Contoh Karya Prosa
KERAK TELOR
HADIR DI KOTA AKU TINGGAL
Suatu
ketika, sore hari, sepulang dari kampus, saya berkunjung ke Alun-alun
Purworejo. Saya berkunjung ke sana tentunya tidak sendirian. Saya bersama dua
sahabat baik saya, Puput dan Panca. Kami sepulang dari kampus, pulang ke kost
masing-masing terlebih dahulu, untuk mandi dan bersolek tentunya. Karena kost
kami berada di tempat yang berbeda, maka kami memutuskan untuk ketemuan. Aku
dan Puput ketemuan di tengah jalan. Kami menuju ke lokasi dengan berjalan kaki.
Obrolan yang mengasikkanpun melenyapkan rasa capek karena perjalanan yang tidak
dekat.
Sesampainya di lokasi, kami menunggu satu sahabat, Panca namanya, di
dekat tugu depan pintu masuk Expo. Keadaan di sana bagaikan semut yang
mengerumuni gula, membuat Panca susah untuk menemukan keberadaan kami. Oleh
karena itu, kamipun menjadi terlalu lama untuk bersabar menunggu kedatangannya.
Tapi kesabaranpun akhirnya berakhir, karena kami telah dipertemukan.
“Kurang
lama!” kataku.
“Gak
sekalian besok aja sih sampainya”, kata Puput.
“Hahaha...ya
maaf deh. Gak ada unsur kesengajaan cintaku. Kalian gak liat apa ada gerumunan
orang di sini? Lagian salah siapa kalian kecil, jadi gak kelihatan deh,,” kata
Panca.
Pertemuan
itu seperti biasa, kami awali dengan aktivitas jabat tangan. Kami duduk-duduk
dengan obrolan kecil sebentar, sekedar menstabilkan nafas Panca yang terlihat
terengah-engah.
Ketika
itu, di Alun-alun sedang terdapat suatu acara besar yang datangnya setahun
sekali. Acara itu adalah “Pekan Expo Purworejo 2013”. Pekan Expo ini diadakan
selama tiga hari berturut-turut. Sehingga tidak heran kalau keadaan di sana
sangat ramai, lebih ramai dari hari-hari biasanya. Keramaian di sana tidak
hanya disebabkan oleh pengunjung yang sekedar melihat-lihat pameran, dan
membeli barang-barang yang dipamerkan saja, tetapi juga ramai oleh pengunjung
yang memang sengaja berdagang dan memamerkan barang dagangannya di sana. Tidak
jarang, ditemui pedagang pendatang baru, ada di sana, yang menjual
masing-masing barang dagangannya. Jenis barang dagangan yang ada di sanapun
tidak hanya sejenis atau dua jenis saja, tetapi berjenis-jenis. Jenis dagangan
tersebut antara lain yaitu aksesoris dan makanan; dari makanan ringan hingga
makanan berat ada di sana. Selain itu, dijual pula mainan anak-anak, alat
elektronik, obat; baik obat resep dari dokter, maupun obat herbal, dan masih
banyak lagi lainnya.
Di
kunjungan kami waktu itu, kami berkeliling, mengelilingi Alun-alun. Selain itu
juga memasuki area pameran yang didirikan di lapangan atau di tengah-tengah
Alun-alun. Dari sekian banyak pemandangan mata, hanya satu, tidak lebih, yang
membuat kami, khususnya saya, untuk tertarik mendekati dan mengenal lebih jauh.
Dan itu tak lain adalah berjenis makanan. Kenapa dari sekian banyaknya
pemandangan mata hanya itu yang membuat saya tertarik? Jawabannya simple saja,
karena saya suka makan. Selain daripada itu, pada saat itu perut kami melakukan
aksi demo, minta diisi ulang. Dan selain itu juga karena makanan tersebut
jarang dan bahkan sangat jarang ditemukan di kota aku tinggal, yaitu di
Purworejo. Makanan tersebut biasa dipanggil dengan sebutan “Kerak Telor”. Kerak
Telor bukanlah makanan khas Purworejo, melainkan makanan khas Betawi. Sehingga
wajar saja, jika makanan tersebut jarang ditemukan di kota aku tinggal.
