pada umumnya selalu mengucapkan “punten” sebari senyum dan sedikit membungkukkan badan apabila ia lewat di depan seseorang atau orang banyak. Orang sunda yang dilewati itu menjawab dengan senyuman serta ucapan “mangga”. Selain punten – mangga, ada juga kata sapaan yang hampir sama artinya dengan punten – mangga, yaitu sampurasun – rampes. Sampurasun merupakan singkatan dari Sampura(hampura) yang artinya punten sedangkan Rampes itu artinya “baik” (setara dengan “mangga,” silakan). Dan masih banyak lagi bukti bahwa orang sunda termasuk orang yang soméah. Kata punten - mangga juga dijadikan suatu lagu unik yang bisa sambil dimainkan dengan tepuk tangan dengan teman, demikian petikan lagunya. "punten - mangga, ari ga gatot kaca, ari ca cau ambon, ari bon bonteng asak, ari sak sakit perut, ari ru rujak asem, ari sem sempal sempil, ari pil pilem rame, ari me meja makan, ari kan kantong kosong, ari song songsong lampu, ari pu pulau bali, ari li liang belut, ari lut lutung hideung, ari deung deungeun sangu, ari ngu ngurus ucing, ari cing...... cingcangkeling manuk cingkleung cindeuteun, ............."
Ketiga : orang sunda asli tidak fasih mengucapkan huruf “F”. 
Kebanyakan orang Sunda sulit untuk mengucapkan huruf “F”, banyak orang menyebut hurup “F” diganti dengan huruf “P” contohnya saja orang sunda menyebut nama “Fani” diganti dengan sebutan “Pani”, sedangkan Facebook menyebutnya dengan Pesbuk, menyebut kata “Fitnah” diganti dengan “Pitnah” dan masih bnyak contoh-contoh lain.

C.      Perbedaan Bahasa  Sunda Kasar  dan Bahasa Sunda
Memang dalam  adat sunda ada nilai tata krama pengguna bahasa yang harus diberikan kepada seseorang misalkan:
Tuang-dahar-mam-madang-babadog.Dari arti itu memiliki nilai rasa dan penggunaan yang berbeda walaupun mempunyai arti yang sama yaitu “makan”. Maka akan kita bahas keunikan dalam adat sunda dalam tata krama;
1)        Tuang:ini bahasa sunda yang paling halus dan biasanya kita pergunakan untuk orang yang lebih tua dan memang sangat baik dipergunakan.
2)        Dahar:ini memang juga sering dipergunakan untuk bahasa yang standar. Secara rasa,penggunaan ini sangat standar,tidak halus juga tidak kasar.
3)        Mam:biasanya ini ada bahasa yang digunakan untuk anak kecil. bahasa itulah yang sering digunakan oleh orang tua kepada anaknya.
4)        Babadog:nah kalau yang ini jangan pernah anda pergunakan atau anda pakai dalam kehidupan sehari-hari,karena bahasa sunda ini sangatlah kasar dan mempunyai nilai rasa yang jelek.
Dari perbedaan bahasa seperti itu,maka ketika kita mentranslatekan dari bahasa sunda halus ke Indonesia,maka kita harus mentranslatekannya tersebut dari bahasa sunda yang halus maka anda akan mendapatkan terjemahannya. Memang unik bahasa sunda itu,bahasa khasnya daerah sunda. Antara Bahasa “Halus” dan Bahasa “Kasar” Seperti halayaknya batu kerikil dan pasir. Keduanya sama-sama bahan bangunan yang akan memperkokoh bangunan tersebut. Akan tetapi mereka beda antara satu sama lain. Begitupun dengan bahasa”halus” maupun “kasar” bahasa tetaplah bahasa. Sebuah sarana komunikasi,adapun kategori “halus” dan “kasar” itu hanya perbedaan budaya daerah (cirri khas)namun pada dasarnya sama. Itulah Indonesia,bhineka tunggal ika, kaya akan budaya (admin KBS)

