ANALISIS TINDAK TUTUR ILOKUSI PADA WACANA IKLAN BERBAHASA INDONESIA DI RADIO IN FM KEBUMEN DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN MENYIMAK DI SMA
Bab I berisi latar belakang masalah, fokus penelitian, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan penegasan istilah.
A. Latar Belakang Masalah
Setiap manusia umumnya hidup dalam ikatan suatu
masyarakat. Dengan sesamanya, seseorang itu senantiasa bergaul, berhubungan,
dan bekerjasama untuk kepentingan bersama pula. Untuk melaksanakan segala
kegiatan sosial, setiap orang sangat membutuhkan pemakaian suatu bahasa
(Bagiya, 2012:2). Bakhtiar (2012:176) menyatakan bahwa bahasa sebagai sarana
komunikasi antarmanusia. Sebagai sarana komunikasi, maka segala yang berkaitan
dengan komunikasi tidak terlepas dari bahasa, seperti berpikir sistematis dalam
menggapai ilmu dan pengetahuan. Dengan kata lain, tanpa mempunyai kemampuan
berbahasa, seseorang tidak dapat melakukan kegiatan berpikir secara sistematis
dan teratur. Pernyataan tersebut sependapat dengan Ernest Cassirer (Bakhtiar,
2012:175) yang menyatakan bahwa keunikan manusia bukanlah terletak pada
kemampuan berpikirnya melainkan terletak pada kemampuannya berbahasa.
Bagiya (2012:11) juga menyatakan bahwa bahasa itu
ujaran, yang berarti bahwa media bahasa yang terpenting adalah dengan
bunyi-bunyi, bagaimana pun sempurna dan seerhananya media tulisan. Kita bisa
berbicara tanpa menulis, tetapi tidak menulis tanpa berbicara (pada diri
sendiri paling tidak). Meskipun demikian baik bahasa lisan (ujaran) maupun
bahasa tulis, keduanya sama-sama digunakan manusia untuk berkomunikasi.
Komunikasi tidak hanya bisa dilakukan secara langsung, tetapi juga bisa melalui
perantara (media). Media yang bisa digunakan untuk merealisasikan tuturan kepada
seseorang, sekelompok orang, maupun khalayak yaitu media massa, yakni bisa
melalui media elektronik maupun media cetak.
Media elektronik adalah media massa yang digunakan
dalam komunikasi secara lisan. Media elektronik dapat berupa radio, televisi,
telepon, dan sebagainya. Media elektronik seperti radio dan televisi memiliki
sifat begitu terdengar dan terlihat, hilang tidak membekas. Maksudnya yaitu,
pendengar radio tidak dapat lagi mendengarkan apa yang sudah didengarnya di
radio tersebut, kecuali direkam. Begitu pula dengan penonton televisi yang
tidak dapat lagi melihat apa yang sudah dilihatnya di televisi tersebut,
kecuali direkam atau divideo. Berbeda dengan (misalnya) pembaca koran, mereka
bisa mengulang bacaannya dari awal tulisan.
Hal lain yang menarik dari radio adalah siaran radio
berbeda dengan siaran di televisi, walaupun keduanya sama-sama berwujud
komunikasi lisan. Siaran radio berbeda dengan siaran televisi, karena pada
siaran radio tidak terdapat efek visual. Yang dapat ditemukan dalam siaran
radio hanya suara atau efek audio. Siaran di televisi dapat memadukan suara,
warna, bentuk, dan gerakan-gerakan khusus, sedangkan siaran di radio hanya
terdapat suara saja. Oleh karena itu, penggunaan bahasa di radio tentu memiliki
ciri khas agar diperhatikan, diingat, dan mudah dimengerti oleh pendengarnya. Selain
bahasa yang digunakan jelas dan tegas, diperhatikan juga intonasi bicara, gaya
bicara (bersemangat, berteriak-teriak, merendahkan suara, dan lain-lain) dan
juga (misalnya) penggunaan bahasa gaul untuk program acara anak muda.
Salah satu yang disiarkan di radio adalah iklan. Pada
era sekarang ini, pengertian iklan menjadi diperluas, bukan hanya barang dan
jasa yang ditawarkan, namun juga kondisi tertentu, misalnya “iklan layanan
masyarakat”. Dalam sebuah iklan layanan masyarakat, isi iklan tidak membujuk
seseorang untuk membeli barang atau jasa tertentu. Iklan layanan masyarakat
menawarkan suatu kondisi ideal atau sebuah kondisi yang lebih baik dalam sebuah
masyarakat. Salah satu iklan layanan masyarakat yang paling terkenal adalah
iklan anti narkoba. Dalam iklan anti narkoba, pendengar iklan tidak disuruh, dibujuk
atau didorong untuk membeli narkoba. Namun sebaliknya, dalam sebuah iklan anti
narkoba pendengar didorong untuk tidak membeli, mengkonsumsi atau bahkan
mendekati narkoba. Di sini terlihat dengan jelas bahwa bukan barang atau jasa
yang ditawarkan, melainkan sebuah tercapainya kondisi masyarakat yang bebas dari
narkoba.
Sesuai dengan tujuan beriklan yaitu membujuk
masyarakat, pembuat iklan sering kali menggunakan tuturan bersifat persuasif,
tuturan yang dianggap memiliki daya ilokusi (illocutionary
force), sehingga dapat mempengaruhi atau membujuk pendengar untuk melakukan
hal-hal seperti yang disarankan oleh pembuat iklan. Iklan pada umumnya
digunakan oleh produsen untuk menarik minat para konsumen agar memakai barang/
jasa yang mereka tawarkan. Hal ini sesuai dengan salah satu jenis tindak tutur
ilokusi yaitu direktif. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk
mengkaji apakah dalam sebuah iklan hanya terdapat tindak tutur ilokusi direktif
saja, yaitu yang bersifat menyuruh dan mempengaruhi pendengar seperti iklan
pada umumnya, ataukah terdapat jenis-jenis ilokusi lain dalam iklan tersebut.
Jadi, dalam penelitian ini penulis akan membahas tentang analisis tindak tutur
ilokusi pada wacana iklan berbahasa Indonesia di radio IN FM Kebumen.
Wacana iklan yang dipilih adalah wacana iklan yang
berbahasa Indonesia. Alasannya yaitu karena peneliti adalah mahasiswi program
studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Dengan demikian akan menjadi
relevan jika objek yang diambil adalah wacana iklan yang berbahasa Indonesia.
Kemudian wacana iklan yang dipilih adalah wacana iklan berbahasa Indonesia yang
disiarkan di radio IN FM Kebumen. Alasan penulis tertarik memilih radio IN FM
Kebumen yaitu karena selain radio IN FM Kebumen adalah radio tertua di Kebumen
dan sudah menerima IPP atau izin tetap dari kementrian KOMINFO RI pada bulan
Juli 2013, juga beberapa kejuaraan juga berhasil didapatkan, antara lain yaitu
menjadi Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) terbaik dan mempunyai program
anak terbaik pada KPID Jateng Award 2014.
Dengan demikian tentu banyak pemasang iklan yang lebih tertarik untuk memasang
iklannya di radio IN FM Kebumen daripada di radio lain.
