TINDAK TUTUR ILOKUSI TOKOH PRISKA PADA NOVEL MERAGU KARYA INDAH HANACO DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN KETRAMPILAN MENYIMAK DI SMA
Pada bab I ini, penulis memaparkan
latar belakang masalah, batasan masalah,rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian,yang terdiri dari segi teoritis dan pratis, serta sistematis
proposal. Berikut ini adalah pemaparannya.
A.
Latar Belakang
Masalah
Dalam komunikasi terdapatpenutur dan petutur yang sama-sama
menyadari bahwa ada kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya,
penggunaanbahasanya, dan interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan
ucapanlawan tuturanya. Setiap bahasa di gunakan sebagai alat komunikasi, yakni
alat penyampaian pesan dari penutur kepada petutur atau dari pembaca kepada
pendengar, dan dari penulis kepada pembaca.
Menurut Scarle (1969; 16), unit komunikasi linguistic berupa
produksi atau penerbitan kata atau symbol atau kalimat dalam kinerja tindakan
berbicara. Dilihat dari sudut penutur, maka bahasa itu berfungsi personal atau
pribadi. Maksudnya, penutur menyatakan sikap terhadap apa yang di tuturkannya.
Penutur bukan hanya mengungkapkan emosilewat bahasa,melainkan juga memperlihatkanemosi
itu sewaktu menyampaikan tuturannya.
Dalam mengatakan suatu kalimat, seseorang tidak semata-mata
mengatakan sesuatu dengan pengucapankalimat itu. Jika dikaitkan antara penutur
dan petutur, terbentuk suatu tindak tutur dan peristiwa tutur. Peristiwa tutur
ini pada dasarnya merupakan rangkaian dari sejumlah tindak tutur yang
terorganisasikan untuk mencapai suatu tujuan . tujuan tersebut merupakan isi
pembicaraan.
Menurut Leech (1983; 20), untuk memahami sebuah isi
pembicaraan,tidak terlepas dari konteks. Konteks adalah aspek-aspek yang
berhubungan dengan lingkungan fisik dan social sebuah tuturan, pengetahuan
latar belakang yang sama-sama di miliki penutur dan petutur, serta yang
membantu petutur menafsirkan makna tuturan.
Tindak tutur adalah produksi atau penerbitan tanda kalimat di bawah
kondisi tertentu. Tindak tutur adalah pengujaran kalimat untuk menyatakan agar
suatu maksud dari penutur di ketahui petutur. Tindak tutur sangat sensitive
terhadapa konteks ucapan, khususnya hubungan antara penutur dan petutur
(Searle, 1969; 16 dan Parker, 1986; 16). Jadi, tindak tutur merupakanpenuturan
untuk menyatakan maksud pada petutur sesuai dengan konteks tuturannya.
Austin (1962; 100) berpendapat bahwa ilokusi mengacu pada tuturan
sebagai bentuk tindakan atau kegiatan. Dalam komunikasi yang berorientasi
tujuan, meneliti makna sebuah tuturan merupakan usaha untuk merekontruksi
tindakan apa yang menjadi tujuan penutur ketika memproduksi tuturannya. Alasan
penulis memilih tindak tutur ilokusi karena penulis ingin mengungkapkandaya
pragmatis atau makna tuturan yang ada dalam tuturan tokoh Priska pada novel
Meragu untuk apa tuturan tersebut di tuturkan dengan memperhatikan konteks.
Tindak tutur ilokusi dapat di kategorikan menjadi lima, yaitu; (1) asertif,
(2) derektif, (3) komisif, (4) ekspresif, (5) deklaratif.
Yang termasuk ke dalam kategori asertif, misalnya menyatakan,
mengusulkan, membuat, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan. Tindak
tutur ilokusi yang termasuk dalam katagori direktif, yaitu memesan,
memerintah, memohon, menuntut, dan member nasihat. Berikut ini adalah
tindak tutur ilokusi yang termasuk komisif, yakni menjanjikan dan
menawarkan. Tindak tutur ilokusi yang termasuk dalam kategori ekspresif,
yakni mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, member maaf, mengecam,
memuji, dan mengucapkan bela sungkawa. Adapun kategori kelima yang termasuk
dalam tindak tutur deklaratif, misalnya mengundurkan diri, member
nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan/membuang, dan mengangkat (Searle,
1969; 23)
Novel ditulis agar dapat dinikmati pembaca sebagai salah satu
bentukkarya sastra. Pembaca diajak memasuki dunia fiktif yang memiliki
konteksnya sendiri. Melalui tokoh-tokoh yang ada di dalamnya, novel mengisahkan
dialogantar tokoh dan menuturkan tindak tutur yang dinikmati oleh pembaca.
Dialog antar tokoh tersebut dapat mewakili tindak tutur yang lazim digunakan
dalam sebuah interaksi yang sesungguhnya karena pengarang dalam menulis
novelnya, dia berimajinasi dengan memanfaatkan pengalaman hidupnya sendir atau
kehidupan di lingkungan sekitarnya. Dialog-dialog tersebut sebagai sebuah
imajinasi yag terjadi dalam dunia nyata yang kemudian dalam proposal ini
dianalisis dengan teori pragmatis, yakni penulis menganalisis dialog-dialog
tersebut sesuai dengan konteksnya.
Orang yang berdialog tidak hanya memperhatikan unsure bahasa,
tetapi juga unsure lain di luar unsure bahasa, seperti orang-orang yang
terlibat, masalah yang dibucarakan, tempat dan waktu terjadinya dialog.terdapat
tuturan secara pragmatis dalam novel Meragu yang menyebabkan pembaca
sulitmengartikan maksud dari tuturan tersebut. Karya sastra selain berguna
untuk hiburan, juga banyak manfaat lain yang dapat dipetik. Semakin banyak
nilai pendidikan, moral, dan agama yang tertuang dalam karya sastra tesebut
dapat dijadikan contoh yang baik bagi pembaca, karena karya sastra dikatakan
bermutu baik jika mampu mencapai tujuan yang baik pula bagi pembacanya.