D.      Perbedaan dengan bahasa Sunda di Banten.             
Bahasa Sunda Banten adalah bahasa Sunda yang digunakan sebagian masyarakat di Banten,serta yang berada di daerah Priangan seperti Garut, Tasikmalaya, Bandung, dan lain sebagainya. Bahasa Sunda di Banten juga umumnya tidak mengenal tingkatan, dikarenakan wilayah Banten tidak pernah berada di bawah kekuasaan Kesultanan Mataram. Bahasa Sunda tersebut masih terlihat memiliki hubungan erat dengan bahasa Sunda Kuna, namun oleh mayoritas orang-orang yang berbahasa Sunda yang memiliki tingkatan (Priangan), bahasa Sunda Banten di Rangkasbitung dan Pandeglang digolongkan sebagai bahasa Sunda kasar. Secara prakteknya, bahasa Sunda Banten digolongkan sebagai bahasa Sunda dialek Barat. Pengucapan bahasa Sunda di Banten umumnya berada di daerah Banten bagian selatan, yaitu Kabupaten Lebak dan Kabupaten Padeglang.

E.       Tata Krama Bahasa Sunda
Tatakrama yang dikenal dalam Basa Sunda atau biasa disebut Undak Usuk Basa Sunda (UUBS) secara umum terbagi atas dua jenis, yaitu Basa Hormat/ Lemes (Bahasa Halus), dan Basa Loma (Bahasa Akrab/Kasar) . Dalam Pembahasan UUBS di  Kongres Basa Sunda tahun 1986 di Cipayung, Bogor  atau disebut TATAKRAMA BASA SUNDA menyebutkan delapan ragam penggunaan Basa Sunda.
1.         Ragam Basa Hormat
Sesuai dengan namanya, ragam bahasa ini digunakan untuk menunjukkan rasa hormat. Bahasa halus yang dipilih bergantung pada subjek yang bersangkutan. Turunan dari ragam ini ada enam tingkatan, antara lain:  
1)       Ragam Basa Lemes Pisan/Luhur, jenis bahasa ini biasanya digunakan kepada orang dengan jabatan tinggi atau bangsawan;   
2)       Ragam Basa Lemes keur Batur, jenis bahasa ini digunakan pada orang yang dihormati, biasanya yang usianya lebih tua;  
3)       Ragam basa Lemes keur Pribadi/Lemes Sedeng, merupakan kosakata halus yang khusus digunakan untuk diri sendiri ;    
4)      Ragam Basa Lemes Kagok/Panengah, jenis bahasa ini yang digunakan untuk teks-teks semacam surat kabar, dan lain-lain;
5)       Ragam Basa Lemes Kampung/Dusun, merupakan ragam bahasa yang dikenal halus dalam beberapa komunitas lokal Sunda, bisa jadi terdapat keragaman di beberapa wilayah pengguna Basa Sunda yang berlainan, namun biasanya tidak digunakan dalam situasi resmi;