Iklan yang terdapat di radio merupakan salah satu
objek kajian pragmatik. Hal ini dikarenakan kajian pragmatik salah satunya
adalah menganalisis wacana iklan radio yang dikhususkan pada aspek tindak
tutur, terutama tindak tutur ilokusi. Dengan demikian, penelitian ini merupakan
penelitian pragmatik. Namun, karena penulis adalah mahasiswi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan (FKIP) yang dituntut untuk menggunakan penelitian
pendidikan, maka penelitian ini pun bukan murni penelitian pragmatik saja,
tetapi juga penelitian pendidikan. Sehingga, pembahasan tentang analisis tindak
tutur ilokusi pada wacana iklan di radio IN FM Kebumen pada penelitian ini pun
juga direlevansikan dengan pembelajaran mendengarkan di SMA. Hal tersebut
disesuaikan dengan silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata
pelajaran bahasa Indonesia di SMA, di mana pembelajaran dengan memanfaatkan
media elektronik seperti radio terdapat pada standar kompetensi nomor 1
(keterampilan menyimak) yang berbunyi “memahami siaran atau cerita yang
disampaikan secara langsung/tidak langsung” dengan kompetensi dasarnya yaitu
nomor 1.1 yang berbunyi “menanggapi siaran atau informasi dari media elektronik
(berita dan nonberita).
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat
disimpulkan bahwa permasalahan yang akan muncul dalam penelitian ini cukup
bervariasi, sehingga tidak mungkin apabila diadakan penelitian yang mencakup
kesemuanya. Kajian dalam penelitian ini difokuskan pada tindak tutur ilokusi pada
wacana iklan berbahasa Indonesia di radio IN FM dan relevansinya dengan
pembelajaran menyimak di SMA.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah dan fokus penelitian
tersebut di atas, dapatlah dirumuskan masalah penelitiannya yaitu sebagai
berikut ini.
1. Bagaimanakah
realisasi tindak tutur ilokusi verba asertif, verba komisif, verba direktif,
verba ekspresif, dan verba deklaratif yang terdapat pada wacana iklan berbahasa
Indonesia di radio IN FM Kebumen?
2. Bagaimanakan
relevansi tindak tutur ilokusi pada wacana iklan berbahasa Indonesia di radio
IN FM Kebumen dengan pembelajaran menyimak di SMA?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah salah satu faktor utama
yang mendorong penulis untuk melakukan suatu penelitian. Setiap kegiatan
penelitian secara sadar pasti didasari oleh tujuan yang akan dicapai.
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut
ini.
1. Bagaimanakah
realisasi tindak tutur ilokusi verba asertif, verba komisif, verba direktif,
verba ekspresif, dan verba deklaratif yang terdapat pada wacana iklan berbahasa
Indonesia di radio IN FM Kebumen?
2. Bagaimanakan
relevansi tindak tutur ilokusi pada wacana iklan berbahasa Indonesia di radio
IN FM Kebumen dengan pembelajaran menyimak di SMA?
E. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh dua
manfaat, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Manfaat teoretis dan
praktis yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini dapat dikemukakan sebagai
berikut.
1. Manfaat Teoretis
Deskripsi
hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan memberikan masukan bagi
perkembangan ilmu bahasa, khususnya pragmatik yang berkaitan dengan maksud
ujaran dalam ucapan, sebagai informasi bagi peneliti yang lain. Di samping itu,
hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian sebelumnya tentang
kajian pragmatik.
2. Manfaat Praktis
Manfaat
praktis yang dapat diambil dari penelitian ini adalah dapat memberikan tambahan
wawasan, pengetahuan, dan pengalaman penulis dalam mempelajari ilmu pragmatik. Bagi
khalayak umum khususnya setiap orang yang memiliki kepedulian atau perhatian
terhadap ilmu pragmatik diharapkan dapat mengetahui maksud ujaran yang ada pada
iklan radio. Bagi peneliti diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi
pendalaman kajian pragmatik, khususnya pada aspek tindak tutur. Selain untuk
memperkaya tentang pengetahuan bahasa, penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi perkembangan dunia periklanan.
F.
Penegasan Istilah
Penelitian ini berjudul Tindak Tutur Ilokusi pada Wacana Iklan Berbahasa Indonesia di Radio In
FM Kebumen dan Relevansinya dengan Pembelajaran Menyimak di SMA. Penegasan
istilah di sini dimaksudkan untuk
memberikan keterangan makna agar diperoleh gambaran yang jelas dan tegas
tentang batasan judul penelitian.
Adapun istilah-istilah yang perlu dijelaskan yaitu
sebagai berikut ini.
1. Tindak Tutur
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999 :
1058), tindak berarti langkah atau perbuatan, sedangkan tutur dapat diartikan
ucapan, kata, perkataan. Dari dua pengertian tersebut tindak tutur dapat
diartikan sebagai perbuatan memproduksi tuturan atau ucapan.
2. Ilokusi
Ilokusi yaitu
tindak tutur yang tidak hanya untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu,
tetapi juga dipergunakan untuk melakukan sesuatu.
3. Wacana
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, wacana
yaitu keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesatuan.
4. Iklan
Iklan adalah setiap
bentuk komunikasi yang dimaksudkan untuk memotivasi seorang pembeli potensial
dan mempromosikan penjual suatu produk atau jasa, untuk mempengaruhi pendapat
publik, memenangkan dukungan publik untuk berpikir atau betindak sesuai dengan
keinginan sepasang iklan (Pattic, 1993:1).
5. Radio
Radio adalah siaran
suara atau bunyi melalui udara (Moelino, 1995:808).
6.
Pembelajaran
Pembelajaran adalah 1) proses, pembuatan, cara mengajar
atau mengajarkan, 2) perihal, mengajar, segala sesuwatu mengenai mengajar, dan
3) peringatan (tentang pengalaman, peristiwa yang dialami atau dilihatnya)
(Depdikbud, 2008:17).
7.
Menyimak
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, menyimak adalah 1) mendengarkan
(memperhatikan) baik-baik apa yang diucapkan atau dibaca orang; 2) meninjau
(memeriksa, mempelajari) dengan teliti.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORETIS
Bab II berisi kajian secara komprehensif terhadap penelitian
atau kajian terdahulu yang relevan dengan topik yang akan diteliti, yaitu
tinjauan pustaka, kajian teoretis dan kerangka berpikir.
A.
Tinjauan
Pustaka
Tinjauan
pustaka adalah kajian secara kritis terhadap kajian terdahulu sehingga
diketahui perbedaan yang khas antara kajian terdahulu dengan kajian yang
dilakukan. Ada beberapa penelitian (skripsi) yang sudah dilakukan sebelumnya yang
relevan dengan penelitian ini. Penelitian tersebut di antaranya berjudul “Tindak Tutur dalam Wacana Iklan Berbahasa
Indonesia di Radio Gajah Mada 102.4 FM Semarang” yang disusun oleh Diyat
Saputra (2010). Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa tindak tutur lokusi,
ilokusi, dan perlokusi digunakan dalam wacana iklan radio yang memudahkan
pendengar untuk memahami wacana iklan radio tersebut. Persamaan antara
penelitian Saputra dengan penelitian peneliti adalah sama-sama mengkaji tentang
tindak tutur. Pada penilitan Saputra tidak seperti dengan penelitian peneliti,
yang hanya fokus pada penelitian tindak tutur ilokusi, namun Saputra juga fokus
pada tindak tutur lokusi dan perlokusi yang terdapat pada wcana iklan radio. Perbedaan
lainnya yaitu terletak pada sumber data. Sumber data dari Saputra adalah radio
Gajah Mada FM Semarang, sedangkan sumber data peneliti yaitu di radio IN FM
Kebumen. Selain itu, kajian dari penelitian ini masih menggunakan penelitian
murni, sedangkan pada penelitian peneliti bukanlah penelitian murni saja, namun
juga penelitian pendidikan. Peneliti adalah mahasiswi Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, sehingga
dituntut untuk melakukan penelitian dengan menggunakan penelitian pendidikan.