Penulis mengkaji tindak tutur pada tokoh Priska karena Priska
adalah salah satu tokoh utama yang mempunyai kepribadian yang baik, dan sangat
setia terhadap pasangannya. Setiap tuturan yang terucap sangat diperhatikan
tingkat kesopanannya, dengan siapa ia bertutur dan konteks tuturannya.
Penulis menganalisis tindak tutur ilokusi tokoh Priska dalam novel
Meraguyang terdiri dari asertif, derektif, komisif, ekspresif,
dan deklaratif, serta mengkaitkan dengan pembelajaran ketrampilan
menyimak di SMA. Ketrampilan menyimak adalah kemampuan siswa dalam mendengarkan
atau menangkap dan merespon maksud dari suatu tuturan. Pragmatik sebagai bahan
pembelajaran bahasa yang lazim disebut fungsi komunikatif (Purwo, 1990; 23).
Dalam pembelajaran bahasa terdapat sejumlah tindak bahasa seperti mengajukan
pertanyaan , menawarkan usulan, menolak ajakan, menyatakan rasa senang, dan
lain-lain. Untuk mengungkapkan tindak bahasa tersebut ada berbagai cara
berdasarkan konteksnya. Hal ini ada hubungannya dengan aspek ketrampilan
menyimak.
Di harapkan hasil kajian dari kelima kategori tindak tutur ilokusi
yang terdapat dalam novel Meragu ini dapat di jadikan pembelajaran di SMA
terutama jika di hubungkan dengan ketrampilan menyimak. Pemilihan bahan
pembelajaran yang diambil dari seleksi-seleksi tuturan dalam novel ini
sekaligus dapat di manfaatkan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa yang
santun. Siswa memperoleh contoh dari tuturan dari novel sehingga sehingga
terdapat perpaduan antara sastra dengan ketrampilan menyimak.
Siswa cenderung atau jenuh dalam mengikuti pembelajaran menyimak.
Karena siswa hanya menyimak informasi yang disampaikan oleh guru dengan tuturan
langsung di depan kelas atau dengan rekaman kemudian siswa menyimpulkan isi
informasi tersebut dan mengomentarinya secara lisan. Materi pembelajaran
ketrampilan menyimakdi SMA bervariasi serta ada unsure kejenuhandengan buku teks.
Media novel dapat menimbulkan gairah siswa dalam menyimak. Karena siswa
cenderung suka dengan media baru yang menarik perhatian. Tanpa disadari jika
guru membacakan cuplikan cerita dari sebuah novel, siswa lebih mudah
menyimakkarena isi novel pada dasarnya merupakan realita kehidupan sehari-hari.
Dengan begitu, siswa mudah mengungkapkan atau menceritakan kembali secara lisan
isi dari novel tersebut.
Menurut respon dari pembaca, dialog-dialog yang dituturkan tokoh
Priska tidak terjadi di dalam kenyataan tetapi pembaca menikmatinya dari segi
keindahannya. Jadi, jika diterapkan dalam pembelajaran di SMA, siswa tidak
hanya terampil dalam menyimak , tetapi juga ada nilai estetisnyayang berkaitan
dengan kesantunan berbahasaIndonesia. Dalam kesantunan berbahasa Indonesia
terdapat sifat social, estetis, dan moral.
Menyimak social menurut Anderson (dalam Tarigan, 1985; 27) mencakup
dua hal, yaitu menyimak dengan penuh perhatian percakapan dalam situasi-situasi
social dengan suatu maksud dan memahami peranan pembicaraan dalam proses
komunikasi tersebut. Menyimak estetis yang disebut juga dengan menyimak apresiatif, maksudnya siswa menikmati
keindahan tuturan tokoh Priska dengan rekaman atau guru membacakannya kemudian
siswa dapat mengungkapkan simpulandari tuturan secara lisandengan bahasanya
sendiri. Siswa juga dapat menyimak tuturan yang bersifat moral yang dituturkan
tokoh Priska. Berdasarkan uraian tersebut, alasan khusus penuh memilih Judul Tindak
Tutur Ilokusi Tokoh Priska pada Novel Meragu Karya Indah Hanaco Dan
Relevansinya Dengan Pembelajaran Ketrampilan Menyimak Di SMA adalah topic
ini belum pernah ditelitipada penelitian sebelumnya. Dalam proposal ini
peneliti menghubungkan teori tindak tutur dengan pembelajaran ketrampilan
menyimak di SMA.
B.
Batasan Masalah
Masalah yang dibahas penulis di batasi hanya pada tuturan ilokusi
dengan lima kategori yang terdiri dari asertif, diretif, komisif, ekspresif,
dan deklaratifyang digunakan tokoh utama dalam novel Meragu yang bernama
Priska. Dalam penelitian ini tuturan tokoh lainnya tidak dianalisis.
C.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelktian di paparkan di
bawah ini.
1.
Tindak tutur
ilokusi apa saja yang di gunakan tokoh Priska pada novel Meragu ?
2.
Bagaimana wujud
tindak tutur ilokusi yang di gunakan tokoh Priska pada novel Meragu ?
3.
Bagaimanakah
relevansinya tindak tutur ilokusi tokoh Priska pada novel Meragu dengan
pembelajaranyaketrampilan menyimak di SMA?
D.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan dari penelitian inisebagai
berikut:
1.
Mendeskripsikan
macam-macam wujud tindak tutur ilokusi yang digunakan tokoh Priska novel
Meragu.
2.
Mendeskripsikan
wujud tindak tutur ilokusi yang digunakan tokoh Priska pada novel Meragu.
3.
Mendeskripsikan
relevansi kelima kategori tindak tutur ilokusi tokoh Priska pada novel Meragu
dengan pembelajaran ketrampilan menyimak di SMA.