6)       Ragam Basa Lemes Budak, merupakan bahasa halus yang digunakan untuk berkomunikasi dengan anak-anak.
2.         Ragam Basa Loma
Basa Loma  atau biasanya disebut juga bahasa kasar, sebetulnya tidak dimaknai kekasaran yang otomatis menghilangkan unsur penghormatan. Akan tetapi, ragam bahasa  ini digunakan di dalam kalangan pergaulan kawan-kawan akrab. Terdapat dua jenis Basa Loma, yaitu;   
1)      Ragam Basa Loma (Akrab); Bahasa jenis ini digunakan dalam lingkup pergaulan kawan-kawan dekat. Misalnya kawan sepermainan.    
2)      Ragam Basa Garihal/Songong (Sangat Kasar ).  Ragam berbahasa ini digunakan pada objek hewan atau dalam kondisi marah besar/murka.
Pada penyelenggaraan  Konferensi Internasional Budaya Sunda I (KIBS I) di Bandung dan  Kongres Basa Sunda VII di Garut, ditetapkan bahwa UUBS hanya terdiri atas dua ragam saja, yaitu:   
3.         Ragam Basa Hormat
Dalam ragam bahasa ini terhimpun seluruh turunan Basa Hormat/Lemes. Seseorang yang tertukar-tukar dalam menggunakan bahasa halus untuk diri sendiri, bahasa halus kampung/dusun, atau untuk anak-anak tidak dianggap salah. Seluruh kosa katanya dianggap memenuhi kaidah tatakrama Basa Sunda untuk ragam bahasa halus.
4.         Ragam Basa Loma
Tidak berbeda dengan yang telah disebutkan sebelumnya, ragam bahasa ini digunakan untuk  berkomunikasi dalam lingkup pergaulan yang akrab. Termasuk bercengkrama dengan tema sepermainan atau siapapun yang sudah akrab. Namun demikian, tentu saja dalam lingkup pergaulan yang sopan, kosakata yang tercakup dalam Ragam Basa Garihal/Songong tidak diperkenankan untuk dipakai.
Demikianlah perjalanan pembagian ragam Basa Sunda resmi sejak tahun 1986.  Akan tetapi, dalam kehidupan sehari-hari hingga saat ini, masyarakat masih menggunakan dua tipe bahasa halus, yaitu bahasa halus untuk diri sendiri, dan bahasa halus untuk orang lain. Bila ditambahkan dengan bahasa kasar (Basa Loma), disimpulkan ada tiga jenis ragam yang digunakan dalam komunitas masyarakat Sunda saat ini.
Dalam lanjutan tulisan berikut, sesuai dengan penggunaannya sehari-hari, akan digambarkan pola tatakrama Basa Sunda yang dibagi dalam tiga ragam, antara lain:
a.         Ragam basa Loma/Akrab/Kasar (A) 
b.        Ragam basa Lemes keur Pribadi (B) 
c.         Ragam basa Lemes keur Batur (C) 