Maka dari itu, peneliti menggunakan penelitian sejenis di atas yang berupa
bentuk tindak tutur ilokusi pada wacana iklan dan menambahkannya dengan relevansinya
dengan pembelajaran menyimak di SMA.
Penelitian
berikutnya adalah skripsi yang dilakukan Iswahyunil Choiroh dengan judul “Pemakaian Kosa Kata Asing Dalam Iklan Harian
Jawa Pos (Kajian tentang
Interferensi dan Integrasi)”. Penelitian tersebut membahas secara khusus
interferensi dan integrasi yang ada dalam iklan harian Jawa Pos,
terutama bahasa asing. Hasil penelitian tersebut adalah pemakaian kosakata
asing di iklan Jawa Pos kategori interferensi dapat dirumuskan menjadi
dua macam yaitu interferensi kata dasar dan interferensi kelompok kata atau
frase. Interferensi kata dasar dan kelompok kata atau frase bertujuan untuk
mempengaruhi, menggerakkan emosi dan mempertahankan prestise iklan yang
ditawarkan kepada pembaca atau konsumen. Hasil penelitiannya yang kedua,
pemakaian kosa kata asing di Jawa Pos kategori integrasi sesuai dengan kaidah
ejaan yang berlaku bagi unsur serapan dan sesuai dengan pola ucapan atau penulisan.
Hal ini untuk menambah pemahaman dan perbendaharaan kata para pembacanya
terhadap iklan yang ditawarkan. Adapun persamaan antara penelitian Choiroh
dengan peneliti yaitu sama-sama menggunakan objek dari iklan. Sedangkan perbedaannya
yaitu terletak pada objek penelitiannya. Objek penelitian dari Choiroh adalah
pemakaian kosakata asing dalam iklan harian Jawa
Pos, sedangkan objek penelitian peneliti adalah tindak tutur ilokusi pada
wacana iklan berbahasa Indonesia di radio IN FM Kebumen. Selain itu, penelitian
Choiroh merupakan murni penelitian pragmatik, sedangkan penelitian peneliti
tidak hanya penelitian pragmatik, tetapi juga penelitian pendidikan, yaitu
dengan merelevansikan dengan pembelajaran menyimak di SMA.
B.
Kajian
Teoretis
1. Pengertian
Bahasa
Bloch
and Trager (dalam Bakhtiar, 2012:176) mengatakan bahwa a language is a system of arbitrary vocal symbols by means of which a
social group cooperates (bahasa adalah suatu sistem simbol-simbol bunyi
yang arbitrer yang dipergunakan oleh suatu kelompok sosial sebagai alat untuk
berkomunikasi. Senada dengan dengan definisi tersebut, Bagiya (2012:10)
mengatakan bahwa bahasa itu manasuka (arbitrary).
Arbitrary berarti selected at random and
without reason, dipilih secara acak tanpa alasan. Ringkasnya, manasuka
berarti seenaknya, asal bunyi, tidak ada hubungan logis dengan kata-kata
sebagai simbol (the symbol).
Dari
kedua pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan suatu
sistem simbol-simbol bunyi yang manasuka (asal bunyi) yang digunakan sebagai
alat untuk berkomunikasi dalam suatu kelompok sosial, di mana kata-kata sebagai
simbol.
2. Fungsi
Bahasa
Bahasa
mempunyai fungsi yang penting bagi manusia. Menurut Halliday (dalam Tarigan,
2009:5-7), fungsi bahasa yaitu sebagai berikut ini.
a. Fungsi
Instrumental (The Instrumental Function)
Fungsi
instrumental melayani pengelolaan lingkungan, menyebabkan peristiwa-peristiwa
tertentu terjadi.
b. Fungsi
Regulasi (The Regulatory Function)
Fungsi
regulasi bertindak untuk mengawasi serta mengendalikan peristiwa-peristiwa.
c. Fungsi
Representasional (The Representational
Function)
Fungsi
representasional adalah penggunaan bahasa untuk membuat pernyataan-pernyataan,
menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan atau melaporkan, dengan
perkataan lain “menggambarkan” (to
reprenset) realitas yang sebenarnya, seperti yang dilihat seseorang.
d. Fungsi
Interaksional (The Interctional Function)
Fungsi
interaksional bertugas untuk menjamin dan memantapkan ketahanan serta
kelangsungan komunikasi sosial.
e. Fungsi
Personal (The Personal Function)
Fungsi
personal memberikan kesempatan kepada seorang pembicara untuk mengekspresikan,
perasaan, emosi, pribadi, serta reaksi-reaksinya yang mendalam.
f. Fungsi
Heuristik (The Heuristic Function)
Fungsi
heuristik melibatkan penggunaan bahasa untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan
mempelajari seluk-beluk lingkungan.
g. Fungsi
Imajinatif (The Imaginative Function)
Fungsi
imajinatif melayani penciptaan sistem-sistem atau gagasan-gagasan yang bersifat
imajinatif.
3. Pengertian
Pragmatik
Linguistik
sebagai ilmu kajian bahasa yang memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang itu
diantaranya adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik.
Keempat cabang linguistik yang pertama mempelajari struktur bahasa secara
internal, sedangkan pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari
struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana kesatuan bahasa itu digunakan
(Wijana, 1996:1).
Menurut
Tarigan (2009: 31), pragmatik adalah telaah mengenai segala aspek makna yang
tidak tercakup dalam teori semantik, atau dengan perkataan lain, membahas
segala aspek makna ucapan yang tidak dapat dijelaskan secara tuntas oleh
referensi langsung pada kondisi-kondisi kebenaran kalimat yang diucapkan.
Secara kasar dapat dirumuskan: pragmatik = makna – kondisi-kondisi kebenaran.
Begitu pula pendapat Leech (1993: 54), bahwa pragmatik adalah ilmu yang
mengkaji bahasa untuk menentukan makna-makna ujaran yang sesuai dengan situasinya.
Berdasarkan
kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah ilmu yang menelaah
tentang makna bahasa berdasarkan kondisi dan situasi yang ada pada bahasa atau
tuturan tersebut.
4. Wacana
Menurut
Eriyanto (2001:3), dalam pengertian linguistik, wacana adalah unit bahasa yang
lebih besar dari kalimat. Analisis wacana dalam studi linguistik ini merupakan
reaksi dari bentuk linguistik formal yang lebih memperhatikan pada unit kata,
frase, atau kalimat semata tanpa melihat keterkaitan di antara unsur tersebut. Lebih
lanjut, Eriyanto (2001:5) menyatakan, bahwa analisis wacana dimaksudkan sebagai
suatu analisis untuk membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu. Wacana
adalah suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subjek yang mengemukakan
suatu pernyataan.
