Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PENATAAN PENILAIAN DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Implementasi kurikulum 2013 yang sama dengan karakter dan kompetensi, hendaknya disertai dengan penilaian secara utuh, terus menerus dan berkesinambungan, agar dapat mengungkap berbagai aspek yang diperlukan dalam mengambil suatu keputusan. Sehubung dengan itu, bab ini secara khusus menganalisis dan menyajikan tentang peranan penilaian dalam implementassi kurikulum. Oleh karena itu, materi yang dibahas dan disajikan dalam bab ini lebih difokuskan pada berbagai permasalahan yang berkaitan penataan penilaian kurikulum, penilaian proses, penilaian unjuk kerja, penilaian portofolio, penilaian ketuntasan belajar dan dibahas pula tentang Ujian Nasional (UN) dalam implementasi Kurikulum2013.

B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana penataan penilaian dalam kaitannya dengan implementasi kurikulum 2013?
2.    Apakah maksud dari penilaian kurikulum?
3.    Apakah maksud dari penilaian proses pembelajaran?
4.    Apakah maksud dari penilaian unjuk kerja?
5.    Apakah maksud dari penilaian karakter?
6.    Apakah maksud dari penilaian portofolio?
7.    Apakah maksud dari penilaian ketuntasan belajar?
8.    Bagaimana UN dalam implementasi kurikulum 2013?
C.  Tujuan
1.    Mahasiswa calon guru mampu mengerti dan memahami tentang penataan penilaian dalam kaitannya dengan implementasi kurikulum 2013.
2.    Mahasiswa calon guru mampu mengerti dan memahami tentang penilaian kurikulum.
3.    Mahasiswa calon guru mampu mengerti dan memahami tentang penilaian proses pembelajaran.
4.    Mahasiswa calon guru mampu mengerti dan memahami tentang penilaian unjuk kerja.
5.    Mahasiswa calon guru mampu mengerti dan memahami tentang penilaian karakter.
6.    Mahasiswa calon guru mampu mengerti dan memahami tentang penilaian portofolio.
7.    Mahasiswa calon guru mampu mengerti dan memahami tentang penilaian ketuntasan belajar.
8.    Mahasiswa calon guru mampu mengerti dan memahami tentang UN dalam implementasi kurikulum 2013.













BAB II
PEMBAHASAN
A.  Penataan Penilaian
Salah satu aspek yang dijadikan ajang perubahan dan penataan dalam kaitannya dengan implementasi kurikulum 2013 adalah penataan standar penilaian. Penataan tersebut terutama disesuaikan dengan penataan yang dilakukan pada standar isi, standar kompetensi lulusan dan standar proses. Meskipun demikian, pada akhirnya penataan penilaian tersebut tetap bermuara dan berfokus pada pembelajaran, karena pembelajaran merupakan inti dari implementasi kurikulum. Pembelajaran sebagai inti dari implementasi kurikulum dalam garis besarnya menyangkut tiga fungsi manajerial, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian.
Fungsi pertama adalah perencanaan, yang menyangkut perumusan tujuan dan pembentukan kompetensi tersebut. Perencanaan dipandang sebagai fungsi sentral dari manajemen pendidikan dan harus berorientasi ke masa depan. Dalam kaitannya dengan implementasi kurikulum, perencanaan ini dituangkan dalam program pembelajaran, yang berkaitan dengan cara bagaimana proses pembelajaran dilaksanakan untuk mewujudkan tujuan dan kompetensi secara efektif dan efisien.
Fungsi kedua adalah pelaksanaan atau disebut implementasi, adalah proses yang memberikan kepastian bahwa progam pembelajaran telah memiliki sumber daya manusia dan sarana serta prasarana yang diperlukan dalam pelaksanaan, sehingga dapat membentuk kompetensi, karakter dan mencapai tujuan yang diinginkan. Fungsi pelaksanaan ini mencakup pengorganisasian dan kepemimpinan yang melibatkan penentuan berbagai kegiatan, seperti pembagian pekerjaan ke dalam berbagai tugas yang harus dilakukan guru dan peserta didik dalam pembelajaran. Berbagai kegiatan manajemen pelaksanaan program pembelajaran dibagi ke bagian-bagian yang lebih kecil sesuai dengan kebutuhan. Misalnya dalam suatu proses pembelajaran, kegiatannya dibagi menjadi kegiatan pemasaran, apersepsi, eksplorasi, konsolidasi pembelajaran, pembentukan kompetensi, dan penilaian.
Fungsi ketiga adalah penilaian yang disebut pengendalian atau evaluasi. Penilaian bertujuan untuk menjamin bahwa proses dan kinerja yang dicapai telah sesuai dengan rencana dan tujuan. Penilaian merupakan salah satu aspek penting dalam pembelajaran agar sebagian besar peserta didik mengembangkan potensi dirinya secara optimal, karena banyaknya peserta didik mendapatkan nilai rendah atau dibawah standar, akan mempengaruhi efektivitas pembelajaran secara keseluruhan. Oleh karena itu, penilaian pembelajaran harus dilakukan secara terus-menerus, untuk mengetahui dan memantau perubahan serta kemajuan yang dicapai peserta didik, maupun untuk memberi skor, angka atau nilai yang biasa dilakukan dalam penilaian hasil belajar.