Pada
kunjungan kami waktu itu, terlihat pedagang Kerak Telor yang berderet,
berjejer, bahkan berhadap-hadapanan di suatu sisi, di pinggiran tempat
diadakannya Pekan Expo itu. Sebelumnya, saya sendiri memang sudah sering
mendengar nama dari makanan tersebut, tapi jujur saja, saya belum pernah
merasakan seperti apa rasa dari makanan itu. Karena penasaran, saya dengan
ditemani dua sahabat sayapun mendatangi salah satu dari sekian banyak posko
yang menjual Kerak Telor. Kami mendatangi posko milik seorang laki-laki separuh
baya, bernama Doni. Kami memanggilnya bapak Doni. Bapak Doni asal Yogyakarta
ini, sengaja ke Alun-alun Purworejo, hanya untuk mencari nafkah, untuk istri
dan anak-anaknya di rumah, yaitu dengan berdagang Kerak Telor. Dia biasa berdagang
di sekitar Jawa Tengah, di tempat-tempat yang sedang terdapat acara besar,
seperti Pekan Expo ini. Dia tidak laju dari Yogyakarta ke Purworejo, melainkan
tinggal bersama rekan-rekan seperjuangannya yang sama-sama berprofesi sebagai
pedagang Kerak Telor, di suatu rumah yang memang sengaja dikontrakkan. Bapak
Doni berdagang mulai dari jam 11.00 WIB hingga jam 22.00 WIB.
Ternyata
tidak hanya kami yang tertarik dengan posko yang menjual Kerak Telor, tetapi
juga banyak pengunjung lain yang ternyata juga tertarik untuk mendatangi posko
Kerak Telor ini. Sebagian besar dari mereka yang memesan makanan tersebut,
adalah mereka yang belum pernah merasakan makanan tersebut. Tetapi ada beberapa
dari mereka yang memesan adalah mereka yang sudah pernah merasakan makanan
tersebut. Karena enak, sehingga mereka tidak kapok untuk memesannya kembali.
Dan beberapa lagi lainnya, adalah mereka yang baru mengenal makanan itu,
termasuk baru mengenal namanya.
Karena
banyaknya pengunjung yang tertarik untuk mendatangi posko Kerak Telor, termasuk
posko milik bapak Doni, sehingga kami harus bersabar untuk mengantri. Dan tidak
heran jika dagangannya terjual habis seringnya.
Pada
kesempatan waktu itu, masing-masing dari kami bertiga, memesan satu porsi Kerak
Telor. Sambil saya menunggu antrian dan pesanan jadi, saya memberikan beberapa
pertanyaan seputar Kerak Telor kepada Pak Doni. Pak Donipun dengan senang hati
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan. Sehingga saya menjadi
tahu informasi seputar makanan tersebut.
Kerak
Telor adalah makanan khas masyarakat Betawi. Satu porsi Kerak Telor biasa
diberi harga 15 ribu rupiah saja. Kami, sebagai mahasiswi, sekaligus sebagai
anak kost, 15 ribu rupiah adalah nominal yang tidak sedikit. 15 ribu rupiah
bisa untuk makan tiga kali. Tapi, jika tau bahan-bahan, cara pembuatan, rasa,
dan kadar gizi dari Kerak Telor, 15 ribu rupiah adalah nominal yang cukup
terjangkau.