Para
ahli bahasa telah menyepakati bahwa wacana merupakan satuan bahasa yang paling
besar yang digunakan dalam komunikasi. Satuan-satuan bahasa yang ada di
bawahnya secara berurutan adalah kalimat, frase, kata dan bunyi. Wacana terbentuk
karena rangkaian bunyi membentuk kata, rangkaian kata membentuk frase, rangkaian
frase membentuk kalimat dan yang selanjutnya, rangkaian kalimat membentuk
wacana.
Wacana
dapat terjadi apabila dalam situasi tutur terdapat penutur atau penyapa (addressor)
dan petutur atau pesapa (addressee). Dalam wacana lisan, penutur adalah
pembicara, sedangkan petutur adalah pendengar atau penyimak. Dalam wacana
tulis, penutur adalah penulis sedangkan petutur adalah pembaca. Dalam sebuah
wacana, harus ada unsur penyapa dan pesapa. Menurut Rani et al (2006:4) tanpa
adanya kedua unsur itu, tidak akan terbentuk suatu wacana.
Wacana
sebagai satuan lingual dibentuk oleh beberapa komponen yang berupa
kalimat-kalimat. Kalimat-kalimat itu tidak berdiri sendiri secara lepas, tetapi
mereka secara bersama-sama membentuk satu kesatuan. Jadi, komponen terkecil
dari wacana adalah kalimat dan komponen terbesarnya adalah paragraf atau
karangan yang utuh. Di dalam struktur wacana, kalimat pertama menyebabkan
timbulnya kalimat kedua, kalimat kedua menjadi acuan kalimat ketiga, kalimat
ketiga mengacu ke kalimat pertama, dan seterusnya. Rentetan kalimat yang
berkaitan yang menghubungkan proposisi satu dengan proposisi yang lain itu
membentuk kesatuan yang dinamakan wacana. Sosok wacana yang lazim berupa
karangan atau teks, dialog, atau monolog. Namun, dalam konteks atau situasi
tertentu ada beberapa wacana yang sosoknya berupa kalimat tunggal atau berupa
ungkapan frasal atau kata saja. Hal ini dimungkinkan karena faktor situasi dapat
membantu pemahaman makna wacana tersebut.
5. Peristiwa
Tutur, Tindak Tutur, dan Bentuk Tuturan
a. Perisitwa
Tutur
Yang
dimaksud dengan peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi
linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu
penutur dan lawan tutur dengan satu pokok tuturan di dalam waktu, tempat, dan
situasi tertentu. Jadi, interaksi yang berlangsung antara pedagang dan pembeli
di pasar pada waktu tertentu dengan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya,
adalah sebuah peristiwa tutur. Peristiwa serupa kita dapati juga dalam acara
diskusi di ruang kuliah, rapat dinas di kantor, sidang pengadilan, dan
sebagainya. Seperti yang dikatakan oleh Hymes (1972), seorang pakar
sosiolinguistik terkenal, bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan
komponen yang bila huruf-huruf pertamanya dirangkaikan akan menjadi akronim “speaking”.
Penjelasan delapan komponen itu sebagai berikut ini.
1) Setting and scene.
Di sini setting berkenaan dengan waktu dan tempat tuturan berlangsung,
sedangkan scene mengacu pada situasi
tempat dan waktu atau situasi psikologis pembicaraan.
2) Participant,
adalah pihak-pihak yang terlibat dalam tuturan, bisa pembicara dan pendengar,
penayapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima pesan.
3) Ends,
merujuk pada maksud dan tujuan petuturan. Perisitwa tutur yang terjadi di ruang
pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus, perkara, namun pada
partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan berbeda.
4) Act sequence menace,
pada bentuk ujaran dan isi ujaran ini berkenaan dengan kata-kata yang
digunakannya dan hubungannya antara apa yang dikatakan dengan topik
pembicaraan.
5) Key,
mengacu pada nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan disampaikan dengan
senang hati, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek, dan sebagainya.
Hal ini ditunjukkan dengan gerak tubuh dan isyarat.
6) Instrumentalis,
mengacu pada norma atau aturan dan berinteraksi. Misalnya, yang berhubungan
dengan cara berinterupsi, bertanya, dan sebagainya.
7) Norm of interaction and
interpretation, mengacu pada norma atau aturan dalam
berinteraksi.
8) Genre,
mengacu pada jenis bentuk penyampaian seperti narasi, puisi, pepatah, doa, dan
sebagainya.
b. Tindak
Tutur
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999: 1058), tindak diartikan sebagai langkah
atau perbuatan, sedangkan tutur diartikan ucapan, kata, perkataan (1999 :
1090). Dari dua pengertian tersebut tindak tutur dapat diartikan sebagai
perbuatan memproduksi tuturan atau ucapan. Ditambahkan oleh Rani et al (2006:159), yang menyatakan bahwa
tindak tutur dalam ujaran suatu kalimat merupakan penentu makna kalimat itu.
Namun, makna suatu kalimat tidak ditentukan oleh satu-satunya tindak tutur
seperti yang berlaku dalam kalimat yang sedang diujarkan itu, tetapi selalu
dalam prinsip adanya kemungkinan untuk menyatakan secara tepat apa yang
dimaksudkan oleh penuturnya. Hal ini memungkinkan dalam setiap tindak tutur,
penutur menuturkan kalimat yang unik karena dia berusaha menyesuaikan ujaran
dengan konteksnya. Senada dengan pendapat Chaer (1995:65), bahwa tindak tutur
merupakan gejala individual bersifat psikologi dan keberlangsungannya
ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu.
Berdasarkan
beberapa pengetian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur
adalah tindakan berucap. Makna dari ucapan tersebut tidak hanya ditentukan
berdasarkan tuturan yang diucapkan, tetapi juga berdasarkan konteks saat
tuturan tersebut diucapkan.
Berkenaan
dengan ujaran, jenis tindak tutur yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teori yang dikemukakan oleh Austin dan Searle. Austin (dalam Leech terjemahan
Oka 1993: 316) mengemukakan 3 jenis tindakan, yaitu tindak lokusi (locutionary act), ilokusi (ilocutionary act), dan perlokusi (perlocutionary act).
1) Tindak
Tutur Lokusi
Tindak
lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak tutur ini disebut
sebagai the act of saying something. Austin (dalam Wibisono, 1991:17)
mengemukakan bahwa tindak lokusi sebagai salah satu jenis tindak bahasa yang
tidak disertai tanggung jawab bagi penuturnya untuk melakukan isi tuturannya,
lebih umum sifatnya jika dibandingkan dengan jenis tindak bahasa yang lain.
Dalam tindak lokusi seorang penutur mengatakan sesuatu secara pasti, gaya
bahasa si penutur langsung dihubungkan dengan sesuatu yang diutamakan dalam isi
tuturan. Dengan demikian, sesuatu yang diutamakan dalam tindak bahasa lokusi
adalah isi tuturan yang diungkapkan oleh penutur. Dalam kaitannya ini, Austin
(1978:101) memberikan contoh tindak lokusi sebagai berikut.