E.
Manfaat
Penelitian
Manfaat penelitian tindak tutur ilokusi tokoh Priska pada novel
Meragu dengan pembelajaran ketrampilan menyimak di SMA dapat ditinjau dari dua
segi, yaitu segi teoritis dan segi praktis.
a.
Segi teoritis
Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan wawasan dan pengetahuan kepada pembaca mengenai lima kategori tindak
tutur ilokusi yang terdiri yang terdiri dari asertif, direktif, komisif,
ekspresif, dan deklaratif pada tokoh Priska pada novel Meragu karya Indah
Hanaco
b.
Segi praktis
Dari segi praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
terobosan baru untuk menganalisis sebuah novel. Penelitian ini juga bermanfaat
untuk mengapresiasikan salah satu bentuk sastra dengan pembelajaran bahasa di SMA khususnya
ketrampilan menyimak.
F.
Sistematika
Skripsi
Penulis menyusun skripsi yang terdiri dari lima bab. Pada bagian
awal berisi halaman judul, halaman persetujuan, halaman pengesahan, halaman
pernyataan keaslian skripsi, kata pengantar, danabstrak.
Bab I berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang, batasan
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika
skripsi. Latar belakang merupakan hal-hal yang mendorong atau argumentasi
penulis yang mendasari pemilihan judul. Batasan masalah merupakan masalah yang
dibahas secara rinci dalam skripsi. Pada manfaat penelitian, oenulis
mengungkapkanmanfaat dari segi teoritis dan segi praktis.
Bab II berisi tinjauan
pustaka dan kajian teori. Tinjauan pustaka memuat berbagai hasil penelitian
yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Kajian teori memuat berbagai
teori-teori yang relevan dengan masalah yang diteliti. Dalam skripsi ini,
penulis menggunakan teori pengertian tindak tutur,tindak tutur ilokusi, lima
kategori tindak tutur ilokusi, dan relevansinya dengan pembelajaran ketrampilan
menyimak di SMA.
Bab III berisi metode penelitian. Pada bab ini penulis membagi
menjadi subbab objek penelitian, fokus penelitian, teknik pengumpulan data,
instrument penelitian, teknik analisis data, dan teknik penyajian hasilanalisi
data.
Bab IV berisi penyajian data dan pembahasan data penelitian. Pada
penyajian data, penulis menyajikannya dengan mengkelompokkan data berdasarkan
klasifikasinya kemudian data tersebut dianalisis pada subbab pembahasan data.
Bab V berisi penutup yang meliputi simpulan dan saran. Bagian
simpulan menyajikan jawaban padat atas masalah yang dirumuskan sebelumnya.
Saran berisi usulan penulis terhadap pembaca, khususnyapihakyang diharapkan
dapat memanfaatkantemuan penelitian ini.
Bagian akhir skripsi terdiri atas daftar pustaka dan
lampiran-lamppiran. Daftar pustaka berisi daftar refrensi dan pedoman yang
digunakan dalampembuatan skripsi. Semua buku dan sumber lain yang digunakanpenulis,
tercantum pada daftra pustakasehingga dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya. Lampiran berisi data penelitian, silabus, RPP, kartu
bimbinganskripsi, autobiografi penulis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORITIS
Pada bab II penulis membahas tentang tinjauan pustaka dan kajian
teori. Tinjauan pustaka memuat berbagai hasil penelitian yang relevan dengan
masalah yang penulis teliti, adapun kajian teori berisi analisis berbagai teori
yang mendukung penelitian ini. Berikut ini adalah tinjauan dan kajian teori
yang penulis paparkan.
A.
Tinjaun Pustaka
Tindak tutur sangat menarik untuk diteliti sehingga banyak
penelitiyang mengkaji tindak tutur, baik mengkaji tindak secara bahasa
Indonesia maupun bahasa jawa, antara lain Suriah dan Paina Partana. Pada
skripsi ini, akan di tinjau perbedaan dan persamaan antara penelitian. Suriah
dan Paina Partana, yang akan menjadikan kelebihan skripsi ini.
Dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Tindak Tutur dalam Novel
Lingkar Tanah Lingkar Air Karya Ahmad Tohari”. Suriah membahasa lokusi, ilokusi
dan perlokusi. Suriah membagi lokusi menjadi lokusi peryataan, pertanyaan, dan
perintah. Ilokusi menjadi ilokusi asertif, repsentatif, direktif, ekspresif,
dan komisf, sedangkan perlokusi dibagi menjadi dua yaitu perlokusi verbal dan
nonverbal. Perlokusi verbal terdiri dari menjelaskan, membenarkan, menolak,
menurut, kesal,menenangkan, ketakutan, dan melecehkan. Perlokusi nonverbal
terdiri dari diam, tersenyum, tertegun, menganggukan kepala, tertawa, bingung,
menunduk dan tegang.
Suriah membahas semua percakapan dari semua tokoh yang termasuk di
dalam ketiga tindak tutur tersebut, tetapi Suriah tidak menghubungkan ketiga
tindak tutur tersebut dengan pembelajaran di SMA, sedangkan dalam penelitian
pada novel Meragu ini, penulis hanya fokus pada tindak tutur ilokusi
yang terdiri dari asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif
yang di tuturkan tokoh Priska dan relevansinya dengan pembelajaran ketrampilan
menyimak di SMA.
Penelitian yang dilakukan Partana dengan judul “Relisasi Tindak
Tutur Komisif Bahasa Jawa”. Penelitian ini membahas tuturan permormatif
implisit dan eksplisit dalam tindak tutur komisif percakapan sehari-hari dengan
bahasa jawa. Di dalam tindak tutur komisif tedapat pemakaian tuturan
performatif implicit dan eksplisit, kecuali pada tindak tutur komisif bernadar
tidak di temukan tuturan performatif implicit karena orang bernadar itu selalu
di tutur secara jelas dan tidak dilesapkan. Penelitian ini tidak di
relevansikan dengan pembelajaran di SMA.