B.  Penilaian Kurikulum
1.    Menilai Rancangan Kurikulum
a.    Keputusan evaluasi seharusnya dibuat oleh setiap orang yang terlibat dalam perencanaan. Dalam hal ini anggota sekolah, orang tua, administrator, anggota masyarakat, dan barang kali orang-orang dari perguruan tinggi setempat dapat membentuk tim evaluasi kurikulum.
b.    Beberapa pertanyaan berikut perlu di jawab dalam kaitanya dengan evaluasi kurikulum: (1) siapa yang harus dan tidak harus dilibatkan dalam perancangan kurikulum?; (2) masalah dan isu apa yang perlu dijadikan sasaran? (standar, tujuan, asumsi, organisasi kunci, ilustrasi scenario); (3) bagaimanakah kelompok membagi tugas dengan anggota sekolah dan anggota masyarakat dalam menganalisis rancangan, rancangan alternative, standar kompetensi nasional dan lokal, serta kaitanya dengan pemuda sekarang dan masa depan?; (4) bagaimanakah rancangan draft dipadukan dengan anggota sekolah lain, dan dengan masyarakat?; (5) apakah asumsi dan prinsip yang berkaitan dengan kesimpulan dari peserta didik tertentu yang dipertimbangkan dan digunakan?
c.    Pengumpulan data dilakukan untuk mendeskripsikan sebuah rancangan kelompok termasuk observasi dan rekaman dari setiap pertemuan. Menganalisis data mentah, termasuk mengidentifikasi isu-isu rancangan khusus mencakup hal-hal berikut: (1) platform: standar kompetensi, tujuan, asumsi tentang belajar, peserta didik, materi; criteria seperti persamaan, inklusi, kenyamanan, kekuasan, rasa percaya diri peserta didik, dan civik agensi; (2) pengorganisasian kurikulum: jenis pengorganisasian, kapasitas untuk peserta didik, kemenarikan, kapasitas materi, dan sebagainya; (3) isi: persfektif materi kurikulum yang dikembangkan; (4) penjabaran organisasi terhadap kegiatan yang berlebihan: cakupan dan urutan; (5) bahan-bahan: peralatan seperti komputer dan program komputer, atau peralatan laboratorium untuk matematika dan sains.
Beberapa hal yang harus dijadikan bahan pertimbangan dalam menilai rancangan kurikulum adalah sebagai berikut:
a.    Pemain utama dalam evaluasi adalah guru; tetapi kepala sekolah, supervisor, dan konsultan juga memiliki kepentingan dalam proses evaluasi, karena itu mereka perlu memahami hubungan antara perancangan, perencanaan guru, dan kondisi kelas secara khusus.
b.    Pertimbangkan beberapa pertanyaaan berikut ini: (1) bagaimanakah guru menafsirkan tujuan, rasional, dan konsep kunci terhadap rancangan kurikulum?; (2) bagaimanakah guru menafsirkan minat dan kesiapan peserta didik dalam memahami materi dan membentuk kompetensi?; (3) apakah guru merasa nyaman dengan kompetensi dasar dan materi standar, dan strategi belajar yang digunakan?
c.    Analisi dan pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara: (1) melakukan analisis isi terhadap jurnal untuk mengidentifikasi ide-ide yang dipertimbangkan, dan kriteria yang digunakan; serta (2) mewancarai guru tentang alasan mereka memilih menjadi guru, dan apa yang mereka lakukan dalam kegiatan pembelajaran.
d.    Kriteria yang digunakan untuk menilai kualitas guru dalam perencanaan kurikulum dengan kriteria yang disarankan dalam perancangan kurikulum.