(1) He
said me, “shoot her”
(Ia
mengatakan kepada saya, “tembaklah dia”)
Melalui
ucapan tembaklah, kita dapat menentukan bahwa tindakan yang dilakukan
oleh kalimat (1) tersebut mengarah pada orang ketiga. Dalam kalimat tersebut
tidak ada keharusan bagi saya (penutur) untuk melaksanakan isi tuturan
itu, yaitu “menembak dia”. Artinya tindak lokusi ini tidak mencerminkan
tanggung jawab si penutur untuk melaksanakan isi tuturannya. Tindak lokusi ini
lebih menekankan gaya bicara penutur dalam mengungkapkan sesuatu dan tidak
mengandaikan situasi tertentu yang menjamin atau mengharuskan penutur untuk
melaksanakan isi tuturannya, meskipun terdapat sesuatu yang diutamakan dalam
isi tuturan, yaitu tembaklah dia, namun tidak berarti bahwa si penutur
benar-benar telah, sedang, atau akan melaksanakan isi tuturan.
Tindak
lokusi tidak mencerminkan tanggung jawab si penutur untuk melaksanakan isi
tuturannya. Namun, tindak bahasa ini merupakan dasar bagi dilakukannya tindak
bahasa yang lain, lebih-lebih terhadap tindak ilokusi (Austin, 1978:138-140).
Kita lihat contoh kalimat dan wacana berikut ini.
a) Ikan
paus adalah binatang menyusui.
b) Guna
memberikan pelayanan penggunaan Bahasa Indonesia, Fakultas Sastra UGM baru-baru
ini menyelenggarakan Lokakarya Pelayanan Bahasa Indonesia.
Kalimat
(a) diutarakan penuturnya semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa
tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya.
Wacana (b) diutarakan untuk menginformasikan sesuatu yakni kegiatan yang
dilakukan Fakultas Sastra UGM. Dalam hal ini memang tidak tertutup kemungkinan
terdapatnya daya ilokusi dan perlokusi dalam wacana tersebut, namun kadar daya
lokusinya jauh lebih menonjol.
2) Tindak
Tutur Ilokusi
Tindak ilokusi adalah tindak tutur
untuk melakukan sesuatu. Tindak ilokusi ini disebut sebagai the
act of doing something. Dalam hubungannya dengan tindak bahasa
ilokusi ini, Austin mengatakan bahwa tindak ilokusi adalah aktivitas bertutur
kalimat yang disertai tanggung jawab bagi si penuturnya untuk melakukan suatu tindakan
tertentu. Dari keterangan ini dapat disimpulkan bahwa yang dipentingkan dalam
tindak bahasa ilokusi adalah tanggung jawab si penutur untuk melakukan suatu
tindakan sehubungan dengan sesuatu yang dituturkannya. Dalam tindak tutur
ilokusi didapatkan sesuatu daya atau kekuatan (force) yang mewajibkan bagi si penuturnya untuk melakukan suatu tindakan
tertentu.
Daya ilokusi merupakan daya yang
dimiliki oleh suatu ujaran yang dapat menjadikan komunikasi efektif. Daya
ilokusi diperlukan melalui seperangkat implikatur. Implikatur adalah proposisi
yang disampaikan dari: (1) makna tuturan, (2) asumsi bahwa penutur mentaati
prinsip dan maksim komunikasi interpersonal, dan (3) pengetahuan mengetahui
konteks (Leech, 1993:243).
Ditinjau dari bentuk tuturannya, daya
ilokusi dibedakan menjadi daya ilokusi langsung dan daya ilokusi tidak
langsung. Daya ilokusi langsung adalah daya ilokusi yang muncul dalam pesan
yang disampaikan penutur kepada lawan tutur secara langsung tanpa dialog. Daya
ilokusi tidak langsung adalah daya ilokusi yang muncul dalam dialog, di mana penutur
menyampaikan pesannya secara tidak langsung kapada petutur, tetapi melalui
dialog yang digunakan. Ditinjau dari jenisnya daya ilokusi memiliki jenis yang
beragam, yaitu memerintah, memberitahu, mengejek, mengeluh, memuji, dan
lain-lain (Lubis, 1993:10).
Leech (1993:162) menyatakan,
berdasarkan hubungan tindak ilokusi dengan tujuan sosial dalam menentukan dan
memelihara serta mempertahankan rasa hormat dan perilaku sopan santun,
fungsi-fungsi tindak tutur dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu:
a) kompetitif
(competitive), tujuan tindak ilokusi bersaing dengan tujuan sosial, misalnya
memerintah, meminta, menuntut, mengemis dan sebagainya;
b) konvivial
(convivial), berarti menyenangkan, tujuan tindak ilokusi sejalan dengan
tujuan sosial misalnya menawarkan, mengajak, mengundang, menyapa, mengucapkan
terima kasih, mengucapkan selamat, memohon, menyarankan, dan sebagainya;
c) kolaboratif
(colaboratif), berarti bekerja sama, tujuan tindak ilokusi tidak menghiraukan
tujuan sosial atau berbasa-basi dengan tujuan sosial, misalnya melaporkan,
menuntut, mengumumkan, mengajarkan, menginstruksikan, dan sebagainya;
d) konfliktif
(conflictive), berarti bertentangan, tujuan tindak ilokusi bertentangan
dengan tujuan sosial, misalnya mengancam, menuduh, memaksa, memarahi,
menyumpai, mengutuk, mencerca, menegur, menghormati, dan sebagainya.
Rani et al (2006:161)
menyatakan bahwa, secara khusus, Searle (1980) mendeskripsikan tindak ilokusi
ke dalam lima jenis tindak tutur. Lima jenis tindak tutur tersebut yaitu
sebagai berikut ini.
a) Asertif
atau representatif ialah tindak
tutur yang menjelaskan apa dan bagaimana sesuatu itu adanya, dan sebagainya. Verba
asertif mengacu pada suatu proposisi: menguatkan, menduga, menegaskan,
meramalkan, memprediksi, mengumumkan, mendesak.
b) Komisif
adalah tindak tutur yang mendorong penutur
melakukan sesuatu, misalnya bersumpah, berjanji, mengusulkan. Verba komisif
mengacu pada menawarkan, berjanji, bersumpah menawarkan diri, berkaul.
c) Direktif
ialah tindak tutur yang berfungsi
mendorong pendengar melakukan sesuatu, misalnya menyuruh, meminta, menasehati. Verba
direktif mengacu pada meminta, meminta dengan sangat, memohon dengan sangat,
memberi perintah, menuntut, melarang, menganjurkan, memohon.
d) Ekspresif
yaitu tindak tutur yang menyangkut
perasaan dan sikap, misalnya berupa tindakan meminta maaf, berterima kasih,
menyampaikan ucapan selamat, memuji, menyatakan belasungkawa, mengkritik;
tindakan ini berfungsi untuk mengekspresikan diri dan mengungkapkan sikap
psikologis penutur terhadap mitra tutur. Verba ekspresif mengacu pada frasa
nomina yang abstrak, misalnya meminta maaf, merasa ikut bersimpati, mengucapkan
selamat, memaafkan, mengucapkan terima kasih.
e) Deklarasi,
yakni tindak tutur yang menghubungkan isi proposisi dengan realitas yang
sebenarnya, misalnya membaptis, menghukum, menetapkan, memecat, memberi nama,
dan sebagainya. Verba deklaratif adalah verba yang ada kaitannya dengan
deklarasi, misalnya menunda, memveto, menjatuhkan hukuman, membaptis.