Cara
pembuatan Kerak Telor ini, memang tidaklah terlalu susah bagi seorang pemula;
hanya membutuhkan keterampilam, tidak mati rasa, dan ketahanan terhadap asap
dari bara arang kayu. Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatannyapun tidak
susah dicari. Bahan-bahannya antara lain yaitu empat sendok makan rendaman
beras ketan putih, satu butir telor (ayam atau bebek), tiga sendok makan
serundeng kelapa, satu sendok makan bawang goreng, lada bubuk secukupnya, dan
bumbu rempah-rempah bubuk secukupnya. Dan selain itu, alat-alat yang
dibutuhkannyapun cukup sederhana, antara lain yaitu tungku dari tanah liat,
kipas (manual), wajan kecil, dan arang kayu.
Cerita
Pak Doni, “cara pembuatan Kerak Telor ini gampang kok nduk, caranya yaitu:
1. Kondisikan
bara arang kayu panasnya selalu stabil; tidak terlalu panas dan tidak hangat
saja, tetapi sedang.
2. Masukkan
rendaman beras ketan ke wajan, kemudian tutup dengan penutup wajan. Tunggu
sekitar tiga menitan, sambil mengipasi arang kayu, supaya bara arang tetap
stabil.
3. Masukkan
telor, serundeng kelapa, bawang goreng, lada bubuk, dan bumbu rempah-rempah
bubuk ke dalam wajan tadi, kemudian aduk rata.
4. Setelah
matang, tipiskan adonan secara melingkar, menutupi wajan.
5. Siapkan
kertas minyak sebagai pembungkus.
6. Masukkan
Kerak Telor ke pembungkus.
7. Dan
akhirnya Kerak Telor siap untuk disantap nduk.
Jadi begitu nduk cara buatnya.
Kerak Telor lebih enak dinikmati selagi masih panas loh nduk”.
“Oooowh
begitu ya pak... Waaah ternyata tidak sesusah yang saya bayangkan. Ya ini nanti
kalo udah mateng juga mau langsung kita santap kok pak. Iya gak cuy?“ Kataku.
“Oooh
tentu donk. Baunya udah menggugah selera makanku nih.” Kata Panca.
“Hahahaha.
Gembel.” Kata Puput.
Selain
kami sempatkan untuk bertanya-tanya seputar Kerak Telor kepada pak Doni, sambil
menunggu pesanan kami jadi, kamipun menyempatkan diri untuk berfoto-foto,
sekedar untuk kenang-kenangan.
“Panca! Fotoin aku donk. Hehe..” Kataku.
“Iiiiih
Arum mulai deh kumatnya. www.narsis.com.”
Kata Puput.
“Masbulloooh?!
Bilang aja kamu pengen.” Kataku.
“Ya
udah siiih gak pake ribut. Kaya anak kecil banget. Sini Hpnya! Kamu sekalian
merapat Put.” Kata Panca.
“Haaaah...iya
deh aku mau,,tunggu!hehe.” Kata Puput.
“Haha...Lha
siiih mau juga.” Kataku.
Kamipun
berpose secara bergantian. Berbagai gaya dan pose kami lakukan untuk
mendapatkan gambar yang bagus, layaknya foto model ternama. Matangnya Kerak
Telorlah yang memberhentikan aktifitas berpose kami.
“Cewek!”
“weeeek!”
“Ceweeek!”
Teriak pak Doni.
Mendengar
teriakan pak Donipun kami terperanjat kaget.
“Ooooh
iya pak. Gimana?” Kata Panca.
“Ini
pesanannya jadi diambil apa gak ini?” Kata Pak Doni.
“Oooowh
ya tentu jadi donk pak. Kami kan udah menunggunya dari tadi, dan tak sabar
untuk menikmatinya pak.” Kataku.
Karena
sudah tidak sabar untuk menikmati Kerak Telor ini, kamipun langsung membayarnya.
Lalu kami mencari minuman segar untuk menghilangkan rasa haus. Setelah itu
mencari posisi yang enak untuk makan. Setelah menemukan posisi yang nyaman,
kami langsung menyantapnya.
“Hmmmmm...”
Kataku.
“Maknyoooosh”
Kata Panca.
“Teksturnya
sungguh lembut, dan empuk.” Kata Puput.