Antara penelitian dan penulis tedapat persamaan dan perbedaan.
Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Suriah dengan penelitian yang
akan dilakukan oleh penulis adalah sama-sama meneliti tindak tuturdalam novel.
Perbedaan penelitian Suriah dan penulis yaitu Suriah menelititentang tiga
tindak tutur, yaitu lokusi, ilokusi dan perlokusi yang dituturkan tokoh dalam
novel Lingkar Tanah Lingkar Air Karya Ahmad Tohari. Ketiga tindak tutur
tersebut tidak terdapat relevansinya dengan pembelajaran di SMA. Penulis
meneliti tentang tindak tutur ilokusi yang terdiri dari asertif, direktif,
ekspresif, komisif, dan deklaratif yang di tuturkan tokoh utama Priska
dalam novel Meragu karya Indah Hanaco dan relevansinya pembelajaran
ketrampilan menyimak di SMA.
Selanjutnya terdapat persamaan antara penelitian yang dilakukan
oleh Paina Partana dengan penelitian yang dilakukan oleh Penulis adalah
sama-sama meneliti tindak tutur. Perbedaan peneliti Paina Partana dan Penulis
ialah peneliti meneliti tindak tutur komisif percakapan sehari-hari
dalam bahasa jawa dan tidak di relevansikan dengan pembelajaran di SMA.
Sedangkan penulis meneliti tindak tutur ilokusi yang terdiri dari asertif,
direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif yang di tuturkan tokoh utama
Priska dalam novel Meragu karya Indah Hanaco dan relevansinya
pembelajaran ketrampilan menyimak di SMA.
B.
Kajian Teori
Kajian teori merupakan penjabaran kerangka teoritis yang memuat
beberapa kumpulan materi terpilih dari berbagai sumber untuk dijadikan sebagai
acuan pokok dalam membahas masalah yang diteliti. Kajian teori ini menjelaskan
tentang pengertian tindak tutur, pengertian tindak tutur ilokusi, lima kategori
tindak tutur ilokusi, dan relevansinya dengan pembelajaran di SMA.
1.
Pengertian
Tindak Tutur
Pragmatik bisa dianggap sebagai salah satu bidang kajian linguistik
yang akhir-akhir ini berkembang pesat. Pengertian pragmatik di kemukakan
oleh berbagai pakar, antara lain Parker
(1986; 11), Rustono (1999; 4), Levinson (1983; 9), Purwo (1990; 16), dan Subroto
(2011; 8), yang menyatakan pragmatik adalah bidang ilmu bahasa yang mempelajari
struktur bahasa secara eksternaldan mengkaji hubunga timbal balik secara fungsi
dan bentuk tuturan yang tidak dapat dipisahkan dengan konteks yang
sesungguhnya. Pragmatic mengkaji “arti” yang disebut the speaker’smeaning
atau menurut tafsiran penutur atau maksud itu sangat bergantung konteks, tanpa
memperhitungkan konteks arti itu tidak dapat dipahami. Hubungan bahasa dan
konteks dalam pragmatic bersifat dasar untuk memahami komunikasi denga bahasa.
Kehadiran pragmatic hanyalah tahap terakhir dari perkembangan linguistic
yang berangsur-angsur, mulai dari disiplin ilmu yang menangani data fisik
tuturan menjadi disiplin ilmu yang sangat luas bersangkutan dengan bentuk,
makna, dan konteks (Wijana, 1996; 4). Adapaun yang dimaksud dengan konteks
adalah latar belakang pengetahuan yang memiliki penutur dan petutur makna
tuturan saat berkomunikasi. Hal ini juga dikemukakan oleh para pakar, antara
lain Leech (1993;20), Wijana (1996; 11), dan Rahardi (2000; 49). Konteks
berhubungan erat dengan lingkungan fisik dan lingkungan social.
Dalam menganalisis tindak tutur, penulis harus menyadari
benar-benar betapa pentingnya konteks tuturan atau ungkapan penutur. Teori
tindak tutur adalah bagian dari pragmatic, dan pragmatic itu sendiri merupakan
bagian dari performansi linguistic (Tarigan, 19990; 34)
Tindak tutur merupakan unsure pragmatic yang melibatkan penutur dan
petutur. Dalam penerapannya tindak tutur di gunakan oleh beberapa disiplin ilmu.
Tindak tutur merupakan gejala individu , bersifat psikologis dan
keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi
situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti
tindakan dalam tuturanya. Menurut Searle (1969; 21), tindak tutur ada unsur
linguistic kemungkinan makna yang (diberikan konteks ucapan) sudah cukup untuk
menentukan bahwa ucapan harfiahnya adalah kinerja tindak tutur. Hipotesis bahwa
tindak tutur adalah unit dasar komunikasi, diambil bersama-sama dengan prinsip expressbility,
menunjukkan bahwa ada serangkaian hubungan analitik antara apa yang penutur
maksud, apa petutur mengerti, dan apa peraturan yang mengatur unsur-unsur
linguistic.
Percakapan pada umumnya terdiri atas berbagai interaksi verbal dengan
tindak (act) sebagai unsure terkecil. Searle (1969; 16) berpendapat bahwa
komunikasi bahasa bukan sekadarlambang,
kata atau kalimat yang berwujudperilaku tindak tutur. Artinya tindak tutur
adalah hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan
terkecil dari satuan bahasa.
2.
Pengertian
Tindak Tutur Ilokusi
Rustono (1999; 35) dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok
Pragmatik berpendapat bahwa tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang mengandung maksud
dan fungsi atau daya tuturan. Menurut Searle (1969; 25), gagasan tindakan
ilokusi adalah gagasan tentang konsekuensi atau efek tindakana seperti itu
telah pada tindakan, pikiran, atau keyakinan, dll, dari para pendengarnya.