Lebih lanjut Tarigan (2009: 107-108)
menjelaskan ciri-ciri sintaktik verba ilokusi.
a) Verba Asertif
biasanya dipakai dalam konstruksi ‘S verba
(…) bahwa X’ (S = Subjek (yang
mengacu kepada pembicara) dan ‘bahwa X’ mengacu
pada suatu proposisi); contoh: menegaskan
(mengiakan, memperkokoh, memperkuat, mensahkan), mengatakan (menduga keras,
menyatakan tanpa bukti), menegaskan, meramalkan, mengumumkan, menuntut
(menagih).
b)
Verba
Direktif biasanya terjadi dalam konstruksi ‘S verba (O) bahwa X’
atau ‘S verba O kepada Y’
(S dan O mengacu pada subjek dan objek (yang masing-masing mengacu pada pembicara2 dan penyimak2), ‘bahwa X’ =
klausa bahwa yang nonindikatif; dan ‘kepada Y’ = klausa infinitive); contoh:
meminta, mengemis, menawar,
memerintahkan, memerlukan, melarang, menasihati, menasihatkan, menganjurkan,
memuji kebaikan, memohonkan.
Berbeda dengan klausa bahwa yang mengikuti
verba asertif, klausa bahwa yang nonindikatif ini mengandung
suatu subjungtif atau modal seperti
hendaknya, selama mereka mengacu pada suatu perintah dan bukan pada
suatu proposisi; misalnya, Kami meminta
agar harga buku (hendaknya) diturunkan.
c)
Verba
Komisif biasanya dijumpai dalam konstruksi ‘S verba
bahwa X’ (di mana klausa bahwa adalah nonindikatif), atau ‘S verba kepada Y’ (di mana kepada Y adalah konstruksi
infinitif); contoh: menawarkan, menjanjikan, bersumpah, bersukarela,
bernazar. Verba komisif relatif membentuk kelas kecil, menyerupai atau
mirip-mirip verba direktif dalam hal mempunyai pengkomplemen yang nonindikatif
(klausa bahwa dan klausa infinitif), perlu mempunyai acuan waktu berikutnya
(yaitu acuan waktu lebih kemudian daripada waktu verba utama). Oleh karena itu,
ada suatu kasus untuk menggabungkan verba direktif dan verba komisif menjadi
satu ‘kelas super’.
d) Verba Ekspresif
biasanya dijumpai dalam
konstruksi ‘S verba (prep)(O) (prep) Xn’, (di
mana ‘(prep)’ sebagai preposisi fakultatif,
dan Xn sebagai frasa nomina yang abstrak atau frasa gerundif); misalnya:
meminta maaf, menaruh simpati, mengucapkan selamat, memaafkan, mengampuni,
mengucapkan terima kasih.
e) Verba Rogatif adalah
verba yang tidak dapat dimasukkan ke dalam salah satu dari keempat kategori di
atas; contoh: menamai, mengklasifikasi, memerikan, membatasi, mendefinisikan,
mengidentifikasi, mempertalikan, menghubungkan.
3) Tindak
Tutur Perlokusi
Austin
(dalam Wibisono, 1991:21) menyatakan bahwa mengatakan sesuatu sering
menimbulkan pengaruh yang pasti terhadap perasaan, pikiran dan perilaku si pendengar
pernyataan itu. Implikasi tindak mengatakan sesuatu atau tindak ilokusi terhadap
si pendengarnya inilah yang disebut sebagai tindak perlokusi itu. Tujuan tertentu
yang dirancang oleh si penutur dalam isi tuturannya merupakan ciri khas dari tindak
bahasa perlokusi.
Tindak
perlokusi adalah tindak tutur untuk mempengaruhi atau untuk mendapatkan efek
bagi yang mendengarkan. Efek atau pengaruh itu dapat secara sengaja atau tidak
sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Tindak tutur ini disebut “the act of
affecting someone”. Contoh tindak tutur perlokusi yaitu sebagai berikut
ini.
a) Rumahnya
jauh.
b) Kemarin
saya sangat sibuk.
Bila
kalimat (a) diutarakan seseorang kepada ketua organisasi, maka efek perlokusinya
yang mungkin diharapkan agar ketua tidak terlalu memberikan banyak tugas
kepadanya karena rumahnya jauh. Bila kalimat (b) diutarakan oleh penutur pada
temannya yang tidak dapat menghadiri undangan rapat kepada orang yang mengundangnya,
kalimat ini merupakan permohonan agar yang mengundang memakluminya (sebagai
efek perlokusi).
6. Pembelajaran
siswa SMA
Menurut
Hamalik (2011: 57), pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi
unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang
saling mempengaruhi penncapaian tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran di
salah satu pihak, menyarankan pada bentuk-bentuk atau kategori-kategori
tertentu hasil belajar. Keluaran dari hasil belajar yang antara lain berupa
kemampuan, keterampilan, sikap, dan tingkah laku tertentu, di pihak lain pada
hakikatnya merupakan realisasi terhadap pencapaian tujuan. Bagaimana wujud
tingkah laku keluaran hasil belajar itu adalah bergantung bagaimana tujuan
pembelajaran yang dilakukan itu (Nurgiyantoro, 2011: 54).
Tanpa
adanya tujuan yang pasti, pelaksanaan kegiatan itu bagaikan akan menempuh suatu
perjalanan tanpa mempunyai arah. Tujuan akan memberikan pegangan yang kuat bagi
guru sebagai pelaksana kegiatan pembelajaran untuk mengkreasikan berbagai
pengalaman belajar yang akan dibelajarkan kepada peserta didik. Bagi peserta didik
itu sendiri, tujuan dapat memberikan informasi tentang apa yang akan diharapkan
dari kegiatan belajarnya atau tentang apa yang diharapkan dari kegiatan
belajarnya atau tentang apa yang harus dipelajari.
Supaya
tujuan pembelajaran tersebut tercapai, guru diharapkan memperhatikan bahan pembelajarannya.
Menurut Rusyana (1982: 15), bahan pembelajaran sastra di sekolah tercantum
dalam kurikulum. Dalam kurikulum tercantum urutan dan cakupan bahan untuk
setiap kelas pada setiap semester. Dalam silabus Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) terdapat standar kompetensi dan kompetensi dasar. Standar
kompetensi dan kompetensi dasar pada silabus KTSP untuk mata pelajaran bahasa
Indonesia kelas X SMA yang sesuai dengan penelitian ini yaitu terdapat pada standar
kompetensi nomor 1 (keterampilan menyimak) yang berbunyi “memahami siaran atau
cerita yang disampaikan secara langsung/ tidak langsung”, dengan kompetensi
dasarnya yaitu nomor 1.1 yang berbunyi “menanggapi siaran atau informasi dari
media elektronik (berita dan nonberita)”.
Supaya tujuan pembelajaran dapat
tercapai, selain dengan seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, guru juga
disarankan menggunakan cara atau metode yang sesuai dengan tujuan, bahan,
keadaan murid, dan suasana kelas. Menurut
Mackey (dalam Waluyo, 2002:171), metode adalah keseluruhan peristiwa
mengajar dan belajar yang meliputi hal-hal, yakni: 1) seleksi; 2) gradasi; 3)
presentasi; 4) repetisi; dan 5) evaluasi belajar. Agar lebih jelas dapat
diuraikan sebagai berikut ini.
a. Seleksi
Seleksi materi ditentukan oleh tujuan
pengajaran untuk melatih keterampilan makna, konsep, informasi, perspektif, dan
apresiasi. Seleksi materi harus mempertimbangkan aspek bahasa, tingkat
perkembangan psikologi anak, dan latar belakang sosial budaya siswa yang
bersangkutan.
b. Gradasi
(Urutan Penahapan)
Prinsip penting dalam
pembelajaran sastra sebagaimana dikemukakan Moody adalah masalah penahapan.