2.    Menilai Pengembangan Kurikulum di Kelas
Setiap guru memiliki kepercayaan, dan pandangan terhadap kurikulum, serta menguji dan merefleksikan kurikulum, yang mencakup perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Terdapat beberapa alasan untuk mengevaluasi pengembangan kurikulum di kelas dalam kaitannya dengan guru dan kurikulum. Alasan tersebut adalah sebagai berikut:
a.    Kerja kurikulum transformatif adalah membangun kelompok anggota sekolah, oleh anggota sekolah, kepala sekolah, dan masyatakat sekitar.
b.    Peserta didik mengalami kurikulum transformatif sebagai kluster isi, kegiatan, bahan, lingkungan, dan iklim.
c.    Kurikulum transformatif diekspresikan melalui budaya sekolah.
Pertanyaan berikut dapat membimbing guru dalam pengembangan kurikulum:
a.    Apakah yang dikerjakan peserta didik?
b.    Jenis dan pola berpikir apakah yang digunakan: ingatatan, pemahaman, analisis, kreatif, dan kritikal?
c.    Apakah bentuk materi yang dipelajari peserta didik dan guru: fakta, konsep, prosedur, analisis, teori, dan seterusnya?
d.    Tipe pengorganisasian apakah yang digunakan?
e.    Bagaimanakah guru dan peserta didik mendeskripsikan iklim dan norma kelas?
f.     Dalam hal apa peserta didik secara khusus dilibatkan?
Guru sebagai evaluator mengumpulkan dan menganalisis data melalui observasi dan penafsiran merupakan bentuk utama dari pengumpulan dan analisis data dalam pengembangan kurikulum adalah koherensi, kemampuan berpikir dan pemecahan masalah, masukan dari berbagai pihak, kemenarikan, persamaan, keaslian, dan kekuasaan.
Sedangkan beberapa pertanyaan yang perlu dipertimbangkan dalam menilai hasil belajar peserta didik dan keluaran lain adalah sebagai berikut:
a.    Bagaimanakah penguasaan peserta didik terhadap ide, keterampilan, nilai dan cara berpikir sebagaimana yang dirumuskan dalam tujuan dan rancangan kurikulum?
b.    Apakah yang telah dipelajari peserta didik?
c.    Bagaimanakah peserta didik menghubungkan ide, keterampilan dan nilai dalam kurikulum?
d.    Bagaimanakah aktivitas belajar peserta didik?
e.    Bagaimanakah peserta didik menjelaskan bagaimana mereka belajar?
f.     Bagaimanakah peserta didik menjelaskan ketika mereka mengetahui sesuatu?
g.    Bagaimanakah peserta didik lebih paham, terbuka dan sadar terhadap nilai-nilai dalam kurikulum?
h.    Bagaimanakah peserta didik menghubungkan apa yang telah dipelajari dengan kehidupan?

C.  Penilaian Proses Pembelajaran
Penilaian proses dimaksudkan untuk menilai kualitas pembelajaran serta internalisasi karakter dan pembentukan kompetensi peserta didik, termasuk bagaimana tujuan-tujuan belajar direalisasikan. Penilaian proses dilakukan untuk menilai aktifitas, kreatifitas, dan keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran, terutama (keterlibatan mental, emosional dan sosial) dalam pembentukan kompetensi serta karakter peserta didik.
Dari segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seharusnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (80%) peserta didik terlibat secara aktif  baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran. Dari segi hasil proses pembelajaran dikatakan berhasil  apa bila terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri peserta didik seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (80%). Proses pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila masuk merata, sesuai dengan kebutuhan perkembangan masyarakat dan pembangunan.
Penilaian proses dapat dilakukan dengan pengamatan (observasi), dan refleksi. Pengamatan dapat dilakukan oleh guru ketika peserta didik sedang mengikuti pembelajaran, mengajukan pertanyaan atau permasalahan, merespon atau menjawab pertanyaan, berdiskusi, dan mengerjakan tugas-tugas pembelajaran. Dalam implementasi kurikulum, pengamatan dapat dilakukan oleh semua guru, pengamatan juga bisa dilakukan oleh pendamping. Disamping melalui pengamatan, penilaian proses juga dapat dilakukan melalui refleksi. Refleksi bisa dilakukan oleh guru bersama peserta didik, dengan melibatkan guru lain (observer), atau pendamping. Refleksi juga bisa melibatkan kepala sekolah agar ditindaklanjuti dengan pengembangan kebijakan sekolah. Refleksi merupakan tindak lanjut dari pengamatan, apa yang dibicarakan dalam refleksi adalah hasil observasi, beserta hasil-hasil lain yang muncul dalam pembelajaran.
                                           
D.  Penilaian Unjuk Kerja
Dalam implementasi kurikulum 2013, amat dianjurkan agar guru lebih mengutamakan penilaian untuk kerja. Dalam hubungannya dengan penilaian untuk kerja, Leighbody (dalam Mulyasa 2012) mengemukakan elemen-elemen kinerja yang dapat diukur:
1.    Kualitas penyelesaian pekerjaan
2.    Keterampilan menggunakan alat-alat
3.    Kemampuan menganalisis dan merencanakan prosedur kerja sampai selesai
4.    Kemampuan mengambil keputusan berdasarkan aplikasi informasi yang diberikan
5.    Kemampuan membaca, menggunakan diagram, gambar-gambar, dan simbol-simbol.