Tindak tutur ilokusi sangat sukar diidentifikasi karena terlebih dahulu harus
mempertimbangkan siapa penutur dan lawan tutur, kapan dan dimana tindak tutur
itu terjadi, dan sebagainya. Untuk memudahkan indentifikasi, ada beberapa verba
yang menandai tindak tutur ilokusi, yaitu melaporkan, mengusulkan, mengakui,
mengucapkan selamat, berjanji, mendesak dan sebagainya.menurut Parker (1986;
15), ilokusi adalah pembicara mengucapkan kalimat dan kalimat tersebutmempunyai
maksud tertentu untuk melakukan tindakan.tindakanilokusiakan mencakup
menyatakan, menjajikan, meminta maaf, mengancam, memprediksi, pemesanan, dan
meminta.
Tindak ilokusi berhubungan langsungdengan tuturanperformatif,yaitu
tuturan yang menyebut dirinya sendiri dan mengacu pada tindakan penutur ketika
berbicara. Tuturan ini dapat berlangsung jika ada tiga buah syarat yang disebut
felicity condition terpenuhi (Austin, 1962; 12-15)
Adapun
tiga syarat tersebut sebagai berikut:
a.
Peserta tutur
dengan situasi penuturan harus sesuai
b.
Tindakan harus
dilakukan secara sungguh-sungguh oleh peserta tutur.
c.
Peserta tutur
harus memiliki niat yang sungguh-sungguh untuk melakukan tindakan.
Austin (1962;
99), mengatakan “….an illacunary act. le, performance of an in saying
something as opposed of performance of an act of asying something,,,” Yang
artinya suatu tindakan ilokusi adalah melakukan tindakan dalam mengatakan
sesuatu yang berlawanan dengan melakukan tindakan sesuatu. Tindakan ilokusi memiliki daya (illocutionary
force), misalnya melapor, memerintah, dan mengancam.
3.
Kategori Tindak
Tutur Ilokusi
Menurut Auatin, semua tuturan adalah performatif dalam arti bahwa
semua tuturan merupakan sebuah bentuk tindakan dan tidak sekedar mengatakan
sesuatu. Selanjutnya, Austin ke pemikiran berikutnya (1962; 109) yaitu, Austin
membedakan antara tindak ilokusi (tindak ini kurang lebih dapat disamakan
dengan sebuah tuturan kalimat yang mengundang makna dan acuan) dengan tindak
ilokusi (tuturan yang mempunyai daya konvensional tertentu). Selanjutnya,
Austin melengkapi kategori-kategori ini dengan menambah kategori “tindak perlokusi”
(tindak yang mengacu pada apa yang kita hasilkanatau kita capai dengan
mengatakna sesuatu).hal ini juga di kemukakan oleh Searle (1969; 23) dalam
bukunya act: An Exsay in the Philoshopy of Language yang mengemukakan
bahwa secara pragmatis ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh
seorang penutur, yakni tindak ilokusi (illocutionary act), tindak lokusi
(locutionary act), dan tindak perlokusi
(perlocutionary act).
Jenis tindak tutur ilokusi mengandung unsur kesopanan, tetapi
kadang-kadang lebih mengacu pada kepentingan penutur. Secara semantis, tuturan
jenis ilokusi ini memang mempunyai makna menyenangkan, dan sopan bagi penutur.
Dengan kata lain, tuturan tersebut memenuhi syarat kesantunan berbahasa. Namun,
tuturan yang demikian (kadang-kadang) sebenarnya mempunyai maksud yang lebih
menyenangkan penutur itu sendiri (Fakhrudin, 2003; 5). Kesopansantunan kerap
kali digunakan dalam berinteraksi antara penutur dan petutur kepada
petutur(permintaan, nasihat, perintah, dan lain sebagainya) untuk menghasilkan
suatu tingkat kesopansantunan yang sesuai dan serasi dengan situasi dan kondisi
(Tarigan, 1990; 28).
Situasi-situasi yang berbeda menuntut adanya jenis-jenis dan
derajat sopan santun yang berbeda pula. Leech (1993; 162) mengklasifikasikan
jenis tindak tutur ilokusi berdasarkan hubungan fungsi dengan tujuan social
menjadi empat, yaitu:
a.
Kompetitif
Tujuan ilokusi kompetitif
adalah untuk bersaing dengan tujuan social; misalnya memerintah,meminta,
menuntut,dan mengemis. Jenis ilokusi kompetitif melibatkan sopan santun yang
bersifatnegatifdan bertujuan untuk mengurangi ketidak harmonisan yang tersirat
dalam kompetisi antara yang ingin dicapai oleh penutur dengan apayang dituntut
oleh sopan santun. Tujuan kompetitif ialah tujuan-tujuanyang pada dasarnya
tidak bertata krama. Tata krama mengacu pada tujuan, sedangkan sopan santun
mengacu pada perilaku linguistic atau perilaku lainnya yang digunakan untuk
mencapai tujuan.
b.
Menyenangkan
Tujuan ilokusi sejalan dengan tujuan social; misalnya, menawarkan, mengajak/mengundang,
menyapa, mengucapkan terimakasih dan mengucapkan selamat. Pada dasar fungsinya
sopan santunilokusi ini lebih positif bentuknya dan bertujuan untyk
mencarikesempatan untuk beramah tamah dengan petutur.
c.
Bekerja sama
Tujuan ilokusi bekerja sama tidak menghiraukan tujuan social:
misalnya menyatakan, melapor, mengumumkan, dan mengajarkan. Fungsi ilokusi ini
tidak melibatkan sopan santun karena tidak relevan.
d.
Bertentangan
Tujuan ilokusi ini bertentangan dengan tujuan social; misalnya,
mengancam, menuduh, menyumpai, dan memarahi. Unsure sopan santun dalam ilokusi
bertentangan tidak ada sama sekali karena pada dasarnya bertujuan memnimbulkan
kemarahan pada petutur.