F.       Keunikan Bahasa Sunda
Bahasa sunda memiliki struktur/gramer yang lebih kompleks dibandingkan Bahasa Inggris. Berbicara ke orang yang lebih tua usianya maka bahasa yang akan dipilih harus mengunakan bahasa sunda yang lembut. Berbeda dengan Bahasa Inggris, tidak berubah kondisinya ketika berbicara dengan orang yang dihormati ataupun orang yang lebih tua. Seperti contoh “Bade angkat kamana pa?”(sunda lembut untuk orang lain). “Abdi mah bade mios heula pak”(sunda untuk diri sendiri). Sedangkan dalam bahasa inggris, untuk diri sendiri dan orang yang lebih tua dan dihormati hanya dengan menggunakan satu kalimat saja yaitu “ Where do you go?”(Bahasa Inggris). Itu hanya sedikit kelebihan dari warisan budaya daerah kita yaitu Bahasa Sunda.
Namun ironis keberadaan ternyata ditemui masyarakat yang mengunakan Bahasa Sunda tidak sesuai dengan tata bahasa baku atau undak usuk bahasa. Keberadaan istilah/kata dalam Bahasa Sunda tersebut semakin terkikis keberadaannya oleh budaya budaya luar yang cenderung mempengaruhi esensi tata bahasa .
Jaman Sekarang, kebanyakan anak muda justru lebih bangga dengan Bahasa Inggris, karena Bahasa tersebut merupakan Bahasa Gaul dan Internasional. Menurut mereka dengan Bahasa tersebut akan membuka cakrawala dunia yang lebih luas, karena sebagian besar referensi/buku mengunakan bahasa tersebut. Oke lah, tidaklah salah jika kita mempelajari Bahasa Inggris tapi akan lebih bijak jika kita tidak meninggalkan Bahasa Sunda sebagai budaya dan identitas kita.
Banyak yang telah mengalami degradasi bahasa/Kehilangan kata/istilah (Endanger language) pada saat ini, terutama didaerah-daerah perbatasan. Sedikit demi sedikit istilah/kata Bahasa Sunda yang baku (undak usuk basa) sudah jarang dan hampir tidak dipergunakan lagi dalam komunikasi kesehariannya. Mungkin mereka tidak tahu atau enggan untuk mempelajari ? Berikut beberapa istilah/kata yang sudah jarang digunakan oleh sebagian masyarakat Sunda :
No
Istilah/Kata yang jarang dipakai
Keterangan
1
“Sumping” (artinya Datang/Came)
Kebanyakan masyarakat mengatakan “Dongkap”. Padahal “Dongkap” (sesuai undak usuk basa) hanya digunakan untuk diri sendiri saja. Sedangkan Untuk Orang Lain yang lebih dihormati atau yang lebih tua usianya seharusnya mengatakan “Sumping”.
2
“Kagungan” (mempunyai/Have)
Kebanyakan masyarakat mengatakan “Gaduh” untuk orang lain. Sedangkan seharusnya kata “Gaduh” hanya digunakan untuk diri sendiri. Seharusnya untuk berbicara dengan orang lain menggunakan kata “Kagungan”.
4.
“ Ngabantun” (Membawa/Bring)
Kata Ngabantun sudah jarang digunakan. Kebanyakan Masyarakat mengunakan kata “ Nyandak” yang seharusnya digunakan untuk orang lain.
5.
“Mios” (Pergi/Go)
Biasanya kebanyakan masyarakat menggunakan kata “ Angkat”, seharusnya menggunakan kata “Mios”. Karena kata “Angkat” hanya digunakan untuk orang yang dihomati dan orang yang lebih tua usinya.
6.
“Rompok” (Rumah/House)
Biasanya masyarakat mengunakan kata “Bumi” untuk diri sendiri yang seharusnya mengunakan kata “Rompok/Rorompok” untuk menerangkan Rumah.
Dari enam kata/istilah sunda diatas sepertinya masih banyak kata kata/ istilah yang masih harus kita lestarikan. Dalam kata lain harus dilakukan konservasi terhadap kata atau bahasa tersebut. Konservasi tidak hanya sebatas pohon saja namun budaya nenek moyang kita harus dan wajib kita lestarikan juga. Maap jika tulisan saya kurang berkenan, tak ada maksud apa apa kecuali mengingatkan saya sendiri akan pentingnya budaya kita yang sangat kaya dan luhur ini. Saya hanya memandang dari segi awam saja dan masih terus belajar menjadi Orang Sunda. Fakta ini saya ambil dan rangkuman dalam kehidupan sehari hari secara subyektif dari hal hal obyektif














BAB III
PENUTUP

Simpulan
Bahasa Sunda dituturkan oleh sekitar 27 juta orang dan merupakan bahasa dengan penutur terbanyak kedua di Indonesia setelah Bahasa Jawa. Sesuai dengan sejarah kebudayaannya, bahasa Sunda dituturkan di provinsi Banten khususnya di kawasan selatan provinsi tersebut, sebagian besar wilayah Jawa Barat (kecuali kawasan pantura yang merupakan daerah tujuan urbanisasi dimana penutur bahasa ini semakin berkurang), dan melebar hingga batas Kali Pemali (Cipamali) di wilayah Brebes, Jawa TengahBeberapa macam dalam Bahasa Sunda diantara adalah sebagai berikut:
1.        Dalam Bahasa Sunda, huruf vokalnya ada 6. 
2.        Orang sunda terkenal dengan soméahnya. (Haha apa ya soméah) ? 
3.        Orang sunda asli tidak fasih mengucapkan huruf “F”. 

Post a Comment for "Makalah Bahasa Sunda"