FORMAT PENILAIAN UNJUK KERJA
No.
KINERJA YANG DINILAI
TANGGAPAN GURU
TANGGAPAN ORANG TUA
SIMPULAN
1.
Kualitas penyelesaian pekerjaan



2.
Keterampilan menggunakan alat



3.
Kemampuan menganalisis dan merencanakan prosedur kerja



4.
Kemampuan mengambil keputusan



5.
Kemampuan membaca, menggunakan diagram, gambar, dan simbol




Simpulan




Penilaian unjuk kerja dapat dilakukan secara efektif dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Tetapkan kinerja yang akan dinilai.
2.      Buat daftar yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan dari masing-masing mata pelajaran dan butir-butir yang dipertimbangkan untuk menentukan apakah pekerjaan itu memenuhi stsndar yang telah ditetapkan.
3.      Tentukan pekerjaan untuk peserta didik yang mencakup semua elemen kinerja yang dinilai dan alokasi waktu yang diperlukan.
4.      Buat semua daftar bahan, alat dan gambar yang diperlukan peserta didik untuk mengerjakan penilaian.
5.      Siapkan petunjuk tulis yang jelas untuk peserta didik.
6.      Siapkan sistem untuk penskoran (scoring)
Pelaksanaan penilaian unjuk kerja perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.      Peserta didik telah memperoleh semua bahan, alat, instrument, gambar-gambar, atau semua peralatan penyelesaian tes.
2.      Peserta didik telah mengetahui apa yang harus dikerjakannya dan berapa lama waktunya.
3.      Peserta didik harus mengetahui butir-butir yang akan dinilai.
4.      Bahan yang digunakan setiap peserta didik harus memiliki kondisi yang sama.
5.      Bila waktu yang dinilai, cek dulu dengan teliti.
6.      Bila kemampuan merencanakan pekerjaan atau keterampilan pemakaian alat yanag diukur, amati peserta didik selama bekerja.
7.      Guru jangan memberikan pertolongan kepada peserta didik, kecuali menjelaskan petunjuk-petunjuk yang telah diberikan kepadanya.
  


A.  Penilaian Karakter
Penilaian karakter dimaksudkan untuk mendeteksi karakter yang terbentuk dalam diri peserta didik melalui pembelajaran yang telah diikutinya. Pembentukan karakter memang tidak bisa sim salabim atau terbentuk dalam waktu singkat, tapi indikator perilaku dapat dideteksi secara dini oleh setiap guru. Contoh format penilaian karakter dapat dilihat sebagai berikut.
PENILAIAN KARAKTER PESERTA DIDIK
JENIS KARAKTER
INDIKATOR PERILAKU
Bertanggung jawab
a.    Melaksanakan kewajiban
b.    Melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan
c.    Menaati tata tertib sekolah
d.    Memelihara fasilitas sekolah
e.    Menjaga kebersihan lingkungan
Percaya Diri
a.    Pantang menyerah
b.    Berani menyatakan pendapat
c.    Berani beranya
d.    Mengutamakn usaha sendiri daripada bantuan
e.    Berpenampian tenang
Saling Menghargai
a.    Menerima perbedaan pendapat
b.    Memaklumi kekurangan orang lain
c.    Mengakui kelebihan orang lain
d.    Dapat bekerjasama
e.    Membantu orang lain
Bersikap santun
a.    Menerima nasihat guru
b.    Menghinari permusuhan dengan teman
c.    Menjaga perasaan orang lain
d.    Menjaga ketertiban
e.    Berbicara dengan tenang
Kompetitif
a.    Berani bersaing
b.    Menunjukkan semangat berprestasi
c.    Berusaha ingin lebih maju
d.    Memiliki keinginan untuk tahu
e.    Tampil beda dan unggul
Jujur
a.    Mengemukakan apa adanya
b.    Berbicara secara terbuka
c.    Menunjkkan fakta yang sebenarnya
d.    Menghargai data
e.    Mengaku kesalahannya