Leech
hanya memusatkan perhatian pada ilokusi kompetitif dan ilokusi menyenagkan dan
pada kategori sopan santun yang negatife dan positif dari ilokusi-ilokusi
tersebut. Sedangkan Searle mengkelompokkantindak tutur ilokusi berdasarkan pada
lima kategori. Searle mengembangkan pemikiran Austin. Ia mencetuskan teori
tentang tindak tutur yangdianggap sangat penting dalam kajian pragmatik. Tindak
tuturyang tidak terbatas jumlahnya itu dikategorikanberdasarkan maknadan
fungsinya menjadi lima macam, yaitu aserti, deklarati, ekspressif, komisif
dan direktif. Untuk lebih jelasnya, teori tindak tutur ilokusimenurut
Searle yang terdiri dari aserti, deklarati, ekspressif, komisif dan direktif
akan dijelaskan sebagai berikut.
1.
Tindak Tutur Ilokusi
Asertif
Tindak tutur ilokusi asertif adalah penutur terikat pada kebenaran
proposisi yang diungkapkan. Misalnya, menyatakan, mengusulkan, membual,
mengeluh,mengemukakan pendapat,dan melaporkan. Dari segi sopan santun, ilokusi
ini cenderung netral, tetapi ada perkecualian pada tuturan yang bersifat
membualkarena biasanya dianggap tidak sopan. Dari segi semantiknya ilokusi asertif
bersifat proposional.
2.
Tindak Tutur
Ilokusi Direktif
Tindak tutur ilokusi direktif bertujuan menghasilkan suatu efek
berupa tindakan yang dilakukanoleh pentur. Misalnya, memerintah, memohon,
menuntut, member nasihat, meminta, dan mengajak. Tindak tutur ilokusi direktif
yang membutuhkan sopan santun positif agarterkesan menyinggung petutur.
3.
Tindak
Tutur Ilokusi Komisif
Dalam ilokusi komisif penutur sedikit banyak terikat pada suatu
tindakan dimasa depan, misalnya, menjanjikan dan menawarkan. Tindak tutur
ilokusi komisif ini cenderung berfungsi menyenangkandan kadang
bersifatkompetitifkarena tidak mengacu pada kepentingan penutur melainkan pada
kepentingan petutur.
4.
Tindak Tutur
Ilokusi Ekspresif
Tindak tutur ekspressif ialah mengngkapkan ataumengutarakan sikap
psikologis penutur terhadap keadaan yang tersiratdalam ilokusi. Misalnya
mengucapkanterima kasih, mengucapkan selamat, mengecam, memuji, dan mengucapkan
bela sungkawa. Ilokusi ini cenderung menyenangkan karena terlihat sopan kecuali
tuturan yang bersifat mengecam.
5.
Tindak
Tutur Ilokusi Deklaratif
Berhasilnya pelaksanaan ilokusi ini akan mengakibatkan adanya
kesuaian antara isi proposisi dengan realitas. Misalnya, mengundurkan diri,
membaptis, memecat, member nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan/membuang,
mengngkat pegawai. Ilokusi deklaratif merupakan kategoriyang sangat khusus
karena tindakan ini dilakukan oleh seseorang yang dalam sebuah kerangkaan acuan
kelembagaan diberi wewenang untuk melakukannya. Penutur yang mengucapkan
deklaratif menggunakan bahasa sekadarsebagai tanda lahiriahbahwa suatutindakan
kelembagaan telah terlaksana.
4.
Relevansinya
denga Pembelajaran di SMA
Tarigan (1990; 179) berpendapat bahwa kurikulum bahasa Indonesia
muthahir yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan kebudayaan Republik
Indonesia di kenal dengan nama Kurikulum Bahasa Indonesia 1984. Dalam kurikulum
sebelumnya, praktik pengajaran bahasa sering melupakan fungsi komunikasi
menyampaikanpesan kepada petutur sehingga yang diajarkan ialah pengetahuan
tentang bahasa bukan ketrampilan menggunakan bahasa untuk maksud komunikasi
sebenarnya, diupayakan dengan penjabaran kurikulum pada fungsi komunikasi
sebenarnya, diupayakan dengan penjabaran kurikulum yang secara dan jelas.
Kemampuan berkomunikasi dengan bahasa yang dikaitkan dengan faktor-faktor
penentu dalam komunikasi. Faktor-faktor pennetunya yaitu, siapa yang berbahasa
dengan siapa, untuk tujuan apa, dalam situasi apa (tempat dan waktu), dalam
konteks apa (peserta lain, kebudayaab, dan suasana), dengan jalur mana (lisan
atau tulisan), media apa (tatap muka, telepon, surat,buku, atau koran), dan
dalam peristiwa apa (bercakap-cakap, ceramah, upacara, laporan, penyataan cinta
dan sebagainya).
Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh
karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa
dalam komunikasi,baik lisan maupun tulis (Depdikdub, 1995). Hal ini relevan
dengan kurikulum 2013 bahwa kompetensi siswa bahasa diarahkan ke dalam empat
subaspek, yaitu membaca, berbicara, menyimak, dan mendengarkan. Ruang lingkup
mata pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia meliputi penguasaan kebahasaan,
kemampuan memahami, mengapresiasi sastra, dan kemampuan menggunakan bahasa
Indonesia. Khusu untuk program bahasa di Sekolah Menengah Atas (SMA) di tambah
dengan dasar-dasar kebahasaan dan kesastraan.