Urutan penahapan harus direncanakan, biasanya dari yang mudah ke yang sulit,
dari yang sederhana ke yang rumit, dan dari yang umum ke yang khusus.
c. Presentasi
(Teknik Penyampaian)
Presentasi bahan (materi)
dapat berupa mendiskusikan materi, misalnya materi pembelajaran yang sesuai
dengan penelitian ini adalah siaran (langsung) dari radio (berita/ nonberita), yaitu
siaran iklan di radio. Dari diskusi itu akan dihasilkan kesimpulan, misal
tentang isi atau maksud dari siaran iklan tersebut. Guru dapat memberikan penjelasan,
ceramah, tetapi lebih banyak memberikan tugas kepada siswa yang disesuaikan
dengan bahan pembelajaran.
d. Repetisi
Materi yang sudah
diberikan harus diulangi dalam bentuk ulasan guru atau tanya jawab, dapat pula
berupa resensi terhadap materi yang sudah diajarkan. Dalam hal ini guru harus
secara sistematis membuat rencana untuk semua siswa, baik yang berminat maupun
yang tidak, agar semuanya dapat menguasai materi dalam tahap penguasaan yang
tidak terlalu jauh bedanya.
e. Evaluasi
Belajar
Menurut Moody, evaluasi
pembelajaran harus meliputi pertanyaan-pertanyaan tentang informasi, konsep,
perspektif, dan apresiasi. Contoh tes informasi yaitu ditanyakan apa iklan yang
disiarkan. Contoh tes konsep yaitu ditanyakan siapa yang memasang iklan, apa
keunggulan dari barang atau jasa yang diiklankan, siapa sasaran yang dituju
oleh iklan tersebut. Pertanyaan yang
menyangkut tes perspektif contohnya yaitu bagaimana
bahasa iklan tersebut (apakah menarik perhatian penyimak atau sebaliknya).
Sedangkan tes apresiasi menyangkut penghayatan secara mendalam terhadap materi
yang sudah diajarkan. Tes ini biasanya berupa tes esai, dan disarankan agar
waktunya tidak disamakan dengan tes lainnya.
C.
Kerangka
Berpikir
Kerangka
pikir merupakan sebuah cara kerja yang dilakukan oleh peneliti untuk
menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti. Permasalahan yang akan diteliti
di sini yaitu tindak tutur ilokusi pada wacana iklan berbahasa Indonesia di
radio IN FM Kebumen. Penelitian ini berusaha mendeskripsikan bagaimana tindak
tutur ilokusi yang terdapat pada wacana iklan berbahasa Indonesia di radio IN
FM Kebumen. Tindak tutur ilokusi menurut Searle meliputi lima jenis tindak
tutur, antara lain asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif. Pada
wacana iklan berbahasa Indonesia di radio IN FM Kebumen ini terdapat tuturan
yang bernilai ilokusi yang meliputi asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan
deklaratif. Tindak tutur ilokusi pada wacana iklan berbahasa Indonesia tersebut
kemudian direlevansikan dengan pembelajaran menyimak di SMA.
Adapun
kerangka pikir penelitian ini secara garis besar dapat dilukiskan pada bagan
berikut ini.
|
||||
BAB III
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab III ini berisi objek penelitian, fokus penelitian,
data, sumber data, instrumen penelitian, teknik sampling, teknik pengumpulan
data, uji validitas data, dan teknik analisis data.
A.
Objek
Penelitian
Objek
penelitian adalah variabel atau apa yang menjadi titik perhatian suatu
penelitian (Arikunto, 2010: 161). Objek penelitian ini adalah wacana iklan
berbahasa Indonesia di radio IN FM Kebumen.
B.
Fokus
Penelitian
Fokus
dalam penelitian ini adalah tindak tutur ilokusi pada wacana iklan berbahasa
Indonesia di radio IN FM Kebumen dan relevansinya dengan pembelajaran menyimak di
SMA.
C.
Data
Suatu
pembahasan agar dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya membutuhkan data yang
lengkap dan benar. Data merupakan kumpulan fakta yang dapat dijadikan bahan
untuk menyusun suatu informasi melalui suatu proses pengolahan (Arikunto, 1993:
1). Data yang terdapat dalam penelitian ini adalah data-data berupa tindak
tutur yang terdapat dalam wacana iklan berbahasa Indonesia di radio IN FM
Kebumen. Data tersebut merupakan transkripsi data hasil rekaman pada iklan
berbahasa Indonesia di radio IN FM Kebumen.
D.
Sumber
Data
Sumber
data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh (Arikunto,
2002: 107). Sumber data yang digunakan dalam penelitian dikelompokkan menjadi
dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder (Al-Ma’ruf, 2009:
11-12).
Sumber
data primer adalah sumber data yang mengandung data primer. Sumber data primer dalam
penelitian ini berupa wacana iklan berbahasa Indonesia di Radio IN FM Kebumen. Sedangkan
data tambahan (sekunder) diperoleh dari referensi-referensi lain yang berkaitan
dengan objek penelitian.
E.
Instrumen
Penelitian
Arikunto
(2006: 160) menyatakan bahwa instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas
yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih
mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap serta
sistematis sehingga lebih mudah diolah. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini, selain peneliti sendiri, adalah kartu pencatat data, dan alat
tulisnya. Kartu pencatat data dipergunakan untuk mencatat data hasil dari
pembacaan dan pengamatan wacana iklan berbahasa Indonesia di radio IN FM
Kebumen. Kartu data ini berisi kata-kata yang merupakan kutipan-kutipan dari
wacana iklan yang berkaitan dengan pembahasan.
F.
Teknik
Sampling
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive
sampling atau teknik sampel bertujuan. Menurut Sugiyono (2012: 300), purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data
dengan pertimbangan tertentu.
Objek dalam penelitian ini adalah wacana iklan
berbahasa Indonesia di radio IN FM Kebumen. Penelitian ini mencuplik
bagian-bagian dalam wacana iklan berbahasa Indonesia di radio IN FM Kebumen
yang mewakili informasi penting agar bisa digunakan untuk analisis. Selain
itu, juga mencuplik bagian buku, jurnal, dan internet yang bisa memberikan
informasi penunjang.
G.
Teknik
Pengumpulan Data
Menurut
Sugiyono (2012: 308), teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling
utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan
data.
Teknik
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik simak, teknik rekam, dan
teknik catat. Adapun penjelasan dari ketiga teknik yang digunakan tersebut
yaitu sebagai berikut ini.
1. Teknik
Simak
Teknik
simak yang digunakan adalah teknik simak bebas libat cakap (SLBC). Dalam
menggunakan teknik ini, peneliti tidak aktif dan tidak terlibat langsung dalam
dialog, dan peneliti tidak bertindak sebagai pembicara yang berhadapan dengan
lawan bicara. Dia hanya sebagai pemerhati
yang penuh minat mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang yang sedang
berdialog atau berbicara (Sudaryanto, 1993: 134). Teknik simak ini digunakan
untuk menyimak dialog dan monolog dalam wacana iklan berbahasa Indonesia di
radio IN FM Kebumen.