“Hahaha”
Kami tertawa serentak.
Gurih,
itu yang saya rasakan pertama, saat mencicipi makanan itu. Selain kesan enak
yang ditinggalkan dari makanan itu, makanan itu juga memberi rasa kenyang.
Makanan tersebut menurut saya pribadi adalah makanan yang sehat dan baik untuk
dikonsumsi. Kenapa? Karena makanan tersebut mengandung karbohidrat dan protein.
Dan yang lebih dan paling penting lagi adalah makanan tersebut tidak mengandung
bahan penyedap rasa, pengawet makanan, dan atau semacamnya.
Seusai
kami menghabiskan Kerak Telor, ketika kami hendak pulang, kami berjumpa dengan
teman kampus, Yunita namanya. Alhasil, kami dilarang untuk pulang dahulu. Kami
duduk-duduk sambil ngobrol dan melihat-lihat para pengunjung yang seliweran ke
sana-ke mari.
Suara
adzan Maghribpun berkumandang. Lalu kami menuju ke masjid Agung. Di masjid
ternyata tidak kalah ramainya. Di tempat parkir padat kendaraan, di tempat bersuci
antri orang berwudlu, di dalam masjid mengantri mukena. Ooooh sungguh
Indonesia, “budayakan antri”.
Selesai
sholat maghrib, kami berkuliner lagi. Kami memesan empat mangkok bakso dan
empat gelas es teh di posko bakso tepat di depan masjid. Berkumpul tanpa
makanan bagi kami terasa ada yang kurang. Setiap kumpul-kumpul di luar jam
kuliah, pasti selalu makanan yang mengiringi kami.
“Mba-mba
yang cantik-cantik dan muslimah mau pada nonton rege ya? Kok gak bareng
cowoknya?” Kata abang tukang bakso.
“Haaah
emang mau ada rege?” Kata Yunita berbisik pada kami.
Kami
bertiga mengedipkan mata kepada Yunita untuk pura-pura tau, karena merasa
gengsi atau malu kalau ketahuan ternyata kami baru mengetahui tentang akan
adanya rege di sana malam itu.
“Oooooh
iya donk bang. Ne abis makan mau langsung regean. Heee.” Kata Panca.
“Bang
jangan tanya cowok ama kita-kita bang.” Kataku.
“Looh
kenapa?” Kata abang tukang bakso.
“Kita
kan joker.” Kataku.
“Jomblo
Keren! Hahaha.” Teriak kami serentak.
Pesananpun
datang. Kami menyantap tak habis-habis, karena pake lauk gosip dan saling
menjelek-jelekkan satu sama lain.
Setelah
selesai makan, kami menuju panggung di Alun-alun yang katanya akan ada rege.
Sesampai di sana terlihat pemuda-pemudi sudah berkumpul di depan panggung. Kami
ikut-ikutan berkumpul di sana untuk membuktikan kebenaran omongan dari abang
tukang bakso. Tak lama kemudian panggung dimasuki segerombolan orang yang
penampilannya terlihat seperti musikus rege. Dan memang benar, ternyata mereka
adalah seorang musikus rege. Para penonton menyambut kedatangannya dengan
meriah. Lalu sebuah lagu rege dinyanyikan. Para penonton sangat antusias dengan
lagu itu. Mereka bergoyang rege dengan mata tertutup. Dan kamipun terbawa suasana. Tangan, kaki,
kepala, dan anggota badan kami bergerak, bergoyang. Entah apa nama goyangan
kami. Karena memang goyangan kami belum ada namanya.
Merasa
sudah larut malam, kami memutuskan untuk pulang. Saat itu adalah sekitar jam
22.00 WIB. Di sepanjang jalan, saya khawatir, masih bolehkah saya masuk kost?
Perjalanan pulang yang sungguh tidak menyenangkan. Tapi kunjungan yang sungguh
menyenangkan.
Post a Comment for "Contoh Karya Prosa"