Orientasi belajar mengajar bahasa berdasarkan tugas dan fungsi
berkomunikasi ini disebut pendekatan komunikatif. Kemampuan berbahasa yang
dapat menyesuaikan bentuk bahasa dengan faktor-faktor penentunya tersebut,
disebut ketrampilan pragmatic. Ketrampilan berbahasa yang selama ini diartikan
secara umum dengan berbicara, menyimak, menulis, dan membaca, dalam kurikulum
SMA dimasukkan suatu bagian pragmatic sebagai perwujudan konsep dan tujuan
ketrampilan pragmatic tersebut. Kurikulum pragmatic dalam bahasa Indonesia
tingkat SMA difokuskan pada ketrampilan menyimak, yaitu mengungkapkan informasi
dari berbagai sumber dan memahami informasi melalui tuturan langsung maupun
tidak langsung.
Tujuan ketrampilan belajar menyimak dibedakan menjadi dua aspek,
yaitu; pertama, persepsi ialah ciri kognitif dan proses mendengarkan yang
didasarkan pemahaman pengetahuan tentang kaidah-kaidah kebahasaan. Kedua,
resepsi ialah pemahaman pesan atau penafsiran pesan yang dikehendaki oleh
penutur (Ahmad, 1990; 8). Penulis mengaitkan tujuan kurikulum pragmatic dengan
kedua aspek tujuan pembelajaran ketrampilan menyimak , yakni memanfaatkan
pengetahuan tentang kaidah bahasa yang dimiliki siswa dalam memahami pesan atau
penafsiran pesan yang dituturkan penutur melalui tuturan langsung maupun tidak
langsung. Jika dikaitkan dengan sastra,
siswa dapat menyimak tuturan tokoh Priska dalam novel Meragu karya Indah
Hanaco dan memahami tujuan dari tuturan tersebut berdasarkan konteksnya.
Dalam skiripsi ini, penulis menganalisis tindak tutur ilokusi tokoh
Priska yang dihubungkan dengan kedua aspek ketrampilan menyimak tersebut. Siswa
diharapkan dapat berlatih menyimak dan memahami informasi sesuai dengan
kaidah-kaidahnya, dan memperhatikan konteks tuturan.
Untuk mencapai kemampuan pragmatic, diperlukan pengetahuandan
ketrampilan umum bahasa Indonesia. Ketrampilan berbahasa secara pragmatic,
yaitu mengajarkan kemampuan memilih bentuk bahasa secara lisan dan tulisan yang
sesuai dengan keadaan berbahasa, dan kemampuan memahami bentuk bahasa dan
situasi sehingga siswa dapat berkomunikasidengan memperhatikan faktor-faktor
penentunya tersebut baik dalam forum formal maupun informal.
Guru menjadi fasilitator bagi perkembangan individu peserta didik,
yakni perkembangannya sebagai anggota masyarakat social, untuk menjadi seorang
komunikator yang akan saling berinteraksi atas dasar saling memahami dan saling
menerima (1990; 29). Menurut Steinhaver (2009; 84), pembelajaran bahasa tidak
semata-mata mengarahkan siswa untuk pintar bermain-main dalam konteks
linguistic,tetapi lebih aktif mengarahkan mreka untuk cerdas dalam menggunakan
bahasa baik dalam tataran konteks linguistic maupun konteks situasi.dalam
pembelajaran bahasa memperlakukan bahasa secara pragmatic ialah memperlakukan
bahasa dengan memperhatikan konteksnya, yakni penggunaan pada peristiwa
komunikasi.
Penelitian ini akan penulis kaitkan dengan pembelajaran Bahasa
Sastra Indonesia kelas X semester 2. Dalam proses pembelajaran, ada empat aspek
ketrampilan, yakni menyimak, menulis, membaca, dan membaca. Pada penelitian
ini, penulis lebih mengkhususkan pada implikasi ketrampilan menyimak.
Ketrampilan
menyimak
A.
Kompetensi Inti
1.
Menghayati dan
mengamalkanajaran agama yang dianutnya.
2.
Menghayati dan
mengamalkan prilaku jujur, displin, tanggung jawab, peduli (gotonh royong,
kerjasama,toleransi, damai ), santun, responsive dan proaktif dan menunjukkan
sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi
secara efektif dengan lingkungan social dan alam serta dalam menempatkan diri
sebagaicerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3.
Memahami,
menerapkan, menganalisis pengetahuan factual, konseptual, procedural berdasarkan
rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, tekhnologi, sebi, budaya, dan
humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban
terkait fenomona dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan procedural pada
bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan
masalah.
4.
Mengolah,
menalar dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan
pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri , dan mampu
menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
B.
Kompetensi
Dasar
1.1
mensyukuri
anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia dan menggunakannya sesuai
dengan kaidah dan konteks untuk mempersatukan bangsa.
1.2
Mnunjukkan
sikap tanggung jawab, peduli. Respomsif, dan santun dalam menggunakan bahasa
Indonesia untuk membuat anekdot mengenai permasalahan social, lingkungan, dan
kebijakan public.
1.3
Memahami
struktur dan kaidah anekdot, laporan hasil observasi, prosedur kompleks, dan
negosiasi baik melalui lisan maupun tulisan.
1.4
Menginterpretasi
makna teks anekdot, laporan hasil
observasi, prosedur kompleks, dan negosiasi baik secara lisan maupun tulisan.
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk membantu dalam
pembelajaran ketrampilan menyimak di SMA. Sehingga tuturan dapat diterapkan
untuk kegiatan komunikasi sehari-hari. Terdapat perpaduan antara sastra dengan
ketrampilan menyimak yang menyebabkan siswa menjadi tetrtarik membaca novel
secara keseluruhan.
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah cara yang
digunakan untuk penelitian dalam mengumpulkan data penelitian (Arikunto, 2006;
160). Metode penelitian ini terdiri dari objek penelitian, fokus penelitian,
teknik pengumpulan data, instrumenpenelitian, teknik analisis data, dan teknik
penyajian hasil analisisdata. Dalam hal ini, penulis paparkan sebagai berikut.
A.