2. Teknik
Rekam
Setelah
melakukan penyimakan dan ditentukan objek yang diamati, peneliti melakukan
perekaman terhadap iklan berbahasa Indonesia di radio IN FM Kebumen tersebut, yaitu
merekam penggunaan bahasa.
3. Teknik
Catat
Setelah
melakukan perekaman kemudian dilakukan pencatatan (transkipsi), sehingga data
yang semula berwujud lisan menjadi data yang berwujud tertulis. Data tersebut
kemudian diklasifikasikan secara sistematis, berdasarkan cakupan masalah yang
hendak dipecahkan dalam penelitian ini.
H.
Uji
Validitas Data
Setelah
data digali, dikumpulkan dan dicatat, maka hal selanjutnya yang dilakukan
adalah menguji keabsahan data. Dalam hal ini, diperlukan kegiatan validitas
data untuk menjamin keabsahan data tersebut. Selanjutnya, kegiatan validitas
data dapat dilakukan melalui teknik trianggulasi. Trianggulasi menurut Sugiyono
(2012: 273) diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan
berbagai cara dan berbagai waktu.
Terkait
hal ini, Sukardi (2006:107) menyatakan bahwa teknik trianggulasi terdiri dari
empat jenis, yaitu trianggulasi sumber, metode, peneliti, dan teori.
Berdasarkan hal tersebut, teknik validitas data penelitian ini adalah
trianggulasi sumber, teori dan metode. Ada beberapa teori yang digunakan
peneliti untuk mengkaji permasalahan dalam penelitian ini, yaitu tindak tutur ilokusi
pada wacana iklan berbahasa Indonesia di radio IN FM Kebumen yang mencakup lima
jenis tindak tutur ilokusi (asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan
deklaratif).
Melanjuti
uraian sebelumnya, validitas data dengan teknik trianggulasi sumber dilakukan
dengan cara wawancara secara mendalam dengan informan. Informan dalam
penelitian ini adalah dosen, pegawai di radio IN FM Kebumen, dan pendengar
radio IN FM Kebumen.
I.
Teknik
Analisis Data
Analisis
data merupakan bagian yang penting dalam sebuah penelitian karena dengan
menganalisis data yang diteliti, akan dapat diketahui makna atau jawaban
pemecahan masalahnya. Menurut Bogdan dan Biklen (dalam Moleong, 2010: 248),
analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, menyintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan
kepada orang lain. Agar analisis data dapat dilakukan secara tepat dan sesuai,
dibutuhkan teknik analisis data yang tepat pula. Tujuan dari analisis data
adalah menyederhanakan data agar lebih mudah dibaca atau diinterpretasikan. Adapun
teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
model interaktif, seperti yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (2007:
16-20), yang terdiri dari tiga komponen analisis, yaitu reduksi data, penyajian
data, dan penarikan simpulan atau verifikasi. Sugiyono (2012: 92) juga
menyatakan bahwa pelaksanaan teknik ini dimulai dengan pengumpulan data (data collection), kemudian peneliti
bergerak bolak-balik di antara kegiatan reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan simpulan (conclutions drawing).
Di
bawah ini dijelaskan masing-masing poin tersebut.
1.
Reduksi Data (Data Reduction)
Bagian awal dalam proses analisis
data adalah reduksi data. Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan,
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data yang muncul dari data yang
diperoleh dari sumber data penelitian. Dengan kata lain, reduksi data adalah
proses penyeleksian data yang diperoleh melalui sumber data. Dalam penelitian
ini, proses reduksi adalah berupa data tindak tutur ilokusi pada wacana iklan
berbahasa Indonesia di radio IN FM Kebumen. Selain itu juga meliputi data
relevansi tindak tutur ilokusi pada wacana iklan dengan pembelajaran menyimak di
SMA.
2.
Penyajian Data (Data Display)
Setelah proses reduksi data, hal
selanjutnya yang harus dilakukan adalah penyajian data secara teratur dan
terperinci sesuai dengan permasalahannya melalui wacana iklan berbahasa
Indonesia di radio IN FM Kebumen. Data yang disajikan kemudian dianalisis dan
disintesis berdasarkan data-data yang ditemukan dengan bukti-bukti tekstual
yang ada mengenai tindak tutur ilokusi yang terdapat pada wacana berbahasa
Indonesia di radio IN FM Kebumen dan relevansinya dengan pembelajaran menyimak di
SMA.
3.
Penarikan Simpulan dan
Verifikasi (Conclution Drawing)
Penarikan simpulan dan verifikasi
merupakan hal terakhir yang dilakukan dalam proses analisis data. Simpulan yang
disusun adalah berdasarkan data yang telah diperoleh. Namun, kesimpulan yang
diperoleh adalah kesimpulan yang bersifat sementara karena perlu pengecekkan
kembali catatan-catatan yang telah dibuat. Jika masih ada data yang meragukan,
dapat dilakukan kembali pengumpulan data, pereduksian data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan.
Sebagai
upaya yang berkelanjutan, berulang dan terus-menerus, masalah reduksi data,
penyajian data, penarikan simpulan dan verifikasi menjadi gambaran
keberhasilan. Reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan sebagai
sesuatu yang jalin-menjalin pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan
data (Miles dan Huberman, 1992: 19-20).
Selain
analisis tersebut, digunakan juga analisis data dengan metode induktif dengan
langkah menelaah terhadap fakta-fakta yang khusus, pernyataan yang khusus, dan
peristiwa yang konkret. Kemudian digeneralisasi untuk mendapat kesimpulan
secara umum. Membaca peristiwa-peristiwa khusus tentang tindak tutur ilokusi
yang terkandung dalam wacana iklan berbahasa Indonesia di radio IN FM Kebumen,
kemudian dihubungkan dengan kejadian-kejadian umum dalam kehidupan nyata secara
umum.
Selanjutnya,
untuk lebih dapat memahami tahap-tahap dalam analisis data tersebut, berikut
ini adalah gambar analisis data tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Sugiyono.
2012. Metode Penelitian Pendidikan
(Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: CV. Alfabeta.
Fakhrudin,
Mohammad. 2012. Pragmatik (Bahan Ajar). Purworejo:
FKIP Universitas Muhammadiyah Purworejo.
Tarigan,
Henry Guntur. 2009. Pengajaran Pragmatik.
Bandung: Angkasa.
Bakhtiar,
Amsal. 2012. Filsafat Ilmu. Jakarta:
Rajawali Pers.
Bagiya.
2012. Diktat Linguistik Umum. Purworejo:
FKIP Universitas Muhammadiyah.
Saputra,
Diyat. 2010. Tindak Tutur dalam Wacana
Iklan Berbahasa Indonesia di Radio Gajah Mada 102.4 FM Semarang (Skripsi). Semarang:
IKIP PGRI Semarang.
Arikunto,
Suharsini. 2009. Proposal Penelitian:
Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rekaan Citra.
Depdikbud.
1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Post a Comment for "ANALISIS TINDAK TUTUR ILOKUSI PADA WACANA IKLAN BERBAHASA INDONESIA DI RADIO IN FM KEBUMEN DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN MENYIMAK DI SMA"