B.  Penilaian Portofolio
Portofolio adalah kumpulan tugas-tugas yang dikerjakan peserta didik. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa penilaian portofolio adalah penilaian terhadap seluruh tugas yang dikerjakan peserta didik dalam mata pelajaran tertentu. Penilaian portofolio dapat dilakukan bersama-sama oleh guru dan peserta didik, melalui suatu diskusi untuk membahas hasil kerja peserta didik, kemudian menentukan hasil penilaian atau skor.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan penilaian portofolio adalah sebagai berikut:
1.      Karya yang dikumpulkan asli karya yang bersangkutan.
2.      Menentukan contoh pekerjaan yang harus dikerjakan.
3.      Mengumpulkan dan menyimpan sampel karya.
4.      Meminta peserta didik untuk menilai secara terus-menerus hasil portofolio.
5.      Merencanakan pertemuan dengan peserta didik untuk membicarakan hasil portofolio.
6.      Melibatkan orang tua dan masyarakat untuk meningkatkan efektivitas penilaian portofolio.
Penilaian portofolio dalam Kurikululm 2013 harus dilakukan secara utuh dan berkesinambungan, serta mencangkup seluruh kompetensi inti yang dikembangkan. Adapun contoh format penilaiannya sebagai berikut.
CONTOH PENILAIAN PORTOFOLIO
Mata Pelajaran       : IPA
Kelas                      : 7
Kompetensi Dasar

Menggunakan microskop dan peralatan lain untuk mengamati gejala – gejala kehidupan
Nama : Rani Larasati
Tanggal : …………………………………
Indikator
PENILAIAN
Jelek / Cukup / Baik / Sangat Baik
1.     Mengenal bagian-bagian mikroskop
2.     Menggunakan mikroskop dengan benar (fokus, cahaya, objek)
3.     Membuat prediksi bangun tiga dimensi apabila tersedia hasil pengamatan dua dimensi (horizontal dan vertical)
V

V


V
Dicapai melalui :
1.    Bantuan guru
2.    Seluruh kelas
3.    Kelompok besar
4.    Kelompok kecil
5.    Diri sendiri (V)
Komentar Guru
Tingkatan terus prestasimu,
Dengan belajar dan belajar
Komentar Orang Tua
Tanggapan Siswa
Gunakan waktumu untuk belajar lebih teratur lagi
Stress nih, banyak tugas…………..

C.  Penilaian Ketuntasan Belajar
Penilaian ketuntasa belajar ditetapkan berdasarkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) dengan mempertimbangkan tiga komponen yang terkait dengan penyelengaraan pembelajaran. Tiga komponen tersebut adalah:
1.    Kompleksitas materi dan kompetensi yang harus dikuasai.
2.    Daya dukung
3.    Kemampuan awal peserta didik (intake).
Sekolah secara bertahap dan berkelanjutan perlu menetapkan dan meningkatkan KKM untuk mencapai ketuntasan ideal. Dalam hal ini setiap mata pelajaran memiliki karakteristik dan hasil analisis yang berbeda, sehingga nilai KKM yang ditetapkan dalam setiap mata pelajaran akan berbeda dan bervariasi, meskipun dalam mata pelajaran yang sama. Dengan demikian, setiap sekolah dalam guru tidak bisa meniru atau copy paste KKM dari sekolah lain.
Jika penetapan KKM dilakukan secara tepat, maka hasil penilaian ketuntasan belajar pada umumnya memposisikan peserta didik pada kurva normal, sehingga sebagian besar peserta didik berada atau mendekati garis rata-rata, serta sebagian kecil berada di bawah rata-rata dan di atas rata-rata. Bagi kelompok peserta didik di atas rata-rata maupun di bawah rata-rata perlu dilakukan layanan khusus. Layanan bagi peserta didik di bawah rata-rata disebut program perbaikan. Program perbaikan ini dilakukan untuk memberi kesempatan kepada mereka, dengan cara memberikan waktu tambahan untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Formatnya sebagai berikut:
FORMAT LEMBARAN PROGRAM PERBAIKAN
Mata Pelajaran:
……………………………………………………………………………...
Kompetensi Dasar:
………………………………………………………………………………
Kelas:
………………………………………………………………………………
Tahun Pelajaran:
………………………………………………………………………………
Ulangan Harian Tanggal:
………………………………………………………………………………
Perbaikan :

No
Nama
Siswa
Nilai Sebelum Perbaikan
Tanggal Perbaikan
Bentuk Pembaikan
Nilai Setelah Perbaikan
Keterangan