Ojek Penelitian
Bungin (2010; 76) mengemukakan bahwa objek penelitian adalah apa
yang menjadi sasaran penelitian yang tergambar secara konkret. Jadi, objek
penelitian ini berupa tuturan tokoh Priska pada novel Meragu karya Indah Hanaco.
B.
Fokus
Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada lima kategoro tindak tutur ilokusi
yang terdiri dari asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif tokoh Priska pada novel
Meragu karya Indah hanaco. Kelima kategoritindak tutur tersebut direlevansikandengan
pembelajaran ketrampilanmenyimak kelas X semester II SMA. Adapun SK dan KD yang
terdapat pembelajaran menyimak, penulis paparkan sebagai berikut.
Ketrampilan
menyimak kelas X semester II
A.
Kompetensi Inti
1.
Menghayati dan
mengamalkanajaran agama yang dianutnya.
2.
Menghayati dan
mengamalkan prilaku jujur, displin, tanggung jawab, peduli (gotong royong,
kerjasama,toleransi, damai ), santun, responsive dan proaktif dan menunjukkan
sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi
secara efektif dengan lingkungan social dan alam serta dalam menempatkan diri
sebagaicerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3.
Memahami,
menerapkan, menganalisis pengetahuan factual, konseptual, procedural
berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, tekhnologi, sebi,
budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan
peradaban terkait fenomona dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan
procedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya
untuk memecahkan masalah.
4.
Mengolah,
menalar dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan
pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri , dan mampu
menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
B.
Kompetensi
Dasar
1.1
mensyukuri
anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia dan menggunakannya sesuai
dengan kaidah dan konteks untuk mempersatukan bangsa.
1.2
Mnunjukkan
sikap tanggung jawab, peduli. Respomsif, dan santun dalam menggunakan bahasa
Indonesia untuk membuat anekdot mengenai permasalahan social, lingkungan, dan
kebijakan public.
1.3
Memahami
struktur dan kaidah anekdot, laporan hasil observasi, prosedur kompleks, dan
negosiasi baik melalui lisan maupun tulisan.
1.4
Menginterpretasi
makna teks anekdot, laporan hasil
observasi, prosedur kompleks, dan negosiasi baik secara lisan maupun tulisan.
C.
Teknik
Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data penelitisn ini, di gunakan teknik pustaka.
Teknik pustaka adalah teknik yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk
memperoleh data (Subroto. 1992; 42).selain menggunakan teknik pustaka, penulis
juga menggunakan teknik baca catatuntuk mengumpulkan data. Teknik catat adalah
teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan cara membaca objek yang di
teliti, sedangkan teknik catat yaitu pencatan data pada kartu data yang segera
dilanjutkan dengan klasifikasi (Sudaryanto, 1993; 135). Menurut Sudaryanto
(1993; 5), data merupakan fenomena lingual khusus yang mengandung dan berkaitan
langsung dengan masalah yang akan di bahas untuk kepentingan analisis.
Langkah-langkah yang dilakukan penulis dalam proses pengumpulan
data adalah sebagi berikut.
a.
Membaca objek
penelitian,
b.
Membaca tindak
tutur ilokusi,
c.
Mencatat
data-data yang diperlukan pada kartu data,
d.
Mengklasifikasikan
menjadi lima kategori tndak tutur ilokusi.
D.
Instrumen
Penelitian
Instrument penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan
oleh penulis dalam mengumpulkan data pekerjaanya lebih mudah dan hasilnya lebih
baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga mudah di olah
(Arikunto, 2006; 160). Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penulis. Dalam hal ini, keyakinan pemikiran bahwa penulis di bantu dengan kartu
data, buku-buku tentang teori tindak tutur, dan ketrampilan menyimak yang
mendukung penelitian ini, serta alat tulis berupa pulpen, spidol, penghapus dan
penggaris.
E.
Teknik Analisis
Data
Analisi data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
metode padan. Metode padan adalah alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak
menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993; 13). Penulis
memakai metode padan karena dalam penelitian ini yang dibahas adalah konteksnya
untuk membedakan antara kelima kategori tindak tutur ilokusi. Menurut
Sudaryanto (1993; 21), dalam metode padan terdapatteknik-teknik untuk
menganalisis data. Adapun tekniknya adalah teknik dasar dan teknik lanjutan.
Teknik dasar harus digunakan atau dilaksanakan terlebih dahulu sebelum teknik
lanjutan. Teknik dasar yang dimaksud disebut teknik pilah unsure penentu.
Sesuai dengan jenis penentu yang akan dipisah-pisahkanmenjadi berbagai unsure
daya pilah, yaitu daya pilah referensial, daya pilah ortografis, dan daya pilah
pragmatis.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik daya pilah
pragmatis yang ada penentunya petutur. Karena tuturan yang dituturkan
menimbulkan reaksi tindakan tertentu dari petutur. Rekasinya misalnya,
bertindak menuruti atau menentang penutur, bertutur dengan isi informative,
tergerakemosinya, diam tetapi menyiak dan berusaha mengerti apa yang di
tuturkanoleh penutur, dan sebagainya. Langkah-langkah teknik analisis data yang
dilakukan penulis adalah membaca tuturan secara cermatdan menafsirkan secara
pragmatis dengan memperhatikan konteks.
F.
Teknik
Penyajian Hasil Analisis
Penyajian hasil analisis data, penulis menggunakan metode informal.
Teknik penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa tanpa
menggunakan lambang atau tanda khusus (Sudaryanto, 1993; 145). Jadi, pemyajian
hasil analisis yang berupa tindak tutur ilokusi tokoh Priska dalan novel Meragu
karya Indah Hanaco di paparkan secara deskriptif khas verbal dengan kata-kata
biasa tanpa lambang-lambang.
Post a Comment for "TINDAK TUTUR ILOKUSI TOKOH PRISKA PADA NOVEL MERAGU KARYA INDAH HANACO DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN KETRAMPILAN MENYIMAK DI SMA"