Sedangkan layanan bagi peserta didik di atas rata-rata disebut program pengayaan. Mereka adalah peserta didik yang cepat belajar, sehingga dalam waktu singkat dapat mencapai kompetensi yang telah ditentukan (sebelum habis waktu). Contoh format program pengayaan adalah sebagai berikut.
FORMAT LEMBARAN PROGRAM PENGAYAAN
Mata Pelajaran:
……………………………………………………………………………....
Kompetensi Dasar:
……………………………………………………………………………....
Kelas:
……………………………………………………………………………....
Tahun Pelajaran:
……………………………………………………………………………....
Ulangan Harian Tanggal:
……………………………………………………………………………....
D.  UN dalam Implementasi Kurikulum 2013
Ujian Nasional (UN) merupakan kebijakan pemerintah di bidang pendidikan untuk menentukan standar mutu pendidikan. Kebijakan ini berkaitan dengan berbagai aspek yang dinamis, seperti budaya, kondisi sosial ekonomi, bahkan politik dan keamanan, sehingga akan selalu rentan terhadap perbedaan dan kontroversi sejalan dengan perkembangan masyarakat. Sejak UN digulirkan (2002), telah banyak menuai badai dan menimbulkan berbagai permasalahan dalam implementasinya di lapangan, yang berupa kecurangan, kebocoran dan penyimpanan-penyimpanan lainnya, bahkan konon katanya telah menelan banyak korban (bagi yang lulus UN). Kondisi ini telah mendorong sebagian masyarakat untuk melakukan usaha hukum terhadap kebijakan pemerintah ini (agar UN dihentikan) yang sekarang telah sampai pada penolakan Mahkamah Agung (MA) terhadap permohonan kasasi yang diajukan pemerintah terkait dengan pelaksanaan UN. Meskipun demikian, Pemerintah tetap menggelar ujian nassional. “biarkan MK menggonggong, ujian nasional tetap digelar”. Demikian halnya dalam implementasi kurikulum 2013, nampaknya masih tetap akan dilengkapi ujian nasional (UN).
Ketentuan tentang UN tersebut dapat dilihat dalam pasal 67 PP nomor 32 tahun 2013, sebagai berikut:
1.    Pemerintah menugaskan BSNP untuk menyelenggarakan Ujian Nasional yang diakui peserta didik pada setiap satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar dan menengah dan jalur non-formal kesetaraan.
1a. Ujian Nasional untuk satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk SD/MI/SDLB atau bentuk lain yang sederajat.
2.    Dalam penyelenggaraan ujian nasional BSNP bekerja ssama dengan instansi terkait di lingkungan pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/ kota, dan satuan pendidikan.
Dalam pada itu, pemerintah juga menetapkan nilai UN minimal yang harus dicapai oleh peserta didik dalam kelulusan. Itulah yang telah menimbulkan beberapa masalah teknis yang dipertanyakan oleh berbagai kalangan. Masalah tersebut antara lain, karena sifatnya nasional, maka bidang kajian yang diUN-kan dianggap lebih penting dari mata pelajaran lain, sehingga sebagian besar upaya sekolah hanya ditujukan untuk mengantarkan peserta didik mencapai keberhasilan dalam UN. Padahal materi UN hanya mencakup aspek intelektual yang tidak mampu mengukur seluruh aspek pendidikan secar utuh. Sedangkan kecakapan motorik, sosial, emosional, karakter tidak diujikan. Padahal aspek-aspek tersebut sangat ditekankan dalam implementasi kurikulum 2013.
Meskipun demikian, tujuan pemerintah melakukan UN adalah untuk mendongkrak kualitas pendidikan dengan menetapkan standar minimal yang senantiasa ditingkatkan, hal tersebut sebenarnya cukup wajar dan masuk akal, karena standar duniapun 7,0. Namun masyarakat yang tidak menerima juga tidak bisa disalahkan, karena mereka beranggapan bahwa pemerintahan hanya menuntut tanpa melengkapi dengan alat dan sarananya. Seharusnya ada kebijakan lain yang menunjang pelaksanaannya di lapangan, seperti peningkatan sarana dan prasarana sekolah, serta akses informasi di seluruh daerah bahkan meningkatkan profesionalisme tenaganya, terutama kompetensi gurunya.
Lepas dari berbagai keterbatasan dan kelemahannya melalui nilai UN, pemerintah memiliki kepentingan untuk mengetahui kemampuan lulusan pendidikan dari berbagai jenis dan jenjang pendidikan dalam bidang matematika, bahasa, ilmu pengetahuan alam, dan sebagainya, paling tidak yang dapat dijaring melalui UN dan membandingkannya antar sekolah. Selain itu juga menyangkut penilaian kinerja seluruh komponen sistem pendidikan.
Persoalan teknis berkaitan dengan kemampuan sumber daya manusia profesional dan sarana pendukung UN baik hardware maupun software sebenarnya pada saat ini sudah cukup memadai, yang secara kelembagaan berada di bawah penanganan pusat pengujian Depdiknas. Permasalahan yang muncul justru pada tatanan manajemen UN baik di pusat, daerah maupun di sekolah, persepsi bahwa segala sesuatu dapat dibeli dengan uang (budaya korup) dan lemahnya tatanan pengamanan penyelengaraan UN semakin berat. Dan polisipun harus dituntut ke sekolah-sekolah untuk mengamankan UN.
UN tetap akan digelar sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan (kecuali untuk SD/ MI/ SDLB, dan yang sederajat). Alasan pemerintah untuk tetap menggelar UN antara lain berkaitan dengan masalah mutu. UN berfungsi sebagai quality control terhadap proses. Input pendidikan sudah sedemikian kecil, bahkan pada saat sentralisasipun sebenarnya kontrol pusat di bidang pendidikan tidak dapat dilakukan sepenuhnya, karena rapuhnya mental jaringan birokrasi akibat berbagai faktor di luar masalah pendidikan. Dengan demikian meskipun pemerintah telah membebaskan biaya UN untuk semua sekolah, dalam pelaksanaannya masih ada sekolah dan daerah yang melakukan pungutan, dengan alasan yang beraneka ragam.
Indonesia terdiri dari berbagai suku, berbagai adat istiadat dan memiliki ribuan pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Persoalannya bagimana bisa mengetahui kondisi pendidikan di berbagai wilayah dan daerah tersebut, kalau tidak dilakukan ujian nasional dan standarisasi pendidikan. Persoalan berikutnya bagaimana seorang peserta didik dapat berpindah dari satu daerah ke daerah lain kalau tidak ada standar dan tidak diketahui kemampuannya secara nasional. Sebab tanpa standar nasional yang diuji melalui ujian nasional, boleh jadi pendidikan di satu daerah berbeda dengan di daerah lain secara mencolok, bahkan tidak menutup kemungkinan peserta didik yang terpandai di satu daerah ternyata tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan daerah lain yang lebih maju.
Perbedaan itu wajar, tetapi jika sudah mengarah pada perpecahan, maka pemerintah harus tegas, dan harus berani mengambil keputusan yang tepat waktu dan sasarannya, sekalipun tidak memuaskan setiap orang karena memang dalam masyarakat yang beragam, setiap kebijakan akan menguntungkan sebagian masyarakat dan merugikan masyarakat lainnya tidak akan memberikan kepuasan kepada seluruh masyarakat.
Implementasi kurikulum 2013, sesuai dengan PP No. 32 Tahun 2013 tentang Penataan Standar Nasional Pendidikan, UN tetap dilaksanakan, tidak dihapus atau dihilangkan (kecuali untuk SD/MI/SDLB, dan yang sederajat). Meskipun demikian, perlu diperbaiki sistem dan manajemennya. Lebih dari itu, sebenarnya UN lebih tepat digunakan untuk melihat keberhasilan kurikulum dan pendidikan secara keseluruhan, bukan untuk menilai keberhasilan peserta didik, apalagi dijadikan ukuran keberhasilan daerah. Sistem penilaian hasil belajar peserta didik sebaiknya diserahkan kepada daerah dan sekolah, dalam bentuk penilaian berbasis kelas (PBK), atau classroom based evaluation (CBE), dan ujian berbasis sekolah (UBS) atau school based exam (SBE), adapun hasil UN dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan saja, tanpa harus dijadikan standar kelulusan, dan keberhasilan daerah, serta tidak perlu ada standar nilai ujian akhir nasional (NUAN). Artinya, apapun dan bagaimanapun hasil UN, seluruh keputusan yang berkaitan dengan kelulusan peserta didik harus tetap menjadi kewenangan sekolah, karena gurulah yang lebih tahu secara utuh dan menyeluruh terhadap perkembangan peserta didiknya.
Meskipun demikian, dilaksanakan atau tidaknya UN dalam kurikulum 2013, sangat bergantung pada pemerintah, karena dilaksanakan atau tidak dua-duanya mengandung masalah dan resiko. Oleh karena itu, untuk mengurangi masalah dan resiko ujian nasional dalam kurikulum 2013, sebaiknya memperhatikan beberapa hal sebagai berikut ini:
1.        UN jangan dipolitisir untuk kepentingan pemerintah semata, apalagi kalau hanya dijadikan sebagai proyek untuk mencairkan dana. Dalam hal ini pemerintah dan masyarakat harus berani meninggalkan semua hal yang terkait dengan UN yang dapat merusak proses dan hasil pendidikan.
2.        Perlu dikembangkan UN yang menyenangkan baik bagi peserta didik maupun guru dan tidak perlu UN susulan karena hanya akan terjadi pemborosan. Untuk itu maka nilai UN jangan dijadikan sebagai standar kelulusan apalagi dijadikan sebagai satu-satunya penentu kelulusan peserta didik, biarlah guru dan kepala sekolah beserta komite sekolah (jika perlu) untuk menentukan kelulusan setiap peserta didik yang menjadi asuhannya.
3.        Giatkan dan berdayakan forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) dalam memecahkan berbagai persoalan pendidikan di sekolah, agar saling tukar pikiran antar guru dan antar kepala sekolah terutama dalam kaitannya dengan pembelajaran agar sesuai dengan soal-soal yang diujikan pemerintah dalam UN. Dalam hal ini sebaliknya setiap MGMP didampingi oleh ahli kurikulum dan ahli bidang studi yang akan membantu guru dalam memehami isi kurikulum.
4.        Jadikan hasil UN sebagai dasar untuk meningkatkan kualitas guru, meningkatkan sarana dan prasarana sekolah, serta meningkatkan akses informasi yang lengkap di seluruh daerah di indonesia, sehingga UN benar-benar mampu mematahkan kondisi pendidikan di seluruh wilayah kesatuan RI sekaligus dijadikan sebagai ajang perbaikan kualitas yang berkesinambungan.
5.        Sosialisasi yang tepat kepada guru, kepala sekolah, dan masyarakat tentang posisi UN yang nantinya tidak dijadikan standar kelulusan, sehingga tumbuh kemandirian dan keberanian di kalangan guru dan kepala sekolah untuk meluluskan atau mentidakluluskan peserta didik tidak hanya karena nilai UN. Ini penting agar tumbuh kesepahaman antara masyarakat (orang tua) dengan guru dan kepala sekolah, khususnya dalam menentukan kelulusan peserta didik, sehingga semua pihak dapat menerima keputusan yang telah ditetapkan, tidak ada yang demo, apalagi mengancam kenyamanan dan keamanan guru.











BAB III
PENUTUP
A.  Simpulan
Penataan penilaian dalam implementasi kurikulum 2013 memperhatikan aspek-aspek penting antara lain: penilaian kurikulum yang meliputi menilai rancangan kurikulum dan menilai pengembangan kurikulum di kelas; penilaian proses pembelajaran; penilaian unjuk kerja; penilaian karakter; penilaian portofolio; penilaian ketuntasan belajar.
Ujian nasional dalam implementasi kurikulum 2013 sesuai dengan PP No. 32 Tahun 2013 tentang Penataan Standar Nasional Pendidikan, tetap dilaksanakan, tidak dihapus atau dihilangkan (kecuali untuk SD/MI/SDLB, dan yang sederajat). UN digunakan untuk melihat keberhasilan kurikulum dan pendidikan secara keseluruhan, bukan untuk menilai keberhasilan peserta didik, apalagi dijadikan ukuran keberhasilan daerah.
Apapun dan bagaimanapun hasil UN, seluruh keputusan yang berkaitan dengan kelulusan peserta didik harus tetap menjadi kewenangan sekolah, karena gurulah yang lebih tahu secara utuh dan menyeluruh terhadap perkembangan peserta didiknya.

B.  Saran
1.    Pemerintah dalam menentukan dan menetapkan kurikulum seharusnya lebih mengedepankan menghasilkan lulusan yang dapat menjadikan bangsa Indonesia maju dengan berakhlak mulia, yang disertai dengan pemberian fasilitas yang dibutuhkan dalam tiap sekolah.
2.    Untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kurikulum, diperlukan guru profesional dan bertanggung jawab serta adil terhadap peserta didiknya. Guru yang benar-benar memiliki kompetensi menjadi guru di bidang/ mata pelajaran tersebut, serta memanfaatkan waktu seefektif dan seefisien mungkin.
3.    Untuk menjadi lulusan yang sesuai dengan kurikulum, dalam mengerjakan atau melaksanakan tugas adalah berdasarkan kemampuan sendiri. Tidak mengandalkan kemampuan orang lain dengan material yang dimiliki orang tuanya.
4.    Supaya cita-cita kurikulum tercapai, maka perlu dukungan masyarakat, dalam hal ini orang tua peserta didik, yaitu dengan memberi motivasi kepada anaknya untuk rajin belajar dengan tidak melupakan ibadah kepada Allah, dan lain sebagainya.

Post a Comment for "PENATAAN PENILAIAN